Isabella tidak tahu jika saat Satria mengelus pipi Naura, gadis itu segera menepis tangan nakal Satria. Gadis ini kesal karena seolah Satria menganggapnya murahan. "Kita bukan pasangan menikah. Kenapa kamu menyentuh saya!" Jadi, Naura segera pergi. Namun, Satria tidak mengejar walaupun hal ini memperumit kisah cinta dan semua masalahnya. Maka dari itu Satria memutuskan pergi ke parkiran untuk meninggalkan kampus.Isabella kembali berjalan menuju klinik, lalu saat inilah dia berpapasan dengan Naura. Gadis ini sedang bersedih karena memikirkan hubungan rahasia suaminya dan Naura, tetapi dia tetap menyapa hangat, "Hi, Naura. Kamu masih kuliah ...."Namun, sikap hangat Isabella membuat Naura tidak bisa menahan penyesalannya. Dia segera memeluk Isabella. "Saya minta maaf kalau saya punya salah sama kamu ...." Suaranya bergetar sendu hingga membuat Isabella berpikir jika permintaan maaf Naura adalah karena hubungan gelapnya dengan Satria."Jangan mengulangi kesalahan ...." Suaranya tidak t
[Saya menunggu di depan.] Chat Satria pada Isabella. Maka, saat ini Isabella segera berpamitan pada Dika. "Saya sudah membantu kamu makan dan meminum obat. Untuk selanjutnya, jika kamu membutuhkan bantuan panggil saja teman saya. Ada banyak perawat yang bisa membantu kamu ....""Tidak lembur?" Dika tersenyum lebar saat berharap Isabella menemaninya lebih lama lagi."Tidak, jadwal kerja saya sudah habis." Suara santun dan hangat Isabella."Besok kamu datang lagi, kan?" Selalu pertanyaan ini yang tidak pernah dilewatkan Dika. "Insyaallah ...." Dika mendesah seperti kemarin karena akhirnya dia harus melepaskan Isabella. Jadi, beberapa menit kemudian Isabella muncul di hadapan Satria. "Sudah jam lima lewat dua puluh menit. Kamu lembur?" Tatapan Satria memicing curiga walaupun suaranya biasa saja."Tidak. Tadi saya membantu teman kamu makan dan minum obat karena sepertinya tidak ada keluarga yang menjenguknya," jujur Isabella, tetapi membuat Satria mengerjap."Apa Dika yang bicara?" "D
Satria sudah mendapatkan pertolongan medis, tetapi lengannya mendapatkan beberapa jahitan dan disarankan dirawat. "Tidak perlu." Satria menolak tegas. Maka, dia menandatangi surat penolakan perawatan, lalu menjenguk kawan-kawannya di ruangan lain. Mereka semua mendapatkan cedera cukup parah, tetapi tidak ada yang separah Dika, maka setelah ini mereka menuju rumah Devan yang kebetulan sedang kosong, sedangkan markas dibiarkan kosong karena ada kemungkinan musuh menyerang balik. Saat ini mereka memilih menghindar karena anggota yang selamat dari tawuran hanya beberapa saja.Hanya Satria yang tidak ikut berkumpul di rumah Devan karena membuat masalah dengan Haris akan berakibat lebih fatal dibandingkan musuh gengnya. "Dari mana?" Tatapan dingin Haris. "Menemani Dika di rumah sakit." Satria bersikap biasa saja seolah tubuhnya sedang baik-baik saja hingga Haris tidak menyadari luka di lengannya. Apalagi saat ini Satria sudah mengganti jeketnya yang penuh darah dengan jaket Devan yang hany
Pada pagi harinya, Satria baru saja mendapatkan cake ulangtahun yang dibuatkan Mia, dia juga mendapatkan hadiah jaket kulit karena ibunya tahu salah satu jaket milik putranya memiliki goresan di bagian lengan. Kuenya berukuran cukup besar, Mia meletakannya di atas meja makan. "Nak, Mama harap perlahan kamu mampu memperbaiki diri." Tatapannya sangat dalam."Iya, Ma." Namun, Satria kesulitan mengabulkan harapan Mia. Haris belum menyusul ke ruang makan, sedangkan Mia mulai membagi potongan kue pada semua piring yang tersedia sekalian mengatakan rahasia kecil suaminya. "Papa sudah membeli mobil sport yang selama ini kamu inginkan, tapi karena prestasi dan absen kamu tidak baik, sayangnya kamu harus kehilangan mobil itu ...."Satria mengerjap, tetapi kemudian mendesah pasrah. "Iya, Ma ...." Dia memberikan jawaban dengan penuh penyesalan. "Papa tidak membenci kamu, papa hanya kecewa. Tujuan papa membelikan mobil adalah untuk hadiah ulangtahun sekalian rasa terimakasih papa karena kamu sud
