Ruangan kelas sudah mulai sepi karena sebagian penghuninya sudah pergi ke kantin untuk makan siang. Carina masih duduk di tempatnya dengan buku di tangannya. Mengeluhkan nilai matematika yang baru saja diterimanya.
“Sial!” umpat remaja itu dengan suara desisan.
Sahabatnya yang duduk di sampingnya melirik lewat sudut matanya. “Jelek lagi?” tanyanya menunjukkan cengirannya.
Carina menoleh pada wajah gadis cantik keturunan Turki itu kemudian mendelik. “Puas? Mentang-mentang dapet nilai gede terus ngeledek nilai aku?” ketusnya kesal.
Syaquilla, si gadis bermata keemasan yang cantik itu mengangguk senang. “Seenggaknya aku tahu ada sesuatu yang gak bisa Carin lakuin. Itu matematika.” Kekehnya senang. Lagi-lagi Carina hanya mendelik. “Rin,” panggilnya.
“Hmm..” jawab Carina seraya memasukkan bukunya kembali ke dalam tas ranselnya yang berwarna biru muda.
“Granny sama Baba ngajakin aku weekend ke Jakarta. Ikut yuk?” ajaknya dengan nada memelas manja.
Carina memajukan bibirnya seraya berpikir. “Kayaknya enggak deh.” Tolaknya.
“Kenapa?” Syaquilla memandang Carina sedih.
“Weekend ini aku udah ada janji sama Itan. Dia kan baru gajian, jadi Itan mau traktir jalan-jalan sama makan.” Jawaban Carina yang antusias semakin membuat Syaquilla sedih.
“Carin, ih. Padahal aku mau kenalin kamu sama Papa aku.” Jawabnya lagi.
Carina mengedikkan bahu. “Ngapain aku kenalan sama Papa kamu? Udah tahu juga, kan kamu sering lihatin wajahnya dari hape.” Jawabnya datar.
Syaquilla kembali mencebik. Carina memandang sahabatnya dan merasa kasihan di saat bersamaan. Meskipun ia terkadang merasa mendapat perlakuan tak adil dari kedua orangtuanya yang lebih memperhatikan adik laki-lakinya, tapi ia merasa lebih beruntung karena setidaknya dia memiliki orang tua yang utuh. Yang akan selalu ada untuknya jika dia membutuhkan mereka. Sementara Syaquilla. Carina tahu bahwa sejak kecil dia tinggal bersama kakek dan neneknya karena ayahnya terlalu sibuk dengan dunianya. Dan tentang ibunya? Smpai saat ini, yang Carina tahu Syaquilla sendiri bahkan tidak pernah tahu seperti apa wajahnya. Entah ibunya itu masih hidup ataupun tidak.
Tapi meskipun tidak pernah tinggal bersama ayahnya. Sebagai seorang anak, Syaquilla sangat mencintai dan mengaguminya. Setiap ada kesempatan, yang selalu Syaquilla lontarkan hanyal pujian dan kekagumannya akan sang ayah. Mungkin, jika Carina berada di posisi Syaquilla, dia akan membenci ayahnya sendiri. tapi begitulah Syaquilla, dia gadis yang teramat baik dan memiliki terlalu banyak cinta. Dan terkadang, Carina bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ayah sahabatnya itu menyayangi Syaquilla juga?
Awal-awal pertemuannya dengan Syaquilla, Carina menduga bahwa gadis itu sangat sombong. Hanya karena dia memiliki paras cantik—mengingat dia seorang berdarah campuran—dan juga kaya, dia bahkan tidak bergaul dengan teman sebangkunya. Sampai suatu saat Carina membicarakan hal ini dengan tantenya, Caliana. Tantenya justru malah balik mencemooh dan menasehatinya.
“Jangan menilai seseorang dari apa yang kamu dengar. Jangan pula menilai seseorang hanya karena kesan pertama kamu melihatnya. Bisa saja dia tidak bergaul karena memang dia tidak bisa bergaul. Dan tadi kamu bilang dia anak blasteran? Bisa saja dia memiliki kendala bahasa.” Carina masih mengingat ucapan tantenya saat itu. “Atau bisa jadi, dia itu sosok yang pemalu. Dan karena kamu itu anak yang gak tahu malu, kenapa bukan kamu dulu yang ngajak dia temenan?”
