"Mengapa mama dan papa lama sekali." Ia sudah pasrah dan siap untuk menerima seperti apapun kemarahan kedua orang tuanya nanti.Daffin mengusap wajahnya dengan kasar. Dipijatnya kepala yang terasa pusing dan seakan mau pecah. Apa yang disampaikan Berliana, sungguh membuatnya takut. Bila orang itu memiliki dendam terhadapnya, mengapa, tidak menemuinya secara sportif. Apapun permasalahan yang ada, pasti akan terselesaikan, bila dibicarakan dengan baik-baik. Namun mengapa orang itu, lebih memilih untuk membalas dendam dengan cara pecundang seperti ini. "Apa sebenarnya permasalahan Antara aku dengan orang itu. Mengapa dia meminta Berliana untuk mendekatiku dan meninggalkan aku di saat aku mencintainya. Setelah dia tahu, aku bahagia dengan istriku, dia kembali memerintahkan Berliana untuk merusak kebahagiaan rumah tangga aku. Ia semakin cemas ketika mengetahui orang itu telah sudah mengetahui tentang Hana.Kepalanya begitu sangat pusing ketika memikirkan hal ini. "Jika Hana ada bersamak
"Dasar manusia serakah. Apa kamu membiarkan Berliana dan Susi lepas begitu saja?" tanya Mita dengan sangat marah.Daffin menggelengkan kepalanya. "Mereka akan mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap Hana. Aku ingin Hana mendapatkan keadilannya. "Mita sangat senang ketika mendengar ucapan Daffin. Dari cara putranya berbicara, tampak jelas bahwa saat ini Daffin sudah sangat mencintai istrinya. "Lalu apalagi?" tanya Mita. "Setelah menjadi artis, Berliana terlilit hutang." Daffin menceritakan semua tentang Berliana kepada mama dan papanya.Surya hanya diam dan fokus mendengar apa yang disampaikan Daffin. "Pada saat ia terlilit hutang dan dalam marabahaya, karena penagih hutang mengancam untuk membunuh. Berliana diselamatkan oleh seseorang dan orang itulah yang mengorbitkan Berliana menjadi artis terkenal. Orang itu juga yang memfasilitasi kehidupan Berliana hingga ia bisa terlihat menjadi artis sukses dan kaya. Orang itu membantu Berliana dengan syarat, dia harus mendekati aku."
Melihat mama dan papanya yang hanya diam seperti ini membuat dirinya semakin bertanya. Padahal yang terbayang, mama, papanya pasti akan marah dan mengamuk kepadanya bila mengetahui menantu kesayangannya pergi, namun mengapa sikap kedua orang tuanya terlihat tenang seperti ini. Daffin merasakan bahwa kedua orang tuanya merahasiakan sesuatu darinya. "Mama, papa, tolong beri tahu aku, di mana Hana?" tanyanya.Meskipun anak mereka sudah merengek dan menangis layaknya bocah umur 7 tahun, yang sedang kehilangan mobilan kesayangannya, namun tetap saja, Mita dan Surya diam saja."Mama, papa, tolong jawab pertanyaan aku. Aku benar-benar sangat mengkhawatirkan Hana. Aku ingin menjelaskan semuanya kepada Hana. Agar dia tidak salah paham seperti ini. aku juga akan meminta maaf dengannya." "Kamu cari istri, kamu ke mana?Meskipun seisi Jakarta ini diobrak-abrik, tetap saja kamu tidak akan menemukannya." Mita tersenyum tipis."Aku sudah tidak tahu, harus cari ke mana." Daffin berkata dengan suara
