Sementara Andra memilih menulikan telinganya dengan tetap fokus memasukan makanan ke dalam mulut.
“Om setuju, Sherly. Lalu bagaimana dengan kamu, Andra? Apa kamu setuju dengan usul Sherly?” Darma melemparkan pertanyaan pada Andra. Yang hanya menjawab dengan mengedikkan bahunya.“Terserah saja. Aku ikut apa yang kalian katakan,” jawab Andra tak acuh. Meskipun suaranya terdengar biasa saja. Arwen menatap Andra dan ia masih bisa menilai jika Andra masih menjadi satu-satunya orang yang merasa paling keberatan dengan pernikahan ini.Meskipun sebenarnya Arwen juga tidak terlalu mendukung pernikahan Andra dan Sherly karena Arwen tahu Andra tak bisa mencintai putrinya, tapi mengingat Sherly yang menderita penyakit parah membuat Arwen hanya bisa menurut saja pada kemauan putrinya itu.“Kan kita yang akan menikah, sayang. Kenapa kamu malah bilang terserah. Aku juga pasti butuh pendapat kamu. Siapa tahu kamu ingin kAlana menghembuskan napasnya pelan. Ia paham. Perasaan Rehan pasti akan hancur setelah mendengar kenyataan yang sebenarnya.Apalagi Rehan begitu menyayangi Danu. Mereka sudah seperti ayah dan anak. Rehan menganggap bahwa Danu adalah ayahnya sejak ia lahir. Lalu sekarang, sebuah kenyataan pahit telah memukul mimpi anak itu.Ternyata kenyataan tak semanis yang ia rasakan.“Mama minta maaf.”“Kenapa Mama tidak pernah bilang kalau Ayah Danu itu bukan Ayahnya Rehan? Rehan sayang sekali sama Ayah Danu. Rehan sudah cerita sama teman-teman di sekolah. Kalau Rehan punya ayah yang baik dan bekerja sebagai dokter. Tapi mereka tidak ada yang percaya. Kata mereka ayahnya Rehan tidak mungkin seorang dokter. Dan ternyata memang benar apa yang dibilang oleh teman-teman. Kalau Rehan memang tidak memiliki ayah yang bekerja sebagai dokter.” Rehan bangkit duduk. Menghadap Alana sambil bercerita dan menyeka air matanya.Alana m
“Apa? Alana hamil?” pekik Andra membuat kepala Nita dan Darma tertoleh kearah pintu.“Andra!”“Se-sejak kapan kamu berdiri di sana?!” Nita bertanya dengan wajah pucat pasi. Ia dan Darma sama-sama terkejut ketika mendapati Andra sudah berdiri di ambang pintu dan menatap mereka dengan pandangan menusuk.“Sejak kalian menceritakan tentang semua rencana busuk yang telah kalian buat padaku dan Alana!” geram Andra meninggikan intonasi suaranya.Nita meneguk ludahnya gelisah. Sementara Darma berusaha bersikap biasa saja meskipun ia mengumpat dalam hatinya. Seharusnya tadi Darma menutup pintu kamarnya dengan rapat. Sekarang ia sudah tertangkap basah oleh Andra. Kali ini, Andra pasti akan sangat marah padanya.“Kenapa kalian melakukan semua ini, hah?! Kenapa kalian tega menghancurkan rumah tangga anak kalian sendiri demi materi?! Demi kekuasaan! Jadi saat itu Alana sedang hamil, dan kalian malah mengusir
“Kamu tega mau meninggalkan kami, Andra?” tanya Nita dengan mata yang berkaca-kaca.Sebagai seorang anak, Andra memang tidak suka melihat ibunya menangis. Akan tetapi hatinya sudah terlanjur remuk redam akibat perbuatan kedua orang tuanya di masa lalu.Hidupnya terlanjur hancur. Setelah Alana terenggut paksa dari dirinya.“Mama masih memiliki Papa. Sedangkan aku sudah tidak memiliki siapapun selain rasa sakit yang ada di dalam sini,” tunjuk Andra pada hatinya. Membuat Nita dan Darma tertegun melihatnya.Ada pancaran luka yang tergambar di raut wajah Andra. Dan baru kali ini Nita merasa hatinya ikut teriris. Selama ini ia tak pernah peduli dengan penderitaan yang Andra terima, karena Nita hanya tenggelam dalam kesenangannya.“Andra!” Nita kembali memekik. Saat Andra melanjutkan langkahnya dan terus berjalan tanpa mau mendengar teriakan Nita yang menyeru memanggil namanya.“Andra pergi, Pa! Dia p
