Victoria masih tidak bisa menggerakkan badannya setelah Deron melepaskan pagutan bibir mereka.
Rasa syok membuat badannya kaku dan hanya bisa merasakan sensasi hangat pria itu di bibirnya. Hingga setelah pria itu berbalik untuk melihat siapa yang datang, Victoria baru ikut menoleh dan menatap sosok wanita paruh baya yang berdiri di dekat pintu. Victoria bersumpah dia melihat pria asing yang bernama Deron itu, sempat menyunggingkan senyum licik. “Siapa kamu?! Apa yang kamu lakukan bersama anak saya?!” bentak wanita yang diperkirakan berusia sekitar lima puluhan itu sambil menunjuk ke arah Victoria yang masih sedikit gemetar antara ciuman panas dengan Deron dan bentakan wanita asing yang mengatakan pria di depannya adalah putranya. Victoria hendak menjawab, tapi Deron sudah lebih dulu menggenggam tangannya dan meliriknya sekilas dengan pandangan meyakinkan. “Mama tidak ada urusan dengan Victoria.” Terdengar suara bariton itu sangat dalam dan dingin. Victoria terkejut bagaimana Deron tahu namanya dan dirinya merutuki kebodohannya. Paspornya tadi ada di dalam tasnya dan sudah pasti jatuh saat dilemparkan sembarangan. “Oh! Ternyata karena dia kamu nggak mau datang ke acara makan malam dengan Ursula?!” Wanita yang dipanggil ‘mama’ itu menatap tajam ke arah Victoria dan gadis itu merasa keringatnya mengalir di garis punggungnya. Victoria hendak membuka bibirnya, berusaha melerai kesalahpahaman itu. Namun, genggaman tangan Deron di telapak tangannya mengerat. Gadis itu menatap wajah tampan Deron yang sekarang tampak dingin dengan perasaan bingung. “Ya, tadinya, tapi sekarang aku akan datang." Deron berkata dengan tegas sebelum kemudian menarik Victoria untuk pergi dari sana. “Di ruangan VIP Versailles kan?” “Deron!!” Perkataan Deron kembali menyulut emosi Elena. “Apa yang mau kamu lakukan?!" “Menyelesaikan masalah Mama di depan dua keluarga besar!” jawab Deron lagi tanpa menoleh ke belakang. Bahkan mengabaikan panggilan Mamanya yang kini ikut menyusul langkah mereka. Tatapannya tajam ke depan, sangat berbeda dengan yang tadi Victoria lihat di dalam kamar. Meski tak ada orang, tangan pria itu tetap menggenggam tangan Victoria dan bahkan lebih erat lagi. “D-deron? Sebenarnya apa yang mau kamu lakukan?!” Victoria berujar panik karena pria itu tiba-tiba membawanya ke dalam urusan keluarga. “Aku tidak mau masuk ke dalam urusanmu, apalagi urusan keluargamu!” Langkah kaki Victoria kesulitan mengikuti kecepatan langkah Deron. Perbedaan tinggi mereka membuat Victoria harus mengimbangi karena dia tahu, dia lebih pendek dua puluh senti dari Deron yang diperkirakan tingginya 188cm. “Kalau begitu, lain kali jangan membuat orang lain salah paham dengan keberadaanmu.” Deron menjawab saat pintu lift tertutup. Kemudian, pria itu melepas genggaman tangannya dan kembali memojokkan Victoria ke dinding. “Menurutmu, dengan keberadaanmu di kamarku, mana yang lebih baik? Mengakui kamu sebagai kekasihku atau sebagai orang yang kusewa?” Mata biru Deron seperti memiliki laser menembus mata hijau Victoria yang tampak panik. “Jangan lupa, hotel ini memiliki CCTV dan siapa pun akan tahu kalau kamu masuk sendiri ke kamarku. Iyakan?” lanjut Deron lagi. Suaranya datar dan terkesan santai, tapi Victoria tahu ada maksud terselubung di dalam ucapannya. Pria itu mengancamnya! “Kamu mau menyebarkan apa yang terjadi hari ini?!” Victoria membelalak tak percaya. Tak disangka, ternyata Deron begitu kejam! “Tergantung.” Saat lift berdenting, Deron melepaskan kungkungannya dari Victoria dan berdiri menghadap pintu. Deron kembali menggenggam tangan