Aku jatuh cinta padanya, meskipun aku tak tahu kapan itu bermula.
Aku menyayangi keduanya, tanpa sadar bahwa seluruh hatiku sudah bukan milikku lagi.
Aku tak bisa, dan tak ingin memilih.
Aku tak bisa meninggalkan, apalagi ditinggalkan.
________________________________________________
“Loe dimana?” pekikan lantang itu membuat Caliana berjengit. Inginnya ia menjauhkan ponsel dari telinganya, namun saat melihat benda persegi pipih itu ada di atas keramik wastafel akhirnya dia sadar bahwa ia mengenakan headset Bluetooth di telinganya.
“Kenapa? Kangen sama gue?” tanya Caliana balik seraya mengibaskan tangan pelan untuk mengurangi kadar air yang membasahi tangannya sebelum meletakkannya ke bawah hand dryer.
“Kangen kutu loe.” Dengus gadis di seberang sana. “Loe lagi dimana sih? Jangan bilang lo lagi di WC.” Gerutu si penelepon lagi.
“Loe pasang GPS atau loe lagi pantau gue dari baskom kesayangan loe?” tanya Caliana lagi. Ia kembali memandangi wajahnya di cermin, membetulkan letak rambutnya sebelum meraih ponselnya dan keluar dari toilet.
“Terserah loe bilang apa. Yang jelas loe dimana? Ini hari Senin, Ana. Loe setega itu gak masuk terus nambahin kerjaan gue. Baru aja weekend kemaren gue puji loe, sekarang loe ngasih gue beban hidup sebanyak ini?” keluh sahabatnya itu lagi. Mau tak mau Caliana terkekeh mendengarnya.
“Gue lagi jadi supri. Paham loe?” jawab Caliana lagi.
“Aih aih, loe lagi di kantor pusat ternyata.” Jawab gadis itu dengan nada yang berubah drastis. "Ngecengin bos dong."
“Loe pikir gue apaan? Cinderella?”
“Ya kali, gak dapet bos juga disana bisa lihat cowok-cowok bening yang rajin perawatan, An. Gak kayak disini, cowoknya udah pada rumeuk (buram) semua.” Keluhnya. Lagi-lagi Caliana terkekeh mendengar jawaban sahabatnya.
“Udah, kerjain sana kerjaan gue sampe kelar. Bu Shelly ada nelepon gue.” Tanpa menunggu jawaban dari seberang sana, Caliana mengangkat panggilan dari atasannya itu. “Ya, Bu.”
“An, file saya ketinggalan di dalam mobil. Tolong ambilin ya. Bawa langsung ke lantai lima belas.” Perintah atasannya itu. Caliana mengiyakan dan dengan segera berjalan menuju lift yang akan membawanya ke basement dimana mobilnya diparkir.
Map yang dimaksud oleh atasannya itu memang berada di jok belakang mobilnya. Dengan segera Caliana meraih map itu dan kembali berjalan menuju lift.
Ia berjalan dengan cepat menuju lift supaya tidak membuat atasannya menunggu terlalu lama.
Caliana melirik lampu yang ada di atas ketiga lift di depannya dan ingin menggerutu karena sepertinya keinginannya untuk bergerak cepat tidak bisa sesuai dengan rencana. Sebenarnya Caliana bukan orang yang tidak sabaran. Hanya saja, melihat pasangan yang ada di depannya dia merasa risih dan ingin segera menjauh dari tempat itu. Sayangnya, untuk masuk ke dalam gedung lewat pintu depan, Caliana harus berjalan lebih jauh dan memutar karena tangga darurat juga tidak ada di area yang sama dengan lift.
Ya, di depannya kini ada sepasang pria dan wanita yang tampaknya hendak masuk ke lift yang sama dengannya. Dari penampilan keduanya, Caliana tahu bahwa mereka bukan orang biasa. Si pria mengenakan setelan jas rapi yang Caliana tahu pasti harganya mahal. Sementara si wanita mengenakan gaun berwarna merah menyala yang membungkus ketat tubuh berlekuknya yang tampak membulat di beberapa tempat. Jangan lewatkan belahan dada dan belahan pahanya. Dan sejujurnya, ingin sekali Caliana mendecih kala melihat si wanita dengan tak risihnya bergelayut manja di lengan si pria. Jika saja sahabatnya Gita ada disana, Caliana yakin mulut nyinyirnya akan merasa gatal seketika.
Baiklah. Caliana memutar bola matanya. Ini Jakarta. Semua hal bisa bebas ia lihat disini.
