Aku menunggu Mas Husein hingga pukul 12 malam. Namun, lelaki itu tidak kunjung datang. Aku tertunduk lemas di atas tempat tidur. Aku sudah menunggunya selama ini.
Mungkin dia membenciku sehingga tega meninggalkanku di malam pertama. Aku tidak berharap malam ini kami akan bercinta. Hal itu tidak ada di dalam pikiranku. Aku hanya ingin berbicara berdua saja.
Aku keluar dari dalam kamar hotel hendak menuju rumah sakit. Aku yakin dia berada di rumah sakit sekarang.
Sampai di loby hotel, aku memesan taksi. Di dalam taksi, aku mencoba mencari informasi mengenai keadaan Maya. Tidak ada berita mengenai Maya dan Husein lagi semenjak wanita itu koma. Husein dan Maya terkenal di dunia Maya sebagai pasangan ideal.
Pengikut mereka sebanyak 100 ribu follower. Kisah cintanya kerap kali dibagikan di laman I*******m. Maya sangat cantik dan sholeh sehingga banyak yang tertarik dengannya.
Aku mencoba mengikuti I*******m Maya. Menatap foto cantiknya dengan sangat lama. Banyak pengikut I*******m yang mengomentari foto terakhir Maya. Mereka mencari Maya dan Husein.
Bagaimana jika para follower Maya tahu bahwa aku adalah istri kedua? Duri dalam pernikahan ini?
“Non, udah sampai,” ucap sang supir taksi dan membuatku terkejut.
Aku segera turun dan berjalan menuju ruangan VVIP tempat Maya di rawat. Dari jendela kecil, aku bisa melihat sosok Mas Husein sedang duduk di samping istrinya.
Lelaki itu terisak menangis. Aku terpatung membisu melihat Mas Husein menyeka air matanya. Tangannya menyentuh jemari Maya.
Entah mengapa hatiku terasa sakit. Hai Asma, pemandangan seperti ini akan menjadi pemandangan biasa untukmu, apa yang kamu pikirkan? Aku menghardik diriku sendiri.
Aku terus menatap Mas Husein, dia menyentuh jemari Maya dan mengecupnya sebanyak tiga kali. Tidak lupa, dia mencium pipi istrinya.
Suara isak tangisannya memecah keheningan malam. Aku segera pergi saat lelaki itu melangkah mendekat ke arah pintu. Dia tidak boleh melihatku, tidak! Dia akan marah.
Dengan langkah cepat aku menuju area parkir. Memesan taksi untuk kembali ke kamar hotel. Setidaknya malam ini aku tahu dia menginap di mana.
Perlahan rasa bersalah menyelimuti hatiku. Kok kamu bisa tega sih Asma menjadi duri di pernikahan Husein dan Maya. Kamu tuh pelakor!
Aku terus mengulang kata itu di dalam kepalaku.
Sesampai di kamar hotel, aku duduk di meja rias. Aku tiba-tiba menangis namun aku tidak tahu mengapa aku menangis. Apa aku cemburu? Oh, tidak mungkin, aku bahkan belum memiliki perasaan kepada Mas Husein.
***
Setelah sholat subuh, aku bersiap merapikan pakaian. Di kamar hotel ini tidak ada bahan makanan. Bagaimana caranya aku menyediakan makanan untuknya? Pikirku.
Aku duduk sejenak di depan jendela besar sambil memikirkan makanan apa yang disukai oleh lelaki itu.
Klek!
Pintu terbuka. Aku spontan menatap ke arah pintu. Mas Husein yang juga sama terkejutnya denganku. Pandangan kami bertemu beberapa detik lalu dia mengalihkan wajahnya sejenak.
“Kita kembali ke rumah,” ucapnya.
Aku segera mengambil tasku. “Oh yah,” serunya lagi. Aku menatapnya. “Ada apa Mas?” tanyaku. Dia sepertinya ingin berbicara sesuatu.