“Jadi Andra pergi dari rumah? Dan Om Darma juga Tante Nita malah membiarkannya begitu saja?” pekik Sherly yang pagi ini datang ke rumah sakit untuk menjenguk Darma.Keliru. Sebenarnya yang ingin Sherly temui adalah Andra. Sherly pikir, Andra juga ada di rumah sakit menemani ayahnya. Tetapi kenyataannya Sherly malah mendengar kabar yang sangat tak mengenakan tentang Andra.Kata kedua orang tua Andra. Andra sudah mengetahui tentang masa lalunya yang sebenarnya. Bahwa Alana pergi karena rencana busuk Darma dan Nita.“Ceroboh! Kenapa Om dan Tante bisa seceroboh itu? Biasanya kalian selalu bermain dengan pintar. Tapi kali ini kemanakan otak kalian? Menyimpan rahasia saja tidak bisa! Percuma kalian menyembunyikannya selama bertahun-tahun dari Andra, kalau pada akhirnya Andra tahu juga yang sebenarnya!” kecam Sherly lantas berdecak pada kedua orang tua Andra.Kemarahan Sherly tentu saja membuat Nita dan Darma saling tatap satu sama lain den
“Tuan! Pelu aku temani?” tanya seorang wanita cantik dengan pakaian seksi. Wanita itu mendekati Andra yang mana saat ini tengah duduk di kursi bar.Ya. Malam ini. Andra memutuskan untuk menghabiskan waktunya di Club. Dengan hanya ditemani oleh minuman yang Andra harap akan membuatnya sedikit melupakan resah di hatinya.Andra hanya sendirian ke Club ini. Tapi beberapa kali wanita-wanita berpakaian minim itu bergantian datang untuk menggodanya.“Pergilah! Aku tidak butuh ditemani!” Andra mengibaskan tangannya di udara. Mengusir wanita seksi itu agar tidak menempel di tubuhnya.Wajah wanita itu merengut sebentar. Tapi kemudian ia kembali menggoda Andra dengan menyentuh rahang lelaki itu yang ditumbuhi bulu-bulu halus.“Ayolah, Tuan. Aku pastikan kalau Tuan akan puas dengan pelayananku. Aku bisa membuat Tuan tak bisa melupakan tubuhku.” wanita itu mencoba menggerayangi bagian depan tubuh Andra. Dan bahkan nyaris memprete
“Mama? Kenapa dia menelpon? Hhh.. pasti dia mau memintaku untuk kembali ke rumah. Tidak! Aku tidak akan kembali lagi ke rumah itu. Cukup sudah mereka memanfaatkanku dan membuat hidupku hancur!”TUT!Andra mematikan panggilan itu dengan kesal. Lalu dilemparnya ponsel itu ke atas kasur. Namun ponselnya kembali berdering. Membuat Andra mendengkus masam.Diraihnya ponsel itu kembali dan diangkatnya panggilan dari Nita.“Hallo, Ma! Kalau Mama menelponku untuk memintaku kembali ke rumah itu lagi. Sebaiknya lupakan saja. Karena aku sudah tidak mau kembali ke sana.” Andra langsung bicara dengan tegas. Tanpe bertanya atau memberi sapaan lebih dulu pada ibunya.‘Andra. Mama tahu kamu masih kecewa dan marah. Mama juga tidak akan melarang kamu jika kamu mau kembali bersama Alana. Tapi Mama mohon, pulanglah Andra. Papa berpesan agar kamu segera pulang ke rumah. Mama dan Papa minta maaf. Dan perusahaan juga membutuhkan kamu.
