“Apa? Kau dipecat?!” Tamara sangat terkejut melihat Rio datang dan melapor atas pemecatan dirinya oleh Devran.“Benar Nyonya, Pak Devran sudah merekrut beberapa sekretaris barunya, juga asistennya. Jadi mulai hari ini saya dipecat!”“Devran keterlaluan! Apa-apa tanpa meminta pertimbanganku dulu,” tukas Tamara kesal.Apa tidak bisa putranya itu meminta pertimbangannya dulu mengingat yang memilih Rio adalah dirinya? Benar-benar anak itu!“Nyonya, saya menagih janji Nyonya. Semua ini karena saya menuruti perintah Nyonya.” Rio masih butuh pekerjaan, karenanya mengingatkan hal itu pada Tamara.“Tunggulah kabar dariku. Aku harus menemui anak bandel itu sekarang!” Tamara mengambil tasnya dan bergegas hendak ke kantor perusahaan.Damayanti yang sebenarnya ada di ruangan yang sama sejak Rio datang, ikut bangkit. “Ma, aku antar?”“Oh, ayo!” Tamara tak mau banyak berpikir. Inginnya cepat sampai kantor dan memarahi anaknya itu.“Coba telpon Devran dulu, Ma. Barangkali tidak sedang ada di kantor!”
“Tarik kembali, Rio!” titah Tamara pada Devran. “Aku tidak akan mejilat ludahku sendiri. Lagi pula sudah ada penggantinya yang juga sudah bekerja per hari ini!” Devran secara tidak langsung menolaknya. “Aku melakukannya demi kebaikanmu, Devran!” Tamara meninggikan suaranya karena Devran tak mengindahkan perintahnya.“Bukan. Itu untuk kebaikan mama sendiri.” Masih dengan santai Devran menyahuti kemarahan sang mama.Tamara kesal dan frustasi. Lalu dia baru ingat sesuatu. Kemudian dia merogoh tasnya mengambil ponsel untuk menunjukan foto-foto yang diambil Rio saat Nayra bersama Ananda. Devran tidak suka penghianatan, jadi foto-foto itu pasti membuatnya berubah pikiran. “Lihat ini baik-baik, Dev! Ini salah satu alasan mengapa Rio aku minta mengawasi gerak-gerikmu dan Nayra. Gadis itu tidak bisa dipercaya!” Tamara mencoba membuka mata putranya itu agar bisa melihat bagaimana seorang Nayra di matanya. Devran mengernyitkan dahinya menatap foto itu. Mereka memang pernah menyinggung hal
“Damay, tolong ajak Mama pergi!”Devran meminta Damayanti membujuk mamanya agar bisa pergi dari tempat ini. Malu dengan para pegawai kalau dia sampai ngamuk-ngamuk di kantornya.“B-baik, Dev.”Wanita itu mengelus bahu Tamara dan menenangkannya. “Ayo, Ma. kita pergi dulu.”Tamara sadar dirinya sedang emosi dan itu pasti terlihat sangat kacau sekali. Apalagi gadis yang sangat menyebalkannya itu bermanja di pelukan putranya sembari menangis.Pasti dia melakukannya untuk mencari perhatian Devran dan meledeknya.Jadinya, dia lebih baik pergi sebelum malah menghancurkan kantor ini.“Apa yang mama lakukan?” Damayanti mencoba mengingatkannya saat Tamara sudah tenang.“Entahlah, aku juga kesal sekali. Itu spontanitas saja...” Tamara yang sudah tenang baru merasa dirinya sedikit berlebihan.“Ma, aku juga sangat tidak menyukai gadis centil itu. Tapi kalau aku pikir-pikir, yang mama lakukan seperti tadi justru membuat Devran lebih membela Nayra.”“Iya, kau benar, Damay.” Tamara membenarkan ucapan
