"Lana..."Bima dan Lana secara bersamaan menghadap ke arah Mbok Minah."Iya Mbok.. Ada apa?" nampak Mbok Minah terlihat tergesa-gesa."Tadi Tuan Dipta kemari..."Deg. Lana tidak percaya dengan apa yang ia dengar baru saja. Benarkah laki-laki itu mendatangi tempatnya di belakang?"Mungkin Mbok Minah salah lihat.." sahut Bima."Tidak, lha wong saya tadi juga menyapa beliau kok.." imbuhnya.Mendengarnya, tiba-tiba saja jantung Lana berdetak dengan cepat. Nafasnya sedikit tersengal."Kenapa Lana?" tanya Bima.Bima terkejut dengan perubahan wajah Lana yang tiba-tiba nampak kurang sehat,"Maaf Bima, aku harus masuk ke dalam rumah.."Beberapa saat kemudian Lana berjalan dengan hati-hati menuju ke dekat pintu masuk rumahnya. Ia merasa pandangannya sedikit berkunang-kunang.Tangannya sedikit gemetar dan ingin meraih sesuatu agar bisa berpegangan.Dan tanpa sebab yang pasti, Lana tiba-tiba ambruk ke lan
"Dipta!" Bima sedikit terkejut saat menoleh ke belakang. "Darimana kamu tahu?" lanjut Bima sedikit gugup. "Sudahlah.. Jangan sembunyikan apapun dariku.." Bagaimana bisa Dipta mengetahui jika Bima membawa kabur Lana ke rumah sakit? Apakah Mbok Minah yang memberitahukan semuanya pada Dipta? Batin Bima berkecamuk! Masalahnya bisa jauh lebih rumit lagi jika Dipta sampai tahu apa yang menyebabkan Lana pingsan dan belum sadarkan diri hingga kini. "Jangan melarikan diri.." bentak Dipta. "Aku aku hanya mencari makanan untuk Mbok Minah saja..." Bima tersenyum sambil terkekeh. Meski ia tak berniat kabur atau meninggalkan Mbok Minah
"Lana.." Dipta memegang tangan Lana yang lemah. Tatapannya nanar. Menatap istrinya yang sedang lemah terkulai dengan balutan infus dan selang oksigen. "Semoga kamu baik-baik saja.." Tak henti-hentinya Dipta mengecup tangan kanan Lana yang ia pegang dengan hati-hati. Tentu tak ada yang menyangka jika lelaki sekeras Dipta bisa luluh ketika melihat Lana tersiksa tanpa kata. "Aku akan menunggumu di sini.." Tidak hanya Lana mungkin. Bahkan Dipta pun juga heran dengan dirinya sendiri yang tak bisa ia kendalikan. Entah apa namanya rasa ini. Ia begitu ingin dekat dan selalu bersama dengan Lana. Meski terkadang egonya masih terlalu tinggi. Kebersamaannya bersama Alina nyatanya belum bisa pudar begitu saja. Dipta benar-benar bimbang. Ia dihadapkan dengan permasalahan hati yang cukup rumit. Yang tak mudah terurai dengan waktu. "Permisi Pak. Maaf Anda siapa?" Lamunan Dipta pudar. Kedatangan perawat membuatnya tersadar. "Saya suaminya.." seolah tanpa ragu ia mengakui jika i
"Dokteerrrr..Dokterrr...." sang perawat yang melihat tangan Lana menjadi histeris.Ia tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Benarkah Lana kembali hidup?"Astaga!" dokter juga tak kalah histeris.Meski sang dokter bisa sedikit menyembunyikan rasa takjubnya pada Lana yang tiba-tiba bisa tersadar dalam kondisi yang kritis."Benar-benar mukjizat!" seru sang dokter.Tak menunggu lama, dokter segera menghubungi Dipta agar kembali ke ruangan Lana."Apakah pasien dan bayinya sama-sama bisa selamat dok?" tanya sang perawat penasaran.Dokter yang terus memantau kesehatan Lana melalui monitor hanya bisa diam dan memberikan kedipan mata.Selama dua puluh tahun ia berpraktek menjadi dokter, baru kali ini ada wanita hamil yang sudah kritis bisa menunjukkan kehidupannya kembali."Suster, terus pantau pasien ini. Sepertinya kita harus lebih serius dalam mengobservasinya..""Baik dok...""Satu jam lagi, saya akan k
