**Carissa baru saja menutup pintu kamar Stella setelah menidurkan bayi kecilnya itu. Ia mengusap tengkuk dengan lelah, berniat istirahat di kamarnya sendiri.“Tolong jagain Stella ya, Mbak. Aku istirahat sebentar aja,” katanya kepada si asisten rumah tangga yang menunggu di depan pintu.“Beres, Bu. Nggak usah khawatir, Bu Rissa bisa istirahat sepuasnya.” Perempuan itu mengacungkan jempol.Rissa tertawa pelan. Gegas ia seret langkah, memasuki kamarnya sendiri dan menutupnya dari dalam. Berencana untuk tidur sebentar saja.Nah, namun apa yang terjadi, ternyata ia sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Awangnya seketika sibuk berkelana sesaat setelah ia letakkan kepala di atas bantal. Memikirkan ini dan itu, hal-hal yang sebenarnya tidak perlu ia pikirkan.“Apa Tamara baik-baik aja? Dia kelihatan kurus, tapi masih jauh lebih baik dari terakhir kali kita ketemu pas dia kabur ke sini.” Rissa tersenyum sendirian, membayangkan gadis cantik itu. Bersyukur kiranya satu-persatu orang-orang ya
**“Halo, Tuan Sagara Aditama yang terhormat.”Carissa membeku di tempat. Ternyata Aldric tidak bercanda, ia benar-benar menelepon Sagara. Dan suaminya yang sudah mengangkat panggilan telepon itu, sekarang sedang diam di seberang sana. Rissa yakin sekali bahwa Gara mengenal suara itu. Prianya itu lebih dari cerdas untuk menebak hal-hal semacam ini.“Kenapa diam, Gara?” Aldric berujar lagi dengan seringai tercetak di bibirnya. Sebenarnya itu hanya senyum, namun untuk Carissa yang terlanjur ketakutan, bahkan senyum pun terlihat begitu mengerikan.“Aldric, jangan macam-macam dengan suamiku,” bisik Rissa penuh emosi. Ia tidak ingin pria itu mengatakan sesuatu yang akan membuat Gara terpaksa pulang dan mengemudi dalam keadaan kalut.“Ah, Gara, kamu masih di sana? Aku menelepon hanya untuk minta izin–”Tidak lagi punya kesabaran, Rissa terpaksa maju, menerjang ke arah lelaki rupawan itu dan merebut ponsel yang masih menempel di telinganya. Mudah saja, sebab Aldric tidak bermaksud menghindar
**“Abian!”Carissa menjerit, meraih bahu pria itu hanya sejengkal saja sebelum yang bersangkutan menghantamkan bogem mentahnya mengenai wajah Aldric.“Abian, nggak!”“Biar saja, Ris. Manusia busuk ini harus dikasih pelajaran!”“Aldric kamu pergi!” Rissa menunjuk wajah tampan pria yang satunya dengan terang-terangan. “Pergi atau aku bakalan bantuin Abian bunuh kamu! Pergi!”“Whoa. whoa, calm down, Honey! Oke, oke aku akan pergi. Jangan marah-marah begitu, dong. Karena–”Carissa habis sabar. Meski heran juga sebab entah mendapat kekuatan dari mana, perempuan itu menyeret lengan Aldric, kemudian menghempaskannya ke luar. Membanting pintunya kuat-kuat di hadapan muka pria itu kemudian, hingga seluruh isi rumah terasa bergetar. Emosi hingga rasanya nyaris terbakar, Rissa baru bisa menghentikan dirinya sendiri setelah mendengar suara tangis Stella dari dalam.“Rissa, kamu tenangin Stella dulu,” ujar Abian, yang juga tampak masih dikuasai emosi. “Kamu lihat Stella di dalam, biar aku urus ba
**“Rissa, Abian udah pulang, kan?”Carissa menghela napas kepada layar ponselnya yang menyala. Sementara meletakkan putri kecilnya di atas ranjang, ia menjawab telepon suaminya.“Udah, Kak. Aku udah suruh dia pulang, barusan. Daripada ribut sama kamu.”“Bentar, aku mau video call aja. aku butuh validasi.”Lagi, Rissa menghela napas. Sudahlah, ia iyakan saja apapun yang suaminya katakan, daripada urusan jadi panjang. Sebentar kemudian, panggilan telepon Gara sudah beralih menjadi panggilan video.Rissa tersenyum kepada lelaki tampan di dalam layar ponsel itu. Sepertinya Gara sedang berada di luar ruangan, sebab pada latar belakangnya ada beberapa orang yang lalu lalang.“Aku lagi di kafe. Abis ketemu sama klien,” tutur Gara tanpa diminta. Mengerti apa yang istrinya pikirkan.“Iya, Kak. Ini kelihatan. Aku sama Stella lagi rebahan di kamar, nih.” Rissa arahkan ponsel ke atas sementara ia merebahkan diri di samping sang putri yang masih asyik bermain boneka hadiah dari Abian.