Isabella memeluk perut Satria sepanjang perjalanan, tetapi dia tidak tega melihat Satria terkena hujan apalagi tadi pagi suaminya demam. "Kita menepi saja, hujan masih deras ...." Isabella meninggikan suaranya supaya terdengar oleh Satria yang memakai helm full face.
Satria mendengar suara Isabella, tetapi mengabaikannya karena pakaiannya sudah basah jadi lebih baik segera pulang. Maka setibanya di rumah, Satria mandi air hangat dan segera memakai pakaian hangat.
Bukan hanya Satria yang grasah-grusuh mempedulikan tubuhnya karena Isabella segera menyodorkan air hangat dan sup. "Habiskan ini agar kamu tidak kedinginan ...." Suara lembutnya, tetapi Isabella belum mengganti pakaian basahnya karena menunggu Satria keluar dari kamar mandi, sekalian menuju dapur untuk menjamu suaminya.
Satria tidak mengatakan apapun walau dia segera menerima jamuan dari istrinya, pun Isabella menyediakan obat yang sama seperti
Pagi ini, Isabella kembali ke rumah sakit begitupun Satria karena dia harus menjenguk Dika, tetapi sebelum tiba di ruang rawat tanpa sengaja dia mendengar ayah kawannya sedang mengatakan hal tidak pantas. "Kamu selalu menyusahkan. Kapan kamu akan berhenti menjadi anak motor dan mulai menjadi anak baik dan berprestasi yang bisa papa banggakan pada semua orang! Apa kamu masih buta, lihat mama sakit-sakitan karena kamu!"Satria hanya mampu terpaku di balik dinding karena kehidupannya dengan kawan-kawannya tidak berbeda. Lalu, dia kembali mendengar hal yang akan sangat menyakiti Dika."Kamu dilahirkan sebelum papa dan mama menikah. Kamu anak kami, tapi saat itu kehadiran kamu tidak diinginkan. Apa karena dosa kami di masa lalu akhirnya kami harus dibuat kesulitan oleh kelakuan kamu!"Tidak lama setelah mengucapkan kalimat menyakitkan itu, Satria melihat wajah ayahnya Dika setelah pria itu keluar dari ruangan. Pria itu
Devan menghubungi Satria, maka saat ini dia mendengar hal mengejutkan yang terjadi pada Satria. Lalu, menawarkan dirinya untuk menjemput kawan-kawan geng di perbatasan kota. Sementara, Satria masih merasa malu karena kejadian tadi. Hanya segelintir orang yang percaya jika pria berjas hitam dan berdasi adalah penagih cicilan motor, jadi masih banyak orang yang sengaja memanggilnya tuan muda walaupun panggilan itu disisipkan dalam candaan. Naura menyaksikan raut wajah Satria yang terlihat tidak nyaman, tapi jika harus diungkapkan Satria memang cocok dengan panggilan itu karena entah sampai mana kekayaan Haris. Pria itu sangat kaya, tetapi keluarga Haris hidup membaur tanpa memperlihatkan seberapa banyak kekayaannya. Sama halnya dengan keluarga Naura. Materi telah usai, Satria segera menyusul Naura yang sudah meninggalkan kelas lebih dulu. "Nay, pulang sama siapa?" "Dijemput sopir. Kenapa?" Sikap datar Naura. "Tidak apa. Cuma bertanya." Senyuman kecil Satria, kemudian berawajah kecu
Isabella menghampiri Satria, dia membawa dua gelas teh hangat. "Tadi, mama sempat meminta tolong pada saya untuk membantu kamu belajar," kekeh kecilnya.Satria memandang datar. "Jurusan yang kita ambil beda.""Iya. Tapi saya juga sering mempelajari banyak hal yang berbeda dengan jurusan yang saya ambil saat kuliah." "Tidak usah." Suara Satria selalu datar."Kalau perlu bantuan jangan sungkan," kekeh Isabella lagi tanpa bermaksud menjatuhkan harga diri Satria. Jika Satria membutuhkannya, dia akan membantu dengan tulus. Hanya seperti itu. Satria membuang asap rokoknya ke udara, kemudian menatap Isabella. "Kamu memakai alat kontrasepsi sesuai aturan?" Isabella mengerjap kecil karena pembahasan Satria kini. "Iya ...." "Jangan sampai hamil. Saya tidak bisa jadi ayah!" ucap dingin Satria. Kalimat ini mengandung banyak makna dalam. Satria seorang brandalan dan tidak berprestasi, dia juga menjadi beban orangtuanya, lalu kisah cintanya yang rumit dan banyak lagi hal-hal yang membuatnya tid