"Nay, saya minta maaf yang kemarin ...." Satria segera menemui Naura saat gadis itu barusaja turun dari mobil ayahnya. "Kamu tidak usah minta maaf!" ketus Naura dan terdapat kesedihan dalam matanya. "Nay, bukan maksud saya seperti itu. Saya tidak pernah menganggap kamu gampangan atau apapun itu. Kemarin saya juga tidak tahu kenapa saya harus menyentuh pipi kamu. Saya minta maaf ...," ucapan Satria adalah yang sebenarnya terjadi. Perasaannya terlalu dalam pada Naura hingga sering membekukan akal sehatnya. "Saya duluan ...." Naura segera mengambil langkah dengan perasaan sendu. "Saya tahu kamu mencintai saya, tapi bukan seperti itu caranya. Saya tidak mau laki-laki menyentuh saya, termasuk kamu." Naura berjalan dengan perasaan berkecamuk, sedangkan Satria hanya mampu melihat kepergiannya. Satria merenung di atas motornya hingga dia tidak menyadari saat Devan tiba. "Bagaimana keadaan kamu?" Namun, Satria tidak merespon hingga Devan meninju pelan lengan kanannya untuk menyadarkan kawa
Satria mengantarkan Naura kembali ke kampus walaupun materi telah usai karena sopir akan menjemput Naura di sana. "Maaf, saya tidak bisa antar kamu ke rumah atau mengajak kamu pulang bersama. Saya harus segera ke restoran setelah kuliah ...." Tatapan Satria menunjukan isi hatinya, dia tidak ingin berjauhan dengan Naura. "Iya, tidak apa." Saat ini Naura tidak meladeni arti tatapan Satria karena dia pikir Satria sama dengan beberapa laki-laki di luar sana yang tidak cukup dengan satu wanita. Namun, Satria tidak meninggalkan Naura hingga gadis itu pergi dengan sopir. "Saya bersyukur karena hubungan kita kembali membaik, tapi sampai saat ini hubungan kita memang hanya sebatas ini ...." Satria meluncur ke markas sebelum ke restoran karena dia harus bertemu dengan kawan-kawan gengnya. Semua kawannya menyetujui pemindahan markas, hanya saja ini hanya markas sementara tidak ada markas permanen, mereka hanya akan menyewa rumah yang jaraknya jauh dari markas sebelumnya untuk memastikan keama
"Kalau kurang pesan lagi saja," ucap lembut Satria karena ini tempat umum jadi tidak mungkin memperlihatkan sikap dinginnya."Satu mangkok sudah cukup, kasihan mama kalau nanti kita tidak makan malam," kekeh Isabella. "Ya." Satria tersenyum kecil, tetapi cukup teduh walaupun ini hanya akting. Langit menggelap seiring dengan adzan magrib, Isabella menikmatinya karena Tuhan masih memberinya umur dan kesempatan memperbaiki diri serta memperbaiki ibadahnya walaupun setiap hari dia harus terlambat beribadah karena perjalan. Satria memperhatikan wajah sejuk Isabella dan sedikit banyak dia juga tahu jika Isabella tidak memiliki banyak masalah dan mungkin satu-satunya masalah Isabella hanya karena dirinya yang selalu menyukai Naura tanpa memikirkan posisi Isabella yang juga tidak ingin menikah dengannya. "Mau jus?" Tawaran Satria yang ini cukup tulus karena sedang menyadari kesalahannya pada Isabella. "Sudah disediakan teh hangat sih ..., tapi pasti jus juga enak," kekeh Isabella. "Pesa
Isabella mendengar suara Satria yang bervolume cukup kuat, tetapi dia hanya mendesah. "Ternyata mama masih menganggap kami berjina ...." Hal ini membuka luka lama yang belum sembuh. Mia menyahut lembut dan hati-hati, "Maaf sayang ... mama yakin kalian tidak melakukan itu, tapi mama melihat posisi insten kalian." Wajahnya dipenuhi sendu."Apa yang mama lihat belum tentu benar." Satria bersuara datar. Mia menggenggam tangan Satria. "Hanya kami dan orangtua Abel yang tahu. Tolong, jaga nama baik kalian karena itu juga akan berpengaruh pada nama baik keluarga. Dan sekali lagi Mama minta maaf ...." Mia selalu menghargai Satria walaupun dia banyak menasihati. "Iya, Ma ...." Satria tidak kesal pada ibunya, tapi dia marah pada keadaan, kenapa orangtuanya harus melihat posisi instennya dengan Isabella hingga menimbulkan fitnah dan salah paham? "Mama dan papa akan selalu melindungi kamu. Dan mama harap kamu tidak pernah menganggap papa jahat ...." Tatapannya dipenuhi berbagai macam perasaan