Ayu terperanjat kaget ketika tiba-tiba mamah Mertua nya datang mengunjunginya. Ayu tahu secara pasti maksud kunjungan ke rumahnya. Pasti tidak lain dan tidak bukan karena ingin mendiktenya.
"Katanya Anto sakit Yu?" Mamah Mertua Ayu membuka percakapan sambil menerobos masuk ke rumahnya.
"Jadi istri tuh ya Yu..harus bisa mengurusi suami. Lihat itu si Sinta..sesibuk apapun dia masih tetap bisa mengurusi keluarganya."katanya lebih lanjut.
"Tolonglah Yu..urusi Anto dengan baik; ibadah Yuuu...ibadah..." dengan tanpa mempedulikan bagaimana perasaan Ayu yang mendengar cercaannya; mamah Mertua tetap saja melancarkan aksinya.
Ayu bingung harus menjawab apa.Satu sisi dia merasa sebal dengan ucapan mertuanya yang sepertinya asal bicara; sisi lain dia ingin menerangkan apa yang sebenarnya terjadi.
18 tahun usia pernikahannya dengan Anto semestinya sudah cukup waktu untuk terjalin saling mengerti dan memahami ya..sifat dan sikap Ayu pun seharusnya mereka sudah benar-benar paham; dari awal menikahpun Ayu sudah berusaha jujur, apa yang ada pada dirinya, dari mana asalnya, siapa keluarganya dan sebagainya sudah semua Ayu beberkan kepada keluarga suaminya.
Waktu 18 tahun sepertinya terlewat begitu sia-sia. Ayu merasa tidak terjalin adanya saling pengertian yang dalam. Ayu seperti terjebak dalam lingkaran setan yang setiap saat bisa memberangusnya dan bisa menjebaknya ke dalam situasi dan kondisi yang siap menghancurkannya.
#######
Usia Ayu 28 tahun ketika dinikahi oleh Anto yang 11 tahun lebih tua darinya.
Usia yang cukup matang atau boleh dikatakan cukup dewasa untuk ukuran pernikahan di desa.
Pada umumnya teman-teman Ayu menikah di usia 23 tahun dengan usia suami yang terpaut 5 tahun dengannya..tapi sepertinya mereka enjoy-enjoy saja; kalau ada konflik pun akan mudah terselesaikan dengan baik. Tidak seperti yang selalu Ayu hadapi.
Masalah demi masalah sepertinya tidak pernah lepas dari rumah tangga Ayu-Anto..bahkan 12 hari setelah usia pernikahannya...masalah berat mulai melanda mereka..bahkan silih berganti dan tidak pernah ada habisnya.
Mulai dari demo karyawan yang menuntut upahnya dibayarkan segera padahal kondisi usaha Anto yang sedang diambang kehancuran, sampai konflik dengan om Badi yang menangani usaha Anto dan mulai terlihat kecurangannya.
Anto sosok laki-laki yang begitu penurut pada orang tuanya terutama ibunya. Baginya ucapan ibunya adalah HUKUM. A yang diucapkan oleh ibunya...A juga yang dikerjakan oleh Anto..Z yang tidak boleh dilakukan oleh Anto...Z pula yang dihindari Anto.
Sebetulnya kepatuhan Anto pada orang tuanya bagus ya..sesuai dengan tuntunan Agama yang dianutnya; tapi sepertinya kepatuhannya kepatuhan yang pada akhirnya tidak bisa diterima oleh nalar.
Seperti suatu contoh; suatu ketika terbukti kalau om Badi yang notabene adik kandung ibunya Anto melakukan kecurangan dengan memanipulasi data keuangan hingga usaha Anto diambang kebangkrutan. Tapi dengan dalil saling pengertian di antara keluarga; Anto diharuskan mengalah dan diam saja melihat bukti-bukti yang valid itu; dan Anto atas titah Ibunya tetap mempekerjakan Om Badi dalam pengelolaan usahanya.
"Kasihan To, kalau kamu memecat Om Badi...tanggungan keluarganya banyak; dari mana dia bisa menghidupi kesembilan anaknya kalau bukan darimu?" itu-itu saja alasan yang diberikan oleh Ibu mertua Ayu tiap kali Anto mengeluh tentang ketidakjujuran om-nya.
