PoV Penulis Sudah 5 bulan Hamiz mencari keberadaan Alana. Namun, tetap tidak ada di mana pun. Sudah dicari di sosial media, tapi tidak ada foto profil yang menandakan itu Alana. Selama sebulan pula hidup Hamiz tak terarah. Terasa ada rongga besar yang menganga di dalam tubuh. ”Kenapa, sih, aku ngrasa kamu udah beda? Kamu udah suka sama Alana?” tanya Dania. Hamiz berdecak. ”Pikiran kamu aja. Aku lagi pusing sama kerjaan.” Kemudian Hamiz meninggalkan Dania ke ruang kerja, malas menanggapi Dania yang selama sebulan ini marah-marah. Tidak ada hari tanpa amarah yang keluar dari wanita itu. Cinta yang meluap-luap saat pacaran tiba-tiba hilang. Kini Hamiz tak merasakan apa pun lagi yang menggebu-gebu pada Dania. Bahkan saat ia menyodorkan tubuhnya pada Hamiz, ia tidak merasakan sesuatu seperti yang sudah-sudah.Perut Dania sudah membesar. Sudah 6 bulan usia kandungannya. Hamiz justru semakin bertanya-tanya, kesulitankah Alana di sana. Pasti perutnya sudah besar dan sebentar lagi melahirk
”Arsenio Zayn Faida,” ucap Alana saat menyusui putranya yang baru ia lahirkan beberapa jam lalu. ”Arsenio Zayn Al-Hamiz,” ujar Hamiz, begitu masuk ke ruangan. Alana sontak menutup kancing bajunya melihat Hamiz masuk. Ia menatap tak suka melihat lelaki itu memberikan namanya untuk pelengkap. ”Ini anakku, Alana.” Hamiz menegaskan. Alana menaruh bayinya ke dalam tempat bayi yang disediakan. Ia tersenyum sinis menatap Hamiz yang tengah membelai pipi putranya. ”Anak yang dulu kamu nggak harapin, kan, Tuan? Selalu yang tuan sebut, bayi ini, bayimu, bayi itu. Ini bayi saya.””Darah dagingku,” sahut Hamiz.”Untuk apa juga Tuan jauh-jauh ke mari? Saya sudah tenang menata masa depan untuk saya dan anak saya. Jangan campuri hidup kami lagi. Urusi saja Daniamu,” ujar Alana, ketus. Hamiz menatap Alana, Niko masuk ke ruangan melihat Hamiz dan Alana tengah bersitatap tegang. ”Alana baru aja lahiran, jangan buat Alana stress,” ujar Niko menjadi penengah. Niko sebenarnya tidak rela. Selama 5 b
Luka setelah lahiran Alana masih berdarah. Bahkan Oma datang tidak menanyakan keadaan Alana, ia datang seolah hanya karena anak Hamiz. Begitu pun Sarah, yang ternyata ikut berkunjung. Hati Alana semakin terluka, saat orang-orang yang dulu memandangnya sebelah mata kini tersenyum bangga menatap bayi kecilnya yang berjenis kelamin laki-laki. Mereka yang datang hanya membicarakan perihal uang kala melihat bayinya. Niko datang, membuat orang-orang yang berkumpul di sana memandang penuh tanya. Niko tidak perduli, ia terus saja berjalan seraya menenteng plastik berisi pembalut dan makanan untuk Alana. ”Ibu menyusui harus banyak makan. Aku udah beli bebek madura di tempat favorit kamu,” celoteh Niko. Ia melihat mata penuh kaca yang siap pecah di mata Alana, namun ia seolah berlaku biasa saja agar Alana tidak memikirkan orang-orang di sekitar. Alana menatap Niko dan lelaki itu paham. Alana seolah berkata dari sorot matanya tidak nyaman melihat anaknya menjadi bahan tontonan begitu. Bahka
Seharian, Dania uring-uringan karena Hamiz tidak bisa dihubungi. Nomornya tidak aktif sejak suaminya pamit dari rumah. Kecurigaannya semakin menjadi. Dania memilih ke suatu tempat saja, menyetir sendiri. Setelah sampai, Dania disambut pelukan oleh seorang lelaki bertubuh kekar dipenuhi tato. ”I miss you, Babe,” ucap lelaki itu sambil mengecup kening Dania. ”Gimana kabarnya ini little girl?” Lelaki itu mengusap serta mencium perut besar Dania. ”Aku udah nggak mual-mual lagi, Babe, dan anak kita baik-baik aja,” jawab Dania sambil memeluk kepala si lelaki. ”Kamu yakin ini semua bakal berhasil? Hamiz nggak curiga sama sekali?””Nggak, Babe. Dia malah jadi nggak peduli ke aku. Sebel banget aku, harus pura-pura butuhin dia terus,” keluh Dania. Dania digendong oleh lelaki bertubuh kekar itu ke kamar dan hal-hal yang biasa mereka lakukan terjadi. Selama tiga hari Dania menginap di rumah itu, rumah di mana Hamiz tidak mengetahuinya. **Alana tengah mengedit video untuk kontennya yang akan
”Jauh sebelum kamu ke sini, aku hanya menahan rindu, dan pahitnya kenyataan. Saat kisah Cinderella mampu membuatku yakin, jika cinta seperti itu hanya ada di dalam dongeng, aku mampu mulai mengikhlaskan kamu. Tuan Hamiz, bukan inginku begini. Hanya saja hatiku terlanjur lara, kala mengetahui kamu sudah berbagi sandar. Aku tau, akulah yang memasuki kehidupan kalian berdua, akan tetapi, tidak bisakah menunggu? Aku ini pencemburu, namun apa kamu tau, Tuan, saat cemburu namun bukan pada tempatnya meski kamu suamiku?”Jemari Alana lincah menari-nari di atas buku diary. Cintanya masih ada pada suaminya, akan tetapi ia merasa cintanya tidak akan menjadi nyata dan indah. ”Tamparanmu itu ... tidak membuatku dendam. Cintaku murni, karna memang mencintaimu. Aku nggak bisa mengekspresikan rasa ini, akan terasa sangat percaya diri jika kamu akan mendengarkan karna sejak awal kamu benci. Hubungan kita terlihat seperti lingkaran, tidak menemukan solusi yang baik untuk kita berjalan ke depan. Tuan .