Dan keesokan harinya, Carina melakukan apa yang disarankan tantenya. Ia dengan sengaja mendekati Syaquilla dan mengajaknya berkenalan. Dan yang mengejutkannya, apa yang dikatakan tantenya itu memang benar. Karena setelah sebulan masa pendekatan, sosok Syaquilla yang pendiam dan pemalu itu menghilang. Malah dia bisa lebih cerewet daripada Carina. Pada akhirnya Carina juga tahu kalau kalau sebenarnya Syaquilla baru saja pindah dan kini tinggal di komplek perumahan yang tak jauh dari tempatnya tinggal.
Syaquilla juga mengenalkannya pada kakek dan neneknya yang sahabatnya itu panggil dengan sebutan Granny dan Baba. Percaya atau tidak, pada awalnya Carina takut mengunjungi kediaman Syaquilla yang lebih pantas disebut sebagai istana. Belum lagi dia memiliki satpam dan banyak pekerja yang bekerja di rumahnya. Syaquilla lebih seperti princess yang ada di buku dongeng yang sering dia baca.
Belum lagi melihat nenek sahabatnya. Granny Helena.
Semua orang yang mengenal nenek Carina pasti tahu kalau Oma Nurma itu dikenal memiliki sifat yang cerewet dan banyak bicara. Suka nyinyir dan menilai orang seenaknya. Bahkan tidak jarang Carina diceramahi hanya karena melakukan sesuatu yang beliau anggap tak pantas. Dan hal itu berbanding terbalik dengan nenek Syaquilla.
Kesan pertama Carina melihat Grannya adalah, takut. Bagaimana tidak, melihat tatapannya yang tajam dan ekspresi wajahnya yang datar, Carina menduga kalau Granny sahabatnya itu akan mengusirnya saat itu juga. Atau setidaknya akan mengatakan pada Syaquilla untuk tidak lagi berteman dengannya setelah itu. tapi Carina salah. Ia kembali mengingat ucapan tantenya untuk tidak menilai seseorang dari kesan pertama. Karena ternyata, lagi-lagi ia salah. Nenek Syaquilla itu luarrrrr biasa baiknya. Dan bahkan sekarang, setelah ia berteman cukup lama dengan Syaquilla, Carina merasa kalau dia menjadi cucu kedua Granny. Karena apapun, saat beliau pergi kemanapun, jika beliau membeli sesuatu untuk Syaquilla, beliau juga akan membelikannya untuk Carina. Bukankah itu semacam keberuntungan juga untuknya?
“Rin, ikut ya?” bujukan Syaquilla kembali membuat Carina tersadar akan kenyataan.
“No No No, Qilla.” Tolak Carina lagi. Syaquilla memandang Carina dengan wajah cemberut dan kemudian berjalan meninggalkan kelas sambil menghentakkan kaki. Carina membiarkannya saja, toh pada akhirnya Syaquilla akan kembali juga padanya.
Diamnya Syaquilla hanya bertahan hingga jam pelajaran pertama setelah istirahat usai. Karena setelahnya gadis itu kembali mendekat dan mereka kembali mengerjakan tugas bersama.
“Jadi nginep di rumah?” tanya Carina saat jam pelajaran usai. Syaquilla mengangguk. Keduanya berjalan menuju gerbang sekolah. Yang Carina suka dari keluarga Syaquilla, meskipun mereka kaya, mereka benar-benar mengajarkan kemandirian pada Syaquilla. Buktinya, mereka dengan sengaja membiarkan Syaquilla menggunakan kendaraan umum alih-alih diantar jemput supir pribadi. Nenek Syaquilla mengatakan, itu supaya Syaquilla terlatih. Supaya Syaquilla tahu kendaraan umum apa yang bisa dia gunakan jika suatu saat ada dalam keadaan terdesak.
