"Kak Hana, duluan aja, Cinta mau rapiin bedak dulu." Cinta berkata ketika sudah keluar dari dalam toilet, begitu juga dengan Hana."Beneran nggak papa kakak tinggalin?" tanya Hana."Iya kak," jawab Cinta."Ya udah kalau gitu kakak tinggal." Hana tersenyum. Cinta tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Kakak terima kasih ya." Cinta tersenyum dan memeluk Hana yang berdiri di depan cermin besar yang berada di depannya."Terima kasih untuk apa ini?" Hana tidak merasa melakukan apa-apa, namun adik yang pernah tinggal sekamar dengannya di kos-kosan itu, mengatakan Terimakasih seperti ini."Banyak sih kak." Cinta tersenyum."Coba sebutin satu-satu." Hana memandang Cinta dengan mengerutkan keningnya."Yang pertama, kakak sudah mau dekat sama Cinta selalu." Cinta tersenyum dan mengangkat satu jarinya. Dari cara berbicaranya, terlihat bahwa ia sangat manja kepada kakak angkatnya. "Terus." Bila ada yang pertama, pasti ada yang kedua dan ketiga. Hana tidak sabar untuk menunggu kelanjutannya."
Daffin kembali duduk di kursinya, bersama dengan Hana. Dan di sana, masih ada Raffasya bersama dengan Karin."Berapa uang hantarannya, tadi?" Karin bertanya dengan rasa penasarannya. "500 juta," jawab Hana."Fatan memberikan uang hantaran 500 juta?" Mata Karin terbuka dengan lebar."Iya," jawab Hana."Kalau kamu, kemarin berapa uang hantarannya?" Karin kembali menanyakan kepada Hana.Hana diam sesaat. "Sewaktu nikah kemarin, mana ada pakai uang hantaran, soalnya nikahnya gantiin kak Berliana. Tapi tadi bang Daffin ngasih uang hantarannya." Hana tersenyum lebar. Tidak ada yang perlu disembunyikan olehnya, karena semua orang tahu seperti apa kisah percintaannya bersama dengan pria yang saat ini, menjadi pemilik hatinya. "Apa? Uang hantaran dikasih setelah menikah, ih curang itu." Karin tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya."Bagi wanita hamil, semuanya bebas," kata Raffasya dengan tersenyum. Sejak tadi, ia tidak banyak berbicara. Apalagi begitu melihat Cinta yang duduk di m
Nara sangat senang ketika mendengar ucapan wanita berpenampilan elegan tersebut. Senyum yang tadi mengembang di bibirnya, hilang seketika saat memandang wajah calon suaminya. Fatan hanya diam dan sedikit membesarkan matanya, saat Nara memandangnya. "Ha... Ha... Sepertinya pertemuan kita terlambat, karena calon suamimu sangat dan cemburu dan posesif. Lihat saja, dia nampaknya tidak setuju kalau kamu jadi artis." Karin berkata sambil memandang ke arah Fatan. Karin memang cepat akrab kepada siapa saja. Mungkin karena sifatnya yang sok akrab dan sok dekat seperti ini. Karena memiliki sifat yang seperti ini, tidak sulit baginya untuk berteman dengan siapa saja. Nara menganggukkan kepalanya dengan bibir bawah yang maju ke depan. Hana yang duduk di samping Nara hanya tertawa ketika melihat wajah sahabatnya tersebut."Kemarin kamu sudah tinggal menunggu waktu nikah, kenapa nggak jadi, malah ganti calon istri?" Tanya Karin penasaran."Semenjak menjadi presenter di acara gosip, kerjaannya
"Loh kok sudah pulang?" tanya teman satu kamar, Cinta."Iya." Cinta, langsung merebahkan tubuh di atas tempat tidur. "Kirain pulangnya lama." Gadis itu tersenyum dan mengusap lip di bibirnya. Ia bertanya, karena sebelum berangkat ke pesta, Cinta sudah berpesan akan pulang lambat dan meminta tolong untuk di bukankan pintu. Cinta tidak menjawab pertanyaan temannya. Ia hanya fokus memperhatikan temannya yang bernama Nisa itu bersolek. "Mau ke mana?" Cinta berencana untuk memesan nasi goreng atau bakso."Keluar, aku mau cari makanan. Kamu sih enak, baru pulang dari hotel. Pasti di sana makanannya enak-enak."Iya." Cinta membatalkan niatnya, setelah mendengar perkataan dari temannya."Kak aku pergi dulu." "Iya," jawab Cinta. "Gimana caranya untuk menolak. Sepertinya aku lebih memilih untuk mundur daripada maju." Cinta memijat pelipis keningnya yang terasa pusing, saat mengingat permintaan dari kedua orang tua Raffasya."Tapi bagaimana cara aku untuk menolak. Aku katakan kalau bang Rafa