Isabella tidak tahu jika saat Satria mengelus pipi Naura, gadis itu segera menepis tangan nakal Satria. Gadis ini kesal karena seolah Satria menganggapnya murahan. "Kita bukan pasangan menikah. Kenapa kamu menyentuh saya!" Jadi, Naura segera pergi. Namun, Satria tidak mengejar walaupun hal ini memperumit kisah cinta dan semua masalahnya. Maka dari itu Satria memutuskan pergi ke parkiran untuk meninggalkan kampus.Isabella kembali berjalan menuju klinik, lalu saat inilah dia berpapasan dengan Naura. Gadis ini sedang bersedih karena memikirkan hubungan rahasia suaminya dan Naura, tetapi dia tetap menyapa hangat, "Hi, Naura. Kamu masih kuliah ...."Namun, sikap hangat Isabella membuat Naura tidak bisa menahan penyesalannya. Dia segera memeluk Isabella. "Saya minta maaf kalau saya punya salah sama kamu ...." Suaranya bergetar sendu hingga membuat Isabella berpikir jika permintaan maaf Naura adalah karena hubungan gelapnya dengan Satria."Jangan mengulangi kesalahan ...." Suaranya tidak t
[Saya menunggu di depan.] Chat Satria pada Isabella. Maka, saat ini Isabella segera berpamitan pada Dika. "Saya sudah membantu kamu makan dan meminum obat. Untuk selanjutnya, jika kamu membutuhkan bantuan panggil saja teman saya. Ada banyak perawat yang bisa membantu kamu ....""Tidak lembur?" Dika tersenyum lebar saat berharap Isabella menemaninya lebih lama lagi."Tidak, jadwal kerja saya sudah habis." Suara santun dan hangat Isabella."Besok kamu datang lagi, kan?" Selalu pertanyaan ini yang tidak pernah dilewatkan Dika. "Insyaallah ...." Dika mendesah seperti kemarin karena akhirnya dia harus melepaskan Isabella. Jadi, beberapa menit kemudian Isabella muncul di hadapan Satria. "Sudah jam lima lewat dua puluh menit. Kamu lembur?" Tatapan Satria memicing curiga walaupun suaranya biasa saja."Tidak. Tadi saya membantu teman kamu makan dan minum obat karena sepertinya tidak ada keluarga yang menjenguknya," jujur Isabella, tetapi membuat Satria mengerjap."Apa Dika yang bicara?" "D
Satria sudah mendapatkan pertolongan medis, tetapi lengannya mendapatkan beberapa jahitan dan disarankan dirawat. "Tidak perlu." Satria menolak tegas. Maka, dia menandatangi surat penolakan perawatan, lalu menjenguk kawan-kawannya di ruangan lain. Mereka semua mendapatkan cedera cukup parah, tetapi tidak ada yang separah Dika, maka setelah ini mereka menuju rumah Devan yang kebetulan sedang kosong, sedangkan markas dibiarkan kosong karena ada kemungkinan musuh menyerang balik. Saat ini mereka memilih menghindar karena anggota yang selamat dari tawuran hanya beberapa saja.Hanya Satria yang tidak ikut berkumpul di rumah Devan karena membuat masalah dengan Haris akan berakibat lebih fatal dibandingkan musuh gengnya. "Dari mana?" Tatapan dingin Haris. "Menemani Dika di rumah sakit." Satria bersikap biasa saja seolah tubuhnya sedang baik-baik saja hingga Haris tidak menyadari luka di lengannya. Apalagi saat ini Satria sudah mengganti jeketnya yang penuh darah dengan jaket Devan yang hany