Dari tiga lift yang ada, pintu lift bagian tengah akhirnya terbuka. Caliana inginnya naik lift selanjutnya saja, tapi saat melihat layar di atasnya, ia kesal karena tampaknya kedua lift masih akan lama untuk bisa turun kembali ke basement itu. Belum lagi file yang ada di tangannya pasti sedang ditunggu oleh atasannya. Pada akhirnya yang bisa Caliana lakukan hanyalah menarik napas panjang dan turut masuk ke dalam ruang persegi yang tidak terlalu besar itu.
Melihat tombol yang ditekan ke lantai Sembilan belas, Caliana menduga bahwa kedua orang ini adalah tamu ekslusif perusahaan. Pantas saja si tamu bisa berpenampilan seminim itu tanpa mengindahkan kesopanan. Sultan mah bebas mau melakukan apapun dan dimanapun, betul begitu? Caliana kemudian menekan angka dimana lantai yang hendak ditujunya berada. Ia mencoba untuk diam saja, namun mendengar suara grasak-grusuk di belakangnya, mau tak mau dia mengetuk-ngetukan kakinya di lantai. Hanya supaya suara itu tidak masuk terlalu jauh dalam telinganya.
Ayolah, Caliana bukan bocah remaja yang tidak tahu apa yang dilakukan pasangan di belakangnya itu. Sudah tak bisa ia hitung banyaknya novel romantis yang ia baca dan bahkan film-film erotis dia lihat. Dan berada dalam posisi seperti ini mengingatkannya pada salah satu adegan dalam film yang hits di Indonesia pada jamannya. Kalian tentu tahu kan, film yang diperankan Jamie Dornan? Itu loh, Mr. Grey. Dalam salah satu filmya terdapat adegan saat Anastasia dan Christian berada di dalam lift setelah makan malam. Dan meskipun lift itu tidak kosong, Mr. Grey berani meraba-raba Anastasia. Dan sekarang, Caliana merasa bahwa dia sedang menjadi tokoh emak-emak yang terjebak di lift bersama pasangan hot itu.
Ya Tuhan. Ia benar-benar ingin menggelengkan kepala supaya pikiran joroknya hilang. Membayangkan kedua orang di belakangnya melakukan hal seperti itu membuat suhu tubuhnya memanas seketika. Refleks matanya menatap pantulan buram yang ada di hadapannya dan Caliana tahu bahwa kedua orang itu saling mendekatkan diri.
Caliana bersenandung dalam kepalanya seraya kembali mendongak dan melihat angka yang terus naik di sepersekian detiknya. Menghitung lantai demi lantai yang mereka lewati. Dan, Ting. Pintu lift terbuka di lantai lima belas. Dengan langkah cepat ia melangkah keluar dari pintu. Akhirnya, ia bisa menghela napas lega dan merasakan suasana yang lebih segar di luar kotak ber-AC itu.
“Ada yang bisa saya bantu?” Sapaan ramah seorang wanita menyapanya ketika Caliana sedang membersihkan pikirannya dari hal-hal mesum tentang apa yang akan dilakukan kedua orang itu setelah ia keluar.
“Ruang rapat dimana ya, Mba?” Tanya Caliana setelah yakin otaknya sudah kembali pada posisinya semula.
“Mba dari kantor cabang?” resepsionis itu kembali bertanya. Caliana menganggukkan kepalanya mengiyakan. “Mbak silahkan masuk terus, lewati dua pintu. Rapat seluruh cabang ada di pintu ketiga.” Caliana mengangguk mengerti dan mengikuti istruksi si resepsionis bernama Selin itu.
Ruangan pertama yang ia lewati, berdinding kaca tebal transparan. Di dalamnya tampak orang-orang sedang melakukan pembicaraan serius. Jelas itu rapat internal per divisi. Sama halnya dengan pintu ruangan yang kedua. Berkaca transparan juga dengan meja oval di dalamnya, namun tampak kosong.
Sementara pintu ketiga, berpintu kaca berwarna hitam. Mungkin jenis kaca yang bisa melihat keluar ruangan namun tak tertembus dari luar. Caliana baru pertama kali menginjakkan kakinya di kantor pusat, jadi ia mencoba memerhatikan keadaan sekelilingnya seperti orang norak.
Ia mengetuk pintu kaca tebal itu. Dari dalam seseorang membukakan pintu untuknya. "Saya cari Bu Shelly." Suaranya lirih. Wanita paruh baya yang mengenakan seragam biru muda berpolet merah itu membuka pintu lebih lebar.