Victoria dan membawanya ke depan sebuah ruangan yang Victoria tebak sebagai ruangan pertemuan kedua keluarga itu. Sebelum masuk, Deron berkata sembari merapikan anak rambut Victoria. “Karang saja sebuah cerita, nanti akan kusesuaikan.” Victoria mengangguk sedikit cemas dan membiarkan tangannya kembali digenggam oleh Deron. Di dalam ruangan, Victoria bisa merasakan semua orang menatap kedatangan mereka dengan sumringah. Namun, senyum itu langsung pudar saat melihat mereka yang saling terkait. Victoria merasakan aura tidak menyenangkan terurai disana dan semua karena dirinya. “Nyonya Evelyn! Apa maksudnya ini?” Seorang wanita paruh baya tiba-tiba menepuk meja dan menatap ke arah Victoria dengan tajam. “Bukankah seharusnya malam ini menjadi malam perjodohan bagi Ursula dan Deron?” Victoria menegang dan tanpa sadar menggenggam tangan Deron erat yang langsung dibalas dengan elusan di ibu jarinya diatas kulit tangannya yang entah mengapa menenangkan dirinya dan juga membuatnya bergairah. Victoria kembali fokus. Melihat perilaku lembut yang langka itu, beberapa orang tercengang dan mulai berbisik-bisik tanpa melihat raut kelam wajah tiga orang di ruangan itu. Keadaan baru mulai tenang saat wanita lanjut usia yang dipanggil ‘Nyonya Evelyn’ meletakkan gelasnya di atas meja. “Jelaskan apa maksudmu kali ini, Deron.” Deron lantas mengangkat tangannya dan Victoria untuk menunjukkan cincin yang entah sejak kapan berada di sana jari manis Victoria. “Aku ingin kalian semua mengenal calon istriku yang akan kunikahi di masa depan.” Deron mengucapkan bom ke semuanya.Mendengar ucapan Deron, semua orang yang duduk di meja itu terperangah, terutama Ursula. Gadis yang duduk di tengah-tengah orang tuanya itu bahkan sampai berdiri dari tempat duduknya dengan tatapan tidak terima.“Deron, sebaiknya kamu jangan bercanda di situasi seperti ini. Perjodohan kita sudah lama direncanakan dan kamu sama sekali tak punya kekasih!”Ursula berkata dengan percaya diri. Sebab, selama ini Elena memang selalu menegaskan kalau pria itu tak punya belahan hati. Ursula bahkan sudah mengamati sendiri kalau Deron sama sekali tak pernah kelihatan bersama wanita. Lalu, dari mana datangnya calon istri ini?!“Kamu berbicara seperti sangat mengenal dengan kehidupan pribadiku,” jawaban Deron membuat Ursula tersentak dan kesulitan untuk kembali berargumen. Bahkan Deron mengajak Victoria duduk dengan menarik kursi layaknya seorang gentleman dan gadis itu pun duduk. Deron menyusul duduk di sebelahnya dan menggenggam tangan Victoria lagi sembari menatap gadis itu dengan tatapan de
Deron dan Victoria keluar dari ruang Versaille tanpa ada pembicaraan diantara mereka berdua. Gadis itu merasa dirinya sudah cukup banyak mendapatkan permasalahan dalam kurun waktu kurang dari 12 jam saja dan tidak mau menambahkan lagi. Deron melirik ke arah Victoria yang berjalan sambil menunduk dan tampak gadis itu sedang berpikir.“Victoria?”“Aku rasa tugas aku sebagai tameng kamu sudah selesai ya?” ucap Victoria sambil mendongakkan wajahnya ke Deron.“Apa maksudmu ?”“Tanggung jawabku sebagai pihak yang bersalah sudah selesai. Jadi kita berpisah sampai disini.”Mata Deron menyambar mata hijau Victoria. “Tidak semudah itu Victoria!”“Apa?”“Kamu tidak bisa pergi begitu saja! Kamu masih harus melanjutkan sandiwara ini!” Victoria mengerjap-ngerjapkan matanya. “Aku masih harus melanjutkan? Dengar, Tuan Deron, aku hanya melakukan apa yang anda minta tadi. Dan aku … aku rasa aku cukup baik menjadi kekasih dadakan kamu yang … hampir saja ketahuan karena kita belum ada persiapan apapun!
