Aku menyesal telah membuat Ayu menjatuhkan pilihan untuk mau dinikahi Anto. Gara-gara aku sakit, Ayu tidak bisa bersikap untuk mengakhiri hubungannya sebelum masa pernikahannya.
Aku sangat bersyukur Ayu begitu berbakti kepadaku dan memilih untuk membuatku bahagia dengan mau meneruskan pernikahannya dengan Anto.
Penilaianku ternyata salah terhadap Anto. Aku kira dengan rajinnya dia beribadah di Masjid jadi jaminan dia akan menyayangi dan mencintai anakku dengan tulus. Ternyata dugaanku salah. Anto sepertinya tidak benar-benar menganggapnya sebagai bagian dari tanggung jawabnya. Padahal apa yang ditanam oleh ayahnya Ayu sungguh luar biasa. Beliau betul-betul begitu perhatian dan bertanggung jawab kepadaku dan anak-anaknya walaupun setiap hari rasa baktinya kepada Ibunya tidak pudar. Bahkan suamiku tercinta selalu bisa menempatkan diri dengan baik sebagai suami, ayah dan bahkan anak serta saudara bagi keluarganya. Tidak seperti Anto menantuku.
Dari waja
Matahari mulai menyembul menampakkan sinar cerahnya. Aneka burung bercicit merdu di dahan sebelah rumah. Minggu pagi, saat yang tepat untuk bermain bola. Anak-anak menguap perlahan. "Hoooaaahheeemm ..." Sambil nyengir, kulihat Arman dan Anto menutup mulutnýa yang menganga lebar ketika dia menguap tadi. Masih merasa enggan sepertinya anak lelakiku itu beranjak dari tempat tidurnya ketika tiba tiba aku memanggil-manggilnya "Bangun Nak...dibangunkan dari tadi koq yaaa...sudah siang ini...ayoo Subuhan dulu...habis itu mandi dan sarapan...!" Kulihat mereka melirik jam dinding di kamarnya. ..."Haaaah...jam 05:10...aku kesiangan ini...aku sudah janjian sama teman-teman koq yaa..."seringai Arman kaget kulihat. Gegas dia menyahut panggilan Ibunya...."Baiiik Bu..."sambil bangkit dan keluar dari kamarnya. Dia lupa kalau belum membereskan kamarnya yang berantakan bekas tidurnya tadi. "Hmmmmm...kebiasa aan..."kataku ketika menengok isi kamarnya
Aku sebenarnya kurang cocok waktu Anto memilih untuk menikahi Ayu karena menurutku dia tidak sepadan denganku. Dia hanya seorang guru honorer biasa, sementara anakku Anto pengusaha yang tergolong sukses. Karyawannya saja 16 orang, dengan pendapatan puluhan juta dalam satu harinya. Kenapa Anto malah memilih Ayu sebagai istrinya? Kenapa dia tidak memilih Irna saja? Padahal aku sudah begitu mengenalnya dan keluarganya. Aku sudah menjadi teman bisnis papa dan mamanya lama, saat mereka masih sama-sama kanak-kanak. Kalau saja Anto menerima jodoh yang aku sodorkan untuknya, aku pasti akan berusaha membahagiakannya. Harusnya anakku setidaknya lebih mengenal Irna yang mau aku jadikan istrinya, siapa tahu setelah mereka saling kenal akan ada kecocokan yang akhirnya bisa menjadikan mereka berjodoh. Menurutku Anto terlalu gegabah, belum lama mengenal Ayu sudah langsung melamarnya. Andai saja waktu itu Gun adikku juga tidak memaksanya untuk se
Waktu terus bergulir, pelan namun pasti..bisnis suamiku kembali terpuruk karena pengambilalihan brand secara sepihak oleh Sinta dan suaminya. Aku semakin tidak habis pikir, yang ada dalam benakku aku merasa diperlakukan semena-mena dan hidup dalam ketidakadilan. Anto yang merintis bisnis dari nol dengan modal seadanya hingga bisa berkembang lantaran kerja kerasnya yang tak kenal waktu harus 'hancur' dalam sekejap hanya karena modal uang yang dimiliki Sinta dan suaminya begitu banyaknya. Aku kembali protes, berusaha mengeluarkan segala yang terasa begitu menyesakkan dadaku. "Gimana sih Mas...kok bisa begini?"tanyaku penuh emosi kepada Anto yang kulihat tetap tenang-tenang saja. “Aku sebagai istri kan juga berhak untuk menikmati dan mendapat nafkah lahir maupun batin dari suamiku! ucapku semakin tak terkendali. "Harusnya kamu proteslah Mas..itu kan bisnis kamu rintis
