Perlahan-lahan, hanya dalam waktu satu bulan sejak Jack datang mengacaukan segalanya. Jack kira, penjualan bisnis makanan Alana akan hancur, akan tetapi isu yang menerpa itu membuat rezeki Alana datang berlipat-lipat. Akan tetapi, selang sebulan hingga kini, Hamiz tak lagi terlihat untuk datang ke rumah.Alana tidak menghiraukan itu. Alana masih berusaha meyakinkan perihal perasaannya. Apakah dirinya hanya kagum, atau memang cinta. Kedua kata itu sangat menyulitkan, bukan?Niko datang pagi dan sore, masih berusaha untuk membujuk Alana -- siapa tahu perasaan wanita itu akan beralih padanya dan benar-benar melepaskan Hamiz. Namun, ia pun penasaran. Seperti sekarang, ia tengah melirik wanita yang sudah lama ia idamkan tengah mengisi makanan pedas ke tempat yang disediakan. Alana sangat terlihat baik-baik saja, meski suaminya kembali hilang tanpa kabar.”Kamu ada waktu?” tanya Niko, pelan.Tanpa melirik lawan bicara, Alana menjawab, ”Besok aku repot ke rumah Juragan Basuki, Nik. Aku udah
Secangkir americano yang baru saja diminum oleh Alana terasa hambar. Telinganya terasa berdengung mengingat ia ke mari dengan wanita yang menjadi pemenang mantan suaminya. Bahkan pepatah yang mengatakan, orang lama tetap pemenangnya itu di-amini oleh Alana. ”Aku nggak punya siapa pun selain Hamiz, Alana,” ucap Dania, menjelaskan. ”Cowok yang dateng ke rumah kamu nggak lebih cuma sodara aku. Dia cuma sepupu. Hamiz udah tau hal ini dan dia udah minta maaf.”Alana melirik pada wanita yang sangat indah dipandang. Definisi wanita cantik semuanya melekat pada Dania, sekilas ia merasa iri. Cantik sekaligus dicintai oleh Hamiz, sedangkan dirinya hanya cukup menjadi pengagum.Alana berdeham. Wanita ini perlahan mengingat, dari awal memang dirinya yang salah telah mengagumi pasangan orang lain hingga kejadian fatal itu terjadi. Bahkan sejenak, ia pernah merasa sangat egois untuk menjadi pemenang di hati Hamiz dan ingin menguasai Hamiz tanpa Dania. Perlahan, Alana menoleh terang-terangan menat
POV AlanaKubuang sisa rasaku. Teruntuk hari ini, akan kuupayakan untuk berusaha membuang perasaanku pada Tuan Hamiz. Kubiarkan dirinya menempuh bahtera dengan Dania yang semestinya begitu dan aku menjauh. Hilang. Akan kupastikan Tuan Hamiz dan keluarganya tidak lagi bisa menemuiku beserta Arsen -- dan jika saatnya bertemu, biarlah itu takdir yang memberikan andilnya. Tak kupungkiri, Tuan Hamiz, kamu menjadi patah hati pertama dan sialnya terhebatku.Di kamar yang lampunya kubiarkan padam ini, kepalaku justru mengingat bak kaset rusak yang memutar segelintir kenangan yang kamu buat. Mengekoriku ke dapur untuk membuat salad atau berenang berdua setelah kita tahu hubungan antara kita perlahan asing.Kamu yang diam-diam mencium keningku saat tidur dan menanyakan keadaanku setiap pagi, kini harus kukubur dan biarlah hanya tinggal di palung hati terdalam. Sialnya, aku pun mengingat, saat kamu memintaku untuk tetap berdiri di sampingmu, nyatanya kamu meninggalkan aku dan kembali dengan ora