Andra meneguk ludahnya. Hatinya mengiris mendengar dari Nita, jika Darma ingin meminta maaf padanya. Dan semalam Andra malah merespon panggilan Nita dengan ucapan yang ketus.Sumpah demi apa, Andra benar-benar tidak tahu jika saat itu adalah saat terakhir Darma ingin mendengar suaranya. Entah Darma tidak berani berbicara langsung pada Andra. Hingga menyuruh Nita untuk menyampaikan maafnya.“Maafkan Papa kamu, Ndra. Sekarang dia sudah pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Papa bilang kalau dia sangat menyesal karena sudah menjadi orang tua yang bodoh.Mama juga. Mama sangat menyesali perbuatan Mama dulu yang memisahkan kamu dengan Alana. Hingga membuat hidup kamu hancur. Kamu kehilangan istri dan anak kamu karena Mama dan Papa. Maafkan kami, Andra,” isak Nita. Tangannya bergerak menyentuh pundak Andra dan menatap wajah tegas lelaki itu dengan pandangan memelas.Andra menghembuskan napasnya dengan kasar. Kepalanya lalu menoleh pada Nita. Wajah tuanya terli
Sekarang, Andra sudah tinggal lagi di rumahnya. Ia tidak lagi menyendiri di apartemen miliknya itu.Bahkan Andra sudah mulai kembali aktif di kantor. Saat ini pun Andra tengah sibuk berkutat dengan pekerjaannya.Meskipun begitu, Andra tidak melepaskan pencariannya terhadap Alana. Ia selalu menyempatkan dirinya untuk berkeliling Jakarta sepulang dari kantor. Berharap akan bertemu dengan mantan istrinya itu. Andra juga menyuruh orang untuk mencari Alana ke luar kota.Takutnya Alana sudah meninggalkan Jakarta.BRAK!“Sherly! Apa kamu tidak tahu caranya mengetuk pintu?!” sentak Andra dengan dahi yang berkerut kesal. Karena tiba-tiba saja pintu ruangannya dibuka dengan kasar dan Sherly masuk tanpa permisi.“Kenapa Mama kamu bilang sama Papa aku, kalau pernikahan kita dibatalkan?!” Sherly balas bertanya dengan nada histeris. Wajahnya merah penuh tuntutan.“Oh. Jadi kamu datang karena itu,” ucap Andra santai
Yang seketika membuat Alana menelan ludahnya. Alana lalu menggigit bibir. Tentu saja ia mengerti dengan apa maksud dari perkataan Andra barusan. Andra mempertanyakan apakah ia sudah boleh menyentuh Alana lagi malam ini? Ya. Karena setelah kelahiran Alin, Andra sama sekali belum buka puasa. Ia berusaha menahannya hingga Alana siap.“Belum..” cicit Alana pelan. Membuat Andra menghela napasnya. “Jahitannya belum kering. Jadi kita belum bisa melakukannya malam ini,” dusta Alana pada Andra.Karena sebenarnya jahitanya sudah kering. Alana bahkan sudah siap jika Andra ingin menyentuhnya. Hanya saja, Alana sengaja mengerjai Andra.Alana sengaja membohongi Andra karena ia sudah mempersiapkan sebuah kejutan untuk suaminya itu.“Begitu ya? Ya sudah. Tidak apa-apa,” ucap Andra meskipun terdengar helaan pelan yang keluar dari mulutnya.Alana menangkup kedua tangan Andra yang masih memeluk perutnya.“Kamu ti
Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa kini usia Alin sudah memasuki bulan ketiga. Alin sudah pintar mengoceh dan mengemut tangannya sendiri. Kadang ia akan menjambak pelan rambut Andra dan Rehan saat Papa dan kakaknya itu menciumi wajahnya.“Alin! Sayang! Berapa kali Papa bilang, berhenti mengemuti tanganmu seperti ini. Tadi ‘kan sebelum berangkat ke taman, kamu sudah minum susu yang banyak dari Mama Alana. Perut kamu pasti sudah kenyang ‘kan? Jadi sekarang hentikan mengemut tangannya ya!” Andra menarik tangan Alin yang mengepal dan masuk ke dalam mulutnya.Andra tidak ingin Alin terbiasa melakukan itu. Tapi yang namanya bayi berusia tiga bulan. Tentu saja dia tidak akan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Papanya.Berulang kali Andra menarik tangan Alin dari mulut mungilnya, berulang kali pula Alin tetap memasukan tangannya itu ke dalam mulut lagi.Hingga akhirnya Andra menyerah. Ia menghembuskan napasnya pelan.“B