Di zaman tahun 1990n adalah masa paling membahagiakan bagi Ayu,karena di masa itu walaupun hidup dalam kesederhanaan namun kebahagiaan lahir batin tetap didapat.Hidup dalam lingkungan keluarga sederhana namun penuh keharmonisan membuat Ayu berkembang menjadi pribadi yang menyenangkan. Meski tidak bisa terbilang cantik, namun banyak dari kalangan lelaki yang jatuh hati karena kepribadiannya.Namun kebanyakan laki-laki entah mengapa seringkali merasa jengah bila mulai berdekatan dengan Ayu. Seperti ada sekat yang selalu menghalangi bila mereka mulai lebih jauh saling mengenal.Seringkali pula muncul keraguan dalam diri Ayu bila ada pria yang mulai berusaha ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengannya."Ay...sebenarnya banyak yang suka ke kamu lo..tapi sepertinya kamu kok tak acuh begitu sih?"suatu saat sahabat dekatnya bertanya.Ayu hanya mengedikkan bahu. Entah mengapa memang dia rasakan...dia sepertinya selalu en
Boleh dikatakan masa laluku lebih banyak merasakan kebahagiaan meski hidup dalam kesederhanaan. Saling pengertian, perhatian dan kasih sayang selalu diterapkan dalam kehidupan rumah tangga bapak dan ibu.Aku sebagai anak bungsu menjadi tumpuan kasih sayang dari kedua kakakku.Tak pernah sedikitpun keluargaku saling menyakiti baik berupa perkataan maupun perbuatan.Hingga kami sekeluarga sedari kecil hingga dewasa begitu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya meski dalam segala keterbatasan ekonomi. Sungguh berbeda ketika sekarang hidup berumah tangga. Sepertinya harta dan kenikmatan duniawi yang selalu dikejar oleh keluarga suamiku. Kesedihan dan rasa benci serasa semakin mengakar di hati sanubariku, bahkan sampai ke kedua anakku Mereka seperti tidak mau mengakui keluarga ayahnya sebagai bagian dari kehidupannya. Pun begitu dengan mamah mertuaku, hari-hari terasa ada jurang pemisah antara kami. Aku laksana
Ayu terperanjat kaget ketika tiba-tiba mamah Mertua nya datang mengunjunginya. Ayu tahu secara pasti maksud kunjungan ke rumahnya. Pasti tidak lain dan tidak bukan karena ingin mendiktenya. "Katanya Anto sakit Yu?" Mamah Mertua Ayu membuka percakapan sambil menerobos masuk ke rumahnya. "Jadi istri tuh ya Yu..harus bisa mengurusi suami. Lihat itu si Sinta..sesibuk apapun dia masih tetap bisa mengurusi keluarganya."katanya lebih lanjut. "Tolonglah Yu..urusi Anto dengan baik; ibadah Yuuu...ibadah..." dengan tanpa mempedulikan bagaimana perasaan Ayu yang mendengar cercaannya; mamah Mertua tetap saja melancarkan aksinya. Ayu bingung harus menjawab apa.Satu sisi dia merasa sebal dengan ucapan mertuanya yang sepertinya asal bicara; sisi lain dia ingin menerangkan apa yang sebenarnya terjadi. 18 tahun usia pernikahannya dengan Anto semestinya sudah cukup waktu untuk terjalin saling mengerti dan memahami ya..sifat dan sikap Ayu pun seharusnya mereka su