(Masih POV Alana)Pagi ini, aku merasa lebih segar meski kantung mataku membesar akibat kurang tidur. Setidaknya, aku bangun dengan semangat yang berbeda. Tuan Hamiz tidak membiarkan perpisahan ini terjadi. Pasti maksudnya begitu, kan?Terserah bagimu jika merasa, aku adalah orang yang tidak bisa mengambil keputusan tegas. Urusan perasaan ini, aku pun tidak tahu hendak seperti apa. Setidaknya, aku harus menemui Tuan Hamiz siang ini untuk membuatku dapat melihat, haruskah aku benar-benar berhenti atau tidak.Aku sudah siap 10 menit tadi, akan tetapi belum juga ingin untuk ke bawah. Sampai ketukan pintu dan suara Niko memanggilku untuk segera membukanya. ”Alana, aku anter kamu. Kamu boleh pergi, asal sama aku,” tutur Niko dari balik pintu. Aku kembali mematut diri di depan cermin. Meski kantung mataku merusak pandangan, tapi aku tetap membuka pintu dan segera bersitatap dengan Niko. Lelaki ini ... ia tidak terlihat baik. Kantung matanya sama sepertiku.”Kalo kamu capek, kamu di sini a
POV AuthorBisnis yang semula terbengkalai, kembali dibuka oleh Alana dan segera mendapat banyak sekali orderan penggemar masakannya. Alana sudah bertekad untuk benar-benar bangkit dan tidak perlu menunggu hal yang tak sepantasnya ditunggu. Alana tengah bergelut dengan ribuan jualannya yang siap kirim. Alana pun membuka lowongan pekerjaan untuk para ibu-ibu di desa, untuk membantu memajukan ekonomi ibu rumah tangga di sini. Alana tidak hanya sibuk dengan bisnisnya, tapi sibuk juga membuat konten memasak. Ia mulai berusaha melupakan rasa sakitnya. ”Bi Sumi, apa aku harus cari baby sitter? Biar Bibi cukup pegang pekerjaan rumah aja?” tawar Alana. ”Kalo boleh, Mbak Dara, saya mau pegang Dek Arsen aja, biar Mbak Dara cari yang bebersih, karena saya kerepotan kalo harus nyetrika segala macem,” jawab Bi Sumi.”Ya udah, Bi. Ntar saya cariin yang pulang pergi aja ya.”Alana menggendong Arsen setelah seminggu lamanya berkubang dalam dukanya. Arsen tidak mau dan segera menangis, tapi Alana t
Semuanya seakan sirna. Keinginan untuk memperjuangkan Alana sepanjang hidup Niko seolah runtuh. Ia bahkan baru memulai, namun segera dihentikan paksa. Niko melihat ke wajah Arumi yang seolah mencibir. Ia mengacungkan gelas di depan Niko. Merasa tidak ada lagi yang harus dibicarakan, ia memilih pergi dari ruang keluarga yang sangat membuatnya tertekan sejak kecil.Sejak kecil, Niko seolah tidak diinginkan oleh Juragan Basuki. Lelaki tua itu hanya akan menikah dengan anak perempuan dari keluarga yang tidak bisa membayar hutang. Begitu pun nasib yang harus dirasakan oleh mendiang ibunya. Ibunya diperlakukan tidak adil di rumah besar ini.Sekali lagi, Niko menatap langit-langit rumah ini untuk merekam semua dukanya. Ia terasa sangat muak. Namun ia pun tahu, hubungan darah sangat sulit dijauhi. Seberapa keras Niko menjauh dari tekanan juragan Basuki, ia hanya seorang anak yang lagi-lagi ingin melihat orang tuanya.Niko mengusap mata yang sedikit basah. Hatinya hanya terpatri satu nama. Nik
”Hamiz, gimana kamu ini? Kamu bener-bener cerai sama Alana? Kamu tau sendiri Oma, kan,” ucap Sarah.Kabar perceraian itu sudah diketahui Sarah, namun belum sampai ke telinga Oma. Hamiz pun hanya diam di sofa, menyandarkan kepalanya yang pening. Sarah meletakkan secangkir jasmine tea yang masih mengepul di hadapan anak lelakinya.Hamiz tergugah untuk menuang teh ke cangkir dan menghirup aroma jasmine yang menenangkan. Pikirannya dipenuhi oleh Alana dan putranya. Sudah sebulan sejak Dania melahirkan, Hamiz tidak pulang. Ia terus-menerus di rumah Sarah. ”Hamiz! Pikirin sesuatu, dong, gimana kita nanti,” ujar Sarah, tangannya mengguncang lengan putranya.”Aku juga bingung, Mah. Satu-satunya cara, aku harus test DNA anak Dania. Aku nggak yakin itu anakku.””Sekarang kamu pikirin deh, gimana caranya kamu bisa bawa bayi itu ke rumah sakit buat test DNA, dan Dania nggak tau. Udahlah, mami mau shopping aja. Pusing!” Sarah meninggalkan Hamiz yang termenung di sofa. Ia tidak bisa berbuat apa-a
