Kepindahanku ke rumah baru tidak serta merta menjadikan aku hidup bahagia.
Ternyata tetap saja kehidupan rumah tanggaku didera cobaan. Ibuku yang merasa menaruh belas kasih ke aku berinisiatif untuk menemaniku menempati rumah baru.
Sebetulnya tidak bisa dikatakan rumah baru; lebih tepatnya gudang yang berdinding separuh batu bata, separuhnya bilik bambu. Atap dari seng usang yang kalau hujan mulai turun bocor tidak karuan. Bisa dibayangkan kalau turun hujan lebat; air dengan deras masuk ke dalam rumah yang berlantaikan ubin tua yang sudah rusak sana sini.
Rumah yang aku tempatu sendiri awalnya berupa gudang yang sekelilingnya banyak ditumbuhi pohon kayu kalba dan pepohonan tinggi lainnya. Di belakang rumahku tumbuh subur serumpun bambu yang konon dipercaya orang sangat disukai jin sebagai tempat tinggalnya. Entah atas perintah siapa, Om Badi membabat habis pohon bambu itu dan membakar pokok-pokok akarnya.
Suasana sekeliling rumahku masih sunyi sepi. Rumahku hanya bertetangga dengan 3 rumah yang kebetulan jaraknya agak berjauhan. Kanan kiri, depan belakang tumbuh pepohonan tinggi menjulang. Jelang senja saja sekitar rumah terlihat begitu 'horor'.
Suatu malam hujan gerimis...awal aku,suami dan ditemani ibuku menempati rumah itu; tengah malam di sebelah luar jendela rumah sayup-sayup terdengar seseorang memanggil-manggil nama kecilku.
"Tiwiii... Tiwiii...."
Begitu lembut suara itu memanggil-manggil namaku..namun terdengar jelas di telinga. Aku tersentak kaget dan terjaga dari tidur. Dengan gemetar aku gegas bangunkan suamiku.
"Maaas...kamu dengar suara memanggil-manggil aku?"tanyaku.
Suamiku langsung memberikan isyarat jari telunjuk yang ditempelkan di mulut sebagai pertanda supaya aku tidak usah menanggapi suara panggilan itu.
Sungguh suatu hal yang aneh; di tempat baru dengan orang-orang baru di sekitar rumah itu tidaklah mungkun ada orang yang tahu nama panggilan masa kecilku karena notabene aku sebagai pendatang baru di daerah sana.
Ternyata kejadian janggal di tengah malam itu tidak hanya berhenti sampai di situ Di malam berikutnya; setiap kali suamiku dan ibu berniat ke belakang...terdengar suara ramai di bekas bongkaran pohon bambu itu. Suara-suara riuh laksana orang yang akan pindah rumah jelas terdengar oleh Anto dan ibu.
"Daaag dooog...daaag...dooog. krekeeet...krekeeet. dogdogdogdog...krekeeettt..
Suara itu nyaris terdengar di sepanjang malam. Suasana saat itu cukup mencekam dirasakan. Diiringi suara-suara binatang malam kejadian terus berulang di malam itu.
Anehnya lagi; setiap kali suamiku dan ibu membaca doa-doa...suara itu menghilang...berhenti berdoa suara itu muncul lagi. Hingga di pagi harinya di kaca jendela kamarku terlihat seperti ada beberapa bekas cakaran kuku panjang; entah kuku milik siapa.
Sungguh aneh dirasakan Ayu; di zaman modern seperti saat itu ternyata masih ada orang dengan seragam serdadu tentara Jawa terlihat di seputar rumah Ayu. . Dua orang itu berdiri persis di bawah cahaya lampu temaram depan rumah tetangga Ayu.Berdiri tegap dengan menyandang pedang layaknya serdadu keraton Jawa yang sedang menjaga gerbang pintu masuk istana..Terperanjat kaget Ayu...bulu kuduk merinding seketika; apalagi setelah sesaat kemudian dua orang pemuda tersebut tiba-tiba menghilang pergi entah ke mana.
Ditambah lagi keanehan lainnya ketika beberapa hari berturut-turut tercium bau kemenyan yang dibakar di belakang dapur rumah Ayu.
Entah misteri apa yang melingkupi keluarga mertuaku sebetulnya.Sejak kepindahanku ke tempat tinggal yang baru gangguan demi gangguan dari makhluk astral sepertinya terus melanda keluargaku.