“Asma, aku tahu kalo kamu juga terpaksa dalam pernikahan ini. Aku hanya ingin kamu menjaga rahasia kita berdua. Jangan sampai ada orang yang tahu jika aku tidak tidur di sini tadi malam,” serunya.
Aku menganggukan kepala patuh.
“Satu lagi, aku tidak akan menyentuhmu sampai kapan pun. Aku tidak mencintaimu. Aku melakukan pernikahan ini untuk membahagiakan ibuku, kamu paham?”
Mas Husein menatapku dan menunggu jawabanku.
“Baik Mas,” jawabku kemudian.
Kami keluar dari dalam kamar hotel. Mas Husein mengajakku ke parkiran dan membukakan pintu mobil untukku.
Aku masuk ke dalam mobilnya. Suasana di dalam mobil mendadak hening. Aku bingung harus memulai pembicaraan seperti apa kepadanya.
“Aku ingin pernikahan kita hanya enam bulan saja, aku akan menceraikanmu saat Maya sudah sadar kembali. Aku tidak bisa memberitahukan kepada Maya jika kamu adalah istriku.”
Deg!
Jantungku berdetak lebih cepat. Aku spontan memandanginya.
“C-cerai?” tanyaku. Dia menghentikan kendaraanya lalu menatapku.
“Aku tidak ingin istriku terluka karena kehadiranmu. Aku hanya menuruti keinginan ibuku saja. Jadi, pahami aku, Asma!”
Mobil melaju. Air mataku seketika terjatuh namun secepat kilat aku menyekanya sebelum Mas Husein melihatnya.
Dadaku bergemuruh. Oh Tuhan, apa ini nasib hidupku? Menjadi janda di usia muda? Mengapa ibu tega melakukannya.
“Ibumu sudah mendapatkan uang yang banyak dari ibuku. Jadi jangan takut, saat aku menceraikanmu, aku akan mengirimkan uang hingga kamu bisa mandiri lagi,” ucap Husein.
Setiba di rumah, lelaki itu keluar dari dalam mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah. Dia meninggalkanku sendiri. Wajahnya yang diingin seakan ingin mengusirku dari kehidupannya.
Aku berjalan masuk ke dalam rumah megah itu. Ada satu asisten yang menyambutku dengan ramah. Aku dibawah ke dalam kamar.
“Oh yah Asma, aku lupa memberitahukan kepadamu. Di sini kita pisah kamar. Aku tidak ingin kamu mengodaku,” ucapnya.
Aku menelan salivaku dengan cepat. Wajahnya memang tampan dan mempesona, namun aku tidak mungkin mengodanya. Enak saja!
Aku masuk ke dalam kamar, meletakan koperku sambil memijit kepalaku. Andai saja aku bisa kabur dari sini.
Mas Husein berpamitan keluar. Dia ingin berangkat kerja dan nanti malam, dia tidak akan berada di rumah.
Aku tidak dizinkan melakukan pekerjaan rumah. Semua akan diurus oleh asisten rumah tangga. Aku hanya perlu berpura-pura mencintainya saat ibu dan ayahnya datang, hanya itu saja yang harus aku lakukan.
Selain itu, aku juga tidak boleh berpakaian seksi selama Mas Husein berada di rumah. Mungkin dia takut tergoda olehku.
Di dalam rumah megah ini, aku sendiri. Bingung harus berbuat apa. Kalo mau keluar, Mas Husein harus tahu aku kemana. Dia takut jika aku mengadu kepada ibunya. Dia memantauku.
Dring!
Telepon Hana masuk di ponselku.
“Gimana Asma?” tanyanya.
“Gimana apa? Dia lelaki dingin, kaya monster!” keluhku. Aku tidak suka dengan sikap Mas Husein. Ya, pernikahan kita memang terbilang cepat. Tidak ada cinta tapi setidaknya dia bersikap baik kepadaku. Apa salahnya jika aku menemaninya di rumah sakit dan menjaga Maya bersama.
“Apa kalian sudah …,” Hana menghentikan ucapannya.