Mereka naik angkutan umum yang mengantarkan mereka ke komplek perumahan Carina. Setelahnya mereka berjalan beberapa ratus meter sampai akhirnya tiba di depan sebuah rumah berlantai dua.
Ya, Carina juga sebenarnya bukanlah kalangan orang biasa. Bisa dikatakan kalau kehidupannya ekonomi keluarganya juga berada di level menengah ke atas. Mendiang kakeknya adalah seorang pemilik pabrik semen. Yang kini usahanya dilanjutkan oleh ayah Carina sendiri dan diperluas ke pabrik bata dan genteng. Dibandingkan dengan Syaquilla, Carina sebenarnya bisa dikatakan lebih beruntung. Karena neneknya memiliki tiga orang putra dan satu orang putri.
Putra pertama neneknya itu adalah ayah Carina sendiri, Rafka. Beliau menikah dan memiliki Carina serta adiknya Revano. Dan kini, ibunya tengah mengandung anak ketiga. Lalu putra kedua neneknya itu, adik ayahnya bernama Fathur. Beliau menikah dan kini tinggal di Surabaya. Selama tiga tahun masa pernikahannya, mereka belum memiliki anak. Lantas di kelahiran ketiga, neneknya itu melahirkan sepasang kembar laki-laki dan perempuan yang diberi nama Gilang untuk laki-laki dan Caliana untuk si perempuan.
Dan sampai sejauh ini, dari adik-adik ayahnya, Carina hanya bisa dekat dengan Caliana. Mungkin karena dia merupakan satu-satunya anak perempuan di keluarga ayahnya. Dan bagi Carina, ia lebih nyaman untuk menceritakan segala sesuatu tentang masalahnya pada tantenya itu. Dan bahkan, jika dia menginginkan sesuatu, dia lebih berani meminta kepada Caliana dan Gilang daripada kepada kedua orangtuanya.
Carina dan Syaquilla masuk ke dalam rumah. Mengucap salam dan hanya mendapat jawaban dari asisten rumah tangga ibunya yang sudah lanjut usia. Orang-orang tampaknya belum kembali. Rumah besar itu memang hanya diisi oleh keluarga Carina dan juga neneknya. Sementara untuk Gilang dan Caliana sendiri, meskipun mereka belum menikah, tapi mereka sudah memiliki tempat tinggal mereka masing-masing dan tampak nyaman tinggal disana.
Mereka langsung naik ke lantai dua dimana kamar Carina berada dan memilih untuk berisitirahat saja disana. “Itan bakal dateng kesini?” tanya Syaquilla sesaat setelah mereka masuk ke dalam kamar.
“Kenapa? kangen?” ejek Carina. Syaquilla tersenyum tersipu lalu kemudian mengangguk. Carina sendiri bertanya-tanya dalam hati, apa yang membuat Syaquilla begitu menyukai tantenya. Karena sahabatnya itu seringkali bertanya tentang Caliana.
Baiklah, Carina sebenarnya juga tidak bisa memungkiri kalau dia mengagumi adik bungsu ayahnya itu. bahkan neneknya seringkali memuji dan membandingkan Carina dengannya. Bukan hanya karena kemiripan nama, tapi dalam segala hal, Caliana selalu dijadikan pembandingnya. Begitu juga yang dilakukan ayahnya, Rafka.
Caliana, adik bungsu ayahnya itu memang tergolong wanita cerdas. dia juga bukan tipe anak manja meskipun menjadi satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Dia sosok pekerja keras yang sebenarnya Carina kagumi.
Carina tidak tahu berapa sebenarnya nilai tes IQ tantenya itu. Yang jelas, kedua kembar itu lulus SMA di usia enam belas tahun karena berhasil lolos akselerasi. Setelahnya tantenya bisa lulus dengan cumlaude di usianya yang ke sembilan belas tahun dan bahkan langsung mengambil S2 setelahnya. Dia pandai mengelola keuangan. Saat mendiang kakek meninggal dan membagikan warisan, tantenya menggunakan uang itu untuk investasi dan bahkan dari investasi itu dia sekarang memiliki rumah yang bisa dikatakan mewah.
