Selamat membaca... 💕💕💕
“Terima kasih, Kak. Tapi mungkin lain kali lagi, ya?”Napas Nayra terengah saat dirinya hampir saja menabrak pagar di depan sana dengan mobil barunya ini.Di sampingnya seorang wanita berperawakan tomboy dengan sabar mendampinginya belajar menyetir.“Tidak apa, Nyonya. Kita coba lagi. Itu hal biasa dalam belajar. Jangan kuatir, saya akan mendampingi nyonya.”“Ohh, tidak, Kak!” Nayra masih tremor. Sungguh dia takut sekali sampai tubuhnya tidak berhenti bergetar.Kalau sudah begini Nayra akan menggerutui suaminya itu yang dengan sepihak malah membelikan mobil untuknya. Sudah tahu dia tidak bisa menyetir, kenapa juga harus membelikannya mobil?Tapi tidak seharusnya juga Nayra menggerutu. Sebelumnya dia pernah membandingkan Devran dengan Ananda yang memberikannya hadiah. Bukankah ini juga sebuah hadiah?Benar Devran bilang. Dia memang bawel!“Baik, Nyonya. Kalau begitu biar saya yang mengambil alih menyetirnya.”“Tentu, Kak!” senang sekali mendengarnya mengatakan hal itu. Nayra langsun
“Mas?”Nayra melihat Devran datang dan dia langsung berlari melompat ke gendongannya.Gadis itu kalau suasana hatinya membaik pasti terlihat ceria dan bertingkah kekanakkan pada Devran.“Nay turun, aku lelah!”Devran hendak menurunkan Nayra yang sudah menggelantung di pinggangnya. Tapi gadis itu menolak. Malah mengeratkan kedua kakinya agar Devran tak berhasil menurunkannya. “Enggak mau, gendong aku sampai ke kamar!” ujarnya manja.Devran hanya menghela. Nayra memang masih kecil. Kalau bersikap kekanakkan begini dia jadi bertambah imut.“Bagaimana belajar menyetirnya? Sudah bisa?” Devran menurunkan Nayra setelah sampai di kamar.“Awalnya bisa, Mas. tapi pas mau belok aku hampir menabrak pagar. Jadi, aku takut dan enggak berani lagi menyetir.” Nayra menceritakan bagaiman tadi dia belajar menyetir bersama Kiki.“Sedikit-sedikit, Nay. Nanti juga bisa. Besok minta Kiki mengajarimu menyetir lagi.”“Enggak ah. Aku mau belajar kalau Mas Devran yang ngajari.”“Jangan. Aku tidak sabaran. Nan
“Tenang, Nyonya. Jangan panik. Saya sudah menghubungi Pak Yas.”Kiki mencoba membuat tenang istri bosnya yang sudah panik itu.Drama tentang kekejaman ibu tirinya dan pemaksaan untuk menikahi pria tua kembali terlintas di otaknya. Tapi Nayra akan mencoba tenang. Ada Kiki bersamanya.Untung kacanya tidak tebmus pandang. Jadi Nayra bisa mengetahui gerak-gerik dua pria yang menyeramkan itu sementara mereka tidak. Sesekali ketika pria itu mencoba mengintip ke dalam, Kiki memintanya menutupi titik pandang mereka dengan sesuatu.“Kencangkan sabuk, Nyonya!” Kiki berkata dengan sedikit berbisik.“Apa? I-iya, baiklah!” Nayra pun menjawab dengan sama.Kiki memetakan keadaan sekitar. Masih ada sedikit ruang untuk meloloskan diri. Apalagi dua pria sangar dan mengerikan itu keluar dari mobil untuk mengancam mereka.“Keluar!” masih teriak seseorang sembari menendang dan memukul kaca jendela mobil.‘Ya Allah, selamatkan hambamu!’ Nayra tak berhenti bergumam dalam hati dengan jantung yang berpacu s
“Sampai saat ini kita belum bisa membuat dua pria itu mengaku siapa yang membayar mereka untuk mencoba mencelakai nyonya, Pak.”Yas menyampaikan temuannya pada Devran terkait penyerangan Nayra.Kenapa begitu kebetulan saat tiba-tiba dirinya diminta ke proyek karena ada masalah? Sementara di sana hanya ada sedikit kesalah pahaman saja.Pikirannya sudah mengarah pada sang mama, mengingat wanita itu kemarin bersih tegang dengan Nayra di kantornya.Tapi, Devran tidak seharusnya asal menuduh sebelum ada bukti.“Apa motif mereka?” tanya Devran.“Sementara ini yang mereka akui hanyalah motif begal dan perampokan mobil mewah saja, Pak.”Devran menghela napas dan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi kerjanya. Harapannya memang seperti itu, dua pria itu menyerang Nayra dengan tujuan merampok saja.Akan sedih rasanya kalau apa yang dipikirkannya ternyata benar adanya. Bahwa wanita yang melahirkanya itu berseteru dengan wanita yang seharusnya bisa diterimanya sebagai seorang menantu.Sejak