Caliana masuk ke dalam dan memerhatikan bahwa ukuran ruangan itu merupakan gabungan dari ruang pertama dan kedua yang sebelumnya ia lewati. Meja berbentuk oval yang memenuhi ruangan itu hampir sepenuhnya di isi, kecuali dua kursi yang ada di paling ujung, yang memunggungi jendela.
Caliana melihat atasannya sedang berbincang dengan serius dengan seorang pria paruh baya. Ia mendekat ke arah atasannya dan menyapa pelan. "Oh, ya. Pak Septo. Kenalkan asisten saya, Caliana. Ana, ini Direktur keuangan kita, pak Septo." Ucap bu Shelly dengan ramah.
"Ini to orangnya. Cantik ya." Ucap pria paruh baya itu tanpa kesan genit sedikitpun. "Shelly itu galak nggak ndo?" Tanyanya masih dengan nada ramah.
"Sedikit, Pak." Jawab Caliana yang dibalas dengan cubitan pelan di pinggangnya.
"Jangan mulai ngadu ya kamu, mentang-mentang ketemu sama yang jabatannya lebih tinggu dari saya." Tegur bu Shelly dengan mata menyipit galak yang dibuat-buat.
"Iya bu, cuma kali ini aja kok." Jawabnya dengan senyum dikulum. Ia tahu bahwa kedua orang atasannya sedang bergurau. Jadi ia membalasnya dengan gurauan pula. "Lain kali kalo ketemu lagi, ngadunya agak banyakan deh." Lanjutnya datar, yang dijawab anggukan pelan dari Pak Septo.
"Boleh, boleh. Lain kali saya jadi pendengar yang baik." Janjinya tulus.
"Terus nasib saya sekarang gimana Bu?" Tanyanya bingung. Caliana datang kesini memang untuk menemani atasannya, namun bukan untuk menemaninya rapat. Karena dia bukan petinggi perusahaan seperti orang lain di ruangan ini.
"Kamu tunggu di lobi boleh, atau di kantin boleh. Asal jangan pulang. Supaya nanti kalau meeting nya selesai saya bisa langsung nemuin kamu." Perintah halus managernya itu. Caliana hanya mengangguk mengerti dan meninggalkan ruangan.
Ia kembali menuju resepsionis dan menanyakan dimana kantin berada. Ia akan menunggu managernya di kantin sembari makan dan membaca novel yang baru saja ia unduh via aplikasi berbayar di ponselnya.
Baru saja hendak menuju lift, ia melihat pria yang tadi berada di dalam lift bersama wanita seksi itu berdiri di hadapannya, bersama seorang pria yang dikenal Caliana.
"Kamu nemenin Bu Shelly?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Lucas. Caliana menjawab dengan anggukan pelan.
"Iya, Pak. Biasa, jadi supri."
"Lamaran aku buat jadi supri aku masih berlaku loh, Na."
"Engga ah Pak, kalo jadi supri bapak yang ada malah saya dikeroyok masal. Saya mah cari aman aja Pak."
"Kamu mah gitu. Padahal aku udah ngarep banget loh." Rayunya dengan manja. Caliana hanya menjawab dengan senyuman. Keduanya seolah tidak ingat ada sosok lain yang berdiri menjulang tinggi di samping mereka dengan tatapan tajam dan rahang yang terkatup rapat sampai akhirnya si pria berdeham pelan. Lucas menoleh dan tersipu. "Aku meeting dulu ya. Kamu stay sampai selesai, kan?" Caliana hanya menjawab dengan anggukan. Ia membungkuk memberi hormat pada Lucas dan pria di sampingnya, meskipun ia tidak tahu pria itu siapa dan jabatannya sebagai apa. Tapi satu yang pasti, pria itu pasti bukan hanya sekedar karyawan seperti dirinya.
Adskhan dibuat terkejut ketika dia keluar dari lobi apartemennya dan mendapati sosok wanita cantik bergaun merah seksi sudah menunggunya disana. Model cantik yang saat ini menjadi brand ambassador perusahannya itu melambaikan tangannya yang mengenakan berlian mahal dengan senyumnya yang khas. Bukannya membalas senyum wanita itu, Adskhan malah menatapnya tajam.
