Selamat membaca kakak... 💕💕💕
Jepit rambut dan kutek yang ada di laci Devran pasti barang wanita itu.Nayra tampak terusik sepanjang makan malam mereka berdua. Dia hanya memainkan sendok dan garpunya sementara Devran yang juga sedang makan malah sambil sibuk memeriksa ponselnya.Bagaimana Nayra mau mengungkit dan menanyakan perihal barang-barang itu?Apakah kalau dia bertanya tidak membuat Devran marah padanya?Ya Tuhan. Bahkan sudah berkali-kali memberikan hak pria ini atas tubuhnya, Nayra masih juga merasa bahwa dirinya bukan siapa-siapa yang pantas untuk menanyakan hal sensitif ini.Hatinya semakin gelisah.“Ehem!” Devran berdehem melihat Nayra hanya melamun.Gadis itu tersentak. "Ya, Mas?"“Ada apa?”Nayra menatap Devran yang bertanya itu. Ini adalah kesempatannya untuk membahasnya. Saya
“Hubungan mereka bahkan masih tampak baik-baik saja.“Nayra sampai mengira-ngira sebenarnya bagaimana hubungan mereka selama ini? Dua wanita itu masih tampak akrab meski pernah ada hal yang berakhir setahun yang lalu. “Oh, apa aku yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi?”Nayra kembali bingung. Kalau benar demikian, artinya orang-orang itu benar-benar baik dan dewasa. Tidak lagi memikirkan tentang masa lalu dan tetap menjalin silaturrahmi.Sepanjang waktu itu dia malah sibuk bermonolog dengan diirnya sendiri.Mungkin selepas Devran datang dia akan sedikit membahasnya.Tapi, apa Devran malam ini pulang ke apartemen?Nayra pun menghubunginya dan bertanya apa malam ini dia pulang?[Mas tidak pulang?] Nayra menulis pesan karena ponsel Devran tidak bisa dihubungi.Tidak lama Devran sudah membalas, [Ini di jalan]Oh. Devran sudah di jalan?Nayra langsung mengemasi tugasnya dan menyingkirkannya. Merapikan meja dan sofa lalu membuka lemari es untuk memeriksa stok makanan. Agar kalau ti
“Terus kenapa kamu sedih? Barang itu tidak menunjukan apapun.”Nayra bertambah sedih mendengar ketidakpedulian Devran pada perasaannya. Apa iya ada barang perempuan di kamar seorang pria juga foto mesra itu tidak menunjukkan apapun?“Tapi...” Baru saja Nayra masih ingin membahasnya ada panggilan di ponsel Devran.Pria itu menyempatkan mengangkat panggilannya dulu.“Ya? Apa ada hal serius?” Nada suara Devran tampak cemas. Karenanya Nayra ikut mendengarkan serius.“Oh, baiklah kalau tidak ada apa-apa. Nanti kami akan ke sana.” Devran sudah tampak lega saat menutup panggilan itu.“Ada apa, Mas?” Nayra yang kini jadi penasaran.“Nenek bilang pengen ngobrol sama kamu. Dia kangen sama kamu.”“Oh, kangen?” Nayra bahkan tidak percaya dikangenin Renata. Tapi walau begitu, dia sudah semangat saja untuk ke rumah keluarga tidak mau membuat Renata menunggunya. “Ayo Mas kita ke sana!”Ini sudah di perjalanan menuju rumah keluarga Devran, dan dia sudah melupakan apa yang tadinya ingin ditanyakan
“Oh, Maaf-maaf!”Nayra sungguh terkejut ketika berbalik badan dengan sedikit tergesa dia menabrak seseorang hingga menumpahkan minuman di gelas yang dipegangnya.Naasnya, minuman itu tumpah mengenai seseorang itu. Yang kini menatapnya dengan sangat tidak terima.“Saya terburu karena harus mengambil teh untuk nenek. Mohon maaf!” Nayra sekali lagi menunduk di depan wajah yang tak ramah itu.Itu—Tamara. Dia baru datang dan sudah mendapat sambutan seperti ini. Tentu saja emosinya terpancing.“Siapa kamu?!”Tamara menatap tajam gadis yang meringsut itu. Dia belum pernah melihatnya sebelum ini.Apa dia pelayan baru? Atau bisa jadi perawat mertuanya itu.Kalau benar begitu, gadis itu harus dihukum karena mengotori bajunya dengan teh.“S-saya...”Byurrr!Belum sempat Nayra menjelaskan siapa dirinya, Tamara yang kesal dan lelah langsung mengambil cangkir di tangan Nayra dan menyiramkan padanya.“Auh!!!” Nayra terkejut. Teh itu masih lumayan panas. Tamara menyiramkannya di lehernya.“Itu pantas