Pada pagi harinya, Satria baru saja mendapatkan cake ulangtahun yang dibuatkan Mia, dia juga mendapatkan hadiah jaket kulit karena ibunya tahu salah satu jaket milik putranya memiliki goresan di bagian lengan. Kuenya berukuran cukup besar, Mia meletakannya di atas meja makan. "Nak, Mama harap perlahan kamu mampu memperbaiki diri." Tatapannya sangat dalam."Iya, Ma." Namun, Satria kesulitan mengabulkan harapan Mia. Haris belum menyusul ke ruang makan, sedangkan Mia mulai membagi potongan kue pada semua piring yang tersedia sekalian mengatakan rahasia kecil suaminya. "Papa sudah membeli mobil sport yang selama ini kamu inginkan, tapi karena prestasi dan absen kamu tidak baik, sayangnya kamu harus kehilangan mobil itu ...."Satria mengerjap, tetapi kemudian mendesah pasrah. "Iya, Ma ...." Dia memberikan jawaban dengan penuh penyesalan. "Papa tidak membenci kamu, papa hanya kecewa. Tujuan papa membelikan mobil adalah untuk hadiah ulangtahun sekalian rasa terimakasih papa karena kamu sud
"Nay, saya minta maaf yang kemarin ...." Satria segera menemui Naura saat gadis itu barusaja turun dari mobil ayahnya. "Kamu tidak usah minta maaf!" ketus Naura dan terdapat kesedihan dalam matanya. "Nay, bukan maksud saya seperti itu. Saya tidak pernah menganggap kamu gampangan atau apapun itu. Kemarin saya juga tidak tahu kenapa saya harus menyentuh pipi kamu. Saya minta maaf ...," ucapan Satria adalah yang sebenarnya terjadi. Perasaannya terlalu dalam pada Naura hingga sering membekukan akal sehatnya. "Saya duluan ...." Naura segera mengambil langkah dengan perasaan sendu. "Saya tahu kamu mencintai saya, tapi bukan seperti itu caranya. Saya tidak mau laki-laki menyentuh saya, termasuk kamu." Naura berjalan dengan perasaan berkecamuk, sedangkan Satria hanya mampu melihat kepergiannya. Satria merenung di atas motornya hingga dia tidak menyadari saat Devan tiba. "Bagaimana keadaan kamu?" Namun, Satria tidak merespon hingga Devan meninju pelan lengan kanannya untuk menyadarkan kawa
Hari demi hari berganti, ucapan Satria bukan hanya bualan karena dia membuktikannya lewat sikap yang tulus walaupun Haris tidak melihatnya secara langsung karena pasangan suami dan istri ini tinggal terpisah dengan pria itu.Setiap malam, Satria menemani Isabella menyusui Attar, dia juga sering membantu mengganti popok atau pakaian basah Attar.Satria melakukannya diiringi senyuman lembut, tutur kata senada, serta belaian penuh kasih sayang pada Attar dan Isabella.Kini, usia Attar sudah dua minggu. “Nanti kita adakan acara potong rambut sama aqiqah. Saya sudah coba bicara sama Mama, tapi belum secara langsung,” ucap lembut Satria pada Isabella.Namun, bagaimanapun sikap Satria, nyatanya Isabella tetap bersikap datar. “Iya.”“Saya sudah menabung, semoga cukup buat acara besar.” Kini Satria terkekeh. Kemudian menyodorkan uang belanja sekalian uang susu dan pempers pada Isabella. “Kalau uangnya nggak sampai minggu depan, jangan sungkan minta lagi ya, Sayang.” Tatapannya sangat lembut.“
Ini adalah malam pertama Isabella dan Satria tidur bersama bayi mereka. Bayi merah itu terlentang di tengah-tengah pasangan suami istri ini. Tidak henti Satria menatapnya diiringi senyuman.Isabella menyadarinya, tetapi dia masih bersikap dingin dan datar. “Saya akan tidur, lagian Attar tidur. Ini kesempatan saya untuk ikut tidur.”“Ya, Sayang. Kamu tidur saja, biar nanti aku yang menjaga Attar.”Isabella tidak pernah meminta, tetapi tidak mungkin menolak perhatian Satria pada bayi mereka.Jadi saat Attar menangis tengah malam, Satria yang menjaga dan mengasuh. Dia juga menghangatkan asi yang sudah tersedia di dalam botol. Tidak lupa menyuruh Isabella kembali tidur setelah sempat terbangun karena tangisan Attar.Hingga saat pagi hari Satria terlambat bangun, tetapi Isabella membiarkan suaminya tanpa peduli aktivitas apa yang menanti Satria.Satria tersentak saat melihat jam dinding. “Hah, serius sudah jam sembilan!”“Ya,” jawab datar Isabella.“Harusnya saya kuliah pagi. Sekarang saya