“Nay. Setelah penyiraman teh panas waktu itu, aku dengar Tamara sudah minta maaf padamu?” Renata membuka obrolan tentang Tamara saat makan siang bersama Devran dan Nayra.Mendengar nama mertuanya disebut, Nayra jadi kembali sedih. Wanita itu tidak pernah berhenti melukainya.Tapi, tidak mungkin juga Nayra mengadu yang bukan-bukan pada Renata. Apalagi ada Devran di sampingnya yang saat ini juga sedang meliriknya. Mungkin menunggu jawaban darinya.“Eng, iya, Nek. Mama sudah minta maaf,” jawab Nayra mengulas senyum pada Renata.“Baguslah kalau begitu. Apa setelah itu hubungan kalian mulai membaik?” Renata bertanya lagi.Nayra kembali bingung ditanya langsung seperti itu. Dia menyenggol kaki Devran di bawah meja agar pria ini bisa membantunya menjawab.Tapi Devran malah berkata, “Nenek bertanya, jawab saja.”Apa maksud pria ini? Apa dia memintanya mengadukan mamanya sendiri pada Renata? Nayra jadi bingung.“Tidak perlu segan, Nay.” Renata menimpali. Barangkali Nayra takut mengatakan yang
“Mama di sini?” Devran heran melihat mamanya ada di kantor saat dirinya keluar dari ruang meeting direksi. Alamat suasana hatinya akan buruk sepanjang waktu karena sang mama pasti akan mengajaknya berdebat banyak hal dan tidak pernah punya pemikiran yang sejalan dengannya.“Kenapa? Ini perusahaan suamiku. Kantor suamiku? Kalau aku datang apa kau terganggu?”Devran hanya mendegus lemah. Walau begitu dia masih mengulurkan tangan pada sang mama saat hendak menuruni tangga. Barangkali wanita itu butuh pegangan mengingat sepatu yang dipakai berhak yang terlalu tinggi.“Mama mau keruangan Devran atau ke mana?” tanya Devran lagi.“Aku akan ke ruangan Abiyan dulu untuk mengurus sesuatu. Nanti mama juga ada yang harus dibicarakan sama kamu.”Kebetulan. Devran juga ada beberapa hal yang harus dibicarakan.“Baik, Ma. Aku ke ruangan dulu. Permisi!” Devran undur untuk berjalan ke ruangannya yang berbeda lantai dengan ruangan Abiyan. Masih ada setumpuk berkas untuk diperiksa dan ditanda tanganin
"Keterlaluan kalau kamu lebih memilih gadis itu, Dev!" Kalau sudah menyangkut tentang perusahaan Tamara selalu mudah sekali terpancing emosi oleh si putra tunggalnya ini. Dia sudah tahu, sejak lama Devran tidak tertarik dengan perusahaan. Putranya itu punya banyak saham dan investasi dari hasil kerja kerasnya sendiri. Cukuplah kalau hanya untuk menikmati hidup. Apalagi Devran bukan orang yang tidak bisa hidup tanpa kemewahan.Tapi, walau begitu, dia tidak bisa seenaknya sendiri begini. Perusahaan ini menjadi bertambah besar juga karena kerja kerasnya puluhan tahun ini. Inginnya sang putra bisa melanjutkan mengendalikan perusahaan di masa-masa tuanya.Bisa-bisanya Devran tanpa pikir panjang malah mengatakan akan lebih memilih Nayra daripada perusahaan keluarganya ini. Ibu mana yang tidak ketar-ketir? Lebih tidak terima lagi anak lelakinya itu malah menuduhnya dan sekarang dia mengancamnya?“Dasar anak kurang ajar kamu, Dev!” Tamara kesal dan napasnya pun sudah naik turun. Tapi