"Mama akan telepon Hana, tapi kamu jangan bersuara dan juga jangan mengintip ke layar ponsel Mama." Mita memperingatkan Daffin. Ia tidak tega melihat wajah putranya begitu sangat memprihatinkan di depannya.Dengan cepat Daffin menganggukkan kepalanya.Dikeluarkannya ponsel dari dalam tas berwarna maron miliknya. Mita kemudian menghubungi nomor ponsel menantunya. Untuk mempermudah komunikasinya bersama dengan Hana, wanita yang akan menjadi nenek itu, dengan sengaja memberikan ponsel baru untuk Hana."Halo Mama, gimana makan malamnya." Hana yang mengangkat sambungan telepon, langsung meneror mamanya dengan pertanyaan sederhana seperti ini."Belum juga dimakan, sewaktu mau makan mama ingat Hana,ucap Mita dengan tersenyum. Diarahkannya kamera ponselnya ke arah menu yang sedang tertata di atas meja."Mama, Hana pengen kepitingnya, kemudian udang krispi saus tiram, Cha kangkung." Hana begitu sangat berselera ketika melihat menu yang ada di atas meja. "Nanti mama bungkus ya." Mita terseny
Melihat perhatian yang diberikan kedua mertuanya seperti ini, sungguh membuat Hana merasa bahagia. Di saat dirinya memiliki masalah dengan suaminya. Di saat rasa percaya untuk suaminya sudah tidak ada lagi. Namun sikap kedua mertuanya tidak berubah sedikitpun. Bahkan mereka tampak begitu sangat menyayanginya, layaknya anaknya sendiri. Hana duduk di meja makan, sambil bermanja-manja dengan mama serta papa mertuanya. Ia menikmati makanan malam dengan candaan ringan."Hana makannya nggak boleh malas, jangan sibuk nonton aja." Surya melepaskan cangkrang kepiting dan meletakkan piring berisi kepiting ke depan menantunya."Nggak kok pa, tadi Hana beneran nggak selera, jadinya belum makan. Soalnya Hana pengen makan ini." Dicubitnya daging kepiting dan memasukkan ke dalam mulutnya."Hana sedang hamil, ingat yang di dalam itu anaknya ada dua, meskipun lagi nggak selera makan, tetap wajib makan." Mita menasehati menantunya. "Iya ma, nanti-nanti nggak diulangi lagi kok." Hana tersenyum dan me
Daffin duduk sendiri di meja makan. Dinikmatinya menu yang tadi dibelinya di restoran. Meskipun tidak makan bersama dengan istrinya, namun pria itu tetap ingin menikmati rasa makanan yang sama dengan Hana. "Benar firasat Abang, kalau adek sekarang malas makan." Daffin berkata sambil memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Terbayang olehnya, ketika menyuapi Hana makan, setiap kali mereka makan bersama."Makan sendiri seperti ini nggak enak dek. Meskipun ini rasanya sangat enak, tapi abang rasa ambar." Ditelannya daging kepiting di mulutnya."Adek sabar ya, tunggu abang di rumah papa. Nanti Abang akan datang setelah semuanya selesai." Ia sedikit tersenyum dan melanjutkan makannya seorang diri. Sudah tidak sabar, ia ingin bertemu dengan istrinya segera.Meskipun makannya tidak banyak, namun setidaknya kini tenaganya sudah lebih fit daripada tadi. Setelah mendengar kabar istrinya, yang di rumah kedua orang tuanya, hatinya merasa lega. Malam ini, matanya sudah bisa untuk terpejam. Setelah sel
"Silakan masuk pak Daffin." Wanita yang merupakan asisten rumah tangga itu, mempersilahkan. Sudah beberapa kali Daffin datang ke sini, hingga asisten rumah tangga di sini sudah mengenalinya."Terimakasih ya Mak." Daffin duduk di sofa bersama dengan papanya, sambil menunggu si pemilik rumah datang."Silakan minum." Asisten rumah tangga itu meletakkan dua gelas jus jeruk di atas meja kaca."Terima kasih ya Mbak," jawab Daffin, begitu juga dengan surya yang mengucapkan terima kasih.Tenggorokannya terasa begitu sangat kering dan gugup. Diminumnya segera jus jeruk yang menyegarkan tenggorokannya, hingga menyisakan setengah bagian dari isi gelas.Surya yang sedang duduk sambil memandang layar ponselnya begitu sangat terkejut ketika mendengar suara keras yang menyebut namanya. "Hei kau Surya?" ucap Hendra ketika melihat wajah tamunya. "Kau Hendra ternyata."Jantungnya, seakan mau lepas dari tempatnya, ketika mendengar suara ngebas si pemilik rumah. Daffin diam memandang papanya. "Nggak n
