Karin masuk kedalam kamar rawat Hana sambil menggandeng tangan Rafasya. Ia tersenyum ramah menyapa Mita dan bertegur sapa terlebih dahulu dengan Daffin dan Surya. Setelah sedikit Berbasa-basi barulah wanita itu bergabung dengan Hana. "Hana selamat ya, aku terkejut ketika Abang Rafa mengatakan kalau kamu sudah lahiran. Padahal tanggal Cesar belum ya. Begitu aku pulang dari syuting, aku langsung mengajak Abang Rafa ke sini. Aku sudah tidak sabar ingin berkenalan dengan si kembar. Lihat ini pakaianku saja belum sempat aku ganti. "Karin berbicara dengan penuh semangat. Anak-anak nggak sabar nunggu jadwal Caesar kak," jawab Hana sambil tersenyum.Karin tertawa ketika mendengar jawaban dari Hana. Dipandangnya kedua bayi yang saat ini ada di tangan Cinta dan juga Nara. "Aku ingin mencoba memegang salah satunya. Yang ini, yang pakai bedong biru." Wanita itu meminta bayi yang di tangan Nara.Nada memberikan bayi itu dengan tersenyum."Tampan sekali ini laki-laki ya?" Tanya Karin. "Iya kak,
"Menegur nggak mau, tapi tiba orang mau pergi beli minuman nitip. Dasar sombong dan gak tahu malu, gak berakhlak juga. Sejak tadi Cinta duduk di sana, jangankan diajak bicara, ditegur juga gak." Hana mengomel di dalam hati. Ia sangat tidak suka melihat sikap Karin yang sombong dan memilih-milih teman. Hana sudah kesal melihat Karin, sejak acara pertunangan Nara. "Iya kak," jawab Cinta yang kemudian beranjak dari duduknya."Cinta mau ke mana?" tanya Mita."Mau beli jus di bawah ma, apa Mama, papa, bang Daffin, bang Fatan ada yang mau?" tanya Cinta.Rafasya kesal karena Cinta tidak menyebut namanya. Gadis itu seperti sengaja melakukan hal ini agar membuatnya malu. "Nggak, ini sudah minum kopi," jawab Daffin."Mama sama papa juga nggak, nih sudah minum kopi," jawab Mita.Cinta hanya tersenyum tanpa menegur Rafasya. Ia tahu, bahwa pria itu tidak akan menjawab bila ditanya. "Bang Fatan mau apa?" Cinta bertanya dengan tersenyum. "Samakan sama Nara aja," jawab pria yang sedang dimabuk
"Apa kamu yakin ingin menikah dengan ku?" Kalimat pertama yang keluar dari mulut laki-laki tersebut.Cinta diam tanpa mampu menjawab pertanyaan yang langsung pada inti tujuan, yang ingin dipertanyakan oleh Rafasya."Kenapa kamu diam? Aku heran melihat kamu. Apa yang sudah kamu lakukan, hingga dengan mudahnya, kamu mendapatkan hati semua orang. Bahkan kedua orang tuaku, yang begitu sangat sulit untuk didekati, dengan begitu mudahnya takluk kau buat." Rafasya memandang Cinta dengan senyum mengejek. Pertanyaan yang diberikan Rafasya tidak bisa dijawabnya. Selama ini, ia tidak melakukan apapun dan semua itu terjadi dengan sendirinya. Cinta bukan jenis orang yang memang sengaja mencari simpati dari orang lain. "Apa hanya bermodal kasihan saja, makanya mereka seperti itu kepadamu?" Pria itu bertanya sendiri dan menjawab sendiri. Sedangkan gadis yang duduk di depannya hanya diam sambil menundukkan kepalanya.Dadanya terasa sakit dan panas. Perkataan pria itu, bagaikan pisau karter yang me
Ingin sekali ia membalas ucapan Karin dengan kalimat sarkas, namun hal itu tidak dilakukannya. Hana sadar bahwa kondisinya saat ini belum baik. Andai aja mama ada di sini, pasti Karin sudah babak belur tanpa di pukul. Hana teringat ketika mama mertua dan mama nya Rafasya melontarkan kalimat pedas saat di acara pernikahan Nara. Karena tidak sanggup menghadapi mulut judes kedua wanita itu, Karin langsung pergi."Cinta ini." Nara mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberikannya untuk Cinta."Uang apa ini kak?" Cinta tidak mengambil uang yang dipegang Nara. Justru wajahnya tampak bingung dan tidak mengerti."Sesuai janji kakak, kakak pernah bilang kalau nanti kakak sudah kerja dan gajian kakak bakal kasih Cinta duit jajan." Nara tersenyum.Cinta tersenyum, ia terharu melihat Nara dan Hana yang memperlakukannya seperti seorang adik. Bahkan kedua wanita itu tidak pernah ragu untuk memperlihatkan betapa mereka menyayangi dan membelanya seperti ini. Karin memandang Cinta, Hana dan Nara. Ia