"Yakin saja To...kalau kamu ikhlas menolong saudara, pasti hidupmu akan lebih berkah." kata mertuanya lebih lanjut.
Bingung...sungguh membingungkan sikap Mamah mertua Ayu...terlebih setelah Papah mertua Ayu meninggal lantaran stroke yang 12 tahunan dideritanya; sikap Mamah mertua Ayu seperti bertambah arogan.
Ayu sebetulnya tidak begitu mempedulikan sikap mamah Mertuanya kalau tidak didukung sikap Anto suaminya yang sepertinya semakin hari justru semakin tidak mempunyai pendirian.Kalau saja Anto bisa dijadikan sandaran untuk hidup dan kehidupan Ayu dan 2 anaknya...Dia tentu tidak akan banyak mengeluh.
Selama 18 tahun menikah, Ayu tidak tahu persis berapa banyak pendapatan Anto dari hasil usahanya.
Anto begitu tertutup kalau mengenai uang hasil usahanya.
Setiap Anto pulang dengan membawa uang; buru-buru dia masuk ke kamar dan menguncinya dari dalam,menghitung dan menyimpannya di suatu tempat yang tersembunyi.
Jatah harian buat Ayu dimulai dari sehari 5 ribu rupiah di awal menikahnya.
Dari honornya sebagai guru Wiyata Bakti yang hanya 100 ribu rupiah Ayu berusaha memenuhi kebutuhan hariannya. Uang 5 ribu rupiah dari Anto dia kumpulkan untuk membeli kebutuhan yang mendesak.
Kala itu Ayu Anto masih menumpang hidup di rumah Mamah Mertua yang merangkap kios tempat Anto memajang dan menjual produknya.
Yaaa... Anto adalah seorang wiraswastawan; pembuat dan penjual beraneka kerajinan tangan berbahan dasar karet .
Sebetulnya kalau boleh dikalkulasi...hasil dari berdagangnya saja bisa lebih dari cukup; belum lagi ditambah dengan pemasukan dari pesanan orang dari berbagai pelosok negeri; bisa dikatakan bisa membuat kaya raya kehidupan Anto dan Ayu yang kala itu belum dikaruniai anak. Tapi entah mengapa dari tahun ke tahun usaha Anto masih tetap sama bahkan cenderung menurun dan diambang kebangkrutan.
Kalau mau jujur Ayu katakan; sepertinya bakti suaminya ke Ibunya tidaklah berarti apa-apa...padahal ketika menikah pun menurut kebanyakan orang usia di atas 38 tahun merupakan umur yang sudah melewati ambang kewajaran atau bisa dikatakan perjaka tua.
Anto berani mengajak menikah Ayu pun karena desakan dari Om Gun yang merupakan kakak kandung dari Mamah mertua Ayu. Kala itu bertepatan dengan pernikahan adik kandung perempuan Anto; keluarga berkumpul termasuk Om Gun..disaat itulah Mamah Anto mengatakan mau menjodohkan Anto dengan anak kolega bisnisnya tetapi dia menolak karena sudah mempunyai pilihan hati sendiri walaupun saat itu umur perkenalannya dengan Ayu baru seumur jagung.
Dalam kondisi yang terdesak oleh keadaan itulah akhirnya Anto memberanikan diri mengutarakan keinginannya untuk melamar Ayu; permintaan itu langsung disetujui oleh om Gun yang langsung diiyakan oleh Mamah Anto. Padahal di waktu-waktu sebelumnya entah berapa wanita yang diperkenalkan oleh Anto kepada Ibunya tetapi tidak ada satupun yang disetujuinya terkecuali Ayu.
Boleh dikatakan pernikahan Ayu-Anto karena terdesak oleh keadaan; dan anehnya hanya Ayulah satu-satunya yang disetujui untuk dijadikan istri oleh Anto walaupun seiring berjalannya waktu sikap Mamah mertua ke Ayu laksana ke madu nya saja.
8 tahun usia pernikahan Ayu-Anto baru dikarunia anak; itu pun lantaran perjuangan yang sangat luar biasa bahkan sampai ke hal mistis sekalipun.