"Aku bersyukur Sur, tidak jumpa dia waktu itu. Andai saja aku jumpa sama dia, lehernya sudah aku patahkan. Aku sudah masuk ke dalam penjara. Hanya ini hikmah yang aku dapat Sur." Hendra mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. "Jadi sekarang bisnis apa yang kamu jalankan?" tanya Surya."Aku sekarang melakukan bisnis kuliner. Kamu tahukan, istriku pintar masak. Jadi kami membuat bisnis kuliner dan restoran. Awalnya hanya warung makan kecil di pinggir jalan. Karena memang uang aku sudah tidak ada. Aku hanya bisa kontrak kios kayu dan membeli perlengkapan untuk jualan. Namun lama kelamaan bisnis kami berjalan dengan lancar. Alhamdulillah, aku sudah punya 3 cabang restoran." Hendra berkata dengan bangga."Kamu hebat, aku salut." Surya menepuk pundak sahabatnya."Ini baru benar-benar pertemuan tanpa diduga. Aku tidak menyangka aku benar-benar bisa bertemu dengan kamu."Dia baru cerita dengan aku tentang rumah ini, makanya aku datang ke sini.""Iya, sudah berulang kali Daffin datang ke
Hana hanya diam saat kalung indah itu melingkar di lehernya. "Abang, beneran ini?" Tanyanya yang masih tidak percaya. "Iya sayang, nanti kasih Abang bonus ya." Daffin tersenyum dan mengangkat 3 jarinya.Mata Hana terbuka lebar saat melihat tiga jari suaminya. "Maksudnya 3 ronde?" Wanita cantik itu bertanya dengan wajah serius."Iya dong sayang," jawab Daffin.Hana diam dan menelan air ludahnya. Namun wanita itu tidak mampu untuk menolak, berhubungan apa yang diberikan Daffin tidak sebanding dengan apa yang dia inginkan. "Jangankan 3, 10 aja Hana layani bang," kata Hana dengan candaan.Namun berbeda dengan tanggapan yang diberikan Daffin. Pria itu ternyata mengganggap apa yang dikatakan istrinya serius. "Kalau gitu sampai pagi ya sayang." Dengan sangat genit Daffin mengedipkan matanya.Hana diam dan menelan air ludahnya. Mengapa dia berkata seperti itu sehingga Daffin salah mengartikan. "Emang sanggup?" Dengan bodohnya Hana bertanya dan terkesan menantang sang suami. "Ya jelas sanggu
Hana begitu sangat menikmati liburnya di kota Dewata Bali. Sesuai dengan apa yang di katakan Daffin, ini merupakan perjalanan bulan madu pertama mereka setelah menikah. Ia memiliki waktu berdua dengan sang suami. Sedangkan kedua anaknya diasuh nenek, kakek dan baby sitter nya. Mama mertuanya benar-benar memberikannya waktu untuk berbulan madu. Hana tersenyum malu-malu ketika melihat Daffin menatapnya. "Kalau ada si kembar pasti lebih asik," ucapnya untuk menghilangkan rasa canggung. Meskipun sekarang mereka sudah memiliki dua bayi kembar, namun tetap saja Hana merasa canggung jika Daffin menatapnya tanpa berkedip."I love you," jawab Daffin dengan menyelisikan jari telunjuk dan jempolnya.Hana tertawa ketika melihat tingkah suaminya. "Lain yang dibilangin lain yang dijawab," ucapnya yang tersenyum malu."Emangnya tadi bilangin apa?" tanya Daffin yang mengulum senyumnya."Andaikan ada si kembar disini, pasti asik." Hana kembali mengulang ucapannya."Mana boleh si kembar datang kesini.