“Nggak lah, mana mungkin aku mau,” jawabku. Hana tertawa terbahak-bahak. Kemarin kami menangis bersama setelah akad terucap, sekarang kami tertawa bersama seperti orang gila. Hidup memang penuh permainan.
“Istrinya cantik banget loh, Asma.”
“Selebgram cantik dan sholeh, kamu udah lihat instagramnya?” tanya Hana. Aku yakin Hana mencari I*******m Maya.
“Iya, aku tahu kalo Maya cantik, makanya dia nggak mau nyentuh aku. Katanya takut istrinya cemburu. Dia akan menceraikanku saat Maya sudah sadar,” jelasku kepada Hana.
“Ya ampun, jahat banget dia Asma!” seru Hana.
Aku berjalan ke taman dan duduk di sana. Menikmati udara segar sambil memandangi beberapa bunga mawar yang bermekaran.
“Nanti aku hubungi lagi yah Asma, lagi ada tugas. Kamu nggak lanjut kuliah lagi? Bisa kan dia bayar biaya S2 kamu, dari pada nggak ada kerjaan,” seru Hana.
Sepertinya itu ide buruk. Kalo Maya bangun besok pagi, besok pagi juga aku resmi menjadi janda. Mana mungkin dia mau repot membiayai seluruh keperluanku.
Hana menutup panggilan teleponnya.
“Mbak Asma, mau makan siang apa?” tanya seorang wanita paruh baya yang menghampiriku. Aku menoleh ke belakang dan berjalan ke arahnya.
“Mie goreng saja,” jawabku. Aku lupa kalo sejak pagi, aku belum makan. Aku menghabiskan waktuku di taman dan lupa sarapan.
Aku mencoba mencari informasi mengenai Mas Husein dan tidak ada informasi apapun yang aku temukan di lama instagramnya. Satu-satunya gambar yang aku temukan adalah foto Maya dan dirinya.
Sepertinya dia benar-benar mencintai Maya.
Tapi tunggu dulu, dia sedang mengupload satu story di lama instagramnya. Dengan cepat aku membuka postingannya.
“Gelap? Kok gelap sih?” batinku.
Lelaki itu mengupload sebuah gambar berwarna hitam. Aku tidak tahu maksudnya apa?
***
‘Selebgram cantik sedang koma di rumah sakit Mulya. Mas Husein sejak kemarin menunggunya. Benar-benar pasangan yang manis.’Aku melihat akun gossip yang sedang membahas tentang Maya dan Mas Husein. Akun gossip itu tiba-tiba muncul di berandaku. Rupanya kehidupan rumah tangga Mas Husein dan Maya menjadi sorotan publik. Banyak fans yang mengangumi sikap Mas Husein. Mas Husein terkenal sebagai lelaki tampan, kaya, sholeh dan mapan. Mereka menjadikan Mas Husein sebagai sosok suami ideal. ‘Mereka pasangan yang serasi. Insyallah sampai di Jannah. Pokoknya nggak ada yang ngalahin kesetiaan Mas Husein. Cakep!’‘Aku yakin Mas Husein pasti bersama dengan mbak Maya lagi, yang sabar yah Mas Husein.’Aku membaca beberapa komentar netizen. Mereka semua memberikan doa kepada Maya. Entah mengapa, aku jadi takut dikenal oleh publik. Aku memilih menutup Instagram dan berjalan ke arah balkon. Sudah dua hari lelaki itu meninggalkanku. Jangankan mengirim pesan, menjengukku pun, dia tidak sudi. Ibu me