Boleh dikatakan rumah tangga Ayu-Anto tak lepas dari cobaan demi cobaan. Entah mengapa? Apa salah Ayu? Apa salah Anto? toh mereka sudah berusaha seikhlas mungkin menuruti keinginan Ibu kandungnya; meski kadang terasa berat dalam menjalaninya.
Boleh dikatakan semuanya sudah dilakukan Anto..bahkan tanpa sepengetahuan Mamah-nya, Sinta dan Suaminya selama ini membuka bisnis yang sama persis pun dengan cara yang menurut kebanyakan orang licik. Dia seenaknya saja membuat usaha dengan memakai brand usaha Anto tanpa seizinnya. Sama persis; dari macam produknya sampai merk dagangnya; hanya diganti nama dan nomor hp.nya. Itupun Anto diam saja; membiarkan adiknya berlaku curang cenderung licik itu dengan dalih karena hidup saling pengertian dengan keluarga...tanpa mempedulikan nasib istri dan kedua anaknya yang mulai beranjak dewasa.
Sungguh benar-benar tak mengerti Ayu dengan jalan pikiran Anto dan keluarga besarnya. Sepertinya dalil demi dalil saling pengertian antar keluarganyalah yang menjadi dasar perlakuan semena-menanya mereka. Apa yang mereka lakukan sepertinya legal dan sah-sah saja saja karena antar saudara sekandung. Bahkan ada yang berkata:
"Tidak ada mantan orang tua atau kakak adik; kalau mantan istri looo ada!"
*******
*****
Pertengahan Juni 2002 di sebuah ruang kelas...,"Bu Guru...ada salam dari Anto." kata salah satu wali muridku yang kala itu sedang mengambil raport anaknya.Kujawab dengan sekedar basa basi,"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.""Mas Anto orangnya baik banget lo Bu Guru..itu yang punya toko di perempatan tugu..pasti bu Guru tahu."kata wali muridku panjang lebar tanpa aku memintanya.Aku begitu heran sama ibu Karsini; sepertinya dia begitu antusias ingin menjodohkan aku dengan Anto...entah apa sebabnya.Aku hanya tersenyum dan tidak begitu menanggapi ucapan wali muridku itu; karena boleh dikatakan dia bukanlah satu-satunya orang yang menyampaikan salam dari lawan jenisku.Aku tidak sedang menyombongkan diri; walaupun kala itu statusku baru sebagai tenaga honorer guru SD..tapi banyak dari orang-orang di sekitarku yang berusaha mengenalkanku dengan laki-laki yang menurut mereka cocok untukku. Mulai dari perawat, karyawan TU sebuah Perguruan Ting
Namaku Aryanto; tapi lebih dikenal dengan panggilan Anto. Aku sadar kalau umurku sudah diambang sebutan perjaka tua; 37 tahun. Tapi aku bingung harus bagaimana kalau urusan sama yang namanya perempuan atau lawan jenis.Berulang kali aku berkenalan dengan wanita yang kukira cocok untuk mendampingiku mengarungi bahtera rumah tangga; tapi selalu saja mereka ditolak mentah-mentah oleh Mamahku.''Tidak usah yang itu To...biar nanti Mamah saja yang carikan jodoh untukmu."selalu begitu ucapannya tiap aku pulang membawa calon menantu untuknya.Aku hampir saja putus asa...kalau saja aku tidak bertemu Ayu Pertiwi. Padahal aku hanya sekilas melihatnya di seberang jalan ketika dia berjalan pulang dari rumah muridnya yang sudah beberapa hari sakit. Sekilas aku melihatnya, hanya kerudungnya yang melambai ditiup angin. Dia berjalan berdua temannya...tapi entah mengapa; yang selalu kudengar nama Ayu yang disebut oleh Ibu Karsini tetangga depan gudangku."Bu Ayu can