Suana hening sangat lama, hingga Satria kembali bicara. “Apa kamu tetap akan melanjutkan perceraian, apa kamu akan mengubah keputusan kamu?”Isabella menjawab santun, “Saya yang harus menanyakan itu pada kamu.”“Kalau saya tetap melanjutkan?”“Saya juga ....” Hati Isabella seakan sudah kebal pada rasa sakit. Bahkan yang ini. “Kalau kamu memilih berpisah, sebelumnya kamu harus beri nama anak kita.” Ini adalah permintaan sederhana Isabella, tetapi diwajibkan pada Satria.Satria memandangi Isabella karena tatapan istrinya seolah tanpa keraguan walaupun mereka bercerai.Satria kembali menunduk, tetapi tidak melepaskan tangan Isabella. Lalu berkata lirih, “Naura pergi. Dia mencampakan saya. Apalagi yang harus saya lakukan karena andai berpisah sama kamu, saya tidak yakin Naura akan bersama saya ....”Isabella menjawab datar, “Itu urusan kamu. Jangan menjadikan saya cadangan karena kamu gagal mendapatkan Naura!”Satria kembali memandangi wajah Isabella. Kini, dalam tatapan Isabella terdapat
Satria masuk ke kamar rawat, jadi dia bertemu dengan orangtuanya dan orangtua Isabella yang sedang berkumpul.Semua orang menyambut kedatangan Satria dengan hangat, termasuk Isabella. Mia segera menggiring putranya menuju tempat mereka duduk berkumpul. “Alhamdulillah kamu sudah datang ....” Senyumannya menunjukan kebahagiaan, tetapi hatinya sangat kesal pada Satria setelah mengetahui sikap buruknya pada Isabella dan bayi mereka yang belum diberi nama.Tanpa persetujuan Isabella, Mia segera meraih amplop cokelat yang berisi laporan hasil test DNA hingga gadis ini terkejut.Namun, ternyata Mia menyampaikannya sangat bijak di hadapan suaminya, anaknya dan kedua mertuanya. “Ini hasil test DNA anak kalian. Dokter yang memberikannya karena Isabella seorang perawat walaupun bukan di rumah sakit ini, jadi Abel memiliki hak istimewa, yaitu mendapatkan test DNA tanpa perlu meminta.”Mia
Isabella hanya menatap sendu pada langit-langit. “Bukan perpisahan yang Abel mau karena sebelum itu Satria harus tahu jika selama ini saya mengandung anaknya ....”Pun, hatinya semakin lebur saat memikirkan bayi mereka. “Sabar ya, Sayang ... pasti akhirnya Papa kamu akan menerima kamu ....”Bayi mungil itu berada di dalam box yang sangat hangat, wajahnya sangat polos dan murni.Namun, ternyata hari ini Satria tidak datang ke rumah sakit dan dia juga tidak terlihat di rumah. Maka Haris sangat murka.Saat ini, hanya Mia yang menemai Isabella hingga ketukan pintu memecah keheningan dan membuat wanita ini bersemangat. “Pasti itu Satria! Mama buka dulu ya, pintunya.” Mia segera meletakan pisau di atas piring saat buah yang dikupasnya belum selesai.Isabella hanya memandangi punggung Mia yang semakin mendekati pintu, tetapi dia tidak yakin itu Satria. “Kalau itu Satria, harusnya tidak usah mengetuk pintu.”Mia tersenyum bahagia saat membukakan pintu, tetapi senyumannya perlahan redup karena