Udara yang tadi terasa dingin kini sudah berangsur menghangat dan matahari sudah mulai mengeluarkan panas paginya yang menyehatkan.Hana masih sangat nyaman dengan duduk di tepi pantai bersama bersama dengan Daffin. Dengan sangat manja menyandarkan kepalanya di bahu sang suami."Sayang, Abang mau ke kamar, ambil si kembar. Kalau nunggu bangun, takutnya nanti terlalu siang dan keburu panas." Daffin tersenyum dan mengusap kepala istrinya."He... He.... Tahu aja kalau Hana lagi malas berdiri," ucapnya dengan tersenyum. Sejak tadi ia begitu malas untuk beranjak dari duduknya. Duduk di tepi pantai, melihat air omba yang saling berkejaran, membuat hatinya tenang. Dalam waktu sebentar saja permasalahan yang selama ini menghimpit dadanya berangsur-angsur terlupakan."Mami si kembar malasnya level tinggi." Daffin tersenyum dan beranjak dari duduknya. Panas pagi seperti ini sangat dibutuhkan oleh kedua anaknya, karena itu mereka sudah berniat untuk menjemur si kembar setiap pagi, selama berad
Udara pagi terasa sangat segar ketika masuk ke lubang hidung dan mengisi paru-parunya. Hana berulang kali menarik napas yang panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan. Pagi ini dia menikmati segarnya udara pagi di tepi pantai. Matahari yang mulai terbit, menambah indahnya suasana pagi ini.Daffin menggenggam tangan istrinya. Pria berwajah tampan itu tersenyum ketika melihat rona bahagia yang terpancar di wajah ibu dua anak tersebut. "Nanti kalau si kembar sudah bangun pasti dia senang ya lihat pantai." Hana tersenyum. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Kiandra dan juga Keyzia saat melihat keindahan pantai seperti sekarang. "Pasti minta masuk ke dalam air." Daffin tertawa. Baru saja membayangkan saja sudah membuat ia gemas sendiri. Si kembar sudah sangat pintar bermain. Apalagi jika diajak bermain air. Biasanya bayi kembar itu tidak akan mau keluar dari dalam air dan mami mereka akan kesulitan ketika membujuk kedua bayi kembarnya agar mau berhenti berendam. Daffin bis
Berliana mendongakkan kepalanya ke atas dan memandang langit yang sudah semakin gelap. Mungkin sebentar lagi hujan akan kembali turun. Angin yang berhembus kencang, membuatnya sedikit takut. "Mama, tenanglah di sini. Mau seperti apapun mama, aku akan tetap selalu menyayangi mama. Mama, aku pamit pulang, Aku juga akan pergi meninggalkan Indonesia, dalam waktu 3 bulan ini. Jadi mungkin aku tidak datang ke sini untuk melihat mama. Tapi aku janji, aku akan langsung ke sini, setelah aku kembali dari Korea. Aku akan menuruti semua yang mama katakan. Aku juga sudah mendapatkan identitas baru. Aku sudah tidak menjadi Berliana lagi." Diusapnya air mata yang mengalir deras. Semua kisah hidupnya, semua cerita indah tentang kebersamaannya dengan sang mama, akan disimpan di dalam memori ingatannya. Berliana sudah mendapatkan kabar dari pria yang membantunya membuat identitas baru. Pria itu mengabarkan bahwa identitas barunya sudah selesai. Itu artinya, ia sudah bisa pergi meninggalkan Indonesia.