Tantenya juga memiliki bisnis di bidang kuliner—yang mengejutkannya—bisnisnya itu juga berjalan dengan sangat lancar. Dia wanita yang kaya di usia yang terhitung masih muda, tapi herannya, dia malah bekerja di perusahaan orang lain. Bukannya bekerja bersama ayahnya atau pamannya atau fokus di bisnisnya sendiri. itulah yang seringkali membuat Carina bingung. Sebingung dia memahami karakter tantenya itu.
Percaya atau tidak, Carina seringkali menganggap tantenya itu aneh. Semua orang yang pertama kali melihatnya selalu menjadikan kata ‘jutek’ sebagai penilaian pertama. Padahal sebenarnya, tantenya tidak seperti itu. Tantenya itu memang terbilang unik. Dia bisa menjadi dingin tapi kemudian lembut di detik selanjutnya. Dia bisa bersikap cuek, tapi juga perhatian di waktu bersamaan. Orang bilang sifatnya itu moody dan memang begitulah dia. Tapi lebih dari itu, tantenya itu sosok yang sangat penyayang. Meskipun dia membantu orang dengan pilih-pilih.
“Rin?” Syaquilla lagi-lagi membuat Carina tersadar dari lamunannya.
“Hmm..”
“Semisal Itan jadi mamanya Qilla, dia mau gak ya?” pertanyaan itu membuat mulut Carina menganga seketika.
JakartaRuangan itu dipenuhi rak-rak tinggi yang mencapai langit-langit dan dipenuhi buku-buku dari berbagai macam genre. Entah itu buku akademik ataupun novel. Cerita romantis maupun horror ada di dalam sebagian buku yang tersusu rapi di sana. Adskhan memasuki ruangan itu karena sang ayah memanggilnya.“Ada apa Baba memanggilku kesini?” tanyanya seraya duduk di sofa kulit mewah yang ada dalam perpustakaan pribadi ayahnya itu.
Bandung
Kediaman LeventPasangan lanjut usia itu menatap cucunya dengan tatapan memohon. “GrannydanBabamau kamu ikut. Tidak akan lama kok, hanya dua minggu. Setelah pernikahan bibimu selesai, kita beristirahat beberapa hari sebelum kemudian pulang ke Indonesia lagi.” Bujuk Sir Ahmed pada cucunya.Nyonya Helena turut mengangguk. “Lagipula ujian tengah semester masih lama."
Minggu pagi, Caliana mengantarkan ibunya menuju bandara. Tidak membuang banyak waktu karena setelah mengeluarkan kopernya dari dalam mobil, mereka langsung kembali pergi karena memang Nyonya Nurma sendiri yang memintanya.“Jadi, bagaimana dengan Syaquilla?” tanyanya saat mereka sudah keluar dari area parkir bandara.
Lima belas menit kemudian, dia sudah kembali ke mejanya dan mematikan komputernya.Suara langkah kaki terdengar dari balik punggungnya. Caliana menoleh dan melihat atasannya tengah tersenyum padanya. "Jadinya lembur juga?" Ledek wanita menjelang paruh baya itu.Caliana mengedikkan bahu. "Mau gimana lagi, Bu. Namanya juga bawahan, ya nurut aja daripada dipecat.” Jawabnya dengan asal.“Anak baik.” Jawab Bu Shelly seraya menepuk pundak Caliana. “S
Tempat makan itu, meskipun kaki lima tapi tampak luas dan sudah hampir penuh. Ada beberapa meja panjang yang berjejer rapi dengan deretan tempat sambal dan tempat minum. Carina dan Syaquilla berjalan menuju sudut yang masih kosong, sementara Caliana mengikuti di belakang mereka dan Adskhan di belakangnya.Mereka duduk berhadapan di sebuah meja panjang yang bisa diisi 5-6 orang perbangku nya. Caliana menyerahkan selembar kertas yang sudah dilaminating ke arah Adskhan. Kertas yang berisi menu beserta harga makanan disana. Ia mengerutkan keningnya, bingung dengan apa yang akan dipesannya sementara Carina dan Syaquilla sudah anteng dengan telunjuk mereka di atas kertas, merundingkan makanan yang hendak mereka makan.