Waktu terus bergulir...8 bulan hidup menumpang di rumah mertua kujalani dengan segala kuatku. Mamah Mertuaku benar-benar memperlakukanku seperti madu baginya. Ada saja alasan yang membuatnya benci padaku.Suatu pagi di hari Minggu,"Masak apa an sich Yu...kompor cuma satu malah dipakai masak kamu."celetuknya seraya melongokkan ke wajan yang aku pakai buat masak.Aku hanya terdiam..pikirku aku boleh meminjam alat-alat masaknya ya..toh kita hidup serumah; apalagi selama aku hidup di sana saja aku tidak benar-benar menumpang. Sering kulihat laporan keuangan Om Badi isinya hanya belanja kebutuhan keluarga suamiku saja; ada sayur mayur di pedagang keliling, minyak tanah, uang saku adik suamiku yang kuliah dan sebagainya dan sebagainya. Aku tak berani protes; karena sejak kecil terdidik untuk menerima dengan ikhlas rezeki dari Tuhan. Uang belanja 5 ribu yang kuterima sebagai nafkah dari Anto suamiku pun aku anggap sebagai rezeki yang harus aku syukuri; jadi kuanggap wajar kal
Kepindahanku ke rumah baru tidak serta merta menjadikan aku hidup bahagia. Ternyata tetap saja kehidupan rumah tanggaku didera cobaan. Ibuku yang merasa menaruh belas kasih ke aku berinisiatif untuk menemaniku menempati rumah baru. Sebetulnya tidak bisa dikatakan rumah baru; lebih tepatnya gudang yang berdinding separuh batu bata, separuhnya bilik bambu. Atap dari seng usang yang kalau hujan mulai turun bocor tidak karuan. Bisa dibayangkan kalau turun hujan lebat; air dengan deras masuk ke dalam rumah yang berlantaikan ubin tua yang sudah rusak sana sini. Rumah yang aku tempatu sendiri awalnya berupa gudang yang sekelilingnya banyak ditumbuhi pohon kayu kalba dan pepohonan tinggi lainnya. Di belakang rumahku tumbuh subur serumpun bambu yang konon dipercaya orang sangat disukai jin sebagai tempat tinggalnya. Entah atas perintah siapa, Om Badi membabat habis pohon bambu itu dan membakar pokok-pokok akarnya. Suasana sekeliling rumahku masih sunyi sepi. R
Tinggal di tempat baru, lingkungan baru membuatku harus secepatnya beradaptasi. Sebetulnya tempat tinggalku yang sekarang tidak begitu jauh dari lingkungan tempat tinggal keluarga suamiku. Malah boleh dikatakan masih satu desa, hanya saja dibatasi beberapa rumah tetangga, jalan setapak serta perkebunan luas entah milik siapa hingga sampai detik inipun masih saja menjadi misteri. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun kedua pernikahanku, aku mulai menunjukkan tanda-tanda orang yang sedang hamil muda. Tamu bulananku tidak hadir. Awalnya tidak aku pedulikan karena aku sudah berulangkali mengalami terlambat datang bulan tetapi ketika dicek ternyata negatif. Namun kali ini selain terlambat kedatangan tamu bulanan, nyidam pun kualami yang menurut sebagian besar orang mengatakan sebagai ciri orang yang sedang hamil muda. Emosiku kembali tidak terkendal, marah-marah tanpa sebab terutama terhadap suami dan keluarganya. Pada awalnya hal itu tidaklah kuanggap aneh karena menurutku
Suatu sore jelang senja; Dika sedang memandang jendela kamarnya yang saat itu masih terbuka. Sambil tersenyum-senyum dia berkata,’’Eeeh temanku sudah pada datang.’’ Dia berkata sambil menunjuk ke suatu tempat. ‘’Yaa Tuhan...Ada apa lagi ini?’’desahku. Aku bergegas menghampirinya. Dika yang waktu itu berusia tiga tahunan terlihat begitu bahagia..tertawa ceria seperti sedang bermain dengan teman-teman sebayanya padahal waktu itu dia sedang berada sendirian di kamarnya. Aku sendiri sedang ke belakang menyiapkan makan malam untuk keluargaku. Kejadian aneh yang dialami Dika tidak hanya berhenti sampai disana saja. Hampir tiap malam Dika terbangun dari tidurnya sambil berteriak-teriak ketakutan. ‘’Bunda...itu lihat...di luar ada harimau putih.” Aku yang tidur di sebelahnya terbangun seketika. Kaget kulihat Dika sedang menunjuk-nunjuk jendela kamarnya; sesaat kemudian menutup wajahnya sendiri dengan kedua tangannya. Jelas terlihat sek
