“Benar, ini mobil Prama yang aku lihat di depan rumah Kinanthi,” lanjut Ardhan, setelah ia mengelilingi mobil tersebut.“Memangnya kenapa kalau ini mobil Prama?” tanya Kakek. “Justru lebih baik lelaki itu ada di sini, jadi ia bisa melihat apa yang kamu lakukan dengan Kinanthi. Semua hanya tentang pekerjaan saja,” timpal si Kakek.Ardhan menganggukkan kepalanya tanda ia setuju dengan perkataan si Kakek. Dengan langkah penuh semangat dan percaya diri, Ardhan masuk ke dalam perusahaan besar tersebut. Resepsionis yang sudah tahu maksud kedatangannya, mengarahkannya untuk menunggu di ruang meeting.Sepanjang jalan menuju ruang meeting, Ardhan sibuk melihat ke kanan dan kiri. Ia mencari keberadaan Prama di tempat itu namun sejauh matanya memandang, tak terlihat sosok pria bermata jingga tersebut.“Jangan pikirkan hal lain, fokus saja pada pekerjaanmu,” nasehat si Kakek.Ardhan menuruti perkataan si Kakek, tujuannya ke sana untuk pekerjaan sehingga sebisa mungkin dirinya bersikap profesional
“Sebenarnya berkas tersebut bisa dikirim melalui email tetapi prosesnya lama dibandingkan datang ke sana,” jelas pegawai tersebut.“Seberapa urgent file tersebut?” tanya Ardhan, ia ingin tahu apakah berkas tersebut sangat dibutuhkan atau tidak, karena sejujurnya ia malas jika bertemu dengan Prama.“Dibilang tidak penting ya tidak penting tetapi berkas kerja sama kita tidak lengkap jika tidak ada berkas tersebut,” jawab pegawai perempuan itu. “Dengan kata lain, berkas pendukung yang penting.”“Begini saja, filenya tetap minta dikirim melalui email jika ternyata dalam waktu dekat tidak diproses maka aku akan mengambilnya sendiri.”Sepakat, asisten Pak Bobby setuju dengan usulan lelaki itu dan kini mereka masuk ke ruangan kerja masing-masing. Di dalam ruangan kerja Ardhan, si kakek memberikan perndapatnya tentang kesepakatan yang baru saja dilakukan Adhan dan asisten atasannya.“Kenapa tidak diurus saja ke sana? Bukannya image-mu akan bertambah baik.”“Bukannya tambah baik malah tambah b
“Boleh,” jawabnya. Kakek kaget dengan jawaban Ardhan. Ia pikir lelaki itu tak mau jika diajak kembali ke tempat itu namun yang terjadi justru sebaliknya. Ia tampak menyesal sudah mengajak Ardhan melihat orang tersebut.“Kamu sungguh ingin melihat orang itu?”“Kenapa, kakek terlihat takut?” goda Ardhan.Sosok misterius itu memamerkan senyumannya. “Tidak usah saja ya, Dhan.”“Kakek takut aku bertengkar ya,” kata Ardhan. “Tenang aja Kek, aku hanya bercanda, siapa juga yang ingin kembali ke sana hanya untuk memastikan orang itu Prama atau bukan. Tidak ada manfaatnya untukku.”Usai mengatakan hal tersebut, Ardhan kembali menjalankan kendaraannya. Mereka memulai obrolan yang lain, kakek mengatakan dirinya yakin jika suatu hari nanti Ardhan bisa sehebat Pak Bobby bahkan menduduki jabatan lebih tinggi. “Asal kamu konsisten.”“Benarkah? Tetapi aku lebih suka tugas keluar, bertemu banyak orang, Kek,” timpal Ardhan. Ia tak betah bila harus duduk berlama-lama di kantor, hal itu akan membuatnya me
“Apa maksudnya Kek? Aku harus menolong mbak Kinanthi?”“Kamu tidak mau membantu mbak Kinanthi?” tanya Kakek, ia masih berharap jika Ardhan mau menjalin hubungan dengan Kinanthi.“Membantu sesama itu wajib hukumnya bukan, aku akan membantu mbak Kinanthi tetapi bukan sekarang,” kata Ardhan.“Kamu tidak mau menjauhkannya dari pria seperti Prama?”“Urusanku saja belum selesai Kek,” tolak Ardhan secara halus. Kakek kehilangan harapan untuk membuat Ardhan dan Kinanthi menjadi dekat. Ardhan benar-benar menjaga perasaan dan hati kekasihnya padahal mereka terpisah jauh.“Baiklah kalau begitu, ayo kita duduk di sini,” ajak si Kakek. Mereka berduduk berdampingan di kursi yang disediakan sembari menatap ikan di kolam. Suara gemericik air membuat suasan sore itu semakin sendu.Kakek memberanikan diri bertanya tentang kemajuan hubungan lelaki di sebelah itu dengan sang Kekasih. Ardhan mengatakan jika tinggal selangkah lagi mereka meresmikan hubungannya namun selalu saja ada penghalang.Kemarin keka