Ibuku yang termasuk penghuni baru pun tak luput dari gangguan-gangguan itu. Suatu ketika datang Om Bahlul adik bungsu Mamah mertuaku; dengan membawa sekarung beras dia menyambangiku.
“Assalamu’alaikum Bu...”sapanya.
‘’W*’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.’’jawab ibuku yang kebetulan waktu itu berada sendirian di rumah. Aku berangkat ngajar, suami ke kiosnya.
Setelah masuk dan berbasa-basi sejenak, Om Bahlul menyerahkan sekarung beras yang dibawanya.
Ibuku menerima dengan tanpa curiga.
Setelah Om Bahlul berpamitan pulang; ibuku membawa sekarung beras itu ke dapur.
Suamiku ketika pulang hanya berkomentar pendek,’’Jangan dimasak berasnya, Bu..berikan lagi saja ke orang lain.”begitu katanya tanpa menjelaskan apa alasannya.
Ibuku hanya mengiyakan saja.
Tak disangka malam hari setelah kedatangan Om Bahlul dan menerima beras pemberiannya; dalam tidurnya setengah sadar Ibuku mengigau berteriak-teriak menceracau tidak karuan.
Aku yang kebetulan mendengar teriakan Ibuku bergegas mengetuk pintu kamarnya.
“Ibu...ada apa Bu?’’ teriakku keras-keras.
Berulang-ulang kupanggil-panggil Ibuku yang masih saja menceracau tidak karuan.
Kupaksa buka pintu kamar Ibuku yang ternyata tidak terkunci dari dalam.
Betapa kagetnya aku ketika terlihat Ibuku dalam posisi tidur gelisah, terus mengigau dan tak henti tangannya terangkat ke atas kemudian seperti posisi sedang menghalau sesuatu yang sangat menakutkannya.
Gegas kuguncang-guncang tubuh ibuku.
‘’Astagfirullohal’adzim Ibu...sadar Bu...sadaaar...”jeritku
Kutepuk-tepuk pipi Ibuku sambil merapalkan doa sebisaku.
Bersyukur Ibuku segera sadar dan Istigfar berulang kali.
Segera kuberlari ke dapur dan kembali ke kamar memberikan segelas air putih.
“Bismillah...minum Bu...ayo...kupapah sekuat tenaga tubuh ibuku dan kuangsurkan gelas ke mulut supaya Ibu mudah meminumnya.
Setelah betul-betul sadar Ibuku bercerita; kalau tadi setengah sadar beliau didatangi 2 ekor anjing besar yang siap menerkamnya. Ibu berusaha keras menghalaunya...namun anjing itu hanya diam dan memandang Ibuku dengan mata melotot tanpa mau beringsut dari tempatnya.
Tidak tahu mengapa...beberapa hari kemudian Ibuku jatuh sakit, demam tinggi. Aku berupaya mengantarnya ke dokter terdekat; kemudian setelah menerima obat di rumah Ibuku meminumnya. Melalui pemeriksaan dokter katanya Ibu hanya demam biasa dan tidak ditemukan penyakit yang berarti.
Suamiku hanya berkomentar pendek,”Untung berasnya tidak ditanak dan nasinya kita makan.”
Aku hanya terperangah tak mengerti akan omongan suamiku. Beras yang dimaksud itu pemberian dari Om’nya; tapi kenapa tidak boleh diterima dan dimasak apalagi dimakan nasinya? Aku hanya mengedikkan bahu tak mengerti.
Benar-benar penuh misteri kehidupan keluarga suamiku.
Ada lagi keanehan lainnya; waktu usaha suamiku bangkrut...Mamah mertuaku hanya memerintahkan supaya ketika membuka kios suamiku merapalkan doa-doa yang menurutku aneh; tanpa memberikan solusi yang aku rasa lebih masuk akal.
Perlu diketahui, kebetulan rumah tempat tinggal mertua Ayu berupa rumah sekaligus kios tempat suami Ayu menjual produk kerajinannya.Rumah sekaligus kios tersebut berada di pinggir jalan raya, berjejer pula kios-kios milik tetangga sekaligus saudara dari ibu mertuanya ;om Bahlul sebut saja begitu namanya yang notabene terkenal paling kaya di daerah sana dan berprofesi sama dengan suami Ayu.