Devran tersenyum melihat sikap manis gadis itu. Apalagi, tiba-tiba Nayra berseru membuat Devran bingung, “Sebentar, Mas?” “Apa?”“Mas Devran ganteng sekali kalau tersenyum. Jadi jangan jutek lagi, ya?” Nayra menggoda pria itu.Bukannya malah melebarkan senyumnya mendapat pujian Nayra, Devran kembali pada tampangnya yang jutek. Jadi tengsin saja diingatkan itu. Kembali bersikap dingin, dia jadi ingat tentang hadiah jam tangan dari Ananda. “Apa menurutmu aku tidak bisa membelikan jam tangan untukmu? Sampai kau meminta jam tangan pada pria lain?”Eh?! Nayra jadi terkesiap mendengar Devran menanyakan hal itu. Cepat sekali sih pria ini merubah sikapnya?“Maaf, Mas. Kata Dokter Ananda itu hadiah untuk pernikahan kita. Masa aku menolak hadiah dari sepupu Mas Devran?”Nayra masih bergelanyut dengan melingkarkan kedua tangannya di leher Devran. Mudah-mudahan dengan usahanya ini Devran bisa memakluminya.“Tapi kalau Mas Devran tidak suka, biar nanti aku kembalikan, deh.” Berkata begitu Nay
Entah mengapa mendengar hubungan Nayra dengan tantenya tidak baik, dia jadi sedikit terhibur.Ananda tahu bagaimana karakter sang tante. Wanita itu kalau tidak suka pada orang pasti akan mencari banyak cara untuk menyingkirkannya.Ananda jadi berharap, Nayra lepas dari Devran dan dia punya kesempatan untuk mendekatinya.Dia sungguh jatuh cinta pada gadis itu di pandangan pertama. Dan sepertinya memang sudah tergaris berjodoh karena ternyata gadis itu sudah masuk dalam keluarganya.Apalagi, Ananda juga yakin. Devran masih mencintai Damayanti. Dia orang yang paling tahu betapa patah hatinya Devran waktu Damayanti meninggalkannya."Ingat! Banyak gadis di luar sana yang mengidolakanmu. Jadi untuk apa menyukai gadis itu?" Rosa mengingatkan putranya itu. "Ah, mama tidak tahu apa-apa." Ananda jadi malas mendengarkan mamanya itu. Rosa menatap Ananda dengan sebal. benar juga apa kata Tamara, gadis itu pasti juga sudah membuat otak Ananda tidak berfungsi. *** “Mas tidak ke kantor?” Nayra me
“Terima kasih, Kak. Tapi mungkin lain kali lagi, ya?”Napas Nayra terengah saat dirinya hampir saja menabrak pagar di depan sana dengan mobil barunya ini.Di sampingnya seorang wanita berperawakan tomboy dengan sabar mendampinginya belajar menyetir.“Tidak apa, Nyonya. Kita coba lagi. Itu hal biasa dalam belajar. Jangan kuatir, saya akan mendampingi nyonya.”“Ohh, tidak, Kak!” Nayra masih tremor. Sungguh dia takut sekali sampai tubuhnya tidak berhenti bergetar.Kalau sudah begini Nayra akan menggerutui suaminya itu yang dengan sepihak malah membelikan mobil untuknya. Sudah tahu dia tidak bisa menyetir, kenapa juga harus membelikannya mobil?Tapi tidak seharusnya juga Nayra menggerutu. Sebelumnya dia pernah membandingkan Devran dengan Ananda yang memberikannya hadiah. Bukankah ini juga sebuah hadiah?Benar Devran bilang. Dia memang bawel!“Baik, Nyonya. Kalau begitu biar saya yang mengambil alih menyetirnya.”“Tentu, Kak!” senang sekali mendengarnya mengatakan hal itu. Nayra langsun
“Mas?”Nayra melihat Devran datang dan dia langsung berlari melompat ke gendongannya.Gadis itu kalau suasana hatinya membaik pasti terlihat ceria dan bertingkah kekanakkan pada Devran.“Nay turun, aku lelah!”Devran hendak menurunkan Nayra yang sudah menggelantung di pinggangnya. Tapi gadis itu menolak. Malah mengeratkan kedua kakinya agar Devran tak berhasil menurunkannya. “Enggak mau, gendong aku sampai ke kamar!” ujarnya manja.Devran hanya menghela. Nayra memang masih kecil. Kalau bersikap kekanakkan begini dia jadi bertambah imut.“Bagaimana belajar menyetirnya? Sudah bisa?” Devran menurunkan Nayra setelah sampai di kamar.“Awalnya bisa, Mas. tapi pas mau belok aku hampir menabrak pagar. Jadi, aku takut dan enggak berani lagi menyetir.” Nayra menceritakan bagaiman tadi dia belajar menyetir bersama Kiki.“Sedikit-sedikit, Nay. Nanti juga bisa. Besok minta Kiki mengajarimu menyetir lagi.”“Enggak ah. Aku mau belajar kalau Mas Devran yang ngajari.”“Jangan. Aku tidak sabaran. Nan
