**"Dilihat dari gesturnya, ini orang pasti udah tahu ada kamera di sekitar sana, Gar," jelas Radit petang ini. Ia dan Gara sedang mengamati kembali rekaman CCTV yang memperlihatkan pengendara sepeda motor yang menabrak Carissa beberapa hari yang lalu."Berarti orangnya udah hapal rumah gue," desis Gara kesal."Bisa jadi. Tapi bisa jadi juga enggak. Dia bisa ngelakuin penyelidikan dulu sebelum beraksi iya, kan? Nggak perlu harus kenal deket sama lo juga. Lagian berapa orang sih, yang tahu kediaman lo yang sekarang?" Radit mencoba mengemukakan pendapat yang masuk akal. Dan Gara pun berpikir demikian."Gue curiga sama pacar lo, Dit.""Pacar?" Radit mengernyit. "Pacar yang mana?""Pacar yang mana?" ulang Gara dengan nada tidak percaya. "Pacar lo yang mana lagi, anjir?""Pacar gue ada banyak, Bapak Sagara.""Son of bitch!" Gara menunjuk muka sahabatnya itu, tak habis pikir. "Aneska, bangsat! Lo udah bikin dia hamil, masih juga sempet nanya pacar yang mana?""Heh, jangan sok tau! Emang lo
**"Haruskah ke kantor polisi segala, Kak?" Rissa menatap dengan cemas kala Sagara mengemukakan pendapatnya tentang kecelakaan yang menimpa dirinya tempo hari. Lelaki itu menatap heran. Heran dengan Rissa yang masih juga berpikir dua kali untuk melapor ke kantor polisi padahal keadaan dirinya memang pantas menjadi pelapor."Kamu mau kejadian begini terulang berapa kali lagi?" timpal Gara."Hmm ... apakah menurut Kakak, bakalan terulang lagi?""Pasti. Ini jelas bukan kecelakaan. Ini percobaan pembunuhan. Siapapun itu, nggak akan berhenti sebelum targetnya terpenuhi. Dalam hal ini, kejatuhanmu."Kedua netra Rissa melebar kala mendengar itu. Kedengaran berlebihan sekali. Percobaan pembunuhan, eh?"K-Kak ... Bukannya itu berlebihan? memangnya siapa yang mau bunuh aku?""Menurutmu siapa?"Gara menatap istrinya penuh telisik. Tak mengerti dengan pandangan perempuannya ini. Apakah semua manusia terlihat baik di mata Carissa, begitu?"Antara Abian, Aneska, atau Tamara."Kedua manik gelap Riss
**"Harusnya aku yang ke sana, sih. Bukan kamu yang ke sini.""Mami, nggak perlu segitunya. Udah dua minggu Rissa terkurung di rumah dan nggak ketemu Mami sama sekali, kan?"Yasmin mengangkat bahu. Menyambut kedatangan putra dan menantu kesayangan yang berkunjung pada siang-siang bolong ini."Gimana keadaanmu? Bayinya sehat?""Sehat, Mam. Kemarin baru aja periksa rutin. Usia dia hampir delapan minggu sekarang."Yasmin mengangguk. Menghentikan kegiatannya mengupas apel dan menatap penuh telisik kepada sang menantu."Kenapa, Mam?""Kamu banyak kehilangan berat badan. Apa morning sickness-nya parah?"Kedua alis Rissa sontak terangkat otomatis. Ia tidak merasa kehilangan berat badan, pun."Rissa nggak ada morning sickness sama sekali, Mam. Nggak ada yang berubah dari kebiasaan, kok. Kecuali mungkin jadi gampang lelah aja.""Hati-hati!" Yasmin menunjuk Rissa dengan sepotong apel di tangan. "Jangan sampai jatuh atau apa. Hati-hati di manapun kamu berada."Ouch! Hati Carissa seperti tercubit
**Pagi harinya, Rissa dengan hati gembira bertolak menuju butik bersama Yasmin. Bertiga bersama driver, sebab Yasmin tidak bisa mengemudikan mobil, dan wanita itu tidak mengizinkan menantunya mengemudi sendiri. Rissa merasa aneh tidak diizinkan begini begitu, sebab ia merasa dirinya sungguh baik-baik saja."Sekarang sih baik, nanti kalo udah kecapean baru tahu rasa," cetus Yasmin dengan sengit. Rissa tak memiliki pilihan lain selain diam, menurut dan mengiyakan segala yang ibu mertuanya ucapkan."Rissa kan tetep harus banyak beraktivitas biar badannya bugar, Mam.""Ikut kelas ibu hamil aja. Hitung-hitung nambah teman dan kegiatan," usul Yasmin, yang jujur saja, seketika membuat Carissa tertarik."Nanti Rissa minta izin sama Kak Gara dulu ya, Mami.""Huh. Apa-apa harus banget minta izin dulu kamu tuh?"Rissa mengulum senyum. Tentu saja Yasmin berucap demikian. Sendirinya sudah menjadi janda selama puluhan tahun, mungkin sudah lupa dengan hal remeh-temeh perumah-tanggaan semacam itu."