’Aku tak habis pikir dengan sikap Ayu.” Kupikir selama ini kita baik-baik saja.“Kenapa dia malah menuduh keluargaku telah bersekutu dengan setan?‘’Apa malah jangan-jangan masa lalu keluarga Ayu yang bersekutu dengan iblis?Aku pernah mendengar kalau kakek buyutnya adalah seorang dukun mahsyur di daerahnya. Banyak orang yang meminta pertolongannya; entah ingin kedudukan tinggi dalam jabatannya, atau kekayaan yang berlimpah. “Jangan-jangan istriku mendapat ‘’warisan ilmu” dari kakek buyutnya tetapi dia tidak kuat mengendalikan jadi membuat emosinya labil?’’Aku sudah berusaha bersikap baik kepada Ayu dan keluarganya. Bagaimanapun aku tetap anak laki-laki dari orang tuaku. Seburuk apapun mereka aku tetap harus menghormatinya. Tanggung jawab ayahku memang di pundakku. Sejak Ayahku meninggal praktis tidak ada lagi yang bisa melindungi adik-adikku padahal mereka masih butuh pe
Suatu pagi di sekitar tahun 2010; Aku merasakan sesuatu yang tidak karuan di badan.Lesu,mual dan segala yang tak biasa aku rasakan.‘’Hoeeek...hoeeek...’’suara itu tak henti keluar dari mulutku.Ibu yang sedang berada di dapur segera menghampiri.‘’Kenapa Yu...kamu sakit? Tanya ibuku sambil menempelkan punggung tangannya ke dahiku.Terlihat wajah ibu khawatir melihatku yang tak henti mengeluarkan suara-suara yang tak biasa.‘’Aku pusing Bu...mual juga rasanya.’’ucapku seraya memegangi perutku.‘’Yaa sudah...sini keluar dari kamar mandi; ibu baluri minyak angin. Jangan lama-lama di situ,..nanti tambah masuk angin.’’kata Ibuku penuh kasih.Aku memang terlambat datang bulan. Sudah 3 mingguan ini tamu bulananku tidak menyambangi...tapi aku takut berandai-andai kalau aku ini hamil..Aku mulai terbiasa d
Boleh dikatakan masa laluku lebih banyak merasakan kebahagiaan meski hidup dalam kesederhanaan. Saling pengertian, perhatian dan kasih sayang selalu diterapkan dalam kehidupan rumah tangga bapak dan ibu.Aku sebagai anak bungsu menjadi tumpuan kasih sayang dari kedua kakakku.Tak pernah sedikitpun keluargaku saling menyakiti baik berupa perkataan maupun perbuatan.Hingga kami sekeluarga sedari kecil hingga dewasa begitu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya meski dalam segala keterbatasan ekonomi. Sungguh berbeda ketika sekarang hidup berumah tangga. Sepertinya harta dan kenikmatan duniawi yang selalu dikejar oleh keluarga suamiku. Kesedihan dan rasa benci serasa semakin mengakar di hati sanubariku, bahkan sampai ke kedua anakku Mereka seperti tidak mau mengakui keluarga ayahnya sebagai bagian dari kehidupannya. Pun begitu dengan mamah mertuaku, hari-hari terasa ada jurang pemisah antara kami. Aku laksana
Di zaman tahun 1990n adalah masa paling membahagiakan bagi Ayu,karena di masa itu walaupun hidup dalam kesederhanaan namun kebahagiaan lahir batin tetap didapat.Hidup dalam lingkungan keluarga sederhana namun penuh keharmonisan membuat Ayu berkembang menjadi pribadi yang menyenangkan. Meski tidak bisa terbilang cantik, namun banyak dari kalangan lelaki yang jatuh hati karena kepribadiannya.Namun kebanyakan laki-laki entah mengapa seringkali merasa jengah bila mulai berdekatan dengan Ayu. Seperti ada sekat yang selalu menghalangi bila mereka mulai lebih jauh saling mengenal.Seringkali pula muncul keraguan dalam diri Ayu bila ada pria yang mulai berusaha ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengannya."Ay...sebenarnya banyak yang suka ke kamu lo..tapi sepertinya kamu kok tak acuh begitu sih?"suatu saat sahabat dekatnya bertanya.Ayu hanya mengedikkan bahu. Entah mengapa memang dia rasakan...dia sepertinya selalu en