“Tenang, Nyonya. Jangan panik. Saya sudah menghubungi Pak Yas.”Kiki mencoba membuat tenang istri bosnya yang sudah panik itu.Drama tentang kekejaman ibu tirinya dan pemaksaan untuk menikahi pria tua kembali terlintas di otaknya. Tapi Nayra akan mencoba tenang. Ada Kiki bersamanya.Untung kacanya tidak tebmus pandang. Jadi Nayra bisa mengetahui gerak-gerik dua pria yang menyeramkan itu sementara mereka tidak. Sesekali ketika pria itu mencoba mengintip ke dalam, Kiki memintanya menutupi titik pandang mereka dengan sesuatu.“Kencangkan sabuk, Nyonya!” Kiki berkata dengan sedikit berbisik.“Apa? I-iya, baiklah!” Nayra pun menjawab dengan sama.Kiki memetakan keadaan sekitar. Masih ada sedikit ruang untuk meloloskan diri. Apalagi dua pria sangar dan mengerikan itu keluar dari mobil untuk mengancam mereka.“Keluar!” masih teriak seseorang sembari menendang dan memukul kaca jendela mobil.‘Ya Allah, selamatkan hambamu!’ Nayra tak berhenti bergumam dalam hati dengan jantung yang berpacu s
“Dari Devran?” tanya Renata pada sang putra.Mereka minum teh bersama di teras rumah menikmati kebersamaan di waktu yang singkat ini.“Benar, Ma.”“Kukira Nayra sibuk sehingga jarang datang ke rumah, ternyata dia selalu bermasalah dengan Tamara.”Renata juga baru tahu hal ini. Dia penasaran dengan apa yang terjadi dalam rumah tangga cucunya. Jadi meminta Musa yang baru datang untuk mencarikan informasi. Dirinya sama sekali tidak tahu apa-apa.Yang mengejutkannya, kasus pembulian viral itu, yang menyeret nama mantan kekasih Devran, ternyata korbannya adalahh Nayra.Renata ikut geram melihat video yang viral itu. Walau wajah Nayra disamarkan, entah bagaimana Renata bisa mengenali gestur tubuh gadis malang itu. Lalu diperkuat oleh informasi yang baru di dapat Musa tentang kebenarannya. Musa tentu dengan mudah mengetahuinya dari Yas. Anak muda itu juga adalah anak buahnya sebelum ini. Dia juga secara rahasia diberi tahu Yas bahwa semua kejadian ini atas inisiatif sang nyonya besar, Tamar
Di dalam kamar yang dulu difungsikan sebagai ruang kerjanya, Devran menerima pesan dari Musa dan Yas.Pesan dari Musa memintanya menghubungi papanya yang baru datang, sementara pesan dari Yas menyampaikan tentang Akte pernikahan mereka yang sudah diambilnya.Kemarin saat bertelponan dengan Nayra yang meminta maaf dan berterima kasih padanya dengan perasaan yang manis, Devran jadi merindukan istrinya dan tak menunda untuk pergi ke Kota tempat istrinya berada. Padahal hari itu papanya juga akan datang. Jadi mereka belum sempat bertemu.Sekarang Devran sedang menghubunginya. “Halo, Pa!”“Dev? Kau tidak di Jakarta?” suara papanya terdengar.“Maaf, Pa. Devran ke Kota Diraja sebentar. Nayra ada di sini sudah seminggu yang lalu.”“Kenapa? Kalian bermasalah?”Alana masih dengan perhatiannya menanyakan apakah putranya itu punya masalah? Mungkin karena itu, Devran lebih bisa menurut pada sang papa daripada mamanya yang bahkan jarang memperhatikan hal kecil begini. “Ada sedikitlah, Pa. Its o