“Sialan anak itu!” Tamara menggerutu sepanjang jalan teringat betapa malunya dia di depan beberapa pelayan dan diusir oleh Renata.Tamara sungguh sakit hati. Pada mertuanya itu yang tidak pernah bisa melihat dirinya sebagai seorang menantu di keluarganya. Dia bahkan memilih gadis itu dari pada dirinya.Padahal, Tamara juga sepanjang hari memikirkan keluarga ini. Memikirkan perusahaan keluarga mereka. Juga memikirkan kebaikan putra dan cucu wanita itu. Tapi beginikah balasannya?“Ini gara-gara gadis itu!” Lagi Tamara mengumpati Nayra. Benar-benar tidak terima diperlakukan begini. Dan saat persiapan menjelang konfrensi pers itu, Devran menghubunginya. Tamara tahu putranya itu pasti akan membahas tentang kejadian tadi pagi. Karenanya dia tidak mengangkatnya dulu. Takut suasana hatinya rusak dan konfrensi pers berantakan.[Ma, kenapa bersikap begitu pada Nayra?]Tidak diangkat panggilannya, Devran mengirim pesan padanya.Tamara membiarkannya saja. Dia hanya menghela panjang untuk menaha
“Damay?” Tamara menyapa balik.Ketika wanita cantik itu melangkah mencium pipi Tamara, Nayra hanya bisa terdiam menyaksikan hubungan Tamara dan Damayanti yang masih sangat akrab itu.“Apa kabar, Dev?” Damayanti kemudian beralih pada Devran dan tersenyum menyapanya.Nayra diam-diam memperhatikan keduanya yang saling beradu pandang. Meski Devran tampak biasa, tapi dalam hati Nayra merasa mereka masih ada sesuatu.Seperti yang diketahui Nayra, Devran selalu begitu orangnya. Tampak cuek di permukaan tapi sebenarnya tidak begitu adanya.Ada sedikit cemburu terlintas yang berusaha ditepis oleh perasaan Nayra dengan cepat. Mereka hanya bertemu dan tidak melakukan hal apapun. Apa salahnya dan mengapa dia harus cemburu?“Baik. Ini Nayra. Istriku!” Devran merangkul Nayra dan mengenalkannya pada Damayanti.Untuk pertama kalinya, Nayra dan Damayanti saling berjabatan tangan. Nayra tampak canggung mencoba membalas senyum wanita itu.Meski begitu tentang foto dan barang-barang wanita di kamar Devra
Nayra mencoba menghubungi Devran. Ini sudah lebih dari se jam saat dirinya memutuskan keluar dari ruangan Tamara.Kenapa Devran tidak mencarinya?Barulah dia tahu ponselnya kehabisan paket data hingga tidak berhasil menghubungi Devran atau sebaliknya.Untuk urusan seperti ini Nayra kurang memperhatikannya. Karena biasanya di apartemen sudah tersedia wi-fi. Bahkan di kampusnya pun juga sudah tersedia jaringan internet terbuka.Nayra pun memutuskan untuk balik ke ruangan itu. Mudah-mudahan Devran sudah di sana dan sedang menunggunya.Bisa jadi mamanya tidak ada yang menunggu jadi tidak bisa meninggalkannya.Tapi, apa Damayanti masih ada di ruangan itu?Dari pada terus bertanya-tanya sendiri, bukankah akan lebih baik langsung balik saja?Nayra sudah mengetuk pintu dan bersiap masuk ruang perawatan. Tapi, situasi di dalam sepi karena bahkan Tamara pun sudah tertidur. Hanya ada seorang perempuan yang menungguinya di sofa samping ranjang pasien. Itu asisten Tamara.“Maaf, Mbak. Nyonya s