Satu jam berlalu, dia kemudian keluar dari ruangan ICU. Aku menunggu di depan pintu. “Mas?” panggilku saat Mas Husein berjalan ke arahku. Aku memasang senyuman yang indah saat kami akan berpapasan. Namun tiba-tiba saja dia melewatiku tanpa berbicara apapun. Aku segera mengekor di belakangnya. “Mas mau kemana?” tanyaku. Aku mempercepat setiap langkahku di belakangnya. “Mau sholat di masjid,” jawabnya dingin. Ku lirik jam di tanganku. Sudah pukul satu siang. Ya ampun, waktu cepat banget berlalu. Kami menuju masjid di samping rumah sakit. Aku dan Mas Husein berpisah sejenak. Setelah sholat, aku berjalan menuju mobil dan menunggunya. Saat keluar dari masjid, ada dua perempuan yang mengikuti Mas Husein dari belakang. Mereka tampak malu-malu menatap Mas Husein. “Ini buat Mbak Maya, semoga Mas Husein dan Mbak Maya buat konten lagi, rindu dengan konten kalian,” ucapnya. Mas Husein bersikap ramah. “Makasih yah!” jawabnya. Mas Husein kemudian menuju mobil. Dia menatapku sekilas lalu me
Aku meletakan kain di atas kepala Mas Husein agar demamnya turun. Tidak lupa aku memberikannya obat penurun demam. Walaupun dia masih mengigau, setidaknya tubuhnya tidak bergetar lagi. “Mbak Asma, Mas Husein selalu seperti ini kalo dia ingat Mbak Maya. Kata Ibu Wati, dia terlalu memikirkan istrinya makannya demam. Kasihan dia,” ucap Bibi Sari. “Sudah berapa lama dia seperti ini, Bi?” tanyaku penasaran. “Semenjak Mbak Maya koma, tiap malam dia seperti ini, Mbak.”Aku menatap Mas Husein yang sudah lebih tenang. Jemarinya mengengam tanganku dengan erat dan terus menyebut nama Mbak Maya. Dia merindukan istrinya. Apa yang harus aku lakukan?“Mas?” panggilku. Tidak ada suara. “Kalo dikasih obat penurun demam, besoknya udah baikan kok, Mbak. Tapi kadang saya takut saja, makanya tadi panggil Mbak Asma,” ucap bibi Sari. “Saya keluar dulu yah, Mbak.”Bibi Sari keluar dari dalam kamar. Aku menatap wajah Mas Husein yang perlahan berkeringat. Dengan telaten, aku membersihkan peluhnya. Wajah
Aku dan Hana berlari masuk ke dalam mobil. Hana dengan cepat melajukan kendaraannya keluar dari cafe. Aku tidak tahu kalo follower Mas Husein dan Mbak Maya sebanyak ini. Bahkan mereka mengenal wajahku. Hana memarkir mobilnya di depan pom bensin. Jaraknya lumayan jauh dari cafe. “Alhamdulillah Asma, untung saja aku tarik kamu. Kalo tadi kita di cafe itu, kamu bisa babak belur. Kamu nggak tahu yah kalo Mbak Maya punya follower yang banyak?” ucap Hana. “Nggak tahu Han, ya Allah aku takut!” jawabku. Hari ini sebenarnya aku punya rencana mau ke rumah sakit. Menjenguk mbak Maya. Namun aku jadi takut jalan sendiri. Kalo aku berangkat ke rumah sakit bersama Mas Husein, dia nggak bakalan izinkan aku mengunjungi Mbak Maya. Aku belum melihat wajah Mbak Maya secara langsung. “Han, antar aku ke rumah sakit,” pintaku. Hana mengantarku ke rumah sakit. Aku dan dia berjalan menuju ruangan ICU. Sesampai di ruangan ICU, aku melihat seorang wanita muda berdiri di depan pintu. Aku dan Hana salin