Makanan yang disiapkan untuk Devran sudah mulai dingin. Tapi pria itu belum juga datang. Padahal tadi Devran bilang akan segera datang.“Ugh. Pasti tiba-tiba ada pekerjaan, “ ujar Nayra sembari bertopang dagu menatap makanan-makanan yang sudah disiapkannya mulai dingin.Ponselnya masih sepi. Lalu dia mencoba menghubungi Devran. Panggilan baru diangkat setelah tiga kali Nayra menghubungi ulang.“Mas di mana? Ini sudah malam, lho!” tanya Nayra.“Ini sudah di bawah kok, mau naik lift.”Mendengar Devran sudah datang, Nayra pun sedikit panik. “Oh, baiklah, Mas. Aku akan angetin makanan mas Devran dulu."Nayra langsung meletakkan ponsel itu dan segera mempersiapkan makan malam mereka. Tidak mau saja suaminya itu makan dengan makanan yang sudah dingin.“Nay?” Devran tiba-tiba sudah di apartemen saja.“Iya, Mas. Ini aku lagi angetin makanan Mas Devran.” Nayra menoleh dan tersenyum senang melihat Devran sudah datang.“Tidak perlu, aku sudah makan.” Devran memberitahu Nayra agar tidak usah re
Ananda anak pintar dan kutu buku sejak kecil. Dia selalu mendapat prestasi di sekolah karena memang dia tipikal anak yang tidak mau terlihat buruk.Pernah ada anak baru yang lebih menonjol mengalahkan Ananda, hal itu saja sudah membuat anak itu mengurung diri sepanjang waktu di kamarnya.“Bujuklah Ananda agar mau makan. Kasihan sepupumu, Dev!” Rosa waktu itu meminta Devran membantunya.Dengan sedikit usaha, Devran bisa masuk dari jendela, Ananda malah melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya.“Keluar! Kalau aku bilang tidak mau makan bukan urusanmu!” Ananda meneriaki Devran.“Ayolah, bro. Itu hanya tentang nilai. Kau bisa mengejarnya lain waktu.” Devran menghibur sepupunya.“Kau tak tahu apa-apa, Dev! Kau tak tahu rasanya belajar sampai tengah malam dan begitu keesokan harinya kau ujian, CBT komputermu tak berjalan. Waktu habis dan aku tertinggal. Enak saja mereka bilang aku tidak bisa mengulang ujian itu hanya karena tidak ada jadwa ujian susulan. Lebih enak lagi, anak
Perasaan Nayra sepagi ini sudah terasa manis. Nenek Renata menelpon dan bermimpi bahwa anak yang dikandung Nayra berjenis kelamin perempuan. Nayra suka sekali anak perempuan.Nanti kalau memang anak perempuan yang dilahirkannya, dia sudah tidak sabar menguncir rambutnya, membuatkannya baju rajut yang cantik, juga menghias kuku-kukunya.Mudah-mudahan mimpi Nenek Renata bisa terwujud.“Jangan terus tersenyum begitu, aku memang pandai memuaskanmu, tapi tak perlu juga mendeklarasikannya dengan senyuman sepanjang hari,” tukas Devran sembari memakai kemejanya. Dia harus segera berangkat kerja. Ada banyak agenda hari ini.Mendengar Devran mengatakan demikian Nayra langsung melototinya. “Besar kepala sekali Anda? Siapa juga yang senyum-senyum untuk Anda?”“Oh. Bukan senyum-senyum untukku? Atau senyum itu untuk....”“Jangan mulai deh, Mas. Mau kita bertengkar lagi sepagi ini?” Nayra mengingatkan.Jadi malah terbalik begini. Biasanya dialah yang suka memulai sebuah pertengkaran.“Emang kau piki
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap
“Aku dengar, Devran melaporanku ke organisasi dokter. Tidak tahu benar atau tidaknya, tapi aku yakin undangan itu untuk menyidangku.” Ananda mengutarakan keresahannya pada Nayra.Pria itu tahu Nayra tidak mengerti apa-apa. Kalau dia membuka sedikit saja memori saat Nayra sebelum amnesia, yakin lah dia bisa memporak porandakan hubungan Devran dan Nayra kembali.“Ke-kenapa Mas Devran melaporkan Dokter? Apa ada yang salah?” Nayra bingung dan heran.“Dia...” Ananda hendak mengatakan sesuatu, tapi mendadak terhenti karena seorang wanita menghampiri mereka.“Mas Nanda?” tegurnya. Raut wajahnya resah dan sedih. Membuat Ananda juga Nayra menatapanya heran.Nayra terkejut karena dia mengenalnya. “Lho, kamu kan yang...”Belum juga berlanjut ucapan Nayra, Ananda memotongnya. “Nay. Dia putri teman mamaku. Aku izin ngobrol sebentar, ya? Sebentar saja, kok!”Nayra tentu mengiyakan. Aulia diminta menemani Nayra dulu sembari menunggunya membereskan masalah dengan gadis satu ini.“Apa maumu, Yasmin?