“Aku kesiangan, Mas. Aku berangkat dulu!” Nayra melihat jam tangannya dan memang ini sudah siang. Dia terlalu lama menghabiskan waktu tadi hanya untuk tertegun dan melamun di meja makan.“Nay?” Devran benar-benar tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi.Nayra sudah bangkit menyingkirkan gelas dan piringnya di kitchen sink. Memncucinya sebentar dan bergegas mengambil tasnya.“Aku antar!” Devran menghabiskan susunya dan bangkit. Dia tak perlu bertanya apakah Nayra mau dia yang mengantarnya atau tidak. Dia jadi tahu, bahasa tubuh Nayra kalau sedang marah. Nayra lebih banyak diam.“Damayanti tiba-tiba sakit. Dia tidak membawa kendaraan, jadi mama memintaku untuk mengantarnya pulang. Maaf, ya?” Devran menyelipkan penjelasan itu saat mereka di jalan.Nayra melirik Devran. Pria ini apa masih peduli untuk menjelaskan sesuatu padanya?“Jangan perhitungan. Kau juga aku hubungi lho. katanya kau ada sedikit urusan. Saat aku balik ke rumah sakit, kau juga sudah tidak ada di sana. Eva
“Nayra?”Terdengar suara memanggil-manggil Nayra.Itu memang suara Devran.Nayra harusnya bahagia, sejak tadi dia berharap Devran cepat datang. Tapi kehadiran Devran di detik dia bisa membujuk Ananda dengan baik jadi merusak suasana lagi dan membuat pria ini kembali kalut. Sialnya, Ananda malah menyobek plastik kapsul itu dan mengeluarkannya.“Dokter?!”“Buka mulutmu!” Ananda menyodorkan kapsul itu pada mulut Nayra.Reflek Nayra menutup mulutnya dengan kedua tangannya rapat.“Jangan cemas, aku juga akan memasukannya kedalam mulutku setelah memastikanmu tertidur dengan tenang.”“Uhmmm!” Nayra menggelang-gelengkan kepala tidak mau. Dia sungguh takut.“Buka mulutmu!” bentak Ananda yang kini malah menjambak Nayra.Mungkin bentakan itu terdengar sampai luar, hingga pintu kamar itu didobrak.Terlihat Devran yang langsung berlari hendak menyerang Ananda namun tertahan karena pria itu mengancam Nayra.“Coba saja kau mendekat!” Ananda memecah vas dan mengarahkannya pada leher Nayra yang keta
Ananda tetap melajukan mobilnya ke arah puncak. Mereka menginap di sebuah vila. Ketika Ananda hendak memesan makanan, Nayra langsung menarik tasnya dan bergegas mengambil ponsel untuk menghubungi Devran.Sayangnya, dia tidak menemukan ponselnya. Nayra tidak ingat apakah menjatuhkan ponselnya di suatu tempat.Atau jangan-jangan...“Kau mencari ponselmu?” Ananda masuk dan mengetahui keresahan Nayra.“Dokter, aku...”“Kau mau menghubungi Devran? Kau bilang tidak akan menghubunginya lagi tadi. Apa kau lupa?!” Ananda kembali bersikap aneh.Nayra yang tadi masih mencoba bersikap tenang kini mulai tak tahan.“Apa kau lupa aku juga punya mama yang pasti saat ini mencemaskanku. Kenapa kau seegois ini!” Nayra malah berteriak balik pada Ananda.Mata pria itu melebar mendengar gadis yang lemah lembut itu pada akhirnya berteriak padanya. Membuat Nayra jadi serba salah.Tapi biarlah. Pria ini juga harus mendengarnya.“Aku juga sebentar lagi akan menjadi seorang mama. Pasti akan sangat sedih menge