Aku meminta izin kepada Bibi Sari untuk membuat makan siang. Sejak tadi pagi, Mas Husein sudah berangkat ke kantor. Aku berencana mau mengunjungi kantornya. Aku benar-benar bosan di rumah sendiri. “Nggak usah Mbak Asma. Biar saya saja yang masak. Nanti Mas Husein marah, saya bisa dipecat!” seru bibi Sari saat aku mencoba mengaduk iga sapi buatannya. Wanita paruh baya itu melarangku untuk membantunya di dapur. Katanya, Mas Husein akan marah. Tugasku hanyalah berada di rumah dan bersenang-senang. “Nggak apa-apa Bi, sesekali aku mau masak untuk Mas Husein. Mungkin hatinya mencair kalo aku buatkan makanan,” kekehku. Bibi Sari sedang membuat sup iga sapi. Aku berdiri di sampingnya dan memohon agar aku bisa membantunya. “Tolong lah, sekali aja Bi!” Aku memohon. “Ya deh, Mbak Asma. Tapi kalo Mas Husein marah, itu bukan salahku yah,” ucapnya. Aku menganggukan kepala sambil tersenyum. “Tenang saja, Bi!” jawabku. Aku membuat sup iga sapi yang enak. Ibu selalu mengajariku untuk membuat
Di dalam taksi menuju rumah, aku terus memandangi foto Mbak Maya. Wajah cantik wanita itu benar-benar menakjubkan. Pantas saja Mas Husein tidak bisa melupakannya. Bahkan saat dia sakit, Mas Husein begitu setia menemaninya. Aku membuat Instagram baru. Dua hari lalu, aku menghapus akunku karena aku stress dengan pesan yang masuk. Sekarang aku membuat Instagram baru dengan nama samaran. Aku mencoba membuka akun gossip lambe. Benar saja, semua fotoku terpampang nyata di akun gossip itu. Menyebalkan!Ada 10 ribu komentar terbaru. Para netizen kesal karena aku dituduh merebut Mas Husein. Ada diantara mereka berniat akan memukulku jika bertemu di jalan. Pantas saja Mas Husein panik kalo aku keluar dari rumah. Tidak jarang diantara mereka membuat akun Instagram atas namaku. Bahkan Instagram itu dibuat sama persis dengan Instagram lamaku dan pengikutnya berjumlah 12 ribu follower. Sumpah serapah berhamburan di akun tersebut. Menjengkelkan sekali!“Non yang lagi viral yah?” Suara pak supi
Seperti biasa di pagi hari, Mas Husein berangkat ke kantor. Aku tidak tahu, mengapa dia tidak ingin membangunkanku. Apa dia marah? Apa dia takut? Dulu aku menghayal bahwa seorang lelaki akan mengecup keningku setiap pagi. Tapi, aku salah! “Menyebalkan!” Aku berjalan ke dapur dan melihat Bibi Sari seperti biasa membuat sarapan. “Tadi Mas Husein sarapan nggak?” tanyaku.“Nggak Non, katanya nanti sarapan di rumah sakit.”Aku duduk di meja makan sambil memandangi bibi Sari membuat nasi goreng. Wanita paruh baya itu sangat rajin bekerja. Kadang dia melarangku untuk membantunya. “Sudah lama kerja di sini, Bi?” tanyaku penasaran. “Sudah 5 tahun Non, awalnya saya bekerja sama ibu Wati,” jawabnya.Aku iseng membuka media sosialku. Rupanya Galih sudah membaca pesanku namun dia sama sekali tidak ingin membalasnya. Apa Galih marah? Apa seperti ini dia marah kepadaku sekarang?Bosan berada di dapur, aku kembali ke kamar. Ding![Nanti mau dibawahkan makanan apa?]Mas Husein mengirimkan pesan.
