Hamiz tertegun lama menatap Alana. Di kepalanya bekerja sangat keras, barangkali ia melupakan tentang ini semua. Akan tetapi, ia benar-benar mengaku tidak pernah menginginkan perceraian atau mengatakan perihal cerai. ”Ini bukan aku, Na,” ujar Hamiz tergagap.”Kamu ... sebulan yang lalu, aku berusaha buat pertahanin ini, minta kamu cabut ucapan kamu, tapi saat aku telfon, kamu lagi bercinta, kan, sama Dania?” tuduh Alana. ”Apa maksud kamu?” Hamiz mengingat saat Dania hamil, ia bahkan jarang pulang, bahkan menyentuh Dania saja sudah tidak pernah. Hamiz semakin mendapat harapan, meski ia harus berjuang lebih keras untuk meyakinkan Alana.”Aku punya rekaman suara itu,” ujar Alana, segera ia mencari rekaman berisi suara desahan Dania yang memanggil nama Hamiz. ”Oh. Hamiz, Sayang. Ayo, Sayang,” racau Dania dalam rekaman itu. ”Aku mau sampai. Aku sampai,” jawab lelaki yang diduga Hamiz oleh Alana. Hamiz semakin mengerutkan kening. ”Aku butuh rekaman ini. Ini bukan aku. Ini Dania dan Ja
Dania berteriak di kamar, mengacak barang, bahkan barang yang berhamburan itu hampir mengenai bayinya -- Amora. Jack hanya mengepulkan asap rokok di dekat jendela, seolah ini adalah pemandangan yang biasa ia saksikan. Dania mendekati Jack, meraih kerah jaketnya. Jack menatap wajah Dania tanpa ekspresi. ”Harusnya, kita udah selesai sejak 2 tahun lalu!” pekik Dania. ”Gue udah kasih lo banyak. Gue saling cinta sama Hamiz! Tapi lo harus hamilin gue sampe ada Leon!”Jack tertawa terbahak-bahak, seolah ucapan Dania lucu. Dania tetap menghunus Jack dengan tatapan tajamnya. Ia merasa hidupnya kini sangat hancur. Hamiz mengirimkan beberapa foto dirinya dengan Jack tengah begitu intim dengan kata-kata perceraian.”Apa yang harus gue lakuin. Apa!” Amora menangis kencang karena tidurnya terganggu. Bayi dua bulan itu tak berhenti-henti menangis, disusul teriakan Dania yang semakin frustasi. ”Bukannya lo yang selalu minta gue dateng karena Hamiz udah lama nggak nyentuh lo? Bisa-bisanya lo limpah
6 jam setelah Dania masuk ke rumah sakit, akhirnya ia sadar. Melihat sekeliling dalam ruangan putih, yang ia lihat hanya Jack yang tengah tidur menyandar di sofa. Melihat tangannya yang terasa nyeri, dipenuhi oleh perban. Dania menangis di tempatnya sampai tubuhnya terguncang. Jack mendengar isakan Dania karena ia tidak benar-benar tertidur. Ia hanya diam di tempatnya, melihat bagaimana Dania setelah ini. Pikirannya pun kacau, tidak mengerti akan melangkah ke arah mana. Melihat orang tersayangnya benar-benar mencintai lelaki lain, sedangkan dengan dirinya, hanya menjadi pemuas nafsu. Leo memang sudah ada karena ketidak sengajaan. Namun, hubungan mereka berdua tidak ada yang spesial bahkan tidak ada pernikahan. Dania mau untuk tidak menggugurkan Leo, sedangkan Jack yang memang cinta dengan Dania mau mengurus Leo di rumah. Hingga pertemuan setelah perpisahannya dengan Dania semenjak Leo lahir, Jack bertemu lagi 2 tahun setelahnya di Crown.”Hei,” sapa Jack. Melihat Dania di Crown, di