Victoria terbangun menjelang pukul enam pagi dengan kondisi kepala pusing akibat pengaruh alkohol semalam dan semua perisrtiwa yang terjadi kemarin. Victoria mengangkat tangannya dan meletakkan diatas dahinya. Dirinya seperti merasakan mimpi tapi dia juga tahu jika ini bukan khayalannya. Ini nyata! Pemandangan Roger bergumul dengan Marilyn begitu liarnya dan kata-kata pedasnya saat melihat Victoria yang terluka. Bagaimana dia kembali ke kamar hotelnya dan minum alkohol begitu banyak. Victoria tidak ingat berapa gelas dia minum semalam. Dan bagaimana dia salah masuk kamar hingga bertemu dengan Deron. Pipi Victoria memerah saat mengingat bagaimana ciuman panas dan sentuhan Deron di tubuhnya. Mengingat itu saja, sudah membuat tubuhnya menggelenyar dan bergairah. Victoria menggelengkan kepalanya berusaha untuk menghilangkan semuanya tentang Deron. Gadis itu pun bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Victoria hendak keluar dari kamar hotelnya dan
Victoria terkejut saat melihat ada dua orang pria disana yang mana satu adalah Deron sementara di belakangnya juga ada pria dengan wajah dingin. Victoria bisa melihat mata biru pucat pria asing itu seperti sebuah es dingin saat ini."Tu ... tuan Gonzaga ... Eh--maaf. Saya akan pergi." Marilyn hendak pergi ketika suara Deron menghentikannya."Jaga kelakuan kamu!" ucap Deron dengan nada dingin dan tidak bisa dibantah yang mampu membuat Marilyn pucat pasi. "Ba--baik tuan Gonzaga." Marilyn pun langsung bergegas pergi dari meja Victoria. Deron melihat Victoria yang sangat terkejut dan hanya tersenyum smirk. "So, nona MacAlpen. Apa yang kamu lakukan disini?"Victoria hanya bisa menganga. Deron adalah boss aku? Victoria berusaha mengembalikan wibawanya. "Selamat pagi, tuan Gonzaga. Saya adalah sekretaris baru anda. Perkenalkan, Victoria MacAlpen." Victoria mengangguk hormat.Deron hanya mengangguk angkuh. "Baiklah. Atur semua jadwalku. Sekretaris aku yang lama sudah meninggalkan datanya.
Victoria menatap Deron dengan perasaan campur aduk. Benar-benar bisa memanfaatkan situasi! Victoria merasa menyesal dia tidak membaca detail tentang kontrak pekerjaannya dimana ada pasal penalti jika melakukan pemutusan kontrak di tengah jalan. Apalagi dia baru dua jam disini! Victoria lebih memilih nama baiknya dan cukup tahu jika Deron bisa melakukan apa saja. Parahnya, pria ini bisa memblacklist dirinya di berbagai perusahaan sebagai orang yang tidak bisa bersikap profesional! "Apa yang anda tawarkan, tuan Gonzaga?" tanya Victoria pada akhirnya. Deron tersenyum yang entah dimata Victoria sebagai senyum licik penuh kemenangan. "Roberto!" Victoria melihat Roberto berjalan menuju ke meja dan mengambil sebuah map dari dalam tas kerjanya. Gadis itu tidak menyangka jika Deron sudah mempersiapkan semuanya. "Silahkan dibaca Nona MacAlpen," ucap Roberto sambil menyerahkan map ke Victoria. Gadis itu membaca poin-poin yang ada di surat perjanjian. Matanya melebar saat ada poin, harus berm
Victoria berjalan dengan santainya menuju gedung apartemennya dengan memperhatikan sekelilingnya. Bukan untuk mengawasi orang-orang tapi menghapalkan tempat makan jika dia malas memasak. Victoria melihat ada sebuah toko roti dan teringat dia belum membeli baguette yang biasa dia toast dan diberikan campuran mayonaise, alpukat dan potongan udang rebus serta kepiting. Victoria tersenyum ke arah bakernya. Mereka saling mengobrol dan Victoria berjanji akan mengambil roti dari bakeri itu.Victoria berjalan keluar sambil membawa roti dan ke arah apartemennya tanpa tahu ada sebuah mobil sport hitam berhenti di seberang mengawasi dirinya. Victoria pun masuk ke dalam gedung apartemennya dan dua orang yang di dalam mobil itu hanya memperhatikan dari jauh."Rupanya itu gedung apartemen La Sole," gumam Deron.Roberto hanya mengangguk."Oke. Sudah tahu. Ayo pulang," perintah Deron membuat Roberto menjalankan kembali mobil miik boss yang juga sahabatnya.Deron adalah orang yang tertutup dan hanya s