Ada banyak cara untuk mencintai pasangannya, dari banyaknya cara, yang disediakan semesta pada Alana hanyalah luka. Luka dan kesalahan yang berbaur menjadi satu hingga mempersatukan dalam cinta yang bahagia terasa begitu sulit. Hari demi hari, yang Alana lihat hanyalah keabu-abuan. Ia tidak melihat kepastian akan datang.”Setelah pemotretan untuk bisnis makanan kamu, kita ajak Arsen jalan, ya?” Niko menawarkan. Ia tidak ingin Alana stress menghadapi serangkaian pekerjaan yang tidak menunggu wanita itu istirahat dulu. Niko membaca artikel demi artikel, kalau ibu yang baru melahirkan rawan terkena babyblues. Ia tidak ingin Alana mengalami itu. Hidup Alana sudah begitu berat dengan masalah rumah tangannya dan Niko tidak ingin hal buruk terjadi pada Arsen dan Alana.Alana mengambil sampel makanan yang siap untuk difoto, tangannya mengacung setuju pada lelaki beralis tebal itu. ”Oke!”Alana memiliki hobi memasak. Ia mengeluarkan bisnis makanan pedas siap saji yang sudah dijual beribu-ribu
Setelah kejadian semalam di saat hujan deras, Jack kembali datang ke apartemen Dania. Ia tak menyangka, jika selama ini permainan yang ia kira rapi harus terbongkar. Jack menenangkan Dania yang masih diam. Wajah cantiknya terlihat menakutkan karena eyeliner dan mascara yang luntur.”Kamu harus bertindak cepat, Babe. Kalo gini caranya kan kita nggak bakal dapet apa-apa. Menurut kamu, sekarang di mana Hamiz?” tanya jack.Dania semakin mengerutkan kening, memiliki pertanyaan yang sama. ”Apa Hamiz diam-diam udah tau keberadaan Alana?”Di tengah hujan deras yang mengguyur Jakarta, Dania memilih menaiki mobil seorang diri dengan perut besar untuk ke rumah Sarah. Ia akan menemui Hamiz di sana sambil membujuk Sarah untuk membelikan ia rumah. Ia akan gunakan kehamilannya ini untuk mendapatkan sesuatu yang ia mau.Dania berbelok ke perumahan tempat Sarah berada. Ia keluar setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah. Dania dalam keadaan basah kuyup, mengetok pintu. Sudah jam 11 malam, namun Dania
Perlahan-lahan, hanya dalam waktu satu bulan sejak Jack datang mengacaukan segalanya. Jack kira, penjualan bisnis makanan Alana akan hancur, akan tetapi isu yang menerpa itu membuat rezeki Alana datang berlipat-lipat. Akan tetapi, selang sebulan hingga kini, Hamiz tak lagi terlihat untuk datang ke rumah.Alana tidak menghiraukan itu. Alana masih berusaha meyakinkan perihal perasaannya. Apakah dirinya hanya kagum, atau memang cinta. Kedua kata itu sangat menyulitkan, bukan?Niko datang pagi dan sore, masih berusaha untuk membujuk Alana -- siapa tahu perasaan wanita itu akan beralih padanya dan benar-benar melepaskan Hamiz. Namun, ia pun penasaran. Seperti sekarang, ia tengah melirik wanita yang sudah lama ia idamkan tengah mengisi makanan pedas ke tempat yang disediakan. Alana sangat terlihat baik-baik saja, meski suaminya kembali hilang tanpa kabar.”Kamu ada waktu?” tanya Niko, pelan.Tanpa melirik lawan bicara, Alana menjawab, ”Besok aku repot ke rumah Juragan Basuki, Nik. Aku udah