Caliana berjalan masuk ke dalam gedung sambil memijat pelipisnya. Kepalanya berdenyut nyeri karena semalam ia tidak bisa tidur dengan cukup dan itu semua karena kedua remaja yang menginap di tempatnya terus menerus mengganggunya dan baru berhenti pada pukul sebelas malam saat mereka tertidur. Sementara setelahnya Caliana tidak bisa langsung beristirahat karena ia harus menyelesaikan laporannya. Alhasil baru pukul dua malam ia bisa naik ke atas tempat tidurnya dan itupun ia tidak tahu pukul berapa ia benar-benar terlelap dalam tidurnya. Sementara pukul lima pagi ia harus kembali bangun untuk menunaikan kewajibannya. Biasanya, jika begadang seperti itu Caliana bisa mencuri waktu satu sampai satu setengah jam untuk kembali tidur. Namun kali ini ia tidak bisa karena harus membuatkan sarapan bagi kedua remaja itu. Dan efeknya kini baru Caliana rasakan.
“Pertanyaan saya, kenapa saya?” Tanpa segan gadis itu mengajukan pertanyaan yang ada dalam kepalanya. Adskhan seketika turut mengerutkan dahi mendengar pertanyaan gadis itu, namun sebelum dia bertanya, Caliana kembali bersuara. “Bukannya saya tidak ingin membantu. Seperti yang saya katakan pada Anda sebelumnya. Saya tidak terlalu dekat dengan Syaquilla. Dan sejauh yang saya tahu, Anda memiliki keluarga yang lebih dekat dengan Syaquilla. Sir Lucas misalnya. Jadi kenapa Anda tidak meminta bantuan beliau?”Masuk akal. Pikir Adskhan. Seperti yang sudah Adskhan duga sebelumnya, Caliana memang berbeda daripada wanita kebanyakan. Jika wanita pada umumnya justru akan menjadikan ini semua kesempatan untuk mencari perhatian Adskhan, maka Caliana tidak. J
“Kenyang?” tanya Caliana dengan dahi berkerut.Adskhan dengan sengaja kembali menekankan bagian bawah tubuhnya sehingga Caliana terbelalak. “Kau tahu apa maksudku, kan?” Bisik Adskhan di telinga gadis itu sehingga mau tak mau membuat Caliana bergidik ngeri. Bibir pria itu menggodanya, mulai mengusap bagian sisi wajahnya sehingga tanpa sadar Caliana mendongak dan memberikan pria itu kesempatan untuk menjelajah ceruk lehernya yang ramping. “Bisakah aku meminta hak ku sekarang?” tanyanya dengan nada memohon.Caliana menggelengkan kepala. “Kenapa lagi sekarang?” tanya Adskhan dengan nada merengek.“Tubuhmu bau,” ucap Caliana seraya mengernyitkan hidungnya. “Pergi sana mandi.” Perintahnya seraya membalikkan tubuh Adskhan dan mendorongnya masuk ke dalam kamarnya hingga pria itu mencapai kamar mandinya.Adskhan ingin menolak, namu
Adskhan menghentikan mobilnya di luar rumah Caliana. Membuka gerbangnya dengan kunci cadangan yang sudah ia miliki sejak lama.Mobil Caliana belum beranjak dari tempatnya. Masih disana sejak kali terakhir Adskhan datang ke kediaman calon istrinya itu sebelum akhirnya keluarga Caliana melakukan pingitan pada mereka berdua.Entahlah, mungkin Caliana bisa mendengar kala pintu gerbang rumahnya dibuka atau tidak. Tapi yang jelas, istrinya itu sama sekali tidak menyambutnya karena kediaman Caliana terasa hening. Apa Gilang mengerjainya? Siapa yang tahu bahwa sebenarnya Caliana tidak benar-benar kembali ke rumahnya.Ia membuka pintu depan dan masuk dengan mengucapkan salam. Namun lagi-lagi, tidak ada yang menjawabnya. Saat Adskhan melihat pintu kamar Caliana sedikit terbuka, ia masuk ke dalamnya. Caliana tidak ada disana. Yang ada hanya koper kecil yang tadi Caliana bawa dari ruang ganti kamar hotel.&ldquo
