Share

5. Dua sisi

Bab. 5

POV ANA

Aku masuk ke dalam kamarku, menenggelamkan wajahku pada bantal. Aku merasa begitu tidak berharganya aku sebagai wanita, hingga suamiku sendiri memperlakukan aku serendah itu. Air mataku pun tak bisa kubendung lagi.

"Ana." Suara Mbak Najwa tiba-tiba muncul tanpa aku sadari, kuusap air mataku kasar dan berbalik menatapnya.

"An, apa Mas Adrian menyakitimu?" tanya Mbak Najwa mendekatiku dan duduk di bibir ranjang, menatapku penuh selidik.

"Nggak, Mbak," jawabku menutupi.

"Kamu jangan membohongi mbak, An!" tanyanya lagi, aku bergeming. Kukumpulkan seluruh keberanianku, hari ini aku yang akan menyelesaikan masalah ini sendiri.

"Mbak, aku ...."

Deg ...

Tiba- tiba aku teringat atas perkataan Umi, bahwa pernikahan maupun perceraian bukanlah hal yang bisa dibuat mainan. Jika kamu sudah memilih menjadi seorang istri, maka, sebaik-baiknya seorang istri adalah yang taat pada suami. Mas Adrian? Dia tidak menginginkan perceraian, namun juga tidak menginginkanku. Kuurungkan niatku untuk membahas perceraian sementara waktu.

"Maafkan mbak. Mbak mohon bertahanlah, kita akan membuat Mas Adrian mencintaimu," ucap Mbak Najwa yang semakin membuatku tak percaya, wanita macam apa yang ada di depanku ini, bagaimana mungkin dia menginginkan suaminya untuk mencintai wanita lain?

"Mbak, itu terlalu berlebihan," jawabku.

"Nggak, An, Mas Adrian juga harus memperlakukanmu seperti selayaknya seorang istri," kata Mbak Najwa, lalu pergi meninggalkanku, entah apa yang akan dilakukannya saat ini, aku hanya bisa diam dan melihat nanar punggung yang semakin menghilang.

POV NAJWA

Aku menemui Mas Adrian yang terlihat masih bergeming di balkon.

"Mas, apa yang sudah kamu lakukan hingga Ana menangis?" tanyaku tanpa basa- basi, lukaku masih menganga setelah bentakan dari Mas Adrian malam tadi. Sehingga aku belum bisa bermanis-manis lagi padanya.

"Meminta hakku sebagai suaminya. Apa itu salah? Lagian itu kan yang kamu mau?"

Deg!

Jantungku seolah berpacu mendengar kata-kata suamiku yang seolah tanpa beban itu, aku merasakan sesuatu yang aneh, apa Mas Adrian masih marah padaku?

"Maksud kamu?" tanyaku menegaskan.

"Mulai besok, aku akan membagi waktuku untuk kalian, satu Minggu aku akan tidur di kamar kamu dan satu Minggunya lagi di kamar Ana," jelas Mas Adrian.

"Apa?" Aku seakan tak percaya mendengar perkataannya kali ini, bahkan dia mau melakukannya tanpa aku suruh. Apa mungkin Mas Adrian mulai mencintai Ana? Kenapa hatiku merasa ngilu? Harusnya aku bahagia, dengan begitu, Mas Adrian dan Ana akan mewujudkan keinginanku untuk mempunyai buah hati dari darah daging Mas Adrian.

"Itu yang seharusnya, kan!" tegas Mas Adrian, kupeluk ia yang saat ini memunggungiku, sebelum ia semakin menjauh dariku, entah mengapa ada rasa takut yang menghantuiku.

"Mas, maafkan aku, apa hatimu juga akan terbagi?" tanyaku lirih.

"Aku hanya berusaha untuk bersikap adil, Ana tidak bersalah, Ana hanyalah korban dari kekurangan kita, tidak mudah di usianya yang masih muda harus menjadi istri ke dua. Sudah seharusnya aku memperlakukan Ana lebih baik lagi. Masalah hati, bukankah keadilan dalam berpoligami harus mencakup semuanya? Aku akan berusaha adil seadil- adilnya walau aku tau itu tak akan sempurna karena aku bukan malaikat," jawabnya, seraya melepaskan tanganku dan meninggalkanku, sontak membuatku semakin takut. Berbagai macam pikiran saat ini melayang di benakku, entah apa yang ada dalam pikiran laki- laki yang selama ini membersamaiku itu. apakah tadi Mas Adrian sedang menyalahkan atas kekuranganku? Apakah dia akan menghukumku atas permintaanku padanya dengan cara membagi hatinya pada Ana?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status