Pertengahan Juni 2002 di sebuah ruang kelas...,"Bu Guru...ada salam dari Anto." kata salah satu wali muridku yang kala itu sedang mengambil raport anaknya.Kujawab dengan sekedar basa basi,"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.""Mas Anto orangnya baik banget lo Bu Guru..itu yang punya toko di perempatan tugu..pasti bu Guru tahu."kata wali muridku panjang lebar tanpa aku memintanya.Aku begitu heran sama ibu Karsini; sepertinya dia begitu antusias ingin menjodohkan aku dengan Anto...entah apa sebabnya.Aku hanya tersenyum dan tidak begitu menanggapi ucapan wali muridku itu; karena boleh dikatakan dia bukanlah satu-satunya orang yang menyampaikan salam dari lawan jenisku.Aku tidak sedang menyombongkan diri; walaupun kala itu statusku baru sebagai tenaga honorer guru SD..tapi banyak dari orang-orang di sekitarku yang berusaha mengenalkanku dengan laki-laki yang menurut mereka cocok untukku. Mulai dari perawat, karyawan TU sebuah Perguruan Ting
Namaku Aryanto; tapi lebih dikenal dengan panggilan Anto. Aku sadar kalau umurku sudah diambang sebutan perjaka tua; 37 tahun. Tapi aku bingung harus bagaimana kalau urusan sama yang namanya perempuan atau lawan jenis.Berulang kali aku berkenalan dengan wanita yang kukira cocok untuk mendampingiku mengarungi bahtera rumah tangga; tapi selalu saja mereka ditolak mentah-mentah oleh Mamahku.''Tidak usah yang itu To...biar nanti Mamah saja yang carikan jodoh untukmu."selalu begitu ucapannya tiap aku pulang membawa calon menantu untuknya.Aku hampir saja putus asa...kalau saja aku tidak bertemu Ayu Pertiwi. Padahal aku hanya sekilas melihatnya di seberang jalan ketika dia berjalan pulang dari rumah muridnya yang sudah beberapa hari sakit. Sekilas aku melihatnya, hanya kerudungnya yang melambai ditiup angin. Dia berjalan berdua temannya...tapi entah mengapa; yang selalu kudengar nama Ayu yang disebut oleh Ibu Karsini tetangga depan gudangku."Bu Ayu can
Boleh dikatakan masa laluku lebih banyak merasakan kebahagiaan meski hidup dalam kesederhanaan. Saling pengertian, perhatian dan kasih sayang selalu diterapkan dalam kehidupan rumah tangga bapak dan ibu.Aku sebagai anak bungsu menjadi tumpuan kasih sayang dari kedua kakakku.Tak pernah sedikitpun keluargaku saling menyakiti baik berupa perkataan maupun perbuatan.Hingga kami sekeluarga sedari kecil hingga dewasa begitu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya meski dalam segala keterbatasan ekonomi. Sungguh berbeda ketika sekarang hidup berumah tangga. Sepertinya harta dan kenikmatan duniawi yang selalu dikejar oleh keluarga suamiku. Kesedihan dan rasa benci serasa semakin mengakar di hati sanubariku, bahkan sampai ke kedua anakku Mereka seperti tidak mau mengakui keluarga ayahnya sebagai bagian dari kehidupannya. Pun begitu dengan mamah mertuaku, hari-hari terasa ada jurang pemisah antara kami. Aku laksana
Di zaman tahun 1990n adalah masa paling membahagiakan bagi Ayu,karena di masa itu walaupun hidup dalam kesederhanaan namun kebahagiaan lahir batin tetap didapat.Hidup dalam lingkungan keluarga sederhana namun penuh keharmonisan membuat Ayu berkembang menjadi pribadi yang menyenangkan. Meski tidak bisa terbilang cantik, namun banyak dari kalangan lelaki yang jatuh hati karena kepribadiannya.Namun kebanyakan laki-laki entah mengapa seringkali merasa jengah bila mulai berdekatan dengan Ayu. Seperti ada sekat yang selalu menghalangi bila mereka mulai lebih jauh saling mengenal.Seringkali pula muncul keraguan dalam diri Ayu bila ada pria yang mulai berusaha ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengannya."Ay...sebenarnya banyak yang suka ke kamu lo..tapi sepertinya kamu kok tak acuh begitu sih?"suatu saat sahabat dekatnya bertanya.Ayu hanya mengedikkan bahu. Entah mengapa memang dia rasakan...dia sepertinya selalu en