Dengan cepat Anastasia berlari mengejar Adskhan. Wanita itu memanggil nama Adskhan berulang-ulang namun Adskhan memilih mengabaikannya. Hingga akhirnya stiletto Anastasia berhasil membawanya mendekati Adskhan. Wanita itu seketika mengulurkan tangannya dan meraih lengan Adskhan yang kemudian Adskhan tepis dengan kasar.“Adskhan, dengarkan aku. Kumohon. Aku benar-benar menyesal. Aku minta maaf.” Ucapnya dengan nada merengek. Wanita itu kembali mencoba meraih tangan Adskhan yang kemudian kembali Adskhan tepis sehingga membuat wanita itu kali ini terjatuh sampai bersimpuh di atas lantai marmer yang dingin. tak ingin kalah, Anastasia memeluk kaki Adskhan dengan kedua tangannya hingga Adskhan terpaksa menghentikan langkahnya. “Aku sungguh-sungguh minta maaf.” Ucapnya lagi dengan nada memelas. Memohon belas kasihan pria itu setelah akhirnya ia tersadar bahwa semua ucapan yang Adskhan katakan di dalam kamar tadi bukanlah perkataan main-main. “Aku.. aku&h
Ia tiba di sebuah hotel berbintang lima yang mewah yang masih berada di sekitaran Dago. Segera setelah memarkirkan mobilnya Adskhan langsung menuju ke kamar hotel yang disebutkan oleh Dilara saat ia menghubungi sepupunya itu tadi. Disana, didalam kamar mewah yang disewa mantan istrinya itu, ada ibu Adskhan, Nyonya Helena yang duduk berdampingan dengan suaminya, Sir Ahmed. Sementara Dilara, berdiri dengan pinggul bersandar pada kursi bar dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Jangan tanyakan dimana anak dan suaminya. Adskhan tebak bahwa iparnya itu sedang menunggu mereka di suatu tempat.Ketiga anggota keluarganya itu tampak menunjukkan ekspresi yang berbeda. Tentu dengan isi kepala yang berbeda pula yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin sebenarnya ada di dalam kepala Adskhan sendiri.Sementara itu, di sisi lain ruangan. Tepat di atas sofa yang memunggungi jendela, tampak dua wanita duduk bersisian. Satu Anastasia, wanita yan
Kemeriahan yang berakhir dengan perasaan kacau balau itu akhirnya selesai. Caliana kembali ke ruang ganti dengan langkah cepat yang ia bisa. Gita yang mengikutinya hanya bisa melihat sahabatnya itu dengan tatapan tanya. Apa yang terjadi pada jam-jam terakhir pesta? Itulah pertanyaan yang ada di kepalanya namun tak berani gadis itu utarakan pada sahabatnya. Padahal sebelumnya Gita melihat Caliana begitu gembira dan selalu penuh senyum setiap bertemu tamunya. Apa yang membuat ekspresi itu hilang dalam sekejap?Caliana duduk di atas kursi dengan tatapan terarah pada cermin besar di hadapannya. Para MUA sudah mulai membantu untuk melepas riasan kepalanya sementara yang lain mulai membersihkan make-up yang menempel di wajahnya. Tak lama setelahnya, Adskhan masuk dengan tatapan terarah langsung pada Caliana.“Sayang.” Panggil pria itu dengan lirih.Caliana menoleh sejenak sebelum kemudian berkata dengan pelan. &ldq
Acara demi acara berlangsung sesuai dengan instruksi dari pembawa acara.Bahagia? Tentu saja Caliana bahagia. Terlebih melihat bagaimana tingkah konyol Gita yang bahkan tak segan untuk meramaikan acara bersama Gilang dan beberapa teman kantornya yang diundang dalam acara pernikahan yang sebetulnya membuat mereka sendiri heran. Pasalnya, keabsenan Caliana di kantor pun sudah cukup mengejutkna, sekarang mereka tiba-tiba dihadiahkan dengan kabar pernikahan yang tak pernah mereka lihat tanda-tanda hubungannya.“Gue udah curiga waktu si boss datang ke nikahan gue. Taunya emang ada keju dibalik bakso ya Na.” itulah bisikan Chandra saat temannya itu datang bersama istrinya. Caliana hanya bisa tersenyum menjawab kalimat bernada tuduhan itu.Tak sampai disana. Sahabat baiknya yang juga kini sudah sah menjadi iparnya, Gisna. Kini sedang berdiri di atas panggung bersama seorang penyanyi pria yang ternyata juga diundang