"Jadi tempat tidur anak mau di letak di mana dek?" Daffin memandang istrinya. Hari ini, tempat tidur kedua calon buah hatinya akan sampai ke rumah dan si calon papi, sedang mencari posisi untuk tempat tidur kedua anaknya."Ya di kamar kita," jawab Hana."Apa nggak mau, kalau tempat tidur mereka, kita letak di kamar khusus untuk bayi? "Daffin memandang Hana."Enggak, Hana maunya anak-anak di sini, jadi kalau nangis Hana tahu."Mulut Daffin membulat ketika mendengar ucapan istrinya. Sebagian besar, para calon ibu-ibu muda, pasti memilih untuk lebih santai dalam mengurus anak. Apalagi untuk malam, mereka pasti ingin dapat tidur lebih lelap dan anak diserahkan ke baby sister. Namun istrinya lebih memilih anak-anak bersama dengannya di saat malam hari. "Apa nggak mau minta baby sister yang bantu ngurusin anak-anak?" "Untuk malam, mereka tidurnya sama kita. Hana nggak mau, anak-anak tidurnya di kamar yang terpisah. Bila nanti Hana kuliah, Hana bakal tinggalin mereka bersama baby sitter. Ja
Daffin dibuat kewalahan dengan keinginan istrinya. Bagaimana mungkin wanita yang berperut besar itu, meminta untuk datang ke rumah Nara, hanya untuk ikutan melukis henna di tangan dan kukunya. "Sayang, yang pakai lukis-lukis Henna di tangan dan kuku, khusus untuk orang yang mau menikah. Sedangkan kita, sudah nikah. Ngapain juga pakai-pakai yang kayak gitu." Daffin mengusap pipi istrinya yang sedang duduk di atas tempat tidur. Walaupun tidak yakin, rayuannya akan mampu mengubah kehendak Hana, namun pria itu tetap mencoba untuk membujuk."Enggak kok, orang yang sudah nikah dan belum menikah, juga boleh pakai. Hana mau kuku di beri warna merah dan punggung tangan di beri warna putih." Hana tersenyum memandang kuku yang memang tidak memakai kutek pewarna kuku sama sekali.Daffin memandang Hana dengan wajah bingung. Sayang Abang panggil pelukis Henna aja ya ke rumah kita," bujuknya.Hana menggelengkan kepalanya. "Hana maunya pakai henna di rumah Nara." Matanya berkaca-kaca memandang Daf
Hana diam memandang Cinta. Cinta salah tingkah ketika melihat Hana memandangnya. "Kalau dulu kak Hana, pingitannya berapa hari?" Cinta kembali mengalihkan topik obrolan."Kakak mana ada di pingit dek, orang ketemu sama bang Daffin aja cuman pas dia melamar, sudah itu ketemu lagi pas akad nikah, sudah gitu doang." Hana tersenyum saat mengingat pertemuan pertamanya dengan Daffin. Pada saat pertemuan pertamanya, pria itu memberikan respon yang baik. Dan senyum yang sangat manis, hingga ia tertipu dan mau menerima lamaran untuk menjadi pengganti kakak tirinya. "Ooo." mulut Cinta membulat. Ia berharap, kakak angkatnya tidak mempertanyakan hal tersebut. Karena tadi ia hanya keceplosan berbicara dengan Nara. "Kok gak ada cerita sama kakak, dek?" Hana memandang Cinta dengan serius."Apanya yang diceritain sih kak?" Tanya Cinta."Ya itu, Cinta dipinang," jawab Nara."Cinta belum terima kak, gimana mau diceritain,"jawabnya yang masih dalam kondisi galau. "Kenapa nggak diterima?"tanya Hana"
Setelah mengucapkan ijab Kabul untuk istrinya, pria itu kini bisa bernapas lega. Ia berusaha untuk tetap tenang, meskipun jantungnya berdegup dengan cepat. Berulang kali menarik nafas panjang kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan, guna untuk menetralkan detak jantungnya. Namun tetap saja, cara ini tidak mampu untuk menetralkan detak jantung yang berdegup cepat. Fatan duduk dengan gelisah. Tatapan matanya, hanya tertuju ke arah pintu masuk. Matanya seakan tidak bisa berkedip, saat melihat seorang bidadari yang masuk ke dalam ruangan resepsi. Nara begitu sangat cantik dengan memakai kebaya modern berwarna silver dan lilitan hijab berwarna putih. begitu juga dengan Fatan, yang terlihat sangat tampan dan gagah, dengan memakai jas putih dan peci berwarna putih.Nara berjalan dengan langkah kecil, sesuai dengan arahan dari mamanya. Ia terus berjalan mendekati pria yang sekarang sudah menjadi suaminya. Menjadi pusat perhatian, sungguh membuat dirinya canggung. Jantungnya berdegup d