Ruangan kelas sudah mulai sepi karena sebagian penghuninya sudah pergi ke kantin untuk makan siang. Carina masih duduk di tempatnya dengan buku di tangannya. Mengeluhkan nilai matematika yang baru saja diterimanya.“Sial!” umpat remaja itu dengan suara desisan.Sahabatnya yang duduk di sampingnya melirik lewat sudut matanya. “Jelek lagi?” tanyanya menunjukkan cengirannya.Carina menoleh pada wajah gadis cantik keturunan Turki itu kemudian mendelik. “Puas? Mentang-mentang dapet nilai gede terus ngeledek nilai aku?” ketusnya kesal.Syaquilla, si gadis bermata keemasan yang cantik itu mengangguk senang. “Seenggaknya aku tahu ada sesuatu yang gak bisa Carin lakuin. Itu matematika.” Kekehnya senang.
JakartaRuangan itu dipenuhi rak-rak tinggi yang mencapai langit-langit dan dipenuhi buku-buku dari berbagai macam genre. Entah itu buku akademik ataupun novel. Cerita romantis maupun horror ada di dalam sebagian buku yang tersusu rapi di sana. Adskhan memasuki ruangan itu karena sang ayah memanggilnya.“Ada apa Baba memanggilku kesini?” tanyanya seraya duduk di sofa kulit mewah yang ada dalam perpustakaan pribadi ayahnya itu.
Bandung
Kediaman LeventPasangan lanjut usia itu menatap cucunya dengan tatapan memohon. “GrannydanBabamau kamu ikut. Tidak akan lama kok, hanya dua minggu. Setelah pernikahan bibimu selesai, kita beristirahat beberapa hari sebelum kemudian pulang ke Indonesia lagi.” Bujuk Sir Ahmed pada cucunya.Nyonya Helena turut mengangguk. “Lagipula ujian tengah semester masih lama."
Minggu pagi, Caliana mengantarkan ibunya menuju bandara. Tidak membuang banyak waktu karena setelah mengeluarkan kopernya dari dalam mobil, mereka langsung kembali pergi karena memang Nyonya Nurma sendiri yang memintanya.“Jadi, bagaimana dengan Syaquilla?” tanyanya saat mereka sudah keluar dari area parkir bandara.
Lima belas menit kemudian, dia sudah kembali ke mejanya dan mematikan komputernya.Suara langkah kaki terdengar dari balik punggungnya. Caliana menoleh dan melihat atasannya tengah tersenyum padanya. "Jadinya lembur juga?" Ledek wanita menjelang paruh baya itu.Caliana mengedikkan bahu. "Mau gimana lagi, Bu. Namanya juga bawahan, ya nurut aja daripada dipecat.” Jawabnya dengan asal.“Anak baik.” Jawab Bu Shelly seraya menepuk pundak Caliana. “S
Tempat makan itu, meskipun kaki lima tapi tampak luas dan sudah hampir penuh. Ada beberapa meja panjang yang berjejer rapi dengan deretan tempat sambal dan tempat minum. Carina dan Syaquilla berjalan menuju sudut yang masih kosong, sementara Caliana mengikuti di belakang mereka dan Adskhan di belakangnya.Mereka duduk berhadapan di sebuah meja panjang yang bisa diisi 5-6 orang perbangku nya. Caliana menyerahkan selembar kertas yang sudah dilaminating ke arah Adskhan. Kertas yang berisi menu beserta harga makanan disana. Ia mengerutkan keningnya, bingung dengan apa yang akan dipesannya sementara Carina dan Syaquilla sudah anteng dengan telunjuk mereka di atas kertas, merundingkan makanan yang hendak mereka makan.