Om Bahlul dan istrinya banyak orang yang mengatakan kalau bisnisnya tidak wajar. Hampir tiap tahun dia membeli rumah,tanah,bangunan, kendaraan tanpa henti. Belanja kebutuhan papan seperti belanja di warung saja. Setiap tahun pasti bisa dipastikan; minimal merehab rumah atau bangunan yang sudah ada. Rumah dan kiosnya ada di sepuluh tempat belum lagi tanah dan kendaraan yang tak terhitung jumlahnya.Hampir tiap hari setor tunai ke tabungannya.
Sungguh mengherankan aku rasakan. Notabene usahanya sama dengan Anto tapi perbedaan hasilnya benar-benar antara bumi dan langit.
Aku tidaklah iri; tapi perbedaan yang sangat mencolok itu yang seringkali mendatangkan tanda tanya besar di hatiku.
#######
Perlakuan Mamah Mertuaku tetap tak berubah. Aku kira setelah kepergianku dari rumahnya menjadikan dia berlaku baik padaku; tapi ternyata semakin menjadi.
Suatu ketika tanpa merasa sungkan tiba-tiba dia datang sambil berkata,”Anto..Anto...mbok ya aa kalau memang sudah ngga’ mau membayar listrik kios ya bilang, jadi aliran listriknya tidak harus dicabut begini.’’
Ternyata tanpa setahuku segala kebutuhan rumahnya Anto yang menanggung. Aku ikhlas ikhlas saja sebetulnya karena benar-benar menyadiri kalau bakti Anak laki-laki yang utama ke orang tuanya baru ke istrinya. Cuma kadang perkataan Mamah mertuaku yang lama-lama bikin muak juga.
“Anto itu setelah menikah sama sekali tidak mau membantuku. Semua yang membantu ya Sinta dan suaminya.’’ Pujinya setinggi langit.
Padahal ketika pernikahan Anggun adik bungsunya saja suamiku sudah habis-habisan...kios direhab,disulap untuk pelaminan, Segalanya Anto yang mengurusi tapi sepertinya tidak ada artinya saja.
Segala hal yang dilakukan suamiku sepertinya sia-sia saja. Semua dianggap buruk di mata Mamahnya. Hanya Sinta dan suaminya yang nampak sempurna di hadapannya.
Deraian air mataku tak pernah berhenti keluar di kedua netraku. Betapa teganya Mamah mertua terhadap Anto anak kandungnya dan aku menantunya. Selama ini aku banyak dengar dari tetangga sekitar rumahnya; kalau Anto sejatinya begitu berbakti kepada kedua orang tuanya; begitu mengasihi dan menyayangi adik-adik dan saudaranya; namun sepertinya 'laksana air susu dibalas dengan air tuba.' Kebaikan dibalas dengan kejahatan meski berupa perkataan yang selalu menyakitkan.
********
Tinggal di tempat baru, lingkungan baru membuatku harus secepatnya beradaptasi. Sebetulnya tempat tinggalku yang sekarang tidak begitu jauh dari lingkungan tempat tinggal keluarga suamiku. Malah boleh dikatakan masih satu desa, hanya saja dibatasi beberapa rumah tetangga, jalan setapak serta perkebunan luas entah milik siapa hingga sampai detik inipun masih saja menjadi misteri. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun kedua pernikahanku, aku mulai menunjukkan tanda-tanda orang yang sedang hamil muda. Tamu bulananku tidak hadir. Awalnya tidak aku pedulikan karena aku sudah berulangkali mengalami terlambat datang bulan tetapi ketika dicek ternyata negatif. Namun kali ini selain terlambat kedatangan tamu bulanan, nyidam pun kualami yang menurut sebagian besar orang mengatakan sebagai ciri orang yang sedang hamil muda. Emosiku kembali tidak terkendal, marah-marah tanpa sebab terutama terhadap suami dan keluarganya. Pada awalnya hal itu tidaklah kuanggap aneh karena menurutku