Waktu terus bergulir, pelan namun pasti..bisnis suamiku kembali terpuruk karena pengambilalihan brand secara sepihak oleh Sinta dan suaminya. Aku semakin tidak habis pikir, yang ada dalam benakku aku merasa diperlakukan semena-mena dan hidup dalam ketidakadilan. Anto yang merintis bisnis dari nol dengan modal seadanya hingga bisa berkembang lantaran kerja kerasnya yang tak kenal waktu harus 'hancur' dalam sekejap hanya karena modal uang yang dimiliki Sinta dan suaminya begitu banyaknya. Aku kembali protes, berusaha mengeluarkan segala yang terasa begitu menyesakkan dadaku. "Gimana sih Mas...kok bisa begini?"tanyaku penuh emosi kepada Anto yang kulihat tetap tenang-tenang saja. “Aku sebagai istri kan juga berhak untuk menikmati dan mendapat nafkah lahir maupun batin dari suamiku! ucapku semakin tak terkendali. "Harusnya kamu proteslah Mas..itu kan bisnis kamu rintis
Aku sebenarnya kurang cocok waktu Anto memilih untuk menikahi Ayu karena menurutku dia tidak sepadan denganku. Dia hanya seorang guru honorer biasa, sementara anakku Anto pengusaha yang tergolong sukses. Karyawannya saja 16 orang, dengan pendapatan puluhan juta dalam satu harinya. Kenapa Anto malah memilih Ayu sebagai istrinya? Kenapa dia tidak memilih Irna saja? Padahal aku sudah begitu mengenalnya dan keluarganya. Aku sudah menjadi teman bisnis papa dan mamanya lama, saat mereka masih sama-sama kanak-kanak. Kalau saja Anto menerima jodoh yang aku sodorkan untuknya, aku pasti akan berusaha membahagiakannya. Harusnya anakku setidaknya lebih mengenal Irna yang mau aku jadikan istrinya, siapa tahu setelah mereka saling kenal akan ada kecocokan yang akhirnya bisa menjadikan mereka berjodoh. Menurutku Anto terlalu gegabah, belum lama mengenal Ayu sudah langsung melamarnya. Andai saja waktu itu Gun adikku juga tidak memaksanya untuk se
Matahari mulai menyembul menampakkan sinar cerahnya. Aneka burung bercicit merdu di dahan sebelah rumah. Minggu pagi, saat yang tepat untuk bermain bola. Anak-anak menguap perlahan. "Hoooaaahheeemm ..." Sambil nyengir, kulihat Arman dan Anto menutup mulutnýa yang menganga lebar ketika dia menguap tadi. Masih merasa enggan sepertinya anak lelakiku itu beranjak dari tempat tidurnya ketika tiba tiba aku memanggil-manggilnya "Bangun Nak...dibangunkan dari tadi koq yaaa...sudah siang ini...ayoo Subuhan dulu...habis itu mandi dan sarapan...!" Kulihat mereka melirik jam dinding di kamarnya. ..."Haaaah...jam 05:10...aku kesiangan ini...aku sudah janjian sama teman-teman koq yaa..."seringai Arman kaget kulihat. Gegas dia menyahut panggilan Ibunya...."Baiiik Bu..."sambil bangkit dan keluar dari kamarnya. Dia lupa kalau belum membereskan kamarnya yang berantakan bekas tidurnya tadi. "Hmmmmm...kebiasa aan..."kataku ketika menengok isi kamarnya