“Enggak di sana enggak di sini, kenapa orang di kotamu ini suka sekali menganggu orang yang begituan?” Devran melenguh dalam lelahnya.Ternyata mengeluarkan benih itu menguras tenaganya sekali. Apalagi sejak kemarin dia tidak makan dengan baik lantaran kurang berselera. Hanya sekedar makan seadanya untuk menghormati yang masak saja.Nayra tersenyum lucu. “Jangan perhitungan begitu, kita sudah selesai, lho, Mas.”“Selesai untuk babak pertama. Belum babak-babak selanjutnya.” Devran masih protes. Tidak rela sekali ada yang menganggu kebersamaannya dengan Nayra walau itu teriaakan tetangganya sendiri.“Aku buka dulu, deh. Tahu tuh, ada apa?” Nayra baru bangkit dari pelukan Devran. Sejenak merapikan penampilannya.Untung Devran hanya mengusik bagian intinya dan tak melepas bajunya. Jadi Nayra tak berlama-lama membuka pintu itu.“Iya , Umi?” Nayra tersenyum menyapa wanita itu. Walau wajah lelahnya mungkin tertangkap di netra wanita sepruh baya itu.“Kaya ngos-ngosan begitu, Mbak? Beres-bere
“Lho, Mbak Nayra toh ini? Ya Allah, pangkling, Mbak. Tambah cantik saja!”Umi Salamah menyambut kedatangan Nayra dan Devran di rumahnya. Acara pernikahan putrinya masih minggu depan, tapi Nayra mengirim kabar bahwa mereka akan datang hari ini karena minggu depan mereka berencana sudah balik ke Jakarta lagi.“Sudah ada isi belum, Mbak Nay?” Umi Salamah mengelus perut Nayra yang rata itu.“Ahaha, belum Umi. Saya juga masih kuliah,” tukas Nayra.“Enggak apa-apa, Mas Devran kan pengusaha sukses, kalaupun Mbak Nayra punya anak, yang merawat pasti juga banyak. Tidak akan mengganggu kuliah Mbak Nayra juga.”“Iya, Mas. Jangan ditunda. Enaknya kalau masih muda sudah punya anak, kita berasa punya banyak waktu membersamainya. Sampai mereka menikah, punya anak dan bahkan ikut merawat cucu-cucu kita.” Ustaz Muh menyahut memberi meraka nasihat.Devran dan Nayra hanya mengangguk saja.Sebenarnya Devran juga tidak keberatan kalau Nayra langsung hamil. Tapi, istrinya ini yang terus ingin menunda punya
“Aku angkat ya, Mas?” Nayra meminta pendapat Devran yang sudah berwajah muram itu melihat nama Ananda di layar ponselnya.“Ambilkan aku teh tawar hangat lagi, ya? Perutku masih eneg.” Devran mencoba mengalihkan Nayra dari panggilan itu.“Oh, baik, Mas.”Nayra meletakkan lagi ponsel itu setelah merijeknya dan bergegas ke dapur membuatkan suaminya teh tawar. Kasihan dia, gara-gara menjaga perasaan mamanya sampai memaksakan makan makanan yang paling tidak disukainya.Ketika beberapa saat ponsel Nayra kembali berpendar. Devran tahu, Ananda pasti mencoba menghubungi kembali.“Getol amat nih laki ganggu istri orang?” Devran menggerutu.Tadinya hendak merijek lagi panggilan itu. Tapi otak usilnya jadi keluar. Diusapnya tombol terima namun dibiarkan tergelatak di atas nakas. Saat itu Nayra sudah berjalan masuk ke kamar.“Sayang, buruan. Udah enggak tahan ini!” Devran sengaja berkata begitu. Dia mondar-mandir di kamar menunggu Nayra datang sembari memegangi perutnya.“Oh, iya, Mas. Sabar...” N
“Terima kasih ya, Mas Devran. Karena Mas, saya dan putri saya bisa kembali bersama.” Farah tampak berlinang air mata bertemu langsung dengan suami putrinya yang sudah melakukan banyak hal dalam hidup sang putri.Dia senang mengetahui seperti apa suami putrinya itu. Meski Nayra menikah muda, tapi kalau pasangannya lebih dewasa baik secara finansial dan sikap, Farah tidak akan menyesalinya.“Sampai kapanpun, saya akan berhutang budi pada Mas. Sekali lagi terima kasih banyak.”“Ma, jangan panggil Mas. Dia kan mantu mama?” Nayra nyelutuk mengoreksi ucapan Farah.“Panggil saja Devran. Ya kan, Mas?” Nayra beralih pada suaminya.Devran hanya mengangguk membenarkan. Farah tampak formal sekali padanya. Membuatnya juga sedikit segan.Apa karena dia adalah mertuanya jadinya Devran tampak segan?“Memastikan hidup Nayra baik-baik saja itu sudah tanggung jawab saya, Ma. Mama tidak berhutang apa-apa ada saya.”Devran menyampaikan itu agar Farah tak merasa berhutang budi padanya. Devran juga tidak me
