Bab selanjutnya bisa langsung buka Bab 119 ya, karena Bab 118 adalah pengulangan bab yang salah upload. Author takut kalau d9benarkan malah akan membuat bab kalian tertutup. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya...
Andro menatap keluar pintu kaca yang masih memperlihatkan badai. Dia membuang napas gusar, dirinya tidak bisa ke mana mana. Bahkan beberapa bandara ditutup karena badai.Ini adalah hal yang mana membuat Amerika disoroti beberapa media. Apalagi persidangan ibunya ditunda, membuat Andro harus lebih lama berada di sini.Ya, yang meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun silam adalah ibu tirinya. Namun selama ini, Andro lebih menyayangi Ibu tirinya dibanding ibu kandungnya yang meninggalkan dirinya dan ayahnya sejak Andro masih bayi untuk meraih kesenangan dirinya sendiri.Suara ketukan pintu membuat Andro membukanya. Di sana ada Hans yang membawa alkohol."Tuan Muda?""Masuklah, dan minum bersamaku."Hans menurut, dia menyiapkan gelas untuk majikannya sembari duduk di sofa. Tapi dia tidak menuangkan untuk dirinya sendiri."Kenapa kau tidak minum?""Terima kasih, Tuan. Saya minum beberapa saat yang lalu.""Ayolah, Hans. Ini sopan karena aku mengizinkan," ucap Andro menuangkan minuman itu.
Andro tertawa saat istrinya dengan cepat menutup panggilan. Dia masih saja malu padahal sudah pernah melakukan lebih.Rindu dengan anak anaknya, Andro mendekati Hans. "Kita pulang minggu depan."Banyak sekali karangan bunga dengan ucapan selamat. Oma tersenyum melihat temannya datang dan memberi hadiah. Sementara pada kolega Andro, Oma menyuruh orang Andro agar tidak perlu datang karena akan mengadakan pesta saat Andro pulang.Alhasil, banyak hadiah berdatangan."Omaaa... yuhu."Oma yang hendak naik lift terkejut, dia berbalik. "Kau! Cucu gila ke dua! Kenapa di sini? Bukannya Amerika ada badai?""Astaga, Oma tidak tahu? Selama ini aku sembunyi di sebuah tempat misterius dan tidak kembali ke Amerika," ucap Prabu datang dengan paperbag di tangannya. Dia mendekat dan mencium pipi Oma."Jangan bilang di dalamnya ada sayuran.""Aku ingin melihat keponakanku.""Si penyihir gila," gumam Oma. "Ayo ikuti Oma."Prabu mengikuti, dia menaiki lift sebelum melangkah di lantai dua. Langkah Oma yang
Andro tertawa saat istrinya dengan cepat menutup panggilan. Dia masih saja malu padahal sudah pernah melakukan lebih. Rindu dengan anak anaknya, Andro mendekati Hans. "Kita pulang minggu depan." Banyak sekali karangan bunga dengan ucapan selamat. Oma tersenyum melihat temannya datang dan memberi hadiah. Sementara pada kolega Andro, Oma menyuruh orang Andro agar tidak perlu datang karena akan mengadakan pesta saat Andro pulang. Alhasil, banyak hadiah berdatangan. "Omaaa... yuhu." Oma yang hendak naik lift terkejut, dia berbalik. "Kau! Cucu gila ke dua! Kenapa di sini? Bukannya Amerika ada badai?" "Astaga, Oma tidak tahu? Selama ini aku sembunyi di sebuah tempat misterius dan tidak kembali ke Amerika," ucap Prabu datang dengan paperbag di tangannya. Dia mendekat dan mencium pipi Oma. "Jangan bilang di dalamnya ada sayuran." "Aku ingin melihat keponakanku." "Si penyihir gila," gumam Oma. "Ayo ikuti Oma." Prabu mengikuti, dia menaiki lift sebelum melangkah di lantai dua. Langkah
"Sampai kapan badai ini reda?" Gumam Andro menatap keluar, dia berdecak sambil merokok. Yang Andro hanya bisa lakukan adalah merokok di sana. Sampai terdengar suara ketukan, Andro membuka dan melihat Hans ada di sana. "Ada apa?" "Tuan....., landasan dibuka untuk dua jam ke depan." "Kau mendapatkan pilotnya?" "Ya." Andro menimang sebentar, sampai dia menanyakan, "Bagaimana rumah?" "Kami sudah siap sejak dua hari lalu." "Kita pulang sekarang." Kalimat Hans terputus karena Andro menutup pintu dan berbalik seketika. Andro tersenyum senang. Dia segera menghubungi Oma di sana. "Hallo? Disini malam, apa kau tidak punya pikiran?" "Astaga, Oma. Beritahu Raya aku akan pulang hari ini. Kemungkinan akan sampai besok pagi." "Yang benar?" Tanya Oma seolah dipermainkan. "Benar, Oma. Beritahu istriku, aku tidak ingin mengganggunya." "Lalu?" Tanya Oma malas. "Kau pikir Oma ke kamarnya jam malam begini tidak mengganggunya?" "Ayolah, Oma. Nanti aku pulang berikan jam tangan limited edition.