Waktu berlalu begitu saja. Disela waktunya mengurus café, Caliana disibukkan dengan persiapan pernikahannya yang bisa dikatakan teramat singkat. Jika normalnya semua urusan pernikahan menjadi urusan keluarga wanita. Berbeda dengan Caliana. Dia lebih banyak membicarakan urusan pernikahan dengan ibu dan tante Adskhan. Karena sampai saat ini, ibunya masih saja menjaga jarak dan bersikap dingin padanya.Sejak saat pertunangan mereka, Caliana juga tidak pernah kembali ke kediaman Rafka. Dia lebih memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri dan menghabiskan waktunya lebih banyak dengan Gilang, Carina dan juga Syaquilla yang belakangan lebih sering menginap di kediamannya. Sementara untuk penjembatan urusan pernikahan dilakukan oleh Gilang.Seperti saat ini. Saat Caliana, Adskhan, Carina dan Syaquilla baru saja selesai makan malam. Kakak kembarnya itu datang dengan sebuah buku catatan yang ia gulung dan ia masukkan kedalam saku celananya. Pria itu memberikan buku i
Acara selesai dengan cepat. Setelah penukaran cincin, sisanya dilakukan dengan berbasa-basi sampai semua tamu undangan bubar dan kembali ke kediaman masing-masing. Hanya tersisa keluarga inti di kediaman Caliana dan keluarga Adskhan juga semuanya sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kini, Adskhan dan kedua kakak laki-laki Caliana sedang berbincang serius mengenai masalah bisnis. Sementara Gilang sudah kembali ke kediamannya karena nanti malam dia harus bekerja, dan ibunya? Wanita itu kini sedang merajuk dengan bersembunyi di kamarnya.Caliana bukannya ingin menjadi anak durhaka dan membiarkan ibunya marah terus menerus. Tapi dia hanya ingin memberikan dirinya dan juga ibunya waktu. Waktu bagi dirinya untuk merangkai kata demi meminta pengampunan ibunya. dan waktu bagi ibunya untuk tahu bahwa sudah waktunya dia membiarkan Caliana memilih pilihannya sendiri.Saat waktu hendak beranjak magrib, Adskhan memilih untuk mengundurkan diri. Tak ingin berdiam diri di ruma
Nyonya Nurma jelas memandang anak-anaknya dengan tatapan tajam. Semua orang berkonspirasi melawannya. Sekarang dia bisa apa? Bahkan si sulung yang biasanya menurut saja kini sudah mengikuti tingkah adik-adiknya.Matanya juga memandang para tamu undangan yang tampak memandang ke arah mereka. Meskipun tidak saling berbisik, jelas sekali tatapan mereka mengandung tanya. Dan Nyonya Nurma merasa dirinya sudah kalah. Telak!Sebuah senyum penuh kepura-puraan yang ditemani dengan antusiasme yang juga sama hanya sekedar sandiwara terpaksa ia tunjukan. Wanita itu mengulurkan tangannya pada pasangan tertua Levent dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke bagian dalam rumah dimana kursi-kursi yang tadinya disiapkan untuk calon menantu pilihannya dan calon besannya kini akan dikuasai oleh keluarga Levent.Sementara keluarga Adskhan yang dibimbing Rafka dan istrinya menuju kursi mereka. Nyonya Nurma menarik lengan Caliana dengan