Saat berjalan-jalan mengitari tetangga di sekitar rumah, Bi Sumi melihat mobil juragan Basuki berhenti di depannya. Arumi ke luar dari mobil dan menggendong Arsen dari stroller. Selama ini, ia baru bisa melihat cucunya sedeka ini. Wajahnya sangat mirip dengan Hamiz, meski begitu, memiliki bibir dan mata seperti Alana. Wajahnya mewarisi Hamiz yang blasteran Arab.”Ma-maaf, Bu Arumi, saya mau pulang,” ucap Bi Sumi, kikuk. Arumi justru tidak mengindahkan ucapan Bi Sumi. Ia segera menggendong Arsen, sedangkan Bi Sumi mengekor di belakang. Ternyata Arumi menuju rumah Alana dan masuk begitu saja membuka gerbang yang tidak dikunci. Bi Sumi merasa tidak enak dengan Alana karena hal ini terjadi meski ia tidak memiliki bayangan begini. Rumah juragan Basuki ada di ujung desa dan tidak terbersit hal ini akan terjadi. Tangan Bi Sumi bergetar. Ia menaiki tangga menuju kamar Alana dan mengetuk pintu dengan tergesa. Pertama kali yang ia lihat adalah wajah Hamiz. Alis tebal Hamiz hampir menyatu men
Alana sudah bangun lebih dulu karena tangisan Arsen. Ia tengah menyusui di samping Hamiz yang tengah tidur. Ia pandangi wajah suaminya yang sedikit tertutup rambut, kembali mengagumi ukiran wajah sempurna Hamiz. ”Mama yakin, Nak, Tuhan menciptakan papa pasti dengan kebahagiaan juga,” gumam Alana.Arsen kembali tidur setelah kenyang, Alana yang kesulitan kembali tidur. Jika sudah bangun, ia akan kesusahan kembali memejamkan mata. Yang ia lakukan hanya, melihat wajah Hamiz dari dekat. Matanya yang lentik, alisnya yang tebal, semuanya tak luput dari pujian yang dilontarkan di hati Alana. Ia benar-benar masih mengagumi Hamiz sejak dulu. Tentang apa yang sudah terjadi, Alana hanya tersenyum mengingatnya.”Sekarang hanya ada kita, Mas.””Jangan liatin aku terus, nanti makin cinta,” ujar Hamiz, suaranya serak.Alana tersenyum. ”Emang udah cinta, Bapak Hamiz.”Hamiz menarik Alana pada pelukan, membawanya pada keindahan cinta yang selama ini mereka rindukan. Tanpa paksaan, tanpa tangisan. Ha
Niko tiba-tiba diam, memandang entah ke mana. Sandra melihat ponsel Niko yang menyala dan terdapat foto perempuan tengah tersenyum lebar. Perempuan itu berambut sebahu, namun dari wajahnya terlihat menyenangkan. Sandra semakin mendekat untuk melihat ponsel Niko, agar lebih jelas melihat potret wanita yang dijadikan wallpaper layar kunci. Niko mengambil ponselnya, Sandra mendengus.”Ngomong-ngomong, siapa itu, pacar kamu?” Sandra membereskan makanan karena Niko tidak mau menghabiskan sup buntut yang keasinan. Wajah Sandra berubah masam.”Apaan, sih,” ujar Niko. Ia risih karena Sandra masih orang lain menurutnya.Sedang bertanya-tanya, mata Sandra kian membesar karena ponsel Niko mendapat panggilan video dari wanita tadi. Ia mengeja nama kontak yang disematkan.”Kenapa?” Wajah Niko masam mengangkat telfon dari Alana. Sandra sedikit mengintip, melihat seorang wanita yang tengah tersenyum menatap Niko sedang berada di sebuah toko kue.”Kita ngobrol nanti di rumah kamu, gimana?” usul Al
Dania sudah diperbolehkan pulang. Jack mendorong kursi roda untuk membawa Dania, kali ini tidak ke apartemen akan tetapi ke rumah jack. Sepanjang Jack mendorong kursi rodanya, Dania hanya diam, pandangannya pun kosong seolah tidak memiliki jiwa. Guratan kurang tidur kentara di wajah cantik Dania.Sejauh ini, Jack belum memberikan sepucuk surat dari Hamiz. Melihat Dania yang sering mengigau memanggil nama Hamiz, membuatnya tidak tega. Ia beranggapan membawa Dania ke rumahnya akan menjadi pelipur dan lebih aman karena ada ibunya yang mengawasi.”Hei, Leo,” sapa Jack.Leo memberikan pelukan untuk Dania, namun tidak menerima balasan. Dania hanya diam, memandang Leo linglung. Kembali menangis, menangkup wajah.”Leo, Sayang. Leo ke rumah dulu ya bantuin nenek.””Kenapa mami nggak mau peluk Leo, Papi? Leo udah mandi, kok,” sahut bocah cilik itu, lugu.Jack menggenggam tangan Leo untuk ikut mendorong kursi roda. Leo tersenyum senang, Jack tidak begitu merasa bersalah karena putranya kembali c