“Terima kasih atas sarannya, Nyonya. Sebaiknya Anda keluar karena saya banyak pekerjaan hari ini.” Devran tak peduli. Dia mengabaikan Tamara dengan duduk di kursi kerjanya dan menghubungi sekretarisnya.“Rudi, bawakan aku dokumen kontrak kerjasama dengan perusahaan Malaysia. Aku mau pelajari dulu!”Tamara masih belum menyerah mengusik sang putra. Dia menjalankan kursi rodanya mendekati meja kerja Devran. Sedikit melembutkan suaranya dia menyampaikan, “Papamu ulang tahun hari ini, kau tidak mau mengucapkannya?”Devran menampakkan ketidakpeduliannya dengan memeriksa ponselnya. Terasa geli saja di telinganya mendengar Tamara menyebutkan papa untuk Ludwig.“Dev?” Tamara meminta perhatian putranya itu. “Hargai sedikit keberadaannya di hidupmu, Dev. Dia ayah biologismu. Dia orang pertama yang sangat bahagia mendengar mama hamil.”Devran menghela napas. Kalau tidak disudahi, wanita ini tidak akan berhenti menganggu waktunya. Memang seperti itulah mamanya.“Sudah tua juga ulang tahun, kayak
Tatapan Nayra membulat mendengar Devran kembali ingin mengukungnya. Tapi dia jadi ingin menggoda Devran. “Kalau sama gadis cantik selalu ada yang mendesak ya, Mas?”Sialnya yang Nayra tahu, pria ini selalu dikelilingi wanita cantik.Jadi ingat Damayanti yang super model itu. bukan hanya cantik, tentu saja bodinya juga seksi. Semua pria pasti setuju Damayanti itu wanita yang bisa memuaskan visual para pria.Kalau begini, Nayra kembali tergoda membayangkan, saat Devran berpacaran dengan Damayanti, seheboh apa pergulatan mereka di atas ranjang?Hal itu selalu membuatnya cemburu.“Maksudnya apa ngomong begitu? Mau bertengkar lagi?” Devran menaikan alisnya tidak suka Nayra memancing-mancing pembahasan. “Ya, gimana? Mas Devran kalau di ranjang buas banget kayak srigala lapar. Enggak mungkin juga kan dulu-dulu enggak begini?”Nayra sudah berbesar hati saat awal-awal tahu kehidupan Devran. Bahwa semua itu masa lalu. Tapi terkadang, dia juga penasaran.“Ya gimana? Emang suamimu ini pejantan t
“Orang merem melek keenakan begitu, ngapain juga kemarin nolak-nolak?” Sindir Devran kala selesai kegiatan olahraga pagi mereka pada Nayra yang tampak terkulai lemas namun bibirnya tak berhenti menyunggingkan senyum.“Gimana enggak nolak? Mas Devran kan yang lebih dulu nolak aku. Melorot banget harga diriku ditolak begitu, Mas. Kesannya aku ini enggak banget di mata Mas Devran.” Nayra mengungkapkan perasaannya kala itu.Mereka sudah sama-sama pelepasan dan lega satu sama lain melewati sikap saling kesal dan ingin membalas. Karenanya, obrolannya pun sudah kembali santai tanpa ada otot dan ego yang tak mau kalah.“Jangan overthinking begitulah, masa sampai sebegini kau masih meragukan cintaku? Enggak pernah lho aku seperti ini dulu sama perempuan. Cuma sama kamu sampe aku bela-belain hampir gila.” Devran memberitahu gadis yang selalu meragukannya ini.“Kapan Mas Devran begitu?” Nayra hampir tak percaya.“Kamu memang tak pernah percaya sama aku, tapi kalau Ananda yang ngomong, enggak ben
Saat terbangun Nayra merasa kakinya pegal semua. Tidak tahunya ada kaki besar yang menindih kakinya.“Mas? Maaas?!” Nayra menggoyang tubuh itu.“Hah, apa?” Devran terbangun.“Capek semua ini, Mas. Kakinya disingkirin!” Nayra masih mencoba mendorong tubuh besar Devran.Apa tidak pikir-pikir saat memeluk Nayra? Untung tidak mengenai perutnya.Entahlah. Sejak kapan pria ini sudah balik ke kamar. Nayra juga lelah. Sampai tidak tahu sepanjang malam dipeluk dan ditindih pria ini.“Eh, maaf, Sayang!” Devran baru berjingkat dari memeluk Nayra.“Lain kali jangan peluk lagi, Mas.”“Astaga, Nay. Hanya peluk doang, lho. Enggak mau juga?” Devran protes. Sebegitunya Nayra tidak mau dipeluknya.Padahal maksud Nayra bukan karena tidak mau. Tapi karena ingi menyelamatkan bayinya dari pola tingkah bapaknya.Melihat Devran bangkit begitu saja ke kamar mandi, Nayra jadi merasa bersalah.Dia memang masih sebal dan kesal pada pria itu. tapi sebenarnya juga meridukannya.Mungkin sebentar meletakkan rasa s