Suatu sore jelang senja; Dika sedang memandang jendela kamarnya yang saat itu masih terbuka. Sambil tersenyum-senyum dia berkata,’’Eeeh temanku sudah pada datang.’’ Dia berkata sambil menunjuk ke suatu tempat. ‘’Yaa Tuhan...Ada apa lagi ini?’’desahku. Aku bergegas menghampirinya. Dika yang waktu itu berusia tiga tahunan terlihat begitu bahagia..tertawa ceria seperti sedang bermain dengan teman-teman sebayanya padahal waktu itu dia sedang berada sendirian di kamarnya. Aku sendiri sedang ke belakang menyiapkan makan malam untuk keluargaku. Kejadian aneh yang dialami Dika tidak hanya berhenti sampai disana saja. Hampir tiap malam Dika terbangun dari tidurnya sambil berteriak-teriak ketakutan. ‘’Bunda...itu lihat...di luar ada harimau putih.” Aku yang tidur di sebelahnya terbangun seketika. Kaget kulihat Dika sedang menunjuk-nunjuk jendela kamarnya; sesaat kemudian menutup wajahnya sendiri dengan kedua tangannya. Jelas terlihat sek
’Aku tak habis pikir dengan sikap Ayu.” Kupikir selama ini kita baik-baik saja.“Kenapa dia malah menuduh keluargaku telah bersekutu dengan setan?‘’Apa malah jangan-jangan masa lalu keluarga Ayu yang bersekutu dengan iblis?Aku pernah mendengar kalau kakek buyutnya adalah seorang dukun mahsyur di daerahnya. Banyak orang yang meminta pertolongannya; entah ingin kedudukan tinggi dalam jabatannya, atau kekayaan yang berlimpah. “Jangan-jangan istriku mendapat ‘’warisan ilmu” dari kakek buyutnya tetapi dia tidak kuat mengendalikan jadi membuat emosinya labil?’’Aku sudah berusaha bersikap baik kepada Ayu dan keluarganya. Bagaimanapun aku tetap anak laki-laki dari orang tuaku. Seburuk apapun mereka aku tetap harus menghormatinya. Tanggung jawab ayahku memang di pundakku. Sejak Ayahku meninggal praktis tidak ada lagi yang bisa melindungi adik-adikku padahal mereka masih butuh pe
Suatu pagi di sekitar tahun 2010; Aku merasakan sesuatu yang tidak karuan di badan.Lesu,mual dan segala yang tak biasa aku rasakan.‘’Hoeeek...hoeeek...’’suara itu tak henti keluar dari mulutku.Ibu yang sedang berada di dapur segera menghampiri.‘’Kenapa Yu...kamu sakit? Tanya ibuku sambil menempelkan punggung tangannya ke dahiku.Terlihat wajah ibu khawatir melihatku yang tak henti mengeluarkan suara-suara yang tak biasa.‘’Aku pusing Bu...mual juga rasanya.’’ucapku seraya memegangi perutku.‘’Yaa sudah...sini keluar dari kamar mandi; ibu baluri minyak angin. Jangan lama-lama di situ,..nanti tambah masuk angin.’’kata Ibuku penuh kasih.Aku memang terlambat datang bulan. Sudah 3 mingguan ini tamu bulananku tidak menyambangi...tapi aku takut berandai-andai kalau aku ini hamil..Aku mulai terbiasa d
“Yaaa...teruuus...dorooong...sebentar lagi Bu...”Jangan berhenti Bu...ini kepala bayinya sudah mulai terlihat...jangan menyerah!"Nafasku serasa habis..tersengal sengal..berkelebat bayangan yang tak tahu apa artinya.Berulangkali aku melambaikan tangan meminta tolong ke Dokter untuk melakukan tindakan cesar saja."Dok...tolong sa a ya a..sa aa yaa ti dak ku aat.."erangku."Tooolong cee saarr saaja.." suaraku semakin melemah.Keringat semakin membasahi tubuhku. Aku serasa tidak kuat lagi. Tak tahu lagi sudah berapa lama aku mengalami kontraksi sejak perawat mendorongku dalam kursi roda menuju ruang khusus persalinan.Hari itu aku baru merasakan bagaimana perjuangan ibuku mengeluarkanku dari rahimnya.Dari kejauhan samar kulihat wajah suamiku yang tak kuketahui apa maknanya.Duduk dengan tatapan mata kosong dan sesekali melihat ke arahku meski jendela kamar samar tertu