“Kenyang?” tanya Caliana dengan dahi berkerut.Adskhan dengan sengaja kembali menekankan bagian bawah tubuhnya sehingga Caliana terbelalak. “Kau tahu apa maksudku, kan?” Bisik Adskhan di telinga gadis itu sehingga mau tak mau membuat Caliana bergidik ngeri. Bibir pria itu menggodanya, mulai mengusap bagian sisi wajahnya sehingga tanpa sadar Caliana mendongak dan memberikan pria itu kesempatan untuk menjelajah ceruk lehernya yang ramping. “Bisakah aku meminta hak ku sekarang?” tanyanya dengan nada memohon.Caliana menggelengkan kepala. “Kenapa lagi sekarang?” tanya Adskhan dengan nada merengek.“Tubuhmu bau,” ucap Caliana seraya mengernyitkan hidungnya. “Pergi sana mandi.” Perintahnya seraya membalikkan tubuh Adskhan dan mendorongnya masuk ke dalam kamarnya hingga pria itu mencapai kamar mandinya.Adskhan ingin menolak, namu
Adskhan menghentikan mobilnya di luar rumah Caliana. Membuka gerbangnya dengan kunci cadangan yang sudah ia miliki sejak lama.Mobil Caliana belum beranjak dari tempatnya. Masih disana sejak kali terakhir Adskhan datang ke kediaman calon istrinya itu sebelum akhirnya keluarga Caliana melakukan pingitan pada mereka berdua.Entahlah, mungkin Caliana bisa mendengar kala pintu gerbang rumahnya dibuka atau tidak. Tapi yang jelas, istrinya itu sama sekali tidak menyambutnya karena kediaman Caliana terasa hening. Apa Gilang mengerjainya? Siapa yang tahu bahwa sebenarnya Caliana tidak benar-benar kembali ke rumahnya.Ia membuka pintu depan dan masuk dengan mengucapkan salam. Namun lagi-lagi, tidak ada yang menjawabnya. Saat Adskhan melihat pintu kamar Caliana sedikit terbuka, ia masuk ke dalamnya. Caliana tidak ada disana. Yang ada hanya koper kecil yang tadi Caliana bawa dari ruang ganti kamar hotel.&ldquo
Dengan cepat Anastasia berlari mengejar Adskhan. Wanita itu memanggil nama Adskhan berulang-ulang namun Adskhan memilih mengabaikannya. Hingga akhirnya stiletto Anastasia berhasil membawanya mendekati Adskhan. Wanita itu seketika mengulurkan tangannya dan meraih lengan Adskhan yang kemudian Adskhan tepis dengan kasar.“Adskhan, dengarkan aku. Kumohon. Aku benar-benar menyesal. Aku minta maaf.” Ucapnya dengan nada merengek. Wanita itu kembali mencoba meraih tangan Adskhan yang kemudian kembali Adskhan tepis sehingga membuat wanita itu kali ini terjatuh sampai bersimpuh di atas lantai marmer yang dingin. tak ingin kalah, Anastasia memeluk kaki Adskhan dengan kedua tangannya hingga Adskhan terpaksa menghentikan langkahnya. “Aku sungguh-sungguh minta maaf.” Ucapnya lagi dengan nada memelas. Memohon belas kasihan pria itu setelah akhirnya ia tersadar bahwa semua ucapan yang Adskhan katakan di dalam kamar tadi bukanlah perkataan main-main. “Aku.. aku&h
Ia tiba di sebuah hotel berbintang lima yang mewah yang masih berada di sekitaran Dago. Segera setelah memarkirkan mobilnya Adskhan langsung menuju ke kamar hotel yang disebutkan oleh Dilara saat ia menghubungi sepupunya itu tadi. Disana, didalam kamar mewah yang disewa mantan istrinya itu, ada ibu Adskhan, Nyonya Helena yang duduk berdampingan dengan suaminya, Sir Ahmed. Sementara Dilara, berdiri dengan pinggul bersandar pada kursi bar dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Jangan tanyakan dimana anak dan suaminya. Adskhan tebak bahwa iparnya itu sedang menunggu mereka di suatu tempat.Ketiga anggota keluarganya itu tampak menunjukkan ekspresi yang berbeda. Tentu dengan isi kepala yang berbeda pula yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin sebenarnya ada di dalam kepala Adskhan sendiri.Sementara itu, di sisi lain ruangan. Tepat di atas sofa yang memunggungi jendela, tampak dua wanita duduk bersisian. Satu Anastasia, wanita yan
Kemeriahan yang berakhir dengan perasaan kacau balau itu akhirnya selesai. Caliana kembali ke ruang ganti dengan langkah cepat yang ia bisa. Gita yang mengikutinya hanya bisa melihat sahabatnya itu dengan tatapan tanya. Apa yang terjadi pada jam-jam terakhir pesta? Itulah pertanyaan yang ada di kepalanya namun tak berani gadis itu utarakan pada sahabatnya. Padahal sebelumnya Gita melihat Caliana begitu gembira dan selalu penuh senyum setiap bertemu tamunya. Apa yang membuat ekspresi itu hilang dalam sekejap?Caliana duduk di atas kursi dengan tatapan terarah pada cermin besar di hadapannya. Para MUA sudah mulai membantu untuk melepas riasan kepalanya sementara yang lain mulai membersihkan make-up yang menempel di wajahnya. Tak lama setelahnya, Adskhan masuk dengan tatapan terarah langsung pada Caliana.“Sayang.” Panggil pria itu dengan lirih.Caliana menoleh sejenak sebelum kemudian berkata dengan pelan. &ldq