**Nah, pertemuan tak sengaja dengan Aneska itu membawa satu kesimpulan baru yang sungguh mengganggu pikiran Carissa. Bagaimana perempuan itu tahu bahwa dirinya sedang hamil? Usia kehamilan Rissa baru dua bulan, sehingga belum terlihat apapun dalam perutnya. Dan lebih daripada itu, hanya orang-orang terdekat yang mengetahui hal ini. Bagaimana bisa Aneska mengetahuinya? Mendadak saja, benak Rissa diliputi ketakutan kala mengingat sesuatu.Aneska adalah salah satu manusia yang dicurigai oleh Sagara sebab insiden yang menimpa Carissa tempo hari. Apakah mungkin jika ...."Kak, apa rasanya nggak enak?" Pegawai perempuan yang bersama Rissa itu bertanya dengan khawatir."Apa? Eh, enggak–""Kok kuenya cuma diaduk-aduk aja? Mau saya pesenin yang lain? Nggak enak, ya?""Oh, nggak, nggak. Ini enak, kok." Carissa tersenyum paksa, menyesal karena pertemuan tak sengaja dengan Aneska tadi merusak mood sekaligus nafsu makannya."Apa kita balik aja, Kak? Khawatir kalau Ibu pulang, ya?"Tidak menyenan
**"Aku nggak mau ketemu sama Tante Arini, Kak. Aku nggak mau lihat wajah dia.""Seriously?" Gara bertanya dengan heran. "Nggak mau bertanya langsung kepada tantemu, kenapa dia sampai hati bikin celaka kamu seperti itu?"Rissa menghela napas pelan. Iya, dirinya memang penasaran juga sebenarnya, apa alasan tantenya tega berbuat seperti ini kepada dirinya. Namun, ia juga tidak ingin bertemu muka dengan perempuan itu. Rissa merasa hatinya nyeri sekali jika harus berjumpa dengan Arini."Polisi jemput tantemu semalam, Ris," lanjut Gara. Lelaki itu mencoba menjelaskan pelan-pelan karena sepertinya Rissa sendiri tidak mau tahu. "Ketika Arini dibawa ke kantor polisi, dia sama sekali nggak mengelak atau berusaha memberontak. Aneska juga nggak menampakkan tanda-tanda terkejut. Jadi mungkin sebenarnya Aneska udah tahu rencana ibunya.""Aneska nggak berusaha bantuin ibunya, Kak?" tanya Rissa heran."No at all.""Padahal itu ibunya. Dan Tante Arini ngelakuin ini juga pasti buat dia. Kok Aneska ngg
**"Aneska!" Perempuan itu menatap Sagara dengan pandangan horor seakan Gara adalah makhluk astral dari dunia lain. Wajahnya mendadak tampak pias dengan bibir bergetar. Hendak menyapa lelaki tampan itu, namun lidahnya kelu."Ah, aku nggak perlu tanya lagi, untuk apa kamu ke sini iya, kan?" cela Gara dengan suara penuh nada sarkasme."P-Pak Gara ....""Sana temui ibumu. Kebetulan aku sudah muak terutama sama penampakan kalian berdua!"Aneska benar-benar gagu karena ketakutan. Sebenarnya Gara bisa mencecarnya dengan lebih banyak pertanyaan saat ini, namun rasa muak yang sudah terlanjur menjalar ke seluruh persendian tubuhnya itu, membuat dirinya ingin segera menyingkir dari tempat itu."Bukan berarti semuanya udah selesai," lanjut Gara penuh penekanan. "Aku saat ini hanya muak lihat tampang kalian. Aku akan kembali menuntut balas buat Rissa nanti. Camkan itu!"Aneska masih menatap ngeri dengan keringat dingin mengalir kala mendengar serentetan kalimat yang meluncur dari mulut lelaki ta
**Rissa hanya mendengar berita tentang tantenya yang akhirnya harus masuk jeruji besi. Ia sama sekali tidak datang ke kantor polisi. Jika ada sesuatu yang harus dijawabnya, maka ia lebih memilih bertemu petugas di tempat lain saja. Rissa takut bertemu Arini. Karena jika bertemu, maka ia akan jatuh kasihan dan malah mengacaukan proses hukum nantinya. Itu tidak bagus. Seperti yang Gara katakan, ia akan berhenti menjadi naif dan mulai agak tega kepada dunia di sekitarnya."Aku bilang, kamu nggak perlu dateng ke butik."Rissa terkesiap kala mendengar suara Yasmin yang menegur dari kejauhan. Ia buru-buru menoleh, demi mendapati ibu mertuanya yang sedang berdiri dengan hasta terlipat di dada dan tengah bersandar di ambang pintu ruangan."Mami?""Pulang aja sana. Kerjamu ngelamun terus sepanjang hari.""Ah, maaf, Mam ... nanti Rissa nggak ngelamun lagi, lah. Rissa bakal kerja lebih giat lagi."Yasmin mendengus pelan. "Maksudku nggak gitu. Nggak ada yang suruh kamu kerja keras, Ris. Aku kan