"Permisi pak, ada pak raffasya yang ingin bertemu dengan anda," ucap sekretaris pribadi Daffin."Suruh saja masuk jawab Davin sebenarnya dirinya begitu sangat malas menerima tamu namun karena yang datang sahabatnya mau tidak mau Davin menerimanya."Sibuk rafasa memandang Daffin yang duduk di depannya."Aku nggak punya waktu untuk jalan-jalan," sindir Daffin. Dipandangnya wajah sahabatnya sekilas dan kemudian kembali fokus dengan pekerjaannya.Raffasya ketawa saat mendengar ucapan sahabatnya. Di perusahaan aku, ada papa, jadi masih bisa santai lah," balasnya. Sampai saat ini, ia masih menjabat sebagai wakil direktur, karena papanya belum mempercayainya untuk menjadi direktur utama di perusahaan keluarganya.Daffin yang mendengar ucapan sahabatnya hanya menganggukkan kepala saja dan fokus dengan layar laptopnya."Semenjak menikah, kamu sudah sangat sulit untuk diajak keluar, untuk ngopi bareng.""Lebih mending aku di rumah sama istri aku, minum kopi berdua. Daripada minum kopi bareng
"Saya ingin anda menambah tuntutan atas pencemaran nama baik. Saya tidak terima dengan apa yang dikatakan Berliana, di publik. Dia mengatakan bahwa saya melakukan ini karena, saya sakit hati dan marah kepadanya. Saya juga tidak terima, dia mengatakan saya yang sudah memfitnahnya atas perbuatan yang tidak dilakukannya. "Kita bisa menjeratnya dengan tuntutan pencemaran nama baik, karena memang apa yang dikatakannya bisa kita tuntut. Saya akan menambahkan lagi tuntutan untuk Berliana." Effendi mengetahui tentang apa yang sudah disampaikan Berliana di publis, sehingga dia berani mengatakan bahwa Berlian yang sudah mencemarkan nama baik kliennya. Sebelum Daffin meminta, Effendi sebenarnya ingin menawarkan. "Minggu depan, saya ingin melakukan klarifikasi dengan para wartawan. Saya ingin pak Effendi ikut serta mendampingi saya. Saya ingin pak Effendi memberikan bukti-bukti atas tuduhan yang kita lakukan. Saya tidak ingin ada orang yang beranggapan, bahwa apa yang saya lakukan, karena sak
Daffin berserta mamanya, sudah berada di dalam ruangan praktek dokter Lusi. Pria itu tersenyum memandang istrinya yang sudah berbaring di atas tempat tidur."Semoga kelihatan dua-duanya, ya pak Daffin." Dokter Lusi tersenyum"Iya dok, ngarep sekali." Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya. Pria itu tidak mempermasalahkan bayinya nanti perempuan atau laki-laki. Namun tetap saja, ia berharap mendapat sepasang bayi kembar. "Apa sudah beli baju bayi?" tanya dokter Lusi yang mulai menggerakkan alat di atas perut Hana."Belum dok, maminya belum mau beli. Katanya takut nanti salah beli. Soalnya belum tahu, ini cewek dan cowok, cowok ke duanya, atau cewek keduanya." Daffin menjelaskan seperti apa yang dikatakan istrinya. Hana tersenyum ketika mendengar apa yang dijelaskan oleh suaminya."Oma Mita mau cewek atau cowok, tapi kalau kembar gini kebanyakan ngarep sepasang ya." Dokter Lusi tersenyum memandang Anita. Sejak awal Hana datang periksa kandungan dengannya, ada hal yang unik me
"Semoga aja teman kamu datang ke sini untuk membantu kita dan memberikan kita seorang pengacara." Susi berkata penuh harap."Ya ma, aku yakin yang datang pasti teman aku." Berlian berkata dengan yakin. Wajah terlihat begitu sangat senang. sudah hampir 1 bulan berada di sini, akhirnya ada juga yang datang mengunjunginya. Ibu dan anak itu berjalan dengan penuh semangat menuju ke ruang kunjungan.Berliana memandang ke dalam ruang kunjungan setelah memasuki ruangan tersebut. Dilihatnya, hanya ada satu pengunjung. Seorang pria yang memakai kemeja berwarna biru pekat.Senyum di wajahnya hilang seketika ketika dilihatnya, orang yang begitu sangat tidak diinginkannya. "Selamat pagi ibu Berliana, ibu Susi." Pria itu berdiri dan menjulurkan tangannya.Berliana hanya diam tanpa menyambut tangan pria yang berdiri di depannya. Begitu juga dengan Susi yang tidak menyambut tangan pria tersebut. Raut wajah ibu dan anak itu terlihat sangat kecewa."Kedatangan saya ke sini ingin membicarakan beberapa