Satria berjuang demi menghentikan kepergian Naura, tapi sudah terlambat karena Naura sudah berjalan hendak masuk ke dalam pesawat. Namun, Satria juga melihat Devan yang berjalan di belalang Naura. Devan sempat melirik dan menyadari kehadiran Satria, tetapi dia memilih abai dan berpura-pura tidak melihatnya. Saat ini kepala Satria dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Naura bersama Devan?" Sekaligus, dia harus rela saat hatinya sakit dan hancur karena harus menyaksikan kepergian Naura. "Nay ...." Rintih Satria. Naura menoleh karena panggilan lemah Satria membuat dadanya berdebar, tetapi sayangnya keberadaan Satria terhalangi oleh lalu lalang. Naura menundukan wajahnya sangat sendu. "Pasti cuma perasaan karena tidak mungkin Satria mencegah saya pergi ...."Maka, akhirnya Naura terbang keluar negeri meninggalkan semua kenangannya bersama Satria. Pun, Satria harus menyaksikan hari-harinya dengan Naura berakhir dan mungkin tidak akan pernah terulang.Satria termenung cukup lama di bandara ka
“Satria bilang kamu bersedia bercerai setelah melahirkan. Saya mohon, jangan lakukan itu ....” Naura tidak enggan mengatakan hal ini karena jika benar dia penyebabnya, gadis ini tidak ingin menjadi penyebab hancurnya rumah tangga Satria dan Isabella.Namun, saat ini Isabella hanya memandang kosong ke arah Naura. ‘Semalam dan tadi pagi Satria sangat perhatian. Jadi Satria punya maksud terselubung. Apa Satria ingin membahagiakan saya sebelum perceraian?’“Abel. Saya mohon ... jangan pernah bercerai dengan Satria.” Naura mengulang kalimatnya bahkan lebih tatapannya lebih dalam.Saat ini Isabella tersadar, lalu tersenyum kecil. “Ini rumah tangga saya dan Satria.” Isabella menjawab dengan bijak, tetapi berhasil menyentil Naura.Naura mendesah. “Saya memang tidak punya hak apapun, dan tidak sepantasnya saya mencampuri rumah tangga kamu dan Satria. Tapi ... kalau alasan kamu bersedia bercerai karena saya, saya akan merasa sangat bersalah. Jadi tolong jangan bercerai, karena walaupun kalian b
Pagi ini Satria menuntun Isabella hingga tiba di ruang makan. Mia sudah di sana, maka salah satu telapak tangannya dipakai menutup mulutnya yang menganga.“Pagi, Ma ....” Satria menyapa ibunya dengan hangat tanpa melepaskan telapak tangan Isabella. Laki-laki ini memperlakukan istrinya dengan lembut, dia juga yang menggeser kursi hingga Isabella duduk nyaman.Mia membalas sapa Satria dengan suasana hati berjuta bahagia karena ini adalah pagi yang sangat indah. “Pagi, Sayang ....”“Kok Mama sendiri? Mana Papa?” Bukan hanya hangat dan perhatian pada Isabella, tetapi Satria melakukannya pada ibunya juga.“Papa masih di halaman. Sebentar lagi nyusul,” kekeh Mia. Perubahan Satria membuatnya linglung karena terlalu mendadak, tetapi sangat disyukuri.“Satria panggil Papa dulu deh, Mama di sini saja sama Abel.”“Iya, Sayang ....” Mia tidak bisa berhenti tersenyum atas perubahan baik Satria.Saat Satria berlalu, Mia segera bertanya pada Isabella untuk menjawab penasarannya, “Apa yang terjadi pa
Malam ini Satria menjamah Isabella. Ini adalah pertama kalinya setelah beberapa bulan istrinya diabaikan. Saat ini Isabella melayani suaminya dengan baik, tetapi tidak berharap Satria berubah menjadi lebih baik karena dirasa tidak seinstan itu atau tidak mungkin.Setelah memuaskan nafsunya, Satria berkata jahat saat mereka masih berada di bawah selimut yang sama, “Saya kira anak itu sudah tidak ada!”Isabella segera menegur, “Jangan asal bicara!”Satria tidak merespon karena segera meninggalkan kamar, tapi rupanya Haris masih berada di ruang tengah. Maka pria ini segera mengatakan isi hatinya saat bertemu putranya, “Apa yang kamu dapatkan setelah meninggalkan anak dan istri kamu selama dua bulan?” Wajahnya datar.Satria tahu ayahnya tidak mungkin menyambut hangat kepulangannya. “Satria butuh waktu sendiri.”“Lalu, apa hikmah yang kamu dapat?”Sejenak, Satria tidak bisa mengatakan apapun. “Mendinginkan kepala.”“Abel adalah istri salihah. Kamu harus tahu jika selama kamu menghilang, Ab