Kening Alana berkerut menatap pada suaminya."Alindra?" ulang Alana.Dan Andra langsung mengangguk mantap."Ya. Alindra. Alindra Wijaya. Dia akan menjadi seorang perempuan yang kuat dan berhati lembut. Dia akan pintar dan berwawasan luas. Dia juga akan tumbuh menjadi orang yang penuh kasih sayang. Semua orang akan memanggilnya dengan sebutan Alin!" ujar Andra menuturkan.Membuat Alana yang mendengarnya kini menarik kedua sudut bibirnya ke samping.Hingga membentuk sebuah senyuman."Alindra Wijaya? Aku setuju. Nama yang sangat indah," ucap Alana.Kemudian ia mengelus pipi mungil Alin yang masih sibuk menyusu--di dadanya."Hei, Alin! Ini Mama! Kata Papa, mulai sekarang nama kamu adalah Alin, ya. Nanti kamu akan bertemu dengan kakak Rehan. Juga dengan kedua nenek kamu. Kakak Rehan pasti akan senang saat melihat kamu yang secantik ini!" ujar Alana.Ya. Rehan adalah salah
“Emhh.. Maaf Pak Andra! Mr. Steve! Saya mau pamit ke kamar kecil dulu sebentar. Boleh?” tanya Vani dengan wajah sungkan.Yang kemudian langsung diangguki oleh Andra dan Mr. Steve.“Tentu saja boleh. Silakan Vani!”Vani mengangguk. Lalu ia bangkit berdiri sambil meraih ponselnya. Kaki Vani terus bergerak menjauhi meja itu. Lantas ia berhenti ketika berada di dekat kamar kecil.Vani segera saja mengangkat panggilan dari Nita.“Hallo Nyonya Nita! Mohon maaf saya baru mengangkat telpon Anda. Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Vani setelah menempelkan ponselnya di telinga kanan.‘Kenapa ponsel Andra tidak aktif? Sejak tadi saya menghubungi ponsel Andra sampai berpuluh-puluh kali. Tapi tidak satu pun yang tersambung. Jadi saya menghubungimu. Mana Andra?! Saya mau bicara dengannya?’ tanya Nita dari seberang telpon.Pertanyaan Nita itu seketika membuat Vani menggigit bibirnya. Ia tergugu dan
Sambil memegangi kepalanya dengan sebelah tangan, Andra menatap Alana dengan alis yang bertaut.“Kenapa kepalaku dijitak?” tanya Andra dengan memasang wajah sok polos.Alana berkaca pinggang di hadapannya. “Aku melakukan itu agar isi otak suamiku tetap waras. Ini sudah malam ‘kan? Kalau aku yang mandikan, bisa-bisa kita menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamar mandi itu. Karena aku sudah tahu betul dengan apa yang ada di dalam pikiranmu!” Alana berkata dengan tegas. Dan dagunya terangkat kearah Andra.Andra mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, kemudian ia menghembuskan napasnya pelan. Lalu matanya menatap Alana lurus.“Hhh.. padahal aku sudah membelikanmu bunga. Tapi aku tidak mendapatkan balasan apa-apa,” gumam Andra pelan.Namun gumaman itu masih bisa terdengar dengan jelas di telinga Alana. Hingga membuat kedua bola mata Alana melebar dan ia mendelik kearah suaminya.“Oh! Jadi kamu sengaja membe