“Mungkin saja, tidak ada yang tahu tentang masa depan,” kata si Kakek. Ardhan menundukkan kepalanya, ia bingung harus berbuat apa sekarang. Kakek menyarankan lelaki itu untuk tidur karena bagaimanapun ia harus bekerja besok. “Karirmu sedang bagus dan banyak yang mengincar kejatuhanmu jadi bersikap profesional-lah.”Meski dengan terpaksa, Ardhan segera merebahkan dirinya dan bersiap untuk tidur. “Semoga besok ada kabar baik dari pacarku ya Kek,” ujarnya.Pria tua berpakaian serba putih tersebut tahu bagaimana harus bersikap kepada lelaki yang sedang bersusah hati itu. “Tentu saja ada kabar baik untukmu, Dhan,” ujarnya. Kalimat penghiburan itu mampu membuat Ardhan tertidur pulas. “Tetapi jangan lupa kalau kabar buruk juga menyertainya.”Pria tua itu yakin bahwa Ardhan mampu menghadapi situasi rumit yang akan terjadi ke depannya. Malam bergulir perlahan namun pasti, berganti dengan hari baru. Seperti biasa Ardhan bangun karena alarmnya berbunyi nyaring, ia langsung duduk meski matanya be
Yang apa Kek, cepat katakan!” desak Ardhan.“Nanti saja bilangnya, sekarang cepat cari tempat parkir,” ujar Kakek. Ia mengalihkan topik pemicaraan, Ardhan dengan terpaksa menuruti perkataan si Kakek. Ia mencari tempat parkir di barisan tengah.“Pokoknya jangan sampai lupa beritahu kelanjutan kalimatmu,” ujar Ardhan yang terdengar seperti ancaman.“Iya, akan kuberitahu saat kita di atas,” sahut Kakek seraya berjalan di belakang Ardhan. “Tetapi tidak sekarang, Dhan. Aku rasa kamu belum siap,” imbuhnya. Ia tak ikut Ardhan naik ke lantai atas, Kakek malah menghilang entah ke mana.Ardhan yang sudah sampai di ruangannya tak tahu jika tidak Kakek di belakangnya sejak tadi. Ia memanggil kakeknya seraya memutar tubuhnya, lelaki itu juga mencari di luar. Ardhan sampai membuka korden jendelanya tetapi sang Kakek tidak juga muncul.“Ke mana Kakek,” gumamnya.Ardhan bingung mencari keberdaan si Kakek karena sosok misterius seperti lelaki tua itu bisa menghilang dan muncul kapanpun, tidak bisa dit
“Maaf sekali Mas Ardhan, saya tidak bisa membantu. Atasan saya sedang tidak ada di tempat ja—““Jadi saya tidak bisa mendapatkan tanda tangannya?” tanya Ardhan, lelaki itu tampak kecewa.“Tetapi bohong,” ujar Kinanthi seraya memberikan kertas tersebut kepada pemilknya, ia tertawa keras melihat ekpresi Ardhan tadi. Sedangkan laki-laki yang digoda hanya bisa menggaruk kulit kepalanya. Ia tak menyangka jika Kinanthi akan mempermainkannya.Ardhan yang sempat tersulut emosi mendadak reda karena melihat senyum perempuan itu begitu manis. “Dia cantik ya kalau tersenyum begitu,” ujar si Kakek, ia turut menggoda Ardhan.“Terima kasih untuk tanda tangannya dan kejutannya ya,” kata Ardhan, Kinanthi da Kakek kembali tertawa.“Sama-sama, Mas Ardhan,” balasnya. Karena tujuannya sudah tercapai maka Ardhan pamit pulang ke kantornya. “Hati-hati di jalan,” ujar perempuan tersebut sembari mengantar mereka ke teras depan.Tugasnya sudah selesai, Ardhan kembali ke kantor dengan hati gembira. Ia tak menyan
“Tidak penting berbicara dengan orang itu,” jawab si Kakek. Ardhan mengerutkan dahinya, ia lantas melihat siapa yang menelponnya. “Orang itu mengajakmu makan siang,” lanjut si Kakek.Memang benar ucapan Kakek, orang yang menelpon Ardhan adalah Prama. “Kakek tahu dari mana yang menelponku adalah Pak Prama?” tanya Ardhan polos.“Hanya menduga saja, barangkali Kinanthi bercerita padanya sehingga ia menelponmu,” lanjut si Kakek.“Mbak Kinanthi cerita apa tentang aku ke Prama?”“Mana kutahu, aku hanya menebak saja. Barangkali alur ceritanya seperti itu,” ujar si Kakek sembari menyandarkan punggungnya di kursi.“Mari kita bertemu Mbak Kinanthi,” ajak Ardhan. Kakek tersenyum penuh arti, rencananya untuk mempertemukan Ardhan dan perempuan itu berjalan baik meskipun ia harus putar otak untuk membuat cerita bohong.“Sekarang atau saat makan siang?”“Nanti saat pulang kerja,” kata Ardhan. “Kalau sekarang aku kerja dulu, sebentar lagi jam istirahat, pekerjaanku masih banyak.”Kakek menganggukkan