Sejak kelahiran anakku; aku mengalami baby blues... kondisi jiwaku begitu labil mudah sedih, lelah, lekas marah, menangis tanpa alasan yang jelas, mudah gelisah, dan sulit untuk berkonsentrasi. Ditambah aku tidak mendapat perhatian dari suami dan keluarganya.Aku hanya berusaha menetralisir kondisiku sekuat kemampuanku. Kondisi kejiwaaanku yang kian tak menentu...sangat mempengaruhi kualitas ASIku; bayiku hampir saja kekurangan gizi..beruntung keluargaku begitu perhatian padaku dan bayiku.Aku sering mendapat komentar tidak enak dari keluarga suamiku.Suatu hari,’’Bayimu kok ngga’ mirip Anto sama sekali, Yu?’’ celetuk om Badi yang membuatku tercenung lantas menjawab“Laaa kalau ngga’ mirip Anto sich mirip siapa Om?’’ kalau lebih mantapnya tes DNA juga tidak apa-apa gerutuku sebal.Benar-benar heran aku; mulut mereka seperti ti
Sejak pertemuanku dengan Bram kulalui hari-hariku dengan indah. Walaupun hanya lewat chattingan cukuplah bagiku mengobati luka hatiku; hingga..."Triiing...triiing...triiing..."(Ay...ketemuan yuuk..)(Sudah lama kita ngga' ketemu kok Ay..)(Aku kangen)Mataku membulat sempurna..tak menyangka Bram masih mengharapkan pertemuan kita."Di mana?" balasku.Entah mengapa hatiku serasa berbunga-bunga ketika dia mengajakku untuk bertemu. Aku tidak tahu jauh di relung hatiku ada rasa yang bergejolak. Hatiku yang selama ini serasa bongkangan es mencair seketika.(Aku tunggu di Caffe Cinta yaa...jam 11:00,oke?)Aku yang hari Sabtu libur mengajar langsung mengiyakan ajakan dia.(Ok Bang..aku ke sana..kita ketemu jam 11:00)Tanpa basa-basi aku terima ajakan dia.Aku cari-cari alasan kepada Anto agar aku bisa keluar tanpa dicurigainya.Ak
Gemuruh dada ini serasa mau meledak. Setelah sekian lama hidup bersama dalam kehampaan rasa; Anto baru merasa ketakutan kehilangan aku dan anak-anakku.Seandainya aku tidak ingat akan niat awalku menikah dengan suami karena keinginanku untuk berbakti kepada orang tua; tentu aku sudah memilih lari bersama Bram ke luar kota.Sebetulnya Bram mengajakku untuk kawin lari saja..membawa ke dua anakku serta ke luar kota atau daerah. Dia berjanji akan membahagiakanku dan anak-anak..toh Bram belum punya anak dalam pernikahannya yang sekarang. Tapi rasa baktiku kepada orang tua yang membuatku memilih tetap berada di rumah Anto saja.Aku juga ingat betul..sudah banyak yang harus aku keluarkan untuk membangun rumah agar lebih terasa nyaman kita tempati. Aku tetap tidak mau kehilangan hasil jerih payah orang tuaku dan diriku sendiri.Bram yang kecewa dengan sikapku memilih pergi meninggalkanku dan juga istrinya..menetap di luar daerah."Ay..maafkan
Boleh dikatakan masa laluku lebih banyak merasakan kebahagiaan meski hidup dalam kesederhanaan. Saling pengertian, perhatian dan kasih sayang selalu diterapkan dalam kehidupan rumah tangga bapak dan ibu.Aku sebagai anak bungsu menjadi tumpuan kasih sayang dari kedua kakakku.Tak pernah sedikitpun keluargaku saling menyakiti baik berupa perkataan maupun perbuatan.Hingga kami sekeluarga sedari kecil hingga dewasa begitu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya meski dalam segala keterbatasan ekonomi. Sungguh berbeda ketika sekarang hidup berumah tangga. Sepertinya harta dan kenikmatan duniawi yang selalu dikejar oleh keluarga suamiku. Kesedihan dan rasa benci serasa semakin mengakar di hati sanubariku, bahkan sampai ke kedua anakku Mereka seperti tidak mau mengakui keluarga ayahnya sebagai bagian dari kehidupannya. Pun begitu dengan mamah mertuaku, hari-hari terasa ada jurang pemisah antara kami. Aku laksana