"Dalam kasus ini saya yang bersalah, saya yang sudah menjual rumah milik mendiang suami saya. Jadi karena itu saya meminta lepaskan Berliana, dia tidak terlibat dalam kasus ini." Susi berkata dengan bibir gemetar. Wanita itu tidak mampu menahan tangisnya hingga air matanya menetes. Kesempatan seperti ini, sudah sangat lama dinantinya. Ia ingin putri kesayangannya bisa bebas dan tidak menderita di sini bersama dengan dirinya.Daffin memandang wanita tua yang pernah sempat akan menjadi Mama mertuanya. Setelah mengetahui apa yang telah dilakukan Susi terhadap istri serta papa mertuanya, tidak ada lagi rasa kasihan di dalam dirinya. "Jika hanya rumah yang dijual, beserta mobil dan harta istri saya yang lainnya, saya akan mencabut tuntutan untuk Anda ibu Susi. Rumah yang dulu Anda jual sudah saya ambil kembali dan rumah itu sudah kembali menjadi milik istri saya."Susi diam ketika mendengar apa yang disampaikan oleh Daffin. Otaknya mulai bekerja dan mencerna setiap kata yang dilontarkan ol
Susi sudah tidak mampu mengatakan apa-apa. Bangkai yang sudah disimpannya dengan sangat baik dan rapi, akhirnya tercium dan terungkap. Otaknya mulai berpikir siapa yang sudah merekam perbuatannya tersebut. Tiba-tiba saja Susi teringat dengan asisten rumah tangganya. Wanita itu sudah bekerja di rumah Amriadi sekitar 10 tahun dan wanita itu seorang janda yang tidak memiliki anak. Wanita itu juga begitu sangat dekat dengan Hana. "Dari mana kamu mendapatkan ini?" Berliana memandang Daffin."Kalian mungkin masih ingat dengan Siti." Effendi langsung menjawab pertanyaan Berliana.Berliana begitu sangat mengingat nama yang disebut oleh pengacara Daffin. Asisten rumah tangga itu sengaja diberhentikan, karena wanita itu satu-satunya orang yang begitu dekat dengan Hana dan satu-satunya orang yang begitu sangat menyayangi Hana, selain papanya. Setelah kepergian Amriadi, dengan sengaja wanita itu dipecat dan di suru keluar dari rumah tersebut. "Ini tidak benarkan?" Berliana menolak kenyataan.
Rasa bahagia seakan tidak pernah hilang dari kehidupan mereka, apalagi semenjak ada kehadiran si kembar, rasanya sungguh menambah memperlengkap kebahagiaan. Pagi ini Daffin yang mengambil ahli semuanya. Biasanya pria itu akan bekerja sama dengan istrinya. Daffin memandikan dan Hana akan mendandani kedua bayi kembarnya. Namun pagi ini pria itu yang melakukan semuanya sendiri, sedangkan Hana sedang sibuk menyiapkan sarapan. Daffin masuk ke dalam kategori suami siaga dan ayah hebat untuk si kembar. Pria itu sangat pandai memandikan kedua anaknya. Dibukanya bedong bayi perempuannya yang sedang sibuk bermain dengan tangannya sendiri. Melihat apa yang sedang di lakukan putri mungilnya, membuat pria itu gemas sendiri. Di usia 2 bulan, bobot kedua bayi itu naik 2 kg. "Anak-anak papi, sangat buat gemas," ucapnya yang kemudian mencium pipi bayi perempuan yang begitu sangat cantik tersebut. "Biar jangan cemburu." Daffin tersenyum memandang bayi laki-lakinya. Ia kemudian mencium pipi bulat b
"Apa Hana sudah tahu?" Surya bertanya ketika mereka sudah selesai sarapan pagi."Tahu apa pa?" Hana sedikit tersenyum. Surya memandang Daffin."Belum pa." Sejak tadi ia ingin memberitahu, namun merasa tidak sanggup untuk mengatakan hal tersebut."Tahu apa bang?" tanya Hana penasaran."Tentang Susi dan Berliana," jawab Surya. "Bagaimana dengan kasus Mama Susi sama kak Berliana. "Sudah sering Hana bertanya dengan suaminya, namun Daffin tidak pernah mau memberikan keterangan yang jelas."Kita sudah masukkan berkas ke pengadilan dan dua minggu lagi sidang," jawab Daffin."Mereka sudah lama di dalam penjara, apa nggak dicabut aja tuntutan dari kita." Hana memandang suaminya. Meskipun Mama tirinya bukanlah Mama yang baik, begitu juga dengan kakaknya, namun melihat kondisi ibu dan anak itu di penjara seperti ini, membuat Hana tidak tega. "Kalau untuk kasus penipuan dan penjualan rumah, sudah kita cabut," jawab Daffin.Mita memandang Hana dan kemudian mengusap punggung menantunya."Kalau s