"Apa maksud kamu?" tanya Roger saat dia berada dalam satu tempat tidur dengan Marilyn. "Anak udik kuno itu bekerja di satu perusahaan sama kamu?""Iya. Si bloon itu sekarang adalah sekretaris boss aku, Deron Gonzaga dan tadi, dia memisahkan aku dengan si kuno itu! Aku merasa kesal ! Bagaimana dia bisa menjadi sekretaris CEO mengingat dia sangat bodoh !" omel Marilyn dengan nada cemburu berat membuat Roger menoleh ke wanita yang memeluknya dengan tubuh polosnya. "Dia dulu bekerja sebagai sekretaris juga, sayang." "Tapi di perusahaan tidak jelas ! Bahkan aku dengar, perusahaannya juga nyaris bangkrut sekarang! Yang aku tidak habis pikir, bagaimana bisa dia diterima di TechPro? Mengingat otak dia sangat dangkal hingga aku bisa memanfaatkan dia!" "Apakah dia beruntung?" gumam Roger. "Tapi dia kemarin sangat terkejut melihat kita ... " Pria itu melirik licik ke Marilyn. "Bagaimana jika kita buat dia tidak betah berada perusahaan kamu, sayang ?" Marilyn terseyum licik. "Aku suka dengan
Victoria menatap wajah Roger dengan perasaan kesal luar biasa karena tidak hanya dia dipermainkan secara hati tapi juga dengan finansial dan itu sangat memukul egonya. Perasaannya yang tulus ke Roger, ternyata hanyalah harapan semu, sia-sia dan buang-buang waktu! Selama ini dia menunggu Roger menjadi sosok yang lebih serius dan mengambil level yang meningkat tapi ternyata ... tidak ada dalam agenda Roger yang jelas."Lebih baik kamu pergi, Roger!" usir Victoria.Roger tertawa. " Harusnya kamu yang pergi, anak kampung! Karena kamu tidak cocok disini dengan gaya pakaian kamu yang kuno dan tidak sophisticated ... Kamu memang cocoknya di Inggris yang muram bukan di Milan yang fashionable dan glamor." "Memang siapa kamu? Kok malah mengatur kehidupan aku? Kita sudah selesai Roger sejak kamu bergumul dengan liar macam binatang tidak punya aturan di atas tempat tidur kamu! Justru aku berterima kasih, karena kaku sekarang terbebas dari kamu jadi aku hanya memikirkan diri sendiri ... Seperti k
Victoria hanya mendelik mendengar ucapan tanpa filter Georgina yang tampaknya bodo amat yang penting dia sudah mengatakan apa yang ada di benaknya. Deron hanya tersenyum simpul melihat dua sahabat itu namun dia tidak marah karena tahu itu hanya gurauan garing. "Oke, aku rasa aku harus pulang. Sampai besok,sayang." Deron mencium bibir Victoria lembut. "Bye Georgie." "Bye Deron. Drive safe." Deron pun masuk ke dalam lift dan melambaikan tangannya ke Victoria dan Georgina yang membalasnya. Pintu lift itu pun tertutup. Victoria menoleh ke arah Georgina. "Really, tidur bersama?" "Hanya menyarankan." Georgina mengedikkan bahunya.Victoria menggelengkan kepalanya. "Selamat malam George.""Selamat malam Tori."***Victoria tampak cantik dengan blazer dan celana panjang musim panasnya bewarna pink pucat dan tank top hitam serta sepatu datarnya yang senada dengan bajunya plus tas tangan juga dengan warna pink. Gadis itu membuka pintu saat mendengar bel apartemennya dan tersenyum saat meli
"Aku tidak tahu kamu begitu paham soal elektronik seperti ini," ucap Georgina sambil mengajak Roberto makan malam di apartemennya karena merasa sepi makan sendirian, sementara Victoria sedang diajak makan malam dengan Deron. "Bisakah kamu ceritakan siapa dirimu?""Apa maksud kamu?" balas Roberto sambil memakan fish and chipsnya.NoteFish and Chips adalah makanan pesan-bawa yang paling terkenal yang berasal dari Britania Raya. Makanan ini terdiri dari ikan (secara tradisional cod) ditepungi dengan tepung roti dan dimakan bersama kentang goreng yang dipotong panjang.Fish and chips populer di Britania dan jajahannya pada abad ke sembilan belas, seperti Australia dan Selandia Baru serta Kanada. Fish and chips juga populer di beberapa bagian di Amerika Serikat sebelah utara (New England dan Barat Laut Pasifik).Fish and chips adalah makanan populer di kalangan kelas pekerja di Britania Raya sebagai hasil dari cepatnya perkembangan penangkapan ikan dengan pukat di Laut Utara, diiringi pem