Esok harinya, aku tidak melihat Mas Husein dimana pun. Aku bertanya kepada bibi Sari sebelum berangkat ke kampus, katanya Mas Husein berangkat ke rumah sakit sejak tadi subuh dan belum pulang sampai sekarang. “Mbak Maya ada kemajuan. Katanya, Mbak Maya mengerakan tangannya, Mbak,” ucap bibi Sari bersemangat. Aku ikut bahagia mendengarkannya. Siapa sih yang tidak senang mengetahui Mbak Maya akan sehat kembali. Ya, setidaknya dia bangun dari koma dan segera mengurus Mas Husein, suaminya. Aku hampir gila dibuat lelaki itu. Aku berangkat ke kampus untuk bertemu dengan Hana. “Asma!” panggil Hana yang sudah menungguku di depan pintu gerbang kampus. Aku berangkat ke kampus menggunakan taksi karena supir Mas Husein juga bersiap ke rumah sakit. “Ada Mas Aldo mau ketemu tuh. Katanya dia baru tahu kalo kamu udah nikah,” ucap Hana. Mas Aldo adalah senior kami. Aku sudah menganggapnya seperti kakak kandung sendiri. Dia sering membayarkan biaya kuliahku. Dia juga memberikan aku uang jajan s
Pernikahan kami sudah berjalan satu bulan lebih dan dia sama sekali tidak tertarik menyentuhku. Puas memikirkan nasibku, aku turun dari ke lantai satu. Duduk di ruang tamu sambil menonton TV. Perasaanku berantakan sekarang. “Mbak Asma, mau makan apa?” tanya Bibi Sari. “Memangnya sudah jam berapa Bi?” tanyaku. Aku akhir-akhir ini jarang makan. Pikiranku berpusat kepada Mas Husein dan juga berita viral yang semakin menjadi-jadi. Napsu makanku berkurang. Kepalaku terasa mau pecah memikirkan semua masalah secara bersamaan.“Sudah pukul empat sore, Mbak,” jawab Bibi Sari. Ya Allah, hampir saja lupa sholat Azhar. Aku segera berlari menuju kamar untuk menunaikan sholat Azhar. “Nanti Bi yah, aku sholat dulu,” ucapku. Setelah sholat, dia datang menghampiriku lagi di dalam kamar.“Mau makan malam apa, Mbak?”” tanyanya. Dia sepertinya menunggu jawabanku sejak tadi. Aku sedang tidak berselera makan sejujurnya. “Nasi goreng saja, Bi,” jawabku. Aku hanya makan ice cream cokelat tadi siang
Esok harinya, aku tidak melihat Mas Husein dimana pun. Aku bertanya kepada bibi Sari sebelum berangkat ke kampus, katanya Mas Husein berangkat ke rumah sakit sejak tadi subuh dan belum pulang sampai sekarang. “Mbak Maya ada kemajuan. Katanya, Mbak Maya mengerakan tangannya, Mbak,” ucap bibi Sari bersemangat. Aku ikut bahagia mendengarkannya. Siapa sih yang tidak senang mengetahui Mbak Maya akan sehat kembali. Ya, setidaknya dia bangun dari koma dan segera mengurus Mas Husein, suaminya. Aku hampir gila dibuat lelaki itu. Aku berangkat ke kampus untuk bertemu dengan Hana. “Asma!” panggil Hana yang sudah menungguku di depan pintu gerbang kampus. Aku berangkat ke kampus menggunakan taksi karena supir Mas Husein juga bersiap ke rumah sakit. “Ada Mas Aldo mau ketemu tuh. Katanya dia baru tahu kalo kamu udah nikah,” ucap Hana. Mas Aldo adalah senior kami. Aku sudah menganggapnya seperti kakak kandung sendiri. Dia sering membayarkan biaya kuliahku. Dia juga memberikan aku uang jajan s
Seperti biasa di pagi hari, Mas Husein berangkat ke kantor. Aku tidak tahu, mengapa dia tidak ingin membangunkanku. Apa dia marah? Apa dia takut? Dulu aku menghayal bahwa seorang lelaki akan mengecup keningku setiap pagi. Tapi, aku salah! “Menyebalkan!” Aku berjalan ke dapur dan melihat Bibi Sari seperti biasa membuat sarapan. “Tadi Mas Husein sarapan nggak?” tanyaku.“Nggak Non, katanya nanti sarapan di rumah sakit.”Aku duduk di meja makan sambil memandangi bibi Sari membuat nasi goreng. Wanita paruh baya itu sangat rajin bekerja. Kadang dia melarangku untuk membantunya. “Sudah lama kerja di sini, Bi?” tanyaku penasaran