Pagi ini, Isabella kembali ke rumah sakit begitupun Satria karena dia harus menjenguk Dika, tetapi sebelum tiba di ruang rawat tanpa sengaja dia mendengar ayah kawannya sedang mengatakan hal tidak pantas. "Kamu selalu menyusahkan. Kapan kamu akan berhenti menjadi anak motor dan mulai menjadi anak baik dan berprestasi yang bisa papa banggakan pada semua orang! Apa kamu masih buta, lihat mama sakit-sakitan karena kamu!"
Satria hanya mampu terpaku di balik dinding karena kehidupannya dengan kawan-kawannya tidak berbeda. Lalu, dia kembali mendengar hal yang akan sangat menyakiti Dika.
"Kamu dilahirkan sebelum papa dan mama menikah. Kamu anak kami, tapi saat itu kehadiran kamu tidak diinginkan. Apa karena dosa kami di masa lalu akhirnya kami harus dibuat kesulitan oleh kelakuan kamu!"
Tidak lama setelah mengucapkan kalimat menyakitkan itu, Satria melihat wajah ayahnya Dika setelah pria itu keluar dari ruangan. Pria itu
Devan menghubungi Satria, maka saat ini dia mendengar hal mengejutkan yang terjadi pada Satria. Lalu, menawarkan dirinya untuk menjemput kawan-kawan geng di perbatasan kota. Sementara, Satria masih merasa malu karena kejadian tadi. Hanya segelintir orang yang percaya jika pria berjas hitam dan berdasi adalah penagih cicilan motor, jadi masih banyak orang yang sengaja memanggilnya tuan muda walaupun panggilan itu disisipkan dalam candaan. Naura menyaksikan raut wajah Satria yang terlihat tidak nyaman, tapi jika harus diungkapkan Satria memang cocok dengan panggilan itu karena entah sampai mana kekayaan Haris. Pria itu sangat kaya, tetapi keluarga Haris hidup membaur tanpa memperlihatkan seberapa banyak kekayaannya. Sama halnya dengan keluarga Naura. Materi telah usai, Satria segera menyusul Naura yang sudah meninggalkan kelas lebih dulu. "Nay, pulang sama siapa?" "Dijemput sopir. Kenapa?" Sikap datar Naura. "Tidak apa. Cuma bertanya." Senyuman kecil Satria, kemudian berawajah kecu
Isabella menghampiri Satria, dia membawa dua gelas teh hangat. "Tadi, mama sempat meminta tolong pada saya untuk membantu kamu belajar," kekeh kecilnya.Satria memandang datar. "Jurusan yang kita ambil beda.""Iya. Tapi saya juga sering mempelajari banyak hal yang berbeda dengan jurusan yang saya ambil saat kuliah." "Tidak usah." Suara Satria selalu datar."Kalau perlu bantuan jangan sungkan," kekeh Isabella lagi tanpa bermaksud menjatuhkan harga diri Satria. Jika Satria membutuhkannya, dia akan membantu dengan tulus. Hanya seperti itu. Satria membuang asap rokoknya ke udara, kemudian menatap Isabella. "Kamu memakai alat kontrasepsi sesuai aturan?" Isabella mengerjap kecil karena pembahasan Satria kini. "Iya ...." "Jangan sampai hamil. Saya tidak bisa jadi ayah!" ucap dingin Satria. Kalimat ini mengandung banyak makna dalam. Satria seorang brandalan dan tidak berprestasi, dia juga menjadi beban orangtuanya, lalu kisah cintanya yang rumit dan banyak lagi hal-hal yang membuatnya tid
Isabella tidak tahu jika saat Satria mengelus pipi Naura, gadis itu segera menepis tangan nakal Satria. Gadis ini kesal karena seolah Satria menganggapnya murahan. "Kita bukan pasangan menikah. Kenapa kamu menyentuh saya!" Jadi, Naura segera pergi. Namun, Satria tidak mengejar walaupun hal ini memperumit kisah cinta dan semua masalahnya. Maka dari itu Satria memutuskan pergi ke parkiran untuk meninggalkan kampus.Isabella kembali berjalan menuju klinik, lalu saat inilah dia berpapasan dengan Naura. Gadis ini sedang bersedih karena memikirkan hubungan rahasia suaminya dan Naura, tetapi dia tetap menyapa hangat, "Hi, Naura. Kamu masih kuliah ...."Namun, sikap hangat Isabella membuat Naura tidak bisa menahan penyesalannya. Dia segera memeluk Isabella. "Saya minta maaf kalau saya punya salah sama kamu ...." Suaranya bergetar sendu hingga membuat Isabella berpikir jika permintaan maaf Naura adalah karena hubungan gelapnya dengan Satria."Jangan mengulangi kesalahan ...." Suaranya tidak t
[Saya menunggu di depan.] Chat Satria pada Isabella. Maka, saat ini Isabella segera berpamitan pada Dika. "Saya sudah membantu kamu makan dan meminum obat. Untuk selanjutnya, jika kamu membutuhkan bantuan panggil saja teman saya. Ada banyak perawat yang bisa membantu kamu ....""Tidak lembur?" Dika tersenyum lebar saat berharap Isabella menemaninya lebih lama lagi."Tidak, jadwal kerja saya sudah habis." Suara santun dan hangat Isabella."Besok kamu datang lagi, kan?" Selalu pertanyaan ini yang tidak pernah dilewatkan Dika. "Insyaallah ...." Dika mendesah seperti kemarin karena akhirnya dia harus melepaskan Isabella. Jadi, beberapa menit kemudian Isabella muncul di hadapan Satria. "Sudah jam lima lewat dua puluh menit. Kamu lembur?" Tatapan Satria memicing curiga walaupun suaranya biasa saja."Tidak. Tadi saya membantu teman kamu makan dan minum obat karena sepertinya tidak ada keluarga yang menjenguknya," jujur Isabella, tetapi membuat Satria mengerjap."Apa Dika yang bicara?" "D