Ketiga gadis itu kemudian masuk ke dalam rumah. "Apa sudah kelihatan calon keponakan kami." Nara bertanya ketika mendaratkan tubuhnya di sofa berwarna putih yang berukuran besar."Baru satu yang kelihatan, yang satu lagi enggak," jelas Hana. Wajahnya tersenyum penuh bahagia, ketika bercerita tentang calon bayinya."Yang kelihatan apa?" tanya Nara. Obrolannya terhenti sejenak, ketika mendengar suara dering di ponselnya. "Angkat dulu deh, nanti aku cerita." Hana memandang temannya. Matanya melirik ke layar ponsel milik Nara, namun dengan cepat, si pemilik ponsel, menutup layar ponselnya. "Dasar pelit, sok rahasia."Nara tersenyum nyengir dan kemudian mengangkat sambungan telepon tersebut. "Iya halo, bang," jawabnya."Kamu lagi di mana?""Di rumah Hana." Wajah Nara tersenyum ketika berbicara dengan pria di sebrang sana."Jam berapa, pulang dari rumah ibu Hana?""Rencananya di sininya sampai sore.""Kalau gitu nanti pulangnya, Abang yang jemput.""Beneran nanti ke sini?" Nara bertanya de
"Jadi gimana dengan mama tiri dan kakak tiri kamu?" Tanya Nara."Sekarang lagi di tahanan." Hana sedikit tersenyum. "Apa kamu, sudah lihat mereka?"Belum, kemarin aku titipkan barang-barang yang mereka butuhkan di dalam tahanan." Hingga sampai saat ini, Ia masih ragu untuk datang berkunjung, melihat saudara tiri dan mama tirinya. Apa lagi, Kedua orang itu, pasti tidak Akan suka melihat kedatanganya. "Kak Hana yakin mau lihat mereka?" Cinta memandang Hana dengan raut wajah yang serius.Hana diam dan kemudian menggelengkan kepalanya. "Mereka itu nggak akan pernah senang bila lihat kakak. Takutnya bila kakak datang, malah menimbulkan sakit hati dan membuat mereka semakin benci." "Kata Mama Mita dan papa Surya, gimana?" tanya Nara."Kalau kata Mama Mita, sebaiknya nggak usah dikunjungin. Gitu juga papa Surya. Katanya, aku sekarang sedang hamil. Sedangkan permasalahan mama Susi dan kak Berliana, biar bang Daffin dan kuasa hukumnya yang menyelesaikan. Kata bang Daffin, tergantung aku mau
"Kami hanya sekedar dekat." Fatan bingung untuk menjawab pertanyaan dari bosnya."Bila tujuanmu hanya untuk sekedar dekat dengannya, maka mulai dari saat ini, jauhi dia." Daffin berkata dengan tegas.Perkataan Daffin membuat jantung Fatan seakan mau lepas dari tempatnya. "Nara, sahabat dari istriku, aku tidak ingin kamu menyakitinya. Bila tujuanmu dekat dengannya, hanya untuk sekedar dekat dan memberikan hiburan untukmu, maka jauhi dia. Jangan pernah memberikan harapan kepadanya." Daffin mempertegas ucapannya. Ia sangat mengenal, seperti apa Fatan, dan siapa Fatan. "Aku menyukainya," jawab Fatan.Daffin tersenyum dengan mengangkat sudut bibirnya. "Jadi bagaimana dengan tunanganmu?Bukankah kau sebentar lagi menikah?" tanya Daffin.Fatan diam."Godaan sebelum menikah itu banyak, salah satunya hal yang seperti ini. Bila kamu yakin dengan calon istrimu, maka jauhi Nara.""Aku akan menyelesaikan permasalah dengan tunangan ku terlebih dahulu. Setelah itu, aku akan memperjelas hubunga
Hana tersenyum ketika melihat mobil suaminya yang baru saja masuk ke halaman rumah. Ia beranjak dari duduknya sambil memegang perut bagian bawah. "Aku tunggu di sini aja, nggak enak jadi obat nyamuk." Nara enggan untuk beranjak dari duduknya. Ia lebih memilih duduk di kursi, daripada harus menjadi saksi kemesraan sahabatnya."Yang ngajak siapa?" Hana menjulurkan lidahnya dan berjalan dengan pelan menuju ke arah mobil suaminya yang sudah terparkir.Nara hanya diam dengan mulut yang sedikit terbuka. "Ternyata, apa yang dikatakan Cinta benar." Nara semakin menyadari, keusilan Hana.Hana tersenyum ketika melihat suaminya turun dari mobil. Diambilnya tangan Daffin dan kemudian menciumnya. "Maaf ya anak-anak, tadi di jalan macet. Lama ya, nunggu papi bawa bakso beranak nya?" Daffin tersenyum dan mengusap perut buncit Hana. Pria itu kemudian mencium kening istrinya.Hana tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Tidak apa papi, sore memang macet." "Senangnya punya istri dan anak-anak yang