"Selamat tidur anak ganteng mami." Hana tersenyum dan mencium pipi bulat Keandra kiri dan kanan. Ia juga mencium bibir kecil bayi laki-laki tersebut.Selamat tidur sayang mami yang cantik jelita." Hana tersenyum dan mencium pipi kiri dan kanan, bayi cantiknya. Di mata ibu dua anak itu, anak-anaknya makhluk yang paling sempurna. Keandra yang terlihat begitu tampan dan Keyzia yang tampak begitu sangat cantik. "Kenapa ya, kalau cium adek nggak pernah ada puasnya. Mami ngerasa selalu aja kurang." Hana tersenyum sambil menatap wajah cantik putrinya. Meskipun kedua anaknya sudah tidur, namun Hana tetap saja berbicara, seakan kedua bayi itu mendengar apa yang dikatakannya. Ia kembali mencium kening dan juga puncak kepala bayi yang berambut tebal tersebut. "Abang Kean, jangan nakal ya sama adek. Jangan digigit kuping, jangan disedot hidung dan juga pipi adek ya." Hana tersenyum memandang Keandra. Sebenarnya ia ingin memisahkan tempat tidur kedua bayi itu, namun jika tidur ditempat tidur ter
Bian tersenyum penuh kepuasan ketika melihat hasil persidangan Susi. "Manusia iblis," ejeknya. Selama beberapa minggu ini pria itu selalu mengikuti perkembangan kasus Susi. Dan hari ini dia begitu sangat bahagia karena mendengar keputusan hakim. Wanita itu membayar perbuatannya dengan nyawanya sendiri. Diambilnya telpon genggam yang terletak di atas meja. Ia langsung menghubungi nomor ponsel yang tersimpan di kontak telepon. Nomor ponsel yang selalu akan disimpannya. Suara panggilan telepon yang dilakukannya baru di angkat di panggil yang sudah ketiga kalinya. Biasanya Bian akan marah jika panggilan telepon yang dilaksanakannya diabaikan begitu saja. Namun saat ini, ia tidak marah, mungkin karena suasana hatinya yang sangat senang. "Halo." Suara serak yang menjawab telpon darinya, menandakan si penjawab telpon sedang menangis. "Pantas saja kamu bisa seperti ini Berliana, ternyata kamu keturunan iblis, betul nggak sih." Senyum penuh kemenangan terukir di wajah tampannya.Berliana
"Hana mau dengar semuanya ma." Hana memandang punggung Susi yang membelakanginya.Saya juga pernah merencanakan agar para preman melakukan perbuatan asusila kepada Hana. Setelah mereka puas dengan tubuhnya saya meminta agar menghabisi nyawanya. Karena apa Saya ingin terkesan seperti korban kejahatan preman yang mabuk. Namun nyatanya Hana tidak pulang ke rumah karena dia menginap di rumah teman sekolahnya. Dan hal itu sudah saya lakukan berulang kali. Namun selalu saja gagal dan pada akhirnya saya membatalkan rencana tersebut.Hana memegang dada yang terasa begitu sangat sakit dan sesak. Tidak terbayang olehnya ternyata wanita yang dinikahi ayahnya memang benar-benar iblis."Saya bahkan tidak pernah menyesal karena menghilangkan nyawa suami saya yang kebetulan bodoh itu. Karena jujur, saya tidak pernah mencintainya. Saya menikah dengan dia, hanya untuk mendapatkan harta dan uangnya. Dan semua itu karena dia yang terlalu bodoh dan terlalu berharap lebih kepada saya. Karena nyatanya, say
"Mama Berliana berlari dan memeluk Susi dengan erat. Air mata kesedihan tidak bisa di tutupinya. Susi tersenyum dan mengusap punggung putrinya. Senyum yang ditunjukkan sebagai bukti bahwa dirinya baik-baik saja. "Mama baik-baik aja nak.""Mama aku sungguh tidak sanggup." Berliana berkata di tengah isak tangisnya. Menyaksikan persidangan sang mama, sungguh membuat tubuhnya lemas dan tidak sanggup untuk menerima kenyataan pahit atas hukuman yang akan diterima oleh wanita yang sudah melahirkannya. Namun yang lebih membuat hatinya terasa sakit dan juga perih, ketika tidak bisa membela mamanya sama sekali. Ribuan kata makian untuk menghakimi perbuatan Susi. Mereka terlalu pandai untuk menilai dan menghakimi kesalahan yang orang lain lakukan. Ingin rasanya Berliana marah dan menangkis semua perkataan orang-orang itu. Namun apa yang dikatakan mereka benar. Semua fakta tidak bisa di pungkiri. Pada akhirnya dia berusaha untuk tuli dan tidak mendengarkan. Meskipun kenyataannya, apa yang dikat