“Siapa?!”Nayra melangkah dengan ragu-ragu.Diingat-ingatnya lagi. Apa tadi dia lupa mematikan shower saat mandi?Sepertinya tidak. Nayra ingat saat masuk lagi untuk mengambil sesuatu, shower sudah dalam keadaan mati.“Apa aku panggil Kiki atau Pak Parmin saja?” Nayra jadi takut. jangan-jangan ada maling yang masuk rumahnya.Namun saat hendak melangkah pergi, suara shower itu sudah tidak terdengar. Dia malah mendengar suara gagang pintu kamar mandinya diputar.Jantungnya berdetak keras ketika pintu itu terbuka. Namun melihat siapa yang sedang membuka pintu itu, Nayra terkejut senang. “Mas Devran?!” teriaknya, dan seperti biasa dia suka sekali melompat kepelukan pria ini. Dengan sigap Devran akan selalu menangkapnya.“Ya ampun, ini beneran Mas Devran, kan?” Nayra membelai wajah Devran untuk memastikan dia tidaklah sedang berkhayal.Devran hanya memutar bola matanya malas karena Nayra sekonyol itu. Masa masih tidak percaya kalau dirinya yang saat ini ada di hadapannya.“Bukan. Aku Do
“Kita ke makam ayah bundamu, ya?” Farah mengajak Nayra. Masih dengan bijaknya memanggilkan kakak dan kakak iparnya itu sebagai ayah bundanya Nayra, walaupun semua sudah tahu yang sebenarnya.Seminggu yang lalu mereka sudah berziarah ke makam mereka tapi tidak bersamaan. Kali ini Farah mengajak Nayra barengan.“Baik, Ma. Aku ambil selendang dulu," ujar Nayra yang langsung melangkah ke kamar mengambil selendang untuk menutupi rambutnya.Nayra mengenakan tas selempang untuk membawa ponsel. Saat memasukan benda pipih itu dia melihat notifikasi pesan dari temannya Aulia.“Masih lama, Nay?” Farah melongok ke dalam kamar Nayra.“Ada pesan dari temanku, aku hubungi dulu enggak apa-apa kan, Ma?”Farah tersenyum, “Baik sayang. Take your time!” Kemudian menutup pintu itu tidak mengganggu Nayra. Nayra langsung menghubungi Aulia. Seminggu ini dia memang jarang melihat ponselnya. Hanya sesekali kalau butuh menghubungi Devran saja.“Ada apa, Ul?”“Dokter Ananda mencemaskanmu, Nay. Dia beberapa ka
Pria di seberang sana mencoba mengelus dada. Dia tidak pernah sesabar ini pada seorang manusia kecuali manusia yang selalu membuatnya gemas satu itu.“Coba kalau kau ada di sini, aku jinjing kerah bajumu, lalu aku tendang bokongmu biar terlempar sejauh mungkin.”“Mas Devran ih. Kan tinggal bilang, iya atau enggak. Begitu doang, Mas?” “Lelaki tidak bicara sayang!”“Tapi terkadang sebuah ungkapan itu juga penting, Mas.”“Oke, oke... Jangan bawel lagi. Kau mau aku bilang apa?”“Mas cinta sama aku tidak?”“Iya”“Beneran, Mas?”Sedikit delay, Devran kemudian mengatakan. “Enggak!”“Tuh, kan. Maaas!?”Lalu keduanya sudah melupakan bahwa sebelum ini mereka bertengkar. Bahkan Nayra sampai ingin bercerai. Keduanya melanjutkan mengobrol sampai larut, seolah dua insan remaja yang baru kasmaran dan tak ingin berpisah.Saat lelah menyergap dan suara Nayra tak terdengar lagi menyahut, Devran tahu, Nayra pasti ketiduran.“Sialan, aku ditinggal tidur!” gerutu pria itu.Walau begitu, Devran merasa