“Brengsek suamimu itu, Nay! Kau bukalah matamu dan lihat seberapa brengsek dia. Bodoh kamu!” Ananda mengumpat sembari sesekali memukul setir yang dipegangnya.Nayra hanya terdiam. Seorang Ananda yang santun dan selalu bersikap elegan, nyatanya bisa juga mencecarnya dengan sedikit kasar.Dia sudah bisa menilai karakter pria ini sejak saat para perampok itu mencegat. Sekarang melirik Ananda yang terus mengumpati keburukan suaminya, dia hanya diam saja. Takut malah akan membuat kondisi mental Ananda lebih buruk.Dia ingat, kakak kelas SMA-nya dulu yang nekat meminum racun serangga hanya karena gagal dalam seleksi SPMB dan dinyatakan tidak lolos sementara teman-temannya yang lain yang bahkan sama sekali tidak pernah mendapat peringkat di kelas selama SMA, justru lolos begitu saja.Merasa malu dan kecewa habis, nekat dia hendak mengakhiri hidupnya. Untungnya masih tertolong.Bisa jadi, Ananda tipikal yang seperti itu. Selama hidupnya dikelilingi keberuntungan, dipuja-puja secara fisik da
Nayra sudah diantar pulang oleh Yas karena Devran harus bicara dengan Ananda.Sungguh kesal kalau pria ini selalu mengganggu kebersamaannya dengan Nayra. Tapi, lebih baik diselesaikan dengan segera.Devran ingin setelah ini Nayra menjalani masa-masa kehamilannya dengan nyaman tanpa ada gangguan lagi.“Ada apa, bro?” Devran dengan santai menanyai pria yang masih tampak gusar itu.“Urusan tes DNA itu valid atau tidak bukanlah tanggung jawabku. Kau tidak bisa menjadikan ini sebagai sebuah alasan untuk menyingkirkanku dari dunia yang selama ini kutekuni!” Ananda berteriak marah tahu bahwa Devranlahh yang mengadukannya ke dewan kedokteran.Dia tentu tidak mau begitu saja menjadi konyol begini. Bahkan kuliahnya yang mengambil sub-spesialis sudah selesai tinggal menunggu lulus, malah gelar dokternya terancam dicopot. Ananda tidak akan terima hal itu.“Jangan mengelak lagi, kau pasti mensabotasenya.”“Apa? Apa buktinya? Hah!” Ananda berang.Devran jadi ikutan terpancing. Dia bahkan menendang
“Ikut aku, Nay!” Devran menarik lengan Nayra. Padahal masih ada Ludwig dan Farah di sana.“Mas?” Nayra hendak protes walau dia tidak berdaya hanya bisa mengikuti Devran.“Sudah jangan bawel!” Devran langsung meminta Nayra masuk mobil yang diparkirnya tak jauh dari tempat itu lalu segera dilajukannya pergi.Sedangkan di sana, Ludwig dan Farah hanya menatap tanpa bisa menahan seorang Devran.“Maaf, kalau sikap Devran seperti itu.” Ludwig sampai meminta maaf pada Farah.Setahunya Devran pria yang dingin dan sedikit kasar, bahkan pada mamanya sendiri. Tidak berlebihan kalau dia sampai berpikir Devran juga seperti itu ke semua orang. “Ah, Devran memang kelihatannya dingin. Tapi aku tahu kok, dia baik.” Farah menyampaikannya, sekedar mengoreksi pemikiran Ludwig.“Oh, maaf, aku tidak banyak tahu tentang dia.”Farah melirik pria itu dan baru menyadari bahwa Ludwig tampak sedih melihat sikap putranya yang tidak pernah mau sekedar duduk menikmati kopi bersama. Farah jadi kasihan.“Jangan m
Ananda anak pintar dan kutu buku sejak kecil. Dia selalu mendapat prestasi di sekolah karena memang dia tipikal anak yang tidak mau terlihat buruk.Pernah ada anak baru yang lebih menonjol mengalahkan Ananda, hal itu saja sudah membuat anak itu mengurung diri sepanjang waktu di kamarnya.“Bujuklah Ananda agar mau makan. Kasihan sepupumu, Dev!” Rosa waktu itu meminta Devran membantunya.Dengan sedikit usaha, Devran bisa masuk dari jendela, Ananda malah melemparinya dengan benda-benda yang ada di dekatnya.“Keluar! Kalau aku bilang tidak mau makan bukan urusanmu!” Ananda meneriaki Devran.“Ayolah, bro. Itu hanya tentang nilai. Kau bisa mengejarnya lain waktu.” Devran menghibur sepupunya.“Kau tak tahu apa-apa, Dev! Kau tak tahu rasanya belajar sampai tengah malam dan begitu keesokan harinya kau ujian, CBT komputermu tak berjalan. Waktu habis dan aku tertinggal. Enak saja mereka bilang aku tidak bisa mengulang ujian itu hanya karena tidak ada jadwa ujian susulan. Lebih enak lagi, anak