Hamiz tertegun lama menatap Alana. Di kepalanya bekerja sangat keras, barangkali ia melupakan tentang ini semua. Akan tetapi, ia benar-benar mengaku tidak pernah menginginkan perceraian atau mengatakan perihal cerai. ”Ini bukan aku, Na,” ujar Hamiz tergagap.”Kamu ... sebulan yang lalu, aku berusaha buat pertahanin ini, minta kamu cabut ucapan kamu, tapi saat aku telfon, kamu lagi bercinta, kan, sama Dania?” tuduh Alana. ”Apa maksud kamu?” Hamiz mengingat saat Dania hamil, ia bahkan jarang pulang, bahkan menyentuh Dania saja sudah tidak pernah. Hamiz semakin mendapat harapan, meski ia harus berjuang lebih keras untuk meyakinkan Alana.”Aku punya rekaman suara itu,” ujar Alana, segera ia mencari rekaman berisi suara desahan Dania yang memanggil nama Hamiz. ”Oh. Hamiz, Sayang. Ayo, Sayang,” racau Dania dalam rekaman itu. ”Aku mau sampai. Aku sampai,” jawab lelaki yang diduga Hamiz oleh Alana. Hamiz semakin mengerutkan kening. ”Aku butuh rekaman ini. Ini bukan aku. Ini Dania dan Ja
Lucas serba salah hendak mengambil keputusan bagaimana. Ia memang sekarang tengah berada di rumah Luna karena memang ingin menyaksikan acara lamaran kedua sahabatnya itu. Namun, kejadian naas justru terjadi. Luna kini pingsan setelah Lucas mendapat panggilan video dari Febiola.Ummi Sunita menghampiri Lucas dan memegang lengannya. Wajahnya khawatir. Lucas memang sudah memberitahu tentang talak yang diberikan Jack ke Dania dengan bagaimana perangai mantan istri sahabatnya. Ummi Sunita simpatik jika memang begitu alasannya. Tak ada lagi alasan untuknya membenci Jack yang hanya ingin memperbaiki diri ke jalan yang Allah berikan melalui putrinya."Aku harus pergi dulu, Tante. Kasihan baju Amora dan Leon nggak ada ganti. Di sana temanku pun kerepotan kalau menghandle semua sendirian.""Nak Lucas, ada di rumah sakit mana nak Jack?" tanya Ummi Sunita."Di Rumah Sakit Harapan, Tante."Lucas meninggalkan Luna yang masih tak sadarkan diri akibat syok luar biasa. Ummi Sunita kembali ke putrinya
"Alana!"Hamiz menggendong istrinya ke kamar dengan jantung berdegup kencang. Wajah istrinya sangat pucat dan terdapat darah yang keluar dari hidung. "Kita bawa Alana ke rumah sakit aja, Hamiz!" titah Sarah pada putranya.Tanpa pikir panjang karena pikirannya pun kalut melihat darah yang mengalir, Hamiz menggendong lagi istrinya menuju mobil. "Hati-hati, Nak, turun lewat lift!" Cegah Sarah saat melihat Hamiz hendak menuruni tangga. Akan sangat berbahaya jika Hamiz tergelincir dan akan menambah Alana semakin sakit."Bi, jaga Arsen di rumah," pesannya."Iya, Bu. Kita ke atas yuk, Anak Baik."Agar Arsen tak menangis, dialihkan ke ruang bermain. Sarah menyusul Hamiz yang sudah ada di dalam lift begitu lift terbuka ia bukakan pintu mobil untuk Hamiz. Alana ditaruh di belakang dalam posisi berbaring dengan kepala ditaruh di kedua paha Sarah.Namun, saat baru saja hendak membuka pintu mobil, Sarah mendapat telepon dari Oma. Meski sudah diabaikan, akan tetapi telepon seluler terus saja berd
Hari-hari Jack terasa kelabu. Meski di satu sisi hati kecilnya merasa lega telah mengambil keputusan untuk pergi dari hubungan yang tidak sehat, ia tetap saja lelaki yang rasa cintanya besar pada seorang wanita yang naasnya menyakiti. Pekerjaan yang digarapnya seolah tidak benar. Beberapa kali ia ditegur atasan di kantor karena beberapa kali melamun.Jack kini tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan dengan Lucas. Ucapan sahabatnya yang sedari tadi tak berhenti berbicara sama sekali tak ia dengarkan. Lucas yang menyadari hal itu menarik Jack memasuki cafe."Lo sebenernya kenapa sih, Bro? Berat amat kayaknya tu beban hidup," canda Lucas.Jack mengacak rambutnya sembari mengetatkan rahang. "Bisa gila, gila, gila gue, Lucas! 3 hari yang lalu gue ke apartemen Dania, rencana pengen tau kejelasan pernikahan gue gimana ke depannya. Gimana pun gue emang nggak tegas sebagai laki, makanya gue dateng ke dia bermaksud biar bisa tau langkah selanjutnya ke Luna juga. Tapi ... apa lo tau?""Da
Jack tak fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya sendiri kacau perihal permintaan Ummi Sunita yang menginginkan adanya restu istri pertama. Sedangkan, bagaimana ia akan membicarakannya dengan Dania? Laptop yang masih menyala, ia tutup. Bu Linda menghampiri putra satu-satunya itu dan memberinya kopi. Bu Linda tahu kegelisahan apa yang tengah dihadapi oleh Jack."Saran ibu, kamu ceraikan saja si Dania, Jack. Dia juga nggak sayang sama kamu, terutama ke anak-anak. Kalo diteruskan, rumah tangga kalian jadi apa? Apa kamu mau kedua anakmu ikut ke jejak ibunya yang begitu?" Perlahan, Bu Linda yang memang tidak setuju memberi pengertian pada putranya agar secepatnya mengambil keputusan. Ia sudah menyukai Luna saat baru pertama bertemu."Jack bingung, Bu. Kadang di hati Jack nggak rela mau lepasin Dania, tapi liat Luna, Jack merasa benar menjadikannya istri meski Jack belum ada perasaan," jelasnya.Bu Linda mengusap rambut putranya yang memang tengah tidur di pangkuan. "Jack, kesampingkan rasa
Angin sore ini begitu kencang. Api yang sengaja dibuat menjilat-jilat ke sana ke mari karena angin yang tak tentu arah. Seorang gadis tengah menusuk marshmellow dan membakarnya pada api yang tengah besar menyala."Mau ngapain lagi kamu di sini?" Suara seorang lelaki membuatnya menoleh diiringi bunyi pintu yang dibuka kian lebar. Senyum ia buat semanis mungkin sembari mengacungkan marshmellow di tangan yang mulai berubah warna menjadi kecoklatan."Sini, duduk di sini." Gadis itu menepuk kursi kayu yang sengaja ia bawa jauh-jauh ke tempat itu. Dibukanya lagi box berisi sosis dan daging yang sudah ditusuk rapi."Anggap aja untuk menebus rasa bersalah karena kemarin sikapku keterlaluan. Aku tau kita nggak punya hubungan sama sekali, Niko. Aku hanya berusaha siapa tau kamu punya perasaan yang sama denganku." Niko menutup pintu dan menghampiri Sandra. Di pertemuan terakhir kali, ia pun merasa sedikit keterlaluan memperlakukan Sandra begitu. "Kamu mau camping, kok ada tenda di sini? Yang
Luna menghembuskan napas lega karena ternyata bukan mobil wanita yang ia takuti. Lucas mengikuti langkah Bu Linda, begitu juga Luna. Pandangannya menelisik ke sekeliling, malu jika Jack ternyata ada di rumah atau bahkan istrinya.Baru-baru ini, perihal video yang baru viral, ada rasa takut yang menyelinap ke dalam hati. Ia takut, jika nanti Dania berbuat nekat seperti perbuatannya pada lelaki di video di mana sudah mantan, namun berani melawan istri sahnya."Leo, ada Tante Luna, salim dulu, Sayang," ucap Bu Linda, memanggil cucu pertamanya. Leo berdiri dari depan tv menuju Lucas untuk bersalaman, kemudian beralih pada Luna yang kini duduk di depan bocah itu mensejajarkan diri dengan Leo. Ia menelisik wajahnya, di mana duplikat Dania dan Jack. Tampan, namun ia merasa kasihan karena tubuh bocah 5 tahun itu yang kurus."Leo suka lego nggak?" Leo tersenyum dan mengangguk. "Suka, Tante! Papa beliin aku lego banyak banget. Sini ... ikut Leo ke ruang bermain. Lihat susunan lego yang udah a
Seorang lelaki tengah mengepulkan asap rokok hingga melambung tinggi. Ia duduk dengan seorang teman yang baru saja datang memesan minuman ke bartender. Wajah lelaki yang tengah merokok itu sudah memerah, tanda alkohol sudah 75 persen mempengaruhinya. Dalam keadaan mabuk, ia tertawa sembari memegang gelas kaca berisi cairan haram yang tinggal sedikit."Langkah lo mau gimana, Bro? Inget kata gue 4 tahun lalu, Dania nggak lebih baik dari Luna. Dia mau nerima Leo dan Amora. Luna denger lo begini aja dia sedih banget," ucap Lucas, wajah blasterannya menampakkan raut prihatin."Gue baru aja dapetin Dania, Bro. Setelah sekian tahun, gue bisa wujudin keinginan Leo buat bareng ibunya," jawab Jack dengan suara bergetar. "Lo boleh pikirin kebahagiaan anak, tapi apa anak lo bahagia lihat ibunya nggak mau deket-deket sama dia? Lo yang bilang siang ini Leo pengen duduk sama Dania dan dia keberatan. Kalo lo pengen anak bahagia, nggak harus sama Dania, Bro. Lo bisa cari perempuan tulus." Lucas bena
Bunyi klakson yang tak henti ditekan sejak 15 menit yang lalu tetap tak membuat Dania bergerak dari tempatnya berdiri. Ia membuat jalanan macet karena menyebrangi jalan dengan langkah yang lambat. Kakinya yang jenjang seharusnya bisa memangkas jarak langkah, akan tetapi hatinya yang gundah membuatnya seolah hilang tujuan."Cantik-cantik budek! Minggir, woy! Lo kalo mau cari mati jangan ngerugiin orang!" pekik pengendara mobil.Dania tetap tak mengindahkan teriakan itu. Ia sampai di sebuah taman yang memang ada tak jauh dari mall yang ia singgahi tadi. Wanita berkulit putih seputih porselen itu duduk di kursi yang menghadap ke jalanan. Orang-orang memandang iba, terlebih setelah video pertengkaran yang terjadi di dalam pusat perbelanjaan itu sudah viral. Pandangan iba dan geram menjadi satu. Beberapa ibu-ibu dan anak muda yang melihat aksi Dania mencium Hamiz dengan tiba-tiba membuat orang-orang itu geram. Ada juga yang merasa sedih saat kata-kata Alana yang diucapkan seolah paham deng
Sapuan dari angin membuat rambut yang baru saja dicurly berterbangan ke samping. Tangan seorang wanita cantik memegang garpu nampak murung sambil melahap pancake dengan selai apel. Pancake yang ia acak-acak itu membuat kening lelaki di depannya menghela napas. "Dania, bukannya kata kamu tujuanmu udah dekat? Kenapa lagi?" Jack meneguk espresso dalam dua kali teguk. Rasa pahitnya ia anggap sebagai hidupnya yang tetap ia nikmati."Mami, Leo nggak mau jauh lagi dari mami," keluh Leo sambil memeluk lengan Dania. Ia seolah meminta pelukan dari ibu kandungnya yang tetap cuek.Dania hanya mendengkus membuat Leo memasang wajah cemberut ke arah Jack. Tangan Leo saja sampai Dania singkirkan agar tidak bergelayut di sana. Seolah risih dengan perlakuan anak sulungnya."Sini, Leo, sama Papa." Jack memangku anak sulungnya dan menyuapkan sosis ke mulutnya. Kesedihan tetap belum hilang dari wajah Leo.Meski tinggal satu atap, tapi baru hari ini Jack bisa mengajak Dania keluar itu pun karena Leo mema