Waktu terus bergulir, pelan namun pasti..bisnis suamiku kembali terpuruk karena pengambilalihan brand secara sepihak oleh Sinta dan suaminya. Aku semakin tidak habis pikir, yang ada dalam benakku aku merasa diperlakukan semena-mena dan hidup dalam ketidakadilan. Anto yang merintis bisnis dari nol dengan modal seadanya hingga bisa berkembang lantaran kerja kerasnya yang tak kenal waktu harus 'hancur' dalam sekejap hanya karena modal uang yang dimiliki Sinta dan suaminya begitu banyaknya. Aku kembali protes, berusaha mengeluarkan segala yang terasa begitu menyesakkan dadaku. "Gimana sih Mas...kok bisa begini?"tanyaku penuh emosi kepada Anto yang kulihat tetap tenang-tenang saja. “Aku sebagai istri kan juga berhak untuk menikmati dan mendapat nafkah lahir maupun batin dari suamiku! ucapku semakin tak terkendali. "Harusnya kamu proteslah Mas..itu kan bisnis kamu rintis
Aku sebenarnya kurang cocok waktu Anto memilih untuk menikahi Ayu karena menurutku dia tidak sepadan denganku. Dia hanya seorang guru honorer biasa, sementara anakku Anto pengusaha yang tergolong sukses. Karyawannya saja 16 orang, dengan pendapatan puluhan juta dalam satu harinya. Kenapa Anto malah memilih Ayu sebagai istrinya? Kenapa dia tidak memilih Irna saja? Padahal aku sudah begitu mengenalnya dan keluarganya. Aku sudah menjadi teman bisnis papa dan mamanya lama, saat mereka masih sama-sama kanak-kanak. Kalau saja Anto menerima jodoh yang aku sodorkan untuknya, aku pasti akan berusaha membahagiakannya. Harusnya anakku setidaknya lebih mengenal Irna yang mau aku jadikan istrinya, siapa tahu setelah mereka saling kenal akan ada kecocokan yang akhirnya bisa menjadikan mereka berjodoh. Menurutku Anto terlalu gegabah, belum lama mengenal Ayu sudah langsung melamarnya. Andai saja waktu itu Gun adikku juga tidak memaksanya untuk se
Matahari mulai menyembul menampakkan sinar cerahnya. Aneka burung bercicit merdu di dahan sebelah rumah. Minggu pagi, saat yang tepat untuk bermain bola. Anak-anak menguap perlahan. "Hoooaaahheeemm ..." Sambil nyengir, kulihat Arman dan Anto menutup mulutnýa yang menganga lebar ketika dia menguap tadi. Masih merasa enggan sepertinya anak lelakiku itu beranjak dari tempat tidurnya ketika tiba tiba aku memanggil-manggilnya "Bangun Nak...dibangunkan dari tadi koq yaaa...sudah siang ini...ayoo Subuhan dulu...habis itu mandi dan sarapan...!" Kulihat mereka melirik jam dinding di kamarnya. ..."Haaaah...jam 05:10...aku kesiangan ini...aku sudah janjian sama teman-teman koq yaa..."seringai Arman kaget kulihat. Gegas dia menyahut panggilan Ibunya...."Baiiik Bu..."sambil bangkit dan keluar dari kamarnya. Dia lupa kalau belum membereskan kamarnya yang berantakan bekas tidurnya tadi. "Hmmmmm...kebiasa aan..."kataku ketika menengok isi kamarnya