Satria sudah mendapatkan pertolongan medis, tetapi lengannya mendapatkan beberapa jahitan dan disarankan dirawat. "Tidak perlu." Satria menolak tegas. Maka, dia menandatangi surat penolakan perawatan, lalu menjenguk kawan-kawannya di ruangan lain. Mereka semua mendapatkan cedera cukup parah, tetapi tidak ada yang separah Dika, maka setelah ini mereka menuju rumah Devan yang kebetulan sedang kosong, sedangkan markas dibiarkan kosong karena ada kemungkinan musuh menyerang balik. Saat ini mereka memilih menghindar karena anggota yang selamat dari tawuran hanya beberapa saja.Hanya Satria yang tidak ikut berkumpul di rumah Devan karena membuat masalah dengan Haris akan berakibat lebih fatal dibandingkan musuh gengnya. "Dari mana?" Tatapan dingin Haris. "Menemani Dika di rumah sakit." Satria bersikap biasa saja seolah tubuhnya sedang baik-baik saja hingga Haris tidak menyadari luka di lengannya. Apalagi saat ini Satria sudah mengganti jeketnya yang penuh darah dengan jaket Devan yang hany
Pada pagi harinya, Satria baru saja mendapatkan cake ulangtahun yang dibuatkan Mia, dia juga mendapatkan hadiah jaket kulit karena ibunya tahu salah satu jaket milik putranya memiliki goresan di bagian lengan. Kuenya berukuran cukup besar, Mia meletakannya di atas meja makan. "Nak, Mama harap perlahan kamu mampu memperbaiki diri." Tatapannya sangat dalam."Iya, Ma." Namun, Satria kesulitan mengabulkan harapan Mia. Haris belum menyusul ke ruang makan, sedangkan Mia mulai membagi potongan kue pada semua piring yang tersedia sekalian mengatakan rahasia kecil suaminya. "Papa sudah membeli mobil sport yang selama ini kamu inginkan, tapi karena prestasi dan absen kamu tidak baik, sayangnya kamu harus kehilangan mobil itu ...."Satria mengerjap, tetapi kemudian mendesah pasrah. "Iya, Ma ...." Dia memberikan jawaban dengan penuh penyesalan. "Papa tidak membenci kamu, papa hanya kecewa. Tujuan papa membelikan mobil adalah untuk hadiah ulangtahun sekalian rasa terimakasih papa karena kamu sud
"Nay, saya minta maaf yang kemarin ...." Satria segera menemui Naura saat gadis itu barusaja turun dari mobil ayahnya. "Kamu tidak usah minta maaf!" ketus Naura dan terdapat kesedihan dalam matanya. "Nay, bukan maksud saya seperti itu. Saya tidak pernah menganggap kamu gampangan atau apapun itu. Kemarin saya juga tidak tahu kenapa saya harus menyentuh pipi kamu. Saya minta maaf ...," ucapan Satria adalah yang sebenarnya terjadi. Perasaannya terlalu dalam pada Naura hingga sering membekukan akal sehatnya. "Saya duluan ...." Naura segera mengambil langkah dengan perasaan sendu. "Saya tahu kamu mencintai saya, tapi bukan seperti itu caranya. Saya tidak mau laki-laki menyentuh saya, termasuk kamu." Naura berjalan dengan perasaan berkecamuk, sedangkan Satria hanya mampu melihat kepergiannya. Satria merenung di atas motornya hingga dia tidak menyadari saat Devan tiba. "Bagaimana keadaan kamu?" Namun, Satria tidak merespon hingga Devan meninju pelan lengan kanannya untuk menyadarkan kawa
Satria mengantarkan Naura kembali ke kampus walaupun materi telah usai karena sopir akan menjemput Naura di sana. "Maaf, saya tidak bisa antar kamu ke rumah atau mengajak kamu pulang bersama. Saya harus segera ke restoran setelah kuliah ...." Tatapan Satria menunjukan isi hatinya, dia tidak ingin berjauhan dengan Naura. "Iya, tidak apa." Saat ini Naura tidak meladeni arti tatapan Satria karena dia pikir Satria sama dengan beberapa laki-laki di luar sana yang tidak cukup dengan satu wanita. Namun, Satria tidak meninggalkan Naura hingga gadis itu pergi dengan sopir. "Saya bersyukur karena hubungan kita kembali membaik, tapi sampai saat ini hubungan kita memang hanya sebatas ini ...." Satria meluncur ke markas sebelum ke restoran karena dia harus bertemu dengan kawan-kawan gengnya. Semua kawannya menyetujui pemindahan markas, hanya saja ini hanya markas sementara tidak ada markas permanen, mereka hanya akan menyewa rumah yang jaraknya jauh dari markas sebelumnya untuk memastikan keama