Roberto terkejut saat Georgina menempelkan bibirnya ke bibir milik pria itu. Roberto tidak menyangka kalau gadis itu seberani itu dengannya. Ciuman dari Georgina memang tidak dia balas karena Roberto masih merasa harus mencerna semuanya. Sungguh, Roberto merasa bibir Georgina sangat manis dan satisfying. Setelah lima belas detik kemudian, Roberto mendorong tubuh Georgina hingga pagutan itu terlepas. "Miss Heathfield!" "Ada apa Roberto? Apakah ... kamu tidak suka?" goda Georgina genit."Ini bukan yang seharusnya terjadi ...." Roberto mengusap rambutnya. "Kita anggap tidak ada apapun yang terjadi sekitar ... tiga puluh detik lalu!""Awww, Roberto, ayolah kita have fun sedikit dan menikmati hidup karena hidup itu hanya sekali!" senyum Georgina. Roberto melirik ke arah meja kopi dan terdapat satu gelas berisikan whisky yang hanya separo disana. Roberto menggelengkan kepalanya tidak menduga gadis cantik ini benar-benar khas Inggris yang suka minum. For God's sake .... Ini baru jam satu
Victoria menerima ciuman lembut dari Deron ketika mereka mendengar suara pintu ruang VIP dibuka. Keduanya melepaskan pagutannya dan melihat Georgina dan Roberto datang dengan wajah berseri. Georgina sih yang sebenarnya memiliki wajah berseri-seri sementara Roberto tetap dengan wajah dinginnya. "Apakah kalian bersenang-senang di bawah?" tanya Deron. "Aku yang senang, kulkas Milan ini hanya berdiri kaku macam ... kulkas !" jawab Georgina sambil menoleh ke arah Roberto yang tetap dingin tanpa ekspresi. "Ya, Roberto memang dingin begitu sih," senyum Victoria."Kalau boleh nih Deron, aku pinjam asistenmu minggu depan, boleh?" Georgina memajukan tubuhnya ke Deron tanpa takut."Ada apa kamu mau pinjam Roberto?" tanya Deron bingung."Mau aku bawa ke Imola."Deron dan Victoria menatap Georgina dengan tatapan tidak percaya. "Ke Imola?"Georgina mengagguk penuh semangat. "Aku ingin memperlihatkan sisi lain dari Imola. Aku tahu kalian sudah biasa melihat perlombaan formula satu disana tapi bel
Georgina mengajak Roberto untuk turun ke lantai satu, arena dansa, berbaur dengan banyak orang yang memang ingin melepaskan euforianya dengan melakukan emosinya dengan menari. Selain itu, tidak sedikit yang mencari pasangan meskipun hanya one nigth stand. Roberto hanya diam saja saat dirinya ditarik oleh gadis berambut hitam pendek dengan mata biru indah yang membuat dirinya seperti seorang penyihir di cerita-cerita fantasy Medieval dan membuatnya memilih tidak menolak. Bukankah menyeramkan jika membuat seorang penyihir marah. "Whoah, ini sangat berbeda dibandingkan saat aku pertama kali kemari," ucap Georgina sambil melihat interior Milano club yang tampak sophisticated. "Kita hendak apa, nona Heathfield?" tanya Roberto. "Berdansa tentu saja, Roberto ! Dan tolong, panggil aku Georgie atau G, jangan nama belakang aku. Rasanya seperti hendak memesan kamar hotel untuk traveling," kekeh Georgina. Roberto menatap wajah cantik Georgina. "Kenapa anda suka dipanggil Georgie?" "Ag