Di zaman tahun 1990n adalah masa paling membahagiakan bagi Ayu,karena di masa itu walaupun hidup dalam kesederhanaan namun kebahagiaan lahir batin tetap didapat.Hidup dalam lingkungan keluarga sederhana namun penuh keharmonisan membuat Ayu berkembang menjadi pribadi yang menyenangkan. Meski tidak bisa terbilang cantik, namun banyak dari kalangan lelaki yang jatuh hati karena kepribadiannya.Namun kebanyakan laki-laki entah mengapa seringkali merasa jengah bila mulai berdekatan dengan Ayu. Seperti ada sekat yang selalu menghalangi bila mereka mulai lebih jauh saling mengenal.Seringkali pula muncul keraguan dalam diri Ayu bila ada pria yang mulai berusaha ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengannya."Ay...sebenarnya banyak yang suka ke kamu lo..tapi sepertinya kamu kok tak acuh begitu sih?"suatu saat sahabat dekatnya bertanya.Ayu hanya mengedikkan bahu. Entah mengapa memang dia rasakan...dia sepertinya selalu en
Waktu terus bergulir, pelan namun pasti..bisnis suamiku kembali terpuruk karena pengambilalihan brand secara sepihak oleh Sinta dan suaminya. Aku semakin tidak habis pikir, yang ada dalam benakku aku merasa diperlakukan semena-mena dan hidup dalam ketidakadilan. Anto yang merintis bisnis dari nol dengan modal seadanya hingga bisa berkembang lantaran kerja kerasnya yang tak kenal waktu harus 'hancur' dalam sekejap hanya karena modal uang yang dimiliki Sinta dan suaminya begitu banyaknya. Aku kembali protes, berusaha mengeluarkan segala yang terasa begitu menyesakkan dadaku. "Gimana sih Mas...kok bisa begini?"tanyaku penuh emosi kepada Anto yang kulihat tetap tenang-tenang saja. “Aku sebagai istri kan juga berhak untuk menikmati dan mendapat nafkah lahir maupun batin dari suamiku! ucapku semakin tak terkendali. "Harusnya kamu proteslah Mas..itu kan bisnis kamu rintis
Aku sebenarnya kurang cocok waktu Anto memilih untuk menikahi Ayu karena menurutku dia tidak sepadan denganku. Dia hanya seorang guru honorer biasa, sementara anakku Anto pengusaha yang tergolong sukses. Karyawannya saja 16 orang, dengan pendapatan puluhan juta dalam satu harinya. Kenapa Anto malah memilih Ayu sebagai istrinya? Kenapa dia tidak memilih Irna saja? Padahal aku sudah begitu mengenalnya dan keluarganya. Aku sudah menjadi teman bisnis papa dan mamanya lama, saat mereka masih sama-sama kanak-kanak. Kalau saja Anto menerima jodoh yang aku sodorkan untuknya, aku pasti akan berusaha membahagiakannya. Harusnya anakku setidaknya lebih mengenal Irna yang mau aku jadikan istrinya, siapa tahu setelah mereka saling kenal akan ada kecocokan yang akhirnya bisa menjadikan mereka berjodoh. Menurutku Anto terlalu gegabah, belum lama mengenal Ayu sudah langsung melamarnya. Andai saja waktu itu Gun adikku juga tidak memaksanya untuk se
Matahari mulai menyembul menampakkan sinar cerahnya. Aneka burung bercicit merdu di dahan sebelah rumah. Minggu pagi, saat yang tepat untuk bermain bola. Anak-anak menguap perlahan. "Hoooaaahheeemm ..." Sambil nyengir, kulihat Arman dan Anto menutup mulutnýa yang menganga lebar ketika dia menguap tadi. Masih merasa enggan sepertinya anak lelakiku itu beranjak dari tempat tidurnya ketika tiba tiba aku memanggil-manggilnya "Bangun Nak...dibangunkan dari tadi koq yaaa...sudah siang ini...ayoo Subuhan dulu...habis itu mandi dan sarapan...!" Kulihat mereka melirik jam dinding di kamarnya. ..."Haaaah...jam 05:10...aku kesiangan ini...aku sudah janjian sama teman-teman koq yaa..."seringai Arman kaget kulihat. Gegas dia menyahut panggilan Ibunya...."Baiiik Bu..."sambil bangkit dan keluar dari kamarnya. Dia lupa kalau belum membereskan kamarnya yang berantakan bekas tidurnya tadi. "Hmmmmm...kebiasa aan..."kataku ketika menengok isi kamarnya