“Rissa?”“H
**“Kamu menyembunyikan hal sepenting ini dari aku, Ris?”Sagara tampak antara kecewa dan shock setelah mendengar segala yang Rissa ceritakan. Ah, sebenarnya tidak semua. Tentu saja perempuan itu mengurangi sedikit bagian yang mungkin bisa membuat suaminya murka. Meski demikian, poin utamanya masih tetap sama. Dan seperti yang sudah Rissa perkirakan sebelumnya, Gara sudah pasti marah. Ia sudah perkirakan sebelumnya, namun tetap saja hal itu terasa sedikit menakutkan.“Aku minta maaf.” Rissa buru-buru menyela. “Aku hanya nggak ingin ngerepotin. Belakangan kan kamu kelihatan banyak banget yang harus dikerjakan.”Gara masih menatap dengan alis terpaut. Jika saja perempuan yang sedang menunduk di depannya sembari memain-mainkan busa sabun itu bukan istrinya, entah apa yang akan terjadi.“Nggak ingin ngerepotin? Rissa, kamu itu istriku. Bisa-bisanya kamu pusingin masalah ngerepotin.”“Kak, aku beneran minta maaf.”“Demi Tuhan, Ris. Kamu nggak seharusnya ngelakuin hal ini. Kamu pikir aku ba
**“Ah! The Lord Sagara Aditama!”Ingin rasanya Gara menendang wajah yang sama sekali tidak tampak berdosa itu, namun ia masih penasaran dengan motif aldric mendatangi kantornya siang-siang begini.Jadi ada apa?“Kalau tujuanmu ke sini hanya buang-buang waktuku, aku bersumpah akan menendangmu sampai kau terpental keluar!” Ah, sial! Gara gagal beramah-tamah. Pada dasarnya, memang ia bukan manusia yang pandai berpura-pura. Jika tidak senang dengan sesuatu, ia akan ucapkan secara gamblang tanpa repot-repot menyembunyikan.Sementara itu, Aldric tampak tercengang. Ia menampilkan wajah pura-pura terluka yang terlihat begitu asli kepalsuannya.“Tidak bisakah ramah sedikit kepadaku? Aku tamu, loh.”“Tutup mulutmu dan cepat katakan apa yang kau inginkan. Aldric!”“Oke, baiklah, baiklah.” Pria itu berjalan santai dan menghenyakkan diri di atas sofa tanpa ada yang mempersilakan. “Apa yang membawaku ke sini? Tentu saja kerjasama bisnis.”Gara masih belum menanggapi. Masih memantau apa saja yang a
**CEO MELLIFLUOUS MENGHAJAR PUTRA KELUARGA FERNANDEZ HINGGA KOMA. “Kak Gara!” Carissa tanpa sadar berteriak keras. Sampai mengalihkan perhatian Yasmin yang sedang bermain dengan cucu kesayangannya.“Apa, sih? Bikin kaget aja kamu.”“Mami, Kak Gara!” Rissa menyodorkan ponselnya kepada sang ibu mertua. Yang kemudian dengan mau tak mau dilihat juga oleh wanita itu.“Gara?” Yasmin mengerutkan alis saat sudah membaca beritanya. “Apa-apaan itu? Siapa yang bikin berita kayak gitu? Coba kamu telepon Gara, Ris. Kamu tanyain langsung aja, bener nggak itu berita?”Luar biasa, sementara Carissa sudah nyaris menangis saking kagetnya, Yasmin masih sempat bersikap biasa-biasa saja dan menanggapi dengan kepala dingin. Ini adalah salah satu poin favorit yang sama sekali tidak bisa ditiru oleh Rissa dari sang ibu mertua kesayangan.“Te-telepon?”“Nggak usah gemeteran begitu. Aku yakin Gara nggak lagi kenapa-kenapa.”Rissa mengangguk, kemudian. Ia mendial nomor sang suami dan berusaha menenangkan napa
**Benar. Aldric Fernandez itu jahat. Carissa tahu itu, tapi tidak mengira bahwa ia akan sejahat ini. Sedetik setelah Gara berusaha menenangkan dirinya dengan kata-katanya, pria itu justru dijemput oleh polisi. Meninggalkan Rissa yang histeris sebab Yasmin pun tak ada tindakan. Hanya menatap sepasang polisi yang menggelandang putranya ke dalam mobil di luar.“Mami kenapa nggak melakukan apapun?” Perempuan itu berseru, membuat sang mertua berjengit tidak senang.“Kamu akan tahu sendiri ceritanya nanti.”“Cerita apa lagi, Mam? Ini kenapa Mami bisa santai begitu, sih? Kak Gara dibawa polisi loh, Mam!”“Hah, sudah.” Yasmin melambaikan tangan sambil lalu. “Kamu kasih Stella minum dulu, siapa tahu nanti kamu dijemput juga sama polisi.”Astaga, apa-apaan? Carissa ingin melayangkan banyak sekali protes lebih lanjut, namun putri kecilnya ternyata juga sudah merengek minta asi. Maka, ia lantas mendahulukan kewajibannya dan menyimpan protesnya untuk nanti.“Aku nggak ngerti sama Mami,” desah Car