Membuat Alana dan Rehan sama-sama tersenyum mendengarnya.“Oh iya. Apa PR-nya Rehan sudah selesai?” tanya Andra yang melemparkan tatapanya ke arah buku tulis milik Rehan.“Sudah, Pa. Kalau untuk PR-nya, aku sudah mengerjakannya tadi. Sekarang hanya tinggal belajar membaca saja. Karena besok ada tes membaca oleh Ibu Guru,” sahut Rehan menjawab. Dan Andra mengangguk-anggukan kepalanya.“Oh begitu. Baiklah. Berhubung sekarang Papa sudah pulang ke rumah. Jadi bagaimana kalau Papa saja yang membantu kamu belajar membaca? Kamu mau?” Andra menaruh tas kerjanya di atas tempat tidur Rehan. Kemudian ia bertanya pada bocah kecil itu.“Mau Pa! Rehan mau!” seru Rehan dengan senang. Sampai ia mengangkat kedua tangannya ke atas hingga Andra terkekeh menggeleng-gelengkan kepalanya.Namun Alana menatap Andra dengan mengerutkan keningnya.“Tapi, Andra. Kamu ‘kan baru pulang dari kantor. Pasti k
“Apa pensil warnanya sudah? Jangan sampai ada yang tertinggal, Rehan!” Alana sedang mengecek perlengkapan sekolah Rehan yang ada di tas anak itu.“Sudah Rehan masukan semuanya, Ma? Isi tasku sudah lengkap, ‘kan?” Rehan balas bertanya pada Alana yang duduk di tepi ranjang sambil meneliti isi tas anak lelakinya itu.Pagi ini Alana memang langsung mendatangi Rehan ke kamarnya. Hal yang selalu menjadi kebiasaan Alana. Ia selalu memeriksa PR Rehan dan isi tas bocah itu. Alana takut jika sampai ada yang tertinggal di rumah.Merasa semuanya sudah lengkap, Alana menganggukan kepalanya lalu ia memberikan tas itu kembali ke tangan Rehan.“Ternyata semuanya sudah lengkap. Kalau begitu kemarikan sisirnya. Biar Mama yang sisirkan rambut kamu!” pinta Alana menengadahkan tangannya pada Rehan.Namun Rehan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak usah, Ma. Rehan sudah besar sekarang. Mama tidak perlu lagi menyisiri rambut R
Malam ini, Andra sedang duduk di kursi yang terletak di balkon kamarnya. Tampak kaki kanannya tertumpang di kaki kiri. Dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya, Andra mengamati lamat-lamat buku-buku tebal yang ia pangku di atas—paha.Yang sedang Andra baca itu tentu saja sebuah buku bisnis.Ketika itu Rehan datang dengan membawa snack di tangannya. Bocah kecil itu melangkah mendekati Papanya yang langsung menoleh dan tersenyum begitu melihat Rehan.“Hei! Papa pikir kamu sudah tidur?” Andra tersenyum pada Rehan sembari melepas kacamatanya dan menaruhnya di atas meja.“Belum, Pa. Rehan tidak bisa tidur.” Rehan kini menghempaskan pantatnya di kursi yang ada di depan Andra.“Kenapa kamu tidak bisa tidur? Apa kamu sudah minum susu hangatnya dari Bik Sumi?” tanya Andra kemudian ia menaruh buku tebalnya juga di atas meja. Untuk bergabung dengan kacamatanya.Rehan mengangguk sebagai j
Kini Andra dan Alana sudah ada di mobil. Alana mengerutkan keningnya menatap kearah jendela di sampingnya, benaknya berpikir kemana Andra akan menjalankan mobilnya ini?Andra bilang, mereka akan pergi jalan-jalan. Tapi Andra belum memberitahunya kemana tujuan mereka sebenarnya.Sementara Andra sendiri tampak fokus menyetir sembari tatapannya tajam ke depan sana.“Andra!”“Hmm?” Andra berdeham, melirik sekilas kearah Alana yang duduk di sampingnya. Sebelum kemudian kembali memusatkan pandangannya ke jalanan.“Sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana?” Alana tak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu. Ia sungguh penasaran.Tapi Andra hanya menahan senyumnya. Melihat Alana yang menatapnya dengan pandangan penuh tanya, membuat Andra merasa geli.“’Kan sudah ku bilang, kalau aku mau membawamu ke sebuah tempat yang akan membuatmu senang melihatnya. Karena it