Aku menyesal telah membuat Ayu menjatuhkan pilihan untuk mau dinikahi Anto. Gara-gara aku sakit, Ayu tidak bisa bersikap untuk mengakhiri hubungannya sebelum masa pernikahannya. Aku sangat bersyukur Ayu begitu berbakti kepadaku dan memilih untuk membuatku bahagia dengan mau meneruskan pernikahannya dengan Anto. Penilaianku ternyata salah terhadap Anto. Aku kira dengan rajinnya dia beribadah di Masjid jadi jaminan dia akan menyayangi dan mencintai anakku dengan tulus. Ternyata dugaanku salah. Anto sepertinya tidak benar-benar menganggapnya sebagai bagian dari tanggung jawabnya. Padahal apa yang ditanam oleh ayahnya Ayu sungguh luar biasa. Beliau betul-betul begitu perhatian dan bertanggung jawab kepadaku dan anak-anaknya walaupun setiap hari rasa baktinya kepada Ibunya tidak pudar. Bahkan suamiku tercinta selalu bisa menempatkan diri dengan baik sebagai suami, ayah dan bahkan anak serta saudara bagi keluarganya. Tidak seperti Anto menantuku. Dari waja
Suatu malam; terdengar suara jengkerik bersahut-sahutan. Binatang malampun mulai berbunyi sahut menyahut. Bulan seperti malu malu menampakkan dirinya.Di ranjang, ku bolak-balikkan badan.Entah mengapa malam itu terasa panjang dia lalui.Sudah tiga harian ini suami tercintanya berangkat ke luar kota mengirimkan barang kepunyaan majikan.Tidak biasanya suaminya tidak memberikan kabar sedikitpun. Biasanya ketika suamiku pergi ke luar kota untuk beberapa hari; Beliau selalu menitipkan pesan kepada teman sesama sopir yang kebetulan pulang ke kotanya. Hatiku begitu gelisah malam itu; berjingkat aku keluar kamar untuk menengok Anak-anak di kamarnya. Aku tidak tega membangunkan Anak-anak untuk sekedar menemaninya berjaga dari kesunyian malam itu. Terlihat Anak-anaknya tertidur lelap seperti bermimpi indah. Begitu damai wajah mereka, menjadikanku semakin tidak tega kalau sampai membuat mere
Suatu ketika di sekitar tahun 1959; di sebuah rumah mewah terdengar suara ramai, meriah. Pesta pernikahan seorang kaya digelar. Tetamu yang datang terkesan glamour dengan dandanan yang modis nan elegan. Musik langgam Jawa syahdu mewarnai suasana pesta itu. Orang terlihat hilir mudik, lalu lalang, silih berganti datang dan pergi memenuhi undangan sang punya hajat R.M. Ngabei Sastro Dipuro orang terkaya di kampungnya. Di ruang dapur rumah tersebut tak sedikit orang yang sibuk mempersiapkan hidangan untuk para tamu yang datang. Beraneka hidangan tertata rapi siap untuk menjamu pada pesta pernikahan tersebut. Di sudut ruangan di depan sebuah meja berukuran luas terlihat seorang wanita belia kelahiran Agustus 1939 terlihat cekatan menata piring demi piring makanan di atas meja . Terlihat sekali kalau wanita belia itu begitu mahir dan terbiasa mengerjakan pek
Seringkali impian dan harapan kita jauh api dari panggang,tapi itulah hidup. Seringkali apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan kenyataan. Seperti aku yang menginginkan hidup bahagia dalam rumah tanggaku ternyata banyak sekali aral melintang menghadangku.Suatu sore, dengan muka yang teramat ceria Danu pulang bersama dengan ayahnya sambil berteriak kegirangan‘’Ibu, aku punya kartu ATM nich..jumlah uangnya banyak!’’Sesaat kemudian dia menyerahkan selembar kartu yang begitu menarik perhatianku dan membuatku penasaran.Ketika kulihat dengan seksama aku terlonjak kaget“Apa ini Mas?’’ tanyaku pada suamiku yang hanya berdiri mematung di dekat Danu anakku.Aku kaget bukan kepalang, terpampang jelas nama Harry Subrata lengkap dengan nomor seluler yang bisa dihubungi. Yang membuatku kaget bukan kepalang adalah nama perusahaan suamiku ada di sana dengan jenis usaha yang sama dengan suamiku.