Aku menyesal telah membuat Ayu menjatuhkan pilihan untuk mau dinikahi Anto. Gara-gara aku sakit, Ayu tidak bisa bersikap untuk mengakhiri hubungannya sebelum masa pernikahannya. Aku sangat bersyukur Ayu begitu berbakti kepadaku dan memilih untuk membuatku bahagia dengan mau meneruskan pernikahannya dengan Anto. Penilaianku ternyata salah terhadap Anto. Aku kira dengan rajinnya dia beribadah di Masjid jadi jaminan dia akan menyayangi dan mencintai anakku dengan tulus. Ternyata dugaanku salah. Anto sepertinya tidak benar-benar menganggapnya sebagai bagian dari tanggung jawabnya. Padahal apa yang ditanam oleh ayahnya Ayu sungguh luar biasa. Beliau betul-betul begitu perhatian dan bertanggung jawab kepadaku dan anak-anaknya walaupun setiap hari rasa baktinya kepada Ibunya tidak pudar. Bahkan suamiku tercinta selalu bisa menempatkan diri dengan baik sebagai suami, ayah dan bahkan anak serta saudara bagi keluarganya. Tidak seperti Anto menantuku. Dari waja
Suatu malam; terdengar suara jengkerik bersahut-sahutan. Binatang malampun mulai berbunyi sahut menyahut. Bulan seperti malu malu menampakkan dirinya.Di ranjang, ku bolak-balikkan badan.Entah mengapa malam itu terasa panjang dia lalui.Sudah tiga harian ini suami tercintanya berangkat ke luar kota mengirimkan barang kepunyaan majikan.Tidak biasanya suaminya tidak memberikan kabar sedikitpun. Biasanya ketika suamiku pergi ke luar kota untuk beberapa hari; Beliau selalu menitipkan pesan kepada teman sesama sopir yang kebetulan pulang ke kotanya. Hatiku begitu gelisah malam itu; berjingkat aku keluar kamar untuk menengok Anak-anak di kamarnya. Aku tidak tega membangunkan Anak-anak untuk sekedar menemaninya berjaga dari kesunyian malam itu. Terlihat Anak-anaknya tertidur lelap seperti bermimpi indah. Begitu damai wajah mereka, menjadikanku semakin tidak tega kalau sampai membuat mere
Suatu ketika di sekitar tahun 1959; di sebuah rumah mewah terdengar suara ramai, meriah. Pesta pernikahan seorang kaya digelar. Tetamu yang datang terkesan glamour dengan dandanan yang modis nan elegan. Musik langgam Jawa syahdu mewarnai suasana pesta itu. Orang terlihat hilir mudik, lalu lalang, silih berganti datang dan pergi memenuhi undangan sang punya hajat R.M. Ngabei Sastro Dipuro orang terkaya di kampungnya. Di ruang dapur rumah tersebut tak sedikit orang yang sibuk mempersiapkan hidangan untuk para tamu yang datang. Beraneka hidangan tertata rapi siap untuk menjamu pada pesta pernikahan tersebut. Di sudut ruangan di depan sebuah meja berukuran luas terlihat seorang wanita belia kelahiran Agustus 1939 terlihat cekatan menata piring demi piring makanan di atas meja . Terlihat sekali kalau wanita belia itu begitu mahir dan terbiasa mengerjakan pek
Seringkali impian dan harapan kita jauh api dari panggang,tapi itulah hidup. Seringkali apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan kenyataan. Seperti aku yang menginginkan hidup bahagia dalam rumah tanggaku ternyata banyak sekali aral melintang menghadangku.Suatu sore, dengan muka yang teramat ceria Danu pulang bersama dengan ayahnya sambil berteriak kegirangan‘’Ibu, aku punya kartu ATM nich..jumlah uangnya banyak!’’Sesaat kemudian dia menyerahkan selembar kartu yang begitu menarik perhatianku dan membuatku penasaran.Ketika kulihat dengan seksama aku terlonjak kaget“Apa ini Mas?’’ tanyaku pada suamiku yang hanya berdiri mematung di dekat Danu anakku.Aku kaget bukan kepalang, terpampang jelas nama Harry Subrata lengkap dengan nomor seluler yang bisa dihubungi. Yang membuatku kaget bukan kepalang adalah nama perusahaan suamiku ada di sana dengan jenis usaha yang sama dengan suamiku.