Aku menyesal telah membuat Ayu menjatuhkan pilihan untuk mau dinikahi Anto. Gara-gara aku sakit, Ayu tidak bisa bersikap untuk mengakhiri hubungannya sebelum masa pernikahannya. Aku sangat bersyukur Ayu begitu berbakti kepadaku dan memilih untuk membuatku bahagia dengan mau meneruskan pernikahannya dengan Anto. Penilaianku ternyata salah terhadap Anto. Aku kira dengan rajinnya dia beribadah di Masjid jadi jaminan dia akan menyayangi dan mencintai anakku dengan tulus. Ternyata dugaanku salah. Anto sepertinya tidak benar-benar menganggapnya sebagai bagian dari tanggung jawabnya. Padahal apa yang ditanam oleh ayahnya Ayu sungguh luar biasa. Beliau betul-betul begitu perhatian dan bertanggung jawab kepadaku dan anak-anaknya walaupun setiap hari rasa baktinya kepada Ibunya tidak pudar. Bahkan suamiku tercinta selalu bisa menempatkan diri dengan baik sebagai suami, ayah dan bahkan anak serta saudara bagi keluarganya. Tidak seperti Anto menantuku. Dari waja
Suatu malam; terdengar suara jengkerik bersahut-sahutan. Binatang malampun mulai berbunyi sahut menyahut. Bulan seperti malu malu menampakkan dirinya.Di ranjang, ku bolak-balikkan badan.Entah mengapa malam itu terasa panjang dia lalui.Sudah tiga harian ini suami tercintanya berangkat ke luar kota mengirimkan barang kepunyaan majikan.Tidak biasanya suaminya tidak memberikan kabar sedikitpun. Biasanya ketika suamiku pergi ke luar kota untuk beberapa hari; Beliau selalu menitipkan pesan kepada teman sesama sopir yang kebetulan pulang ke kotanya. Hatiku begitu gelisah malam itu; berjingkat aku keluar kamar untuk menengok Anak-anak di kamarnya. Aku tidak tega membangunkan Anak-anak untuk sekedar menemaninya berjaga dari kesunyian malam itu. Terlihat Anak-anaknya tertidur lelap seperti bermimpi indah. Begitu damai wajah mereka, menjadikanku semakin tidak tega kalau sampai membuat mere
Suatu ketika di sekitar tahun 1959; di sebuah rumah mewah terdengar suara ramai, meriah. Pesta pernikahan seorang kaya digelar. Tetamu yang datang terkesan glamour dengan dandanan yang modis nan elegan. Musik langgam Jawa syahdu mewarnai suasana pesta itu. Orang terlihat hilir mudik, lalu lalang, silih berganti datang dan pergi memenuhi undangan sang punya hajat R.M. Ngabei Sastro Dipuro orang terkaya di kampungnya. Di ruang dapur rumah tersebut tak sedikit orang yang sibuk mempersiapkan hidangan untuk para tamu yang datang. Beraneka hidangan tertata rapi siap untuk menjamu pada pesta pernikahan tersebut. Di sudut ruangan di depan sebuah meja berukuran luas terlihat seorang wanita belia kelahiran Agustus 1939 terlihat cekatan menata piring demi piring makanan di atas meja . Terlihat sekali kalau wanita belia itu begitu mahir dan terbiasa mengerjakan pek
Seringkali impian dan harapan kita jauh api dari panggang,tapi itulah hidup. Seringkali apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan kenyataan. Seperti aku yang menginginkan hidup bahagia dalam rumah tanggaku ternyata banyak sekali aral melintang menghadangku.Suatu sore, dengan muka yang teramat ceria Danu pulang bersama dengan ayahnya sambil berteriak kegirangan‘’Ibu, aku punya kartu ATM nich..jumlah uangnya banyak!’’Sesaat kemudian dia menyerahkan selembar kartu yang begitu menarik perhatianku dan membuatku penasaran.Ketika kulihat dengan seksama aku terlonjak kaget“Apa ini Mas?’’ tanyaku pada suamiku yang hanya berdiri mematung di dekat Danu anakku.Aku kaget bukan kepalang, terpampang jelas nama Harry Subrata lengkap dengan nomor seluler yang bisa dihubungi. Yang membuatku kaget bukan kepalang adalah nama perusahaan suamiku ada di sana dengan jenis usaha yang sama dengan suamiku.