Georgina menatap Roberto dengan wajah kesal karena pria satu ini macam tidak bisa diajak untuk bergurau. Gadis itu hanya berjalan dengan mendongakkan wajahnya membuat dirinya seperti putri Inggris yang angkuh. Roberto hanya menatap dingin ke arah Georgina dan memilih untuk tidak berkomentar. Mereka pun masuk ke dalam mobil SUV mewah milik Deron dengan Roberto sebagai sopirnya. Deron duduk di belakang bersama dengan Victoria sementara Georgina di depan bersama Roberto. "Kita sudah pesan tempat VIP di club Milano dan yang jelas semuanya aman." Deron memeluk pinggang Victoria saat berada di dalam mobil dan duduk berdekatan. "Bukankah itu klub yang sangat sulit ditembus? Apalagi kalau tidak ada koneksi yang berpengaruh ?" tanya Georgina saat mobil mewah menuju jalan raya. "Bagaimana kamu tahu?" tanya Victoria. "Tori, aku kan tukang petualang dan sebelum kamu kemari ... Aku sudah kesini duluan dan kalau tidak ada Charles McGregor saat itu, aku tidak bisa masuk ke club itu!" jawab
Roberto dan Victoria menemui investor yang cukup potensial untuk menjadi partner TechPro. Roberto bisa melihat kemampuan persuasif Victoria, membuat para investor semakin tertarik untuk berinvestasi ke perusahaan keluarga Gonzaga. Roberto tidak menyangka jika di balik sikap polos dan naif Victoria, ternyata memiliki kemampuan bernegosiasi dengan klien potensial. Roberto sangat kagum dengan kemampuan Victoria yang selama ini tidak terlihat. Setelah mendapatkan deal dan mereka akan bertemu lagi di gedung TechPro. Mereka saling bersalaman dan kemudian, Roberto keluar bersama dengan Victoria. "Good job, nona Victoria," puji Roberto. "Terima kasih tuan Roberto. Terima kasih tadi tidak memanggil dengan panggilan yang biasanya," senyum Victoria sambil masuk ke dalam mobil. "Dan anda tidak memanggil saya dengan tuan Roberto seperti biasanya." Roberto pun duduk di kursi pengemudi. Victoria mengangguk. Suara ponselnya berbunyi dan gadis itu menerima. "Hai, Georgie." Roberto meliri
Georgina merasa gabut setelah Victoria pergi bekerja dan dirinya mulai memeriksa kembali semua draft tulisannya yang sudah dia buat sebelumnya. Bagi Georgina, typo atau kesalahan apapun, tidak bisa dia tolerir karena akan membuat pembaca merasa tidak nyaman apalagi dia menulis dengan dua bahasa, Inggris dan Italia. Georgina memasang headphonenya dan mulai bekerja memeriksa semua artikelnya yang masih berada di draft. Setelah dirasa sudah bagus semua, Georgina pun mengirimkan ke editornya dan menunggu feedback darinya, baru setelahnya artikel itu dimuat di halaman web otomotif itu. Biasanya tidak terlalu lama karena editornya macam zombie yang nyaris tidak pernah tidur karena tidak hanya artikel darinya saja yang dipegang tapi dia juga punya penulis lain yang berada di Amerika dan Jepang. Georgina memang memegang area Eropa karena dia sangat mengenal negara-negara di Eropa, hasil solo travelingnya selama ini.Tak lama, email dari editornya pun masuk. "Good job Georgie. Akan aku muat se
Georgina memarkiran motornya di area parkir gedung apartemen Victoria dan melepaskan helmnya. Gadis itu lalu membawa tas ransel dan duffle bag nya yang diikat di belakang, kemudian berjalan menuju lift apartemen. Victoria memang sudah memberikan kode pintu apartemennya karena hari ini, dia sudah masuk kerja sementara Georgina datang menjelang makan siang. Journalis dan pecinta petualangan itu pun tiba di lantai tempat unit apartemen Victoria berada. Georgina pun memasukkan kode pintu unit Victoria dan tersenyum karena apartemen itu sangat khas Victoria. Rapi, minimalis tapi tetap ada kesan girly disana. Georgina melihat ada memo diatas meja konsul dan membacanya. 'Ada makanan di kulkas tinggal kamu panaskan saja, Bestie. Minuman juga ada, bir dingin favorit kamu ada di kulkas juga. Jangan khawatir, kamu tidak akan kelaparan disini. Love Tori'.Georgina tertawa kecil karena tahu sahabatnya sangat memperhatikan kesenangan dirinya temasuk minuman favoritnya. Gadis itu lalu membuka kulk