Acara demi acara berlangsung sesuai dengan instruksi dari pembawa acara.Bahagia? Tentu saja Caliana bahagia. Terlebih melihat bagaimana tingkah konyol Gita yang bahkan tak segan untuk meramaikan acara bersama Gilang dan beberapa teman kantornya yang diundang dalam acara pernikahan yang sebetulnya membuat mereka sendiri heran. Pasalnya, keabsenan Caliana di kantor pun sudah cukup mengejutkna, sekarang mereka tiba-tiba dihadiahkan dengan kabar pernikahan yang tak pernah mereka lihat tanda-tanda hubungannya.“Gue udah curiga waktu si boss datang ke nikahan gue. Taunya emang ada keju dibalik bakso ya Na.” itulah bisikan Chandra saat temannya itu datang bersama istrinya. Caliana hanya bisa tersenyum menjawab kalimat bernada tuduhan itu.Tak sampai disana. Sahabat baiknya yang juga kini sudah sah menjadi iparnya, Gisna. Kini sedang berdiri di atas panggung bersama seorang penyanyi pria yang ternyata juga diundang
Waktu berlalu begitu saja. Disela waktunya mengurus café, Caliana disibukkan dengan persiapan pernikahannya yang bisa dikatakan teramat singkat. Jika normalnya semua urusan pernikahan menjadi urusan keluarga wanita. Berbeda dengan Caliana. Dia lebih banyak membicarakan urusan pernikahan dengan ibu dan tante Adskhan. Karena sampai saat ini, ibunya masih saja menjaga jarak dan bersikap dingin padanya.Sejak saat pertunangan mereka, Caliana juga tidak pernah kembali ke kediaman Rafka. Dia lebih memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri dan menghabiskan waktunya lebih banyak dengan Gilang, Carina dan juga Syaquilla yang belakangan lebih sering menginap di kediamannya. Sementara untuk penjembatan urusan pernikahan dilakukan oleh Gilang.Seperti saat ini. Saat Caliana, Adskhan, Carina dan Syaquilla baru saja selesai makan malam. Kakak kembarnya itu datang dengan sebuah buku catatan yang ia gulung dan ia masukkan kedalam saku celananya. Pria itu memberikan buku i
Acara selesai dengan cepat. Setelah penukaran cincin, sisanya dilakukan dengan berbasa-basi sampai semua tamu undangan bubar dan kembali ke kediaman masing-masing. Hanya tersisa keluarga inti di kediaman Caliana dan keluarga Adskhan juga semuanya sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kini, Adskhan dan kedua kakak laki-laki Caliana sedang berbincang serius mengenai masalah bisnis. Sementara Gilang sudah kembali ke kediamannya karena nanti malam dia harus bekerja, dan ibunya? Wanita itu kini sedang merajuk dengan bersembunyi di kamarnya.Caliana bukannya ingin menjadi anak durhaka dan membiarkan ibunya marah terus menerus. Tapi dia hanya ingin memberikan dirinya dan juga ibunya waktu. Waktu bagi dirinya untuk merangkai kata demi meminta pengampunan ibunya. dan waktu bagi ibunya untuk tahu bahwa sudah waktunya dia membiarkan Caliana memilih pilihannya sendiri.Saat waktu hendak beranjak magrib, Adskhan memilih untuk mengundurkan diri. Tak ingin berdiam diri di ruma
Nyonya Nurma jelas memandang anak-anaknya dengan tatapan tajam. Semua orang berkonspirasi melawannya. Sekarang dia bisa apa? Bahkan si sulung yang biasanya menurut saja kini sudah mengikuti tingkah adik-adiknya.Matanya juga memandang para tamu undangan yang tampak memandang ke arah mereka. Meskipun tidak saling berbisik, jelas sekali tatapan mereka mengandung tanya. Dan Nyonya Nurma merasa dirinya sudah kalah. Telak!Sebuah senyum penuh kepura-puraan yang ditemani dengan antusiasme yang juga sama hanya sekedar sandiwara terpaksa ia tunjukan. Wanita itu mengulurkan tangannya pada pasangan tertua Levent dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke bagian dalam rumah dimana kursi-kursi yang tadinya disiapkan untuk calon menantu pilihannya dan calon besannya kini akan dikuasai oleh keluarga Levent.Sementara keluarga Adskhan yang dibimbing Rafka dan istrinya menuju kursi mereka. Nyonya Nurma menarik lengan Caliana dengan