Perasaan Nayra sepagi ini sudah terasa manis. Nenek Renata menelpon dan bermimpi bahwa anak yang dikandung Nayra berjenis kelamin perempuan. Nayra suka sekali anak perempuan.Nanti kalau memang anak perempuan yang dilahirkannya, dia sudah tidak sabar menguncir rambutnya, membuatkannya baju rajut yang cantik, juga menghias kuku-kukunya.Mudah-mudahan mimpi Nenek Renata bisa terwujud.“Jangan terus tersenyum begitu, aku memang pandai memuaskanmu, tapi tak perlu juga mendeklarasikannya dengan senyuman sepanjang hari,” tukas Devran sembari memakai kemejanya. Dia harus segera berangkat kerja. Ada banyak agenda hari ini.Mendengar Devran mengatakan demikian Nayra langsung melototinya. “Besar kepala sekali Anda? Siapa juga yang senyum-senyum untuk Anda?”“Oh. Bukan senyum-senyum untukku? Atau senyum itu untuk....”“Jangan mulai deh, Mas. Mau kita bertengkar lagi sepagi ini?” Nayra mengingatkan.Jadi malah terbalik begini. Biasanya dialah yang suka memulai sebuah pertengkaran.“Emang kau piki
“Ouuuh, Mas!” Nayra sampai terlihat tak berdaya. Menggapai-gapai sesuatu di sekitarnya sekedar untuk diremasnya sebagi buncahan rasa itu.“Mas???” jeritnya tapi dia begitu menikmatinya.Peluh dikeningnya bercucuran dan tubuhnya benar-benar bergetar. Entah bagaiamana bisa pria itu tanpa memasukinya dengan sebagaimana mestinya, sudah membuat Nayra gelonjotan seperti ini.Nayra bahkan sudah mencambaki rambut kepala yang menyerusuk di sela kedua kakinya itu, namun Devran tak berhenti. Dia juga mau Nayra merasakan sensasi yang sama saat barusan tadi dirinya terpuaskan.“Sudah, Mas. Jangan heboh-heboh...”Devran baru mengurangi usahanya itu saat teringat istrinya sedang hamil dan tak boleh terlalu heboh. Takut mengusik janin yang anteng di dalam sana.Keduanya kembali terkulai di atas ranjang itu sambil saling memeluk dan tak rela terpisahkan.Devran juga tak mau Nayra sampai kelaparan, jadinya sembari menunggu Nayra selesai mandi, Devran memesankan makanan untuknya.Selesai memesan, dia
Devran sudah lama tidak memukuli orang. Sekarang mumpung ada mangsa dan juga suasana hatinya yang mendukung adrenalinnya naik, Devran tampak kesetanan menghajar tiga cecunguk itu satu persatu sampai mereka ampun-ampun dan mencium sepatu Devran.“Ampun, bos, ampun! Kita cuma cari sesuap nasi untuk anak istri kita!” salah satu pria yang sudah babak belur memohon-mohon.“Kembalikan barang istriku!” Devran merebut tas dan jam tangan Nayra.Tidak sulit membelikan lagi Nayra barang-barang mahal untuknya. Tapi tindakan mencuri atau merampok tentu tidak bisa dibenarkan dan dibiarkan begitu saja.Tapi, kali ini Devran bermurah hati. Dia tidak berlanjut mempolisikan mereka. “Pergi sebelum aku berubah pikiran!” ketusnya pada mereka.Sedikit tergesa sembari menyeret teman yang pingsan mereka pun langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur menghilang.Saat itu Devran berbalik dan melihat Nayra berlari kecil untuk melihat Devran. Namun Ananda masih mempengaruhi Nayra.“Devran tidak kenapa-kenap