Seluruh dunia Dania serasa berhenti. Langkahnya yang terbiasa melangkah bersama Hamiz beriringan, kini satu langkah itu berbelok karena memiliki tujuan yang berbeda. Dania masih di sana, di rumah Sarah, menangisi Hamiz begitu sesak. Sedangkan Hamiz hanya membatu, tidak menyuruh Dania menghentikan tangis atau menjadi penawar.Bibir Dania bergetar sejak tadi. Berbagai kata permohonan sudah ia katakan, namun tidak ada yang menembus ke relung hati lelaki yang ia cinta. ”Aku harus apa, Miz, sekarang,” kata Dania. Hamiz menyuruh Dania untuk berdiri, berkali-kali ia mengatakan akan mengantar wanita itu pulang. Tidak ada respon berarti dari Dania, justru wanita itu tetap berlutut di hadapan Hamiz.”Kalo emang tau bakal begini, aku nggak bakal mau iyain kamu nikahin anak pembantu itu. Waktu itu ... hati kamu masih sempurna buat aku.” Kenang Dania. Seberapa larut pun dirinya meminta Hamiz datang, ia akan datang. Bahkan berhari-hari Hamiz akan tetap tinggal di apartemennya jika ia meminta. Da
Lucas serba salah hendak mengambil keputusan bagaimana. Ia memang sekarang tengah berada di rumah Luna karena memang ingin menyaksikan acara lamaran kedua sahabatnya itu. Namun, kejadian naas justru terjadi. Luna kini pingsan setelah Lucas mendapat panggilan video dari Febiola.Ummi Sunita menghampiri Lucas dan memegang lengannya. Wajahnya khawatir. Lucas memang sudah memberitahu tentang talak yang diberikan Jack ke Dania dengan bagaimana perangai mantan istri sahabatnya. Ummi Sunita simpatik jika memang begitu alasannya. Tak ada lagi alasan untuknya membenci Jack yang hanya ingin memperbaiki diri ke jalan yang Allah berikan melalui putrinya."Aku harus pergi dulu, Tante. Kasihan baju Amora dan Leon nggak ada ganti. Di sana temanku pun kerepotan kalau menghandle semua sendirian.""Nak Lucas, ada di rumah sakit mana nak Jack?" tanya Ummi Sunita."Di Rumah Sakit Harapan, Tante."Lucas meninggalkan Luna yang masih tak sadarkan diri akibat syok luar biasa. Ummi Sunita kembali ke putrinya
"Alana!"Hamiz menggendong istrinya ke kamar dengan jantung berdegup kencang. Wajah istrinya sangat pucat dan terdapat darah yang keluar dari hidung. "Kita bawa Alana ke rumah sakit aja, Hamiz!" titah Sarah pada putranya.Tanpa pikir panjang karena pikirannya pun kalut melihat darah yang mengalir, Hamiz menggendong lagi istrinya menuju mobil. "Hati-hati, Nak, turun lewat lift!" Cegah Sarah saat melihat Hamiz hendak menuruni tangga. Akan sangat berbahaya jika Hamiz tergelincir dan akan menambah Alana semakin sakit."Bi, jaga Arsen di rumah," pesannya."Iya, Bu. Kita ke atas yuk, Anak Baik."Agar Arsen tak menangis, dialihkan ke ruang bermain. Sarah menyusul Hamiz yang sudah ada di dalam lift begitu lift terbuka ia bukakan pintu mobil untuk Hamiz. Alana ditaruh di belakang dalam posisi berbaring dengan kepala ditaruh di kedua paha Sarah.Namun, saat baru saja hendak membuka pintu mobil, Sarah mendapat telepon dari Oma. Meski sudah diabaikan, akan tetapi telepon seluler terus saja berd