"BAPAAAAKKKKK..."Teriakan Lana mengguncangkan seluruh penjuru kampung. Membuat tetangga-tetangga yang mendengar teriakannya terkejut.Tapi, tak ada yang berani menghampirinya karena tahu siapa yang tengah Lana hadapi--Juragan Sabri."Sudah Lana, biarkan bapakmu pergi dengan damai..."Kepulan asap disembur pria bau tanah itu ke wajah Lana yang sesegukan.Tangan Lana mengepal dan langsung memegang kerah baju juragan yang masih mengisap cerutu mahalnya. "Kamu yang membunuh bapakku!""Heh, diam kau!"Anak buah Juragan Sabri yang berbadan tegap nampak memegang tubuh Lana yang berusaha memberontak. Namun, pria tua itu mengisyaratkan agar mereka melepaskan Lana. "Bapakmu sudah waktunya mati. Umurnya sudah habis..."Nafas Lana masih tersengal. Ia tak kuasa menahan amarah sekaligus kebencian. Jelas-jelas apa yang dikatakan lelaki paruh baya itu salah. Jelas-jelas baru saja Lana melihat bapaknya meneguk racun yang habis tak bersisa. "Bawa dia!" Begitu Juragan Sabri bangkit dar
Namun belum sempat berbicara, tawa Juragan Sabri sudah memenuhi ruangan.Sepertinya, dia begitu bahagia dengan idenya itu. Untungnya, Adzan magrib akhirnya berkumandang, hingga pria itu berhenti tertawa. "Nanti malam, orang-orangku akan mengantarmu ke Villa Dipta. Kamu ikuti Mbok Minah dan berdandanlah yang cantik. Goda Dipta. Buat Dipta mau tidur denganmu!" ancamnya lagi."Apa ada pertanyaan?" Lana menggeleng dan meminta izin untuk keluar ruangan.Dia tak kuasa duduk berlama-lama lagi. Selain muak melihat wajah Juragan Sabri. Kakinya kelu harus duduk rapi di depan pria itu."Bapak macam apa pria ini? Dasar sinting!" gumam Lana lirih.Dia berjalan menuju pintu.Ceklek! Namun begitu pintu terbuka, seorang wanita paruh baya sudah menyambutnya dengan senyuman. "Ayo ikut aku Nduk Lana!" Tangan Lana segera digenggam dan diajak untuk ke belakang. Tak diduga, sudah ada seorang wanita muda yang menyiapkan riasan untuk Lana. "Ini si pengantin baru?" Sang perias tersenyum meliha
Lana sedikit mengeluarkan suara.Ia hanya bisa sedikit melakukan perlawanan.Sialnya, pelukan itu semakin kuat dan tak membiarkan Lana begitu saja.Sosok yang tak bisa dilihatnya itu kini bahkan menyeret Lana ke sebuah tempat yang tak diketahui pasti.Bug!Kaki Lana secara tidak sengaja menabrak sebuah kaki meja."Aduuhhh.." Lana mengaduh. Kakinya terbentur kayu yang begitu keras."DIAMMM..."Tanpa dinyana, sosok yang menyeret Lana dalam kegelapan itu mulai bersuara dengan keras. Sambaran petir di luar menambah rasa takut yang luar biasa."Tolong, jangan lukai aku..." Lana mulai berani bersuara.Rintihan Lana membuat sosok itu kembali bersuara."Diamlah.." Kali ini, suaranya lebih lirih dari sebelumnya.Sorotan kilat yang menyambar membuat wajah sosok itu sedikit terlihat. Sosok itu membuat Lana terkejut. Tak menduga jika sosok itu adalaha Dipta!Kedua mata pria itu menatap Lana dengan tajam. Seperti seekor serigala yang kelaparan mencari mangsa dan akan menerkamnya."Kamu?"Tubuh L
Sayangnya, Dipta tampak tak peduli.Pria itu masih menatap dalam Alina, sang istri pertama. "Aku bisa jelaskan semuanya!" ucapnya serius."Kamu sudah gila!" Alina menjawab dengan menunjukkan jari telunjuknya. Dia lalu segera melangkah menuju ke ruang tengah. Meninggalkan Dipta yang hanya menggenakan celana panjang dengan kemeja yang berantakan. Saat ini tampilannya nampak sangat acak-acakan. "Tuan..Saya pusing...." Suara Lana kembali terdengar.Kali ini begitu lemah. Tak diduga Lana pingsan."Sialan!" Dipta berteriak ke pengawal atau pembantu agar menolong Lana. Untungnya, tak lama, seorang pembantu datang."Tolong, dia!"Begitu memastikan Lana dirawat, Dipta pun berlari keluar tanpa alas kaki mengejar Alina. "Alina..." Dipta menggedor kaca pintu mobil sedan berwarna putih. "Plisss Alina..Pliss . .Tolong dengarkan penjelasanku.." Berkali-kali Dipta berusaha untuk merayu istrinya yang sedang marah besar. Urung, Alina malah mengunci pintuNamun meski mobilnya dalam