Raya menatap jengkel pria yang sedang menggendong Baby Mentari dalam pangkuannya. Sesekali dia melihat dan menggelitik Baby Gala yang ada di dalam box bayi. Mereka berada di dalam kamar, dan orang orang di luar sana sedang menyiapkan makan malam besar. Tidak ada rasa bahagia sedikit pun untuk Raya melihat rumah dua tingkat yang mewah ini. Dirinya benar benar ingin memakan Andro bulat bulat. "Astaga, Sayang, Gala sangat calm and cool sepertiku," ucap Andro membanggakan diri. "Dan si kecil mungil cantik ini mirip denganmu, dia sangat ekspresif." "Oh ya," ucap Raya malas. Raya menarik napas dalam dan melangkah menuju Baby Gala. Dia ingat belum menyusui bayi laki lakinya. "Apa yang akan kau lakukan?" "Menyusuinya," jawab Raya dingin dan cuek. Dia duduk di pinggir ranjang sambil menyusui Baby Gala. Yang mana membuat bayinya perlahan memejamkan mata. Berbeda dengan Baby Mentari yang beberapa kali menangis. "Uhh... My Baby... ini Daddy, Sayang. Kau merindukan Daddy bukan? Ayo beri Dad
Semua orang telah pulang, meninggalkan Raya, Andro, anak anak dan juga dua pengasuh paruh baya khusus untuk Baby Gala dan Baby Mentari. Raya tidak ingin memasak dibantu oleh orang lain. Dia ingin berguna bagi anak anak dan suaminya juga. Dan kedua pengasuh itu hanya diperbolehkan datang saat Andro pergi. Raya ingin merasakan menjadi sosok seorang ibu dan istri yang sebenarnya. Seperti sekarang, Raya sedang menimang Baby Mentari yang lebih rewel daripada kakaknya. Baby Gala sudah terlelap di dalam box bayi mungil miliknya. "Sayang...., mau bergantian?" "Tidak usah," jawab Raya masih dingin. Raya sengaja membuka tirai kamar, yang memperlihatkan kolam ikan dan gazebo di halaman belakang. "Sayang...., Aku merindukanmu," ucap Andro memeluk dari belakang. "Kita berdamai ya?" "Aku bilang aku masih butuh waktu." "Sampai kapan." "Sampai aku bisa mencerna semua apa yang terjadi. Kau tahu kematian bukan untuk main-main." Andro mengangguk. "Aku paham, maaf." "Periksa Gala dulu, aku seda
Andro lebih banyak diam sambil menggendong Baby Mentari, memikirkan apa yang telah dia lakukan. Andro baru sadar kalau Prabu mempermainkannya. "Bunga apa ini?" Tanya Raya yang melihat buket di nakas. "Hah? Untukmu," jawab Andro dengan masih terbengong. Dirinya sendiri tidak percaya telah menyatakan cinta pada orang yang salah. Dan itu merupakan suatu aib. Jeta melihatnya bertingkah konyol di depan wanita selain Oma. "Kenapa kau belum berganti pakaian, Andro?" Tanya Raya yang membereskan jas milik suaminya. "Hah?" "Belum mandi? Aku dan Oma membuatkan cemilan sebelum makan malam." "Kenapa Oma di sini?" Tanya Andro. "Membantuku masak, dia rindu pada cicitnya. Sekarang Oma sedang bersama Baby Gala." "Ah ya...., Aku akan mandi nanti, Baby Mentari belum ingin melepaskan pegangannya padaku." Raya penasaran, dia mendekat pada bayinya yang merengek dalam pangkuan dan kenyataanya, Baby Mentari diam ketika sang ibu menggendongnya. "Aku pikir dia ingin menyusu. Kau mandi saja." "Sayang,
"Kamu mau ke kantor lagi?" Tanya Raya yang berbaring sambil menyusui Baby Gala. Sementara Baby Mentari sedang Andro gendong sambil membelakangi Raya. "Iya, Sayang. Aku akan pulang sebelum jam makan malam. Kau ingin sesuatu?" "Ya, aku ingin kamu pulang dengan selamat." Andro merasa disindir, dia tersenyum menatap Raya. "Aku akan memandikan Baby Mentari." "Tapi kamu kan sudah mandi." "Aku ingin mencobanya, Sayang. Aku pernah melihat kau melakukannya," ucap Andro memberikan ciuman di dahi Raya sebelum pergi ke kamar mandi. Raya menarik napas dalam. Kehadiran Baby Gala dan Baby Mentari berpengaruh besar. Baru beberapa minggu saja, Raya merasa perannya sebagai istri semakin berkurang. Dia tidak bangun lebih awal, tidak menyiapkan baju untuk Andro dan membuatkan hidangan sarapan. Bahkan, beberapa hari terakhir ini, Andro yang memasak sendiri, atau hanya sekedar membuat roti bakar. Raya selalu begadang semalaman karena bayi bayinya tidak kunjung terlelap, apalagi Baby Mentari. Saat i