Hari-hari Jack terasa kelabu. Meski di satu sisi hati kecilnya merasa lega telah mengambil keputusan untuk pergi dari hubungan yang tidak sehat, ia tetap saja lelaki yang rasa cintanya besar pada seorang wanita yang naasnya menyakiti. Pekerjaan yang digarapnya seolah tidak benar. Beberapa kali ia ditegur atasan di kantor karena beberapa kali melamun.Jack kini tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan dengan Lucas. Ucapan sahabatnya yang sedari tadi tak berhenti berbicara sama sekali tak ia dengarkan. Lucas yang menyadari hal itu menarik Jack memasuki cafe."Lo sebenernya kenapa sih, Bro? Berat amat kayaknya tu beban hidup," canda Lucas.Jack mengacak rambutnya sembari mengetatkan rahang. "Bisa gila, gila, gila gue, Lucas! 3 hari yang lalu gue ke apartemen Dania, rencana pengen tau kejelasan pernikahan gue gimana ke depannya. Gimana pun gue emang nggak tegas sebagai laki, makanya gue dateng ke dia bermaksud biar bisa tau langkah selanjutnya ke Luna juga. Tapi ... apa lo tau?""Da
Jack tak fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya sendiri kacau perihal permintaan Ummi Sunita yang menginginkan adanya restu istri pertama. Sedangkan, bagaimana ia akan membicarakannya dengan Dania? Laptop yang masih menyala, ia tutup. Bu Linda menghampiri putra satu-satunya itu dan memberinya kopi. Bu Linda tahu kegelisahan apa yang tengah dihadapi oleh Jack."Saran ibu, kamu ceraikan saja si Dania, Jack. Dia juga nggak sayang sama kamu, terutama ke anak-anak. Kalo diteruskan, rumah tangga kalian jadi apa? Apa kamu mau kedua anakmu ikut ke jejak ibunya yang begitu?" Perlahan, Bu Linda yang memang tidak setuju memberi pengertian pada putranya agar secepatnya mengambil keputusan. Ia sudah menyukai Luna saat baru pertama bertemu."Jack bingung, Bu. Kadang di hati Jack nggak rela mau lepasin Dania, tapi liat Luna, Jack merasa benar menjadikannya istri meski Jack belum ada perasaan," jelasnya.Bu Linda mengusap rambut putranya yang memang tengah tidur di pangkuan. "Jack, kesampingkan rasa
Angin sore ini begitu kencang. Api yang sengaja dibuat menjilat-jilat ke sana ke mari karena angin yang tak tentu arah. Seorang gadis tengah menusuk marshmellow dan membakarnya pada api yang tengah besar menyala."Mau ngapain lagi kamu di sini?" Suara seorang lelaki membuatnya menoleh diiringi bunyi pintu yang dibuka kian lebar. Senyum ia buat semanis mungkin sembari mengacungkan marshmellow di tangan yang mulai berubah warna menjadi kecoklatan."Sini, duduk di sini." Gadis itu menepuk kursi kayu yang sengaja ia bawa jauh-jauh ke tempat itu. Dibukanya lagi box berisi sosis dan daging yang sudah ditusuk rapi."Anggap aja untuk menebus rasa bersalah karena kemarin sikapku keterlaluan. Aku tau kita nggak punya hubungan sama sekali, Niko. Aku hanya berusaha siapa tau kamu punya perasaan yang sama denganku." Niko menutup pintu dan menghampiri Sandra. Di pertemuan terakhir kali, ia pun merasa sedikit keterlaluan memperlakukan Sandra begitu. "Kamu mau camping, kok ada tenda di sini? Yang
Luna menghembuskan napas lega karena ternyata bukan mobil wanita yang ia takuti. Lucas mengikuti langkah Bu Linda, begitu juga Luna. Pandangannya menelisik ke sekeliling, malu jika Jack ternyata ada di rumah atau bahkan istrinya.Baru-baru ini, perihal video yang baru viral, ada rasa takut yang menyelinap ke dalam hati. Ia takut, jika nanti Dania berbuat nekat seperti perbuatannya pada lelaki di video di mana sudah mantan, namun berani melawan istri sahnya."Leo, ada Tante Luna, salim dulu, Sayang," ucap Bu Linda, memanggil cucu pertamanya. Leo berdiri dari depan tv menuju Lucas untuk bersalaman, kemudian beralih pada Luna yang kini duduk di depan bocah itu mensejajarkan diri dengan Leo. Ia menelisik wajahnya, di mana duplikat Dania dan Jack. Tampan, namun ia merasa kasihan karena tubuh bocah 5 tahun itu yang kurus."Leo suka lego nggak?" Leo tersenyum dan mengangguk. "Suka, Tante! Papa beliin aku lego banyak banget. Sini ... ikut Leo ke ruang bermain. Lihat susunan lego yang udah a
Seorang lelaki tengah mengepulkan asap rokok hingga melambung tinggi. Ia duduk dengan seorang teman yang baru saja datang memesan minuman ke bartender. Wajah lelaki yang tengah merokok itu sudah memerah, tanda alkohol sudah 75 persen mempengaruhinya. Dalam keadaan mabuk, ia tertawa sembari memegang gelas kaca berisi cairan haram yang tinggal sedikit."Langkah lo mau gimana, Bro? Inget kata gue 4 tahun lalu, Dania nggak lebih baik dari Luna. Dia mau nerima Leo dan Amora. Luna denger lo begini aja dia sedih banget," ucap Lucas, wajah blasterannya menampakkan raut prihatin."Gue baru aja dapetin Dania, Bro. Setelah sekian tahun, gue bisa wujudin keinginan Leo buat bareng ibunya," jawab Jack dengan suara bergetar. "Lo boleh pikirin kebahagiaan anak, tapi apa anak lo bahagia lihat ibunya nggak mau deket-deket sama dia? Lo yang bilang siang ini Leo pengen duduk sama Dania dan dia keberatan. Kalo lo pengen anak bahagia, nggak harus sama Dania, Bro. Lo bisa cari perempuan tulus." Lucas bena
Bunyi klakson yang tak henti ditekan sejak 15 menit yang lalu tetap tak membuat Dania bergerak dari tempatnya berdiri. Ia membuat jalanan macet karena menyebrangi jalan dengan langkah yang lambat. Kakinya yang jenjang seharusnya bisa memangkas jarak langkah, akan tetapi hatinya yang gundah membuatnya seolah hilang tujuan."Cantik-cantik budek! Minggir, woy! Lo kalo mau cari mati jangan ngerugiin orang!" pekik pengendara mobil.Dania tetap tak mengindahkan teriakan itu. Ia sampai di sebuah taman yang memang ada tak jauh dari mall yang ia singgahi tadi. Wanita berkulit putih seputih porselen itu duduk di kursi yang menghadap ke jalanan. Orang-orang memandang iba, terlebih setelah video pertengkaran yang terjadi di dalam pusat perbelanjaan itu sudah viral. Pandangan iba dan geram menjadi satu. Beberapa ibu-ibu dan anak muda yang melihat aksi Dania mencium Hamiz dengan tiba-tiba membuat orang-orang itu geram. Ada juga yang merasa sedih saat kata-kata Alana yang diucapkan seolah paham deng
Sapuan dari angin membuat rambut yang baru saja dicurly berterbangan ke samping. Tangan seorang wanita cantik memegang garpu nampak murung sambil melahap pancake dengan selai apel. Pancake yang ia acak-acak itu membuat kening lelaki di depannya menghela napas. "Dania, bukannya kata kamu tujuanmu udah dekat? Kenapa lagi?" Jack meneguk espresso dalam dua kali teguk. Rasa pahitnya ia anggap sebagai hidupnya yang tetap ia nikmati."Mami, Leo nggak mau jauh lagi dari mami," keluh Leo sambil memeluk lengan Dania. Ia seolah meminta pelukan dari ibu kandungnya yang tetap cuek.Dania hanya mendengkus membuat Leo memasang wajah cemberut ke arah Jack. Tangan Leo saja sampai Dania singkirkan agar tidak bergelayut di sana. Seolah risih dengan perlakuan anak sulungnya."Sini, Leo, sama Papa." Jack memangku anak sulungnya dan menyuapkan sosis ke mulutnya. Kesedihan tetap belum hilang dari wajah Leo.Meski tinggal satu atap, tapi baru hari ini Jack bisa mengajak Dania keluar itu pun karena Leo mema