Devran tersenyum melihat sikap manis gadis itu. Apalagi, tiba-tiba Nayra berseru membuat Devran bingung, “Sebentar, Mas?” “Apa?”“Mas Devran ganteng sekali kalau tersenyum. Jadi jangan jutek lagi, ya?” Nayra menggoda pria itu.Bukannya malah melebarkan senyumnya mendapat pujian Nayra, Devran kembali pada tampangnya yang jutek. Jadi tengsin saja diingatkan itu. Kembali bersikap dingin, dia jadi ingat tentang hadiah jam tangan dari Ananda. “Apa menurutmu aku tidak bisa membelikan jam tangan untukmu? Sampai kau meminta jam tangan pada pria lain?”Eh?! Nayra jadi terkesiap mendengar Devran menanyakan hal itu. Cepat sekali sih pria ini merubah sikapnya?“Maaf, Mas. Kata Dokter Ananda itu hadiah untuk pernikahan kita. Masa aku menolak hadiah dari sepupu Mas Devran?”Nayra masih bergelanyut dengan melingkarkan kedua tangannya di leher Devran. Mudah-mudahan dengan usahanya ini Devran bisa memakluminya.“Tapi kalau Mas Devran tidak suka, biar nanti aku kembalikan, deh.” Berkata begitu Nay
Entah mengapa mendengar hubungan Nayra dengan tantenya tidak baik, dia jadi sedikit terhibur.Ananda tahu bagaimana karakter sang tante. Wanita itu kalau tidak suka pada orang pasti akan mencari banyak cara untuk menyingkirkannya.Ananda jadi berharap, Nayra lepas dari Devran dan dia punya kesempatan untuk mendekatinya.Dia sungguh jatuh cinta pada gadis itu di pandangan pertama. Dan sepertinya memang sudah tergaris berjodoh karena ternyata gadis itu sudah masuk dalam keluarganya.Apalagi, Ananda juga yakin. Devran masih mencintai Damayanti. Dia orang yang paling tahu betapa patah hatinya Devran waktu Damayanti meninggalkannya."Ingat! Banyak gadis di luar sana yang mengidolakanmu. Jadi untuk apa menyukai gadis itu?" Rosa mengingatkan putranya itu. "Ah, mama tidak tahu apa-apa." Ananda jadi malas mendengarkan mamanya itu. Rosa menatap Ananda dengan sebal. benar juga apa kata Tamara, gadis itu pasti juga sudah membuat otak Ananda tidak berfungsi. *** “Mas tidak ke kantor?” Nayra me
“Terima kasih, Kak. Tapi mungkin lain kali lagi, ya?”Napas Nayra terengah saat dirinya hampir saja menabrak pagar di depan sana dengan mobil barunya ini.Di sampingnya seorang wanita berperawakan tomboy dengan sabar mendampinginya belajar menyetir.“Tidak apa, Nyonya. Kita coba lagi. Itu hal biasa dalam belajar. Jangan kuatir, saya akan mendampingi nyonya.”“Ohh, tidak, Kak!” Nayra masih tremor. Sungguh dia takut sekali sampai tubuhnya tidak berhenti bergetar.Kalau sudah begini Nayra akan menggerutui suaminya itu yang dengan sepihak malah membelikan mobil untuknya. Sudah tahu dia tidak bisa menyetir, kenapa juga harus membelikannya mobil?Tapi tidak seharusnya juga Nayra menggerutu. Sebelumnya dia pernah membandingkan Devran dengan Ananda yang memberikannya hadiah. Bukankah ini juga sebuah hadiah?Benar Devran bilang. Dia memang bawel!“Baik, Nyonya. Kalau begitu biar saya yang mengambil alih menyetirnya.”“Tentu, Kak!” senang sekali mendengarnya mengatakan hal itu. Nayra langsun
“Mas?”Nayra melihat Devran datang dan dia langsung berlari melompat ke gendongannya.Gadis itu kalau suasana hatinya membaik pasti terlihat ceria dan bertingkah kekanakkan pada Devran.“Nay turun, aku lelah!”Devran hendak menurunkan Nayra yang sudah menggelantung di pinggangnya. Tapi gadis itu menolak. Malah mengeratkan kedua kakinya agar Devran tak berhasil menurunkannya. “Enggak mau, gendong aku sampai ke kamar!” ujarnya manja.Devran hanya menghela. Nayra memang masih kecil. Kalau bersikap kekanakkan begini dia jadi bertambah imut.“Bagaimana belajar menyetirnya? Sudah bisa?” Devran menurunkan Nayra setelah sampai di kamar.“Awalnya bisa, Mas. tapi pas mau belok aku hampir menabrak pagar. Jadi, aku takut dan enggak berani lagi menyetir.” Nayra menceritakan bagaiman tadi dia belajar menyetir bersama Kiki.“Sedikit-sedikit, Nay. Nanti juga bisa. Besok minta Kiki mengajarimu menyetir lagi.”“Enggak ah. Aku mau belajar kalau Mas Devran yang ngajari.”“Jangan. Aku tidak sabaran. Nan
“Tenang, Nyonya. Jangan panik. Saya sudah menghubungi Pak Yas.”Kiki mencoba membuat tenang istri bosnya yang sudah panik itu.Drama tentang kekejaman ibu tirinya dan pemaksaan untuk menikahi pria tua kembali terlintas di otaknya. Tapi Nayra akan mencoba tenang. Ada Kiki bersamanya.Untung kacanya tidak tebmus pandang. Jadi Nayra bisa mengetahui gerak-gerik dua pria yang menyeramkan itu sementara mereka tidak. Sesekali ketika pria itu mencoba mengintip ke dalam, Kiki memintanya menutupi titik pandang mereka dengan sesuatu.“Kencangkan sabuk, Nyonya!” Kiki berkata dengan sedikit berbisik.“Apa? I-iya, baiklah!” Nayra pun menjawab dengan sama.Kiki memetakan keadaan sekitar. Masih ada sedikit ruang untuk meloloskan diri. Apalagi dua pria sangar dan mengerikan itu keluar dari mobil untuk mengancam mereka.“Keluar!” masih teriak seseorang sembari menendang dan memukul kaca jendela mobil.‘Ya Allah, selamatkan hambamu!’ Nayra tak berhenti bergumam dalam hati dengan jantung yang berpacu s
“Sampai saat ini kita belum bisa membuat dua pria itu mengaku siapa yang membayar mereka untuk mencoba mencelakai nyonya, Pak.”Yas menyampaikan temuannya pada Devran terkait penyerangan Nayra.Kenapa begitu kebetulan saat tiba-tiba dirinya diminta ke proyek karena ada masalah? Sementara di sana hanya ada sedikit kesalah pahaman saja.Pikirannya sudah mengarah pada sang mama, mengingat wanita itu kemarin bersih tegang dengan Nayra di kantornya.Tapi, Devran tidak seharusnya asal menuduh sebelum ada bukti.“Apa motif mereka?” tanya Devran.“Sementara ini yang mereka akui hanyalah motif begal dan perampokan mobil mewah saja, Pak.”Devran menghela napas dan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi kerjanya. Harapannya memang seperti itu, dua pria itu menyerang Nayra dengan tujuan merampok saja.Akan sedih rasanya kalau apa yang dipikirkannya ternyata benar adanya. Bahwa wanita yang melahirkanya itu berseteru dengan wanita yang seharusnya bisa diterimanya sebagai seorang menantu.Sejak
“Nay. Setelah penyiraman teh panas waktu itu, aku dengar Tamara sudah minta maaf padamu?” Renata membuka obrolan tentang Tamara saat makan siang bersama Devran dan Nayra.Mendengar nama mertuanya disebut, Nayra jadi kembali sedih. Wanita itu tidak pernah berhenti melukainya.Tapi, tidak mungkin juga Nayra mengadu yang bukan-bukan pada Renata. Apalagi ada Devran di sampingnya yang saat ini juga sedang meliriknya. Mungkin menunggu jawaban darinya.“Eng, iya, Nek. Mama sudah minta maaf,” jawab Nayra mengulas senyum pada Renata.“Baguslah kalau begitu. Apa setelah itu hubungan kalian mulai membaik?” Renata bertanya lagi.Nayra kembali bingung ditanya langsung seperti itu. Dia menyenggol kaki Devran di bawah meja agar pria ini bisa membantunya menjawab.Tapi Devran malah berkata, “Nenek bertanya, jawab saja.”Apa maksud pria ini? Apa dia memintanya mengadukan mamanya sendiri pada Renata? Nayra jadi bingung.“Tidak perlu segan, Nay.” Renata menimpali. Barangkali Nayra takut mengatakan yang
“Mama di sini?” Devran heran melihat mamanya ada di kantor saat dirinya keluar dari ruang meeting direksi. Alamat suasana hatinya akan buruk sepanjang waktu karena sang mama pasti akan mengajaknya berdebat banyak hal dan tidak pernah punya pemikiran yang sejalan dengannya.“Kenapa? Ini perusahaan suamiku. Kantor suamiku? Kalau aku datang apa kau terganggu?”Devran hanya mendegus lemah. Walau begitu dia masih mengulurkan tangan pada sang mama saat hendak menuruni tangga. Barangkali wanita itu butuh pegangan mengingat sepatu yang dipakai berhak yang terlalu tinggi.“Mama mau keruangan Devran atau ke mana?” tanya Devran lagi.“Aku akan ke ruangan Abiyan dulu untuk mengurus sesuatu. Nanti mama juga ada yang harus dibicarakan sama kamu.”Kebetulan. Devran juga ada beberapa hal yang harus dibicarakan.“Baik, Ma. Aku ke ruangan dulu. Permisi!” Devran undur untuk berjalan ke ruangannya yang berbeda lantai dengan ruangan Abiyan. Masih ada setumpuk berkas untuk diperiksa dan ditanda tanganin
“Bagaimana, Ki?” Devran menghubungi Kiki yang belum memberikan kabar.“Saya sudah menunggu nyonya di kampus sejak tadi pagi, Pak. Tapi sekarang ini sepertinya nyonya masih bersama orang lain. Jadi saya menunggunya selesai urusan.”“Orang lain siapa?” Devran penasaran. Siapa orang lain itu hingga Kiki harus menuggunya dulu?“Saya kurang tahu, Pak. Pria itu mengajak nyonya masuk ke mobilnya. Sejak tadi saya menuggu nyonya keluar dari mobil itu.” Kiki memang tidak kenal Ananda, jadi dia tidak tahu siapa yang bersama Nayra.“Mobil? Mereka di mobil? Ngapain?”Devran yang menelpon sembari menandatangani dokumen sampai harus menghentikan pekerjaannya itu hanya karena mendengar Nayra diajak ke mobil seorang pria dan tidak tahu sedang apa di dalam sana hingga Kiki lama menunggunya.Apa gadis itu sudah mulai berani sekarang? Devran jadi resah sendiri dengan pemikirannya. Belum sebulan gadis itu keluar dari apartemennya sudah mau macam-macam saja. “Maaf, saya kurang tahu, Pak.” Kiki menjawab.
“Nay?” Devran menghampiri gadis itu dan baru tersadar bahwa itu hanyalah bayangan yang tiba-tiba melenyap di udara ketika disentuhnya.Dia tidak memungkiri, sedang merindukan gadis itu. Merindukan malam-malam dingin dan hari yang lelah seharian bekerja yang tidak akan terasa lagi karena bersama dengannya.“Sial!” Devran lagi-lagi mengumpati dirinya yang malah mengingat gadis itu.Saat diletakkannya jam tangan di meja rias, Devran baru tahu ponsel Nayra tergeletak di sana dalam keadaan non aktif. Cincin yang diberikannya malam itu pun ada di samping benda pipih itu.“Nayra tidak membawa ponselnya?” Devran terkejut mengambil ponsel itu.Dia memang tidak berusaha menghubugi Nayra, jadi tidak tahu kalau ponselnya ditinggal dan tidak aktif.“Astaga!” lenguhnya lalu bergegas menuju ruang kerjanya.Tadinya mau menghubungi Kiki agar datang dan mengantar benda ini ke Nayra.Dia pasti butuh ponsel ini untuk banyak hal. Akses keuangan, komunikasi dan lainnya tentu dari benda pipih ini. Bagaima
“Nayra?!” bentak seniornya kala melihat Nayra kurang fokus.“Kalau tidak niat kerja jangan kerja! Lihat kan kita dikomplen gara-gara mereka pesan sup aparagus yang kau centang malah sup seafood. Mana ibu tadi alergi seafood lagi!”“Maaf, Kak,” ujar Nayra merasa bersalah. Dia juga lupa apakah dia yang salah centang atau pelanggannya yang lupa pesanannya. Yang pasti kali ini Nayra benar-benar kacau.Sejak berangkat tadi, suasana hatinya sudah buruk. Entahlah, untuk apa juga hatinya masih semerana ini melihat pria itu tampak bersama Damayanti.“Permisi, Kak!” Nayra izin melanjutkan pekerjaan. Sedangkan seniornya masih ngedumel karena gadis itu sudah berani membuat kesalahan di minggu-minggu pertama dia bekerja.“Jangan keras-keras pada anak baru.” Rekan yang lain mengingatkan.“Kalau
“Pak, mengenai video itu, apa perlu diviralkan saat ini?” Yas meminta pertimbangan Devran sebelum melangkah untuk memberi pelajaran para pelaku pembulian sang nyonya.Pria itu bukan lagi pegawai di kantornya, jadi tidak bisa datang ke kantor, takut akan membuat spekulasi dari mata-mata sang nyonya besar. Dia menunggu Devran di sebuah kafe utuk membahas urusan ini.“Aku lupa kalau Nayra masih harus kuliah. Jadi dia menolak balik ke kotanya. Menurutmu kalau video itu viral, apa tidak ada kemungkinan mama akan kembali mengincarnya?”Devran meminta pertimbangan Yas mengenai Nayra yang masih ada di Jakarta. takut saja sang mama akan meminta orang mengubek-ubeknya lagi jika video itu viral.“Nanti kita samarkan wajah nyonya agar tidak mengganggu privasinya. Ini juga akan memancing reaksi mereka untuk membuat sebuah pernyataan. Barulah kita akan bergerak memakai pihak ketiga untuk melaporkan mereka.”Yas sudah merancangnya. Dia belum mengeksekusi hal ini karena menunggu Devran balik dari Ba
“Ada apa, Nay?” Aulia temannya itu melihat Nayra bermata sayu, seperti orang kurang tidur dan banyak menangis.Sejak beberapa hari yang lalu dia sudah mengira Nayra punya masalah. Terlebih tiba-tiba memutuskan pindah ke kos-kosan kecil di tempatnya ini. Jangan-jangan apa yang ditakutkan Aulia selama ini terjadi juga.Nayra tak memberikan pernyataan. Dia hanya mengulas senyum dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur kecil di kamar kos barunya. “Aku ngantuk, Ul. Nanti sore aku mau interview.”“Interview apa?”“Adalah, aku tidur dulu, ya?” ujar Nayra yang memejamkan matanya kemudian sudah terlelap dengan cepat.Semalam dia tidak bisa tidur meratapi nasibnya, menunggu pagi menjelang karena tak betah masih berada di apartemen pria yang tidak berperasaan itu. Setelah sejauh ini hubungan mereka, ujung-ujungnya dicampakkan begini juga dirinya.Sejak awal posisi Nayra memang sungguh sulit. Memang dia yang membutuhkan pria itu untuk keluar dari masalah dengan ibu tirinya. Namun, seharusnya ti
Tidak perlu menunggu esok tiba, Nayra sudah mengemas sedikit barangnya di koper. Dia sudah menghubungi Aulia menanyakan apakah masih ada kamar kos kosong di tempatnya? Untungnya masih ada. Sayangnya Aulia bilang, ibu kos bilang baru besok boleh datang.Tidak apa, tinggal nunggu malam ini saja di apartemen ini. Seharusnya dia bisa bersabar.Hanya saja, setiap sudut ruangan di apartemen ini selalu menyiksa batinnya. Tentang kemesraan mereka, kebersamaan yang hangat, dan pertengkaran-pertengkaran kecil yang justru membuat mereka saling merindukan.Sedih, karena faktanya semua itu tidaklah sepenuh hati dilakukan oleh Devran padanya. yang dikiranya sudah jatuh hati padanya, nyatanya hanya sebagai penghibur dan selingan hatinya yang nestapa karena belum bisa menemukan jalan kembali pada mantan kekasihnya.“Selamat deh, Mas. Mudah-mudahan hubungan kalian langgeng,” gumam Nayra yang sudah kehabisan air mata untuk menangis. Membiarkan ngilu dadanya masih terasa.Hanya bisa mengelusnya dan m
“Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?” tanya Devran menghampiri Nayra yang sepanjang hari belum beranjak dari kamar.Devran baru menemuinya sore ini karena tidak ingin menganggunya. Dia meminta Kiki yang menemani dan menghibur Nayra. Mendengar kodisinya sudah lebih baik, Devran baru berani muncul di hadapannya.“Iya,” ujar Nayra. Dia baru melihat Devran dan Kiki bilang pria ini sedang sibuk di kantornya.Merasa terisih itu ada. Seolah diabaikan dan tidak dipedulikan. Setidaknya Devran bisa menenangkannya setelah hal-hal buruk itu terjadi. Sayangnya pria itu terlihat acuh dan dingin. Perasaannya carut marut terkenang tentang hubungan Devran dengan mantan kekasihnya. Apa mereka serius kembali memutuskan bersama sehingga Devran tak membutuhkannya lagi?Apalagi setelah mengetahuinya hampir diperkosa pria lain, Devran pasti enggan sekedar mendekatinya. “Baguslah. Kalau kau bisa makan malam, aku tunggu di meja makan,” tukas Devran begitu saja berlalu keluar kamar.Nayra menatap pria
Pukulan dan tamparan itu tak guna karena Rio masih tak mau mengaku. Bicarapun dia tidak bersedia.Di detik ini Devran merasa ngeri. Seberapa berkuasa sang mama hingga anak buahnya tak berani membuka mulut dan memilih untuk bungkam bahkan kalau perlu mati sekalipun.Langkahnya mengendur dan Devran tertunduk di kursinya.“Serahkan ke polisi, kalau perlu seret semua yang ada di video itu!” Devran memberi perintah pada anak buahnya meski dengan nada lemas. Lemas karena menyadari bahwa ini sudah tidak main-main lagi.“Atur bagaimana caranya seolah orang lain yang melaporkannya. Aku tidak mau Nayra terlibat lagi. ” Pesan Devran.Devran tahu kalau sampai dirinya atau anak buahnya yang tercatat melapor, bukan dirinya yang akan dirujak sang mama, tapi Nayra.Tak perlulah bertanya lagi untuk memastikan atau sekedar membuktikan bahwa mamanya lah yang mendalangi semua ini.Keberadaan Rosa, tantenya; Eva, asisten mamanya; juga Damayanti yang membully Nayra sebelum hampir dilecehkan Rio, sudah me
“Kau akan jadi milikku hari ini, cantik...” Rio mencium tangan Nayra dan masih betah mengagumi paras istri mantan bosnya itu.Diantara banyak gadis cantik, sebagai seorang pria normal, Rio tentu tak menampik bahwa Nayra memiliki daya tarik tersendiri yang luar biasa. Terlalu asyik mengagumi gadis ini sampai-sampai lupa dia harus bertindak cepat. Bisa-bisa Tamara juga akan memecatnya kalau kali ini dia tidak berhasil. Tangannya bergetar mulai melepas kancing kemeja Nayra.Satu kancing, dua kancing, lebih gugup lagi ketika dua gundukan indah menggoda itu terpampang di depan matanya, membuat isi dalam celananya penuh, napasnya mulai memburu dan tak sabar untuk langsung mengungkungi tubuh itu.Ketika itu Nayra mulia tampak sadar. Dia membuka matanya dan terkejut melihat wajah seorang pria yang itu bukan Devran mendekat mencoba mencium pipinya.Nayra langsung menahannya dan berteriak. “Tidak! Lepaskan aku!”Rio tak peduli. Dia masih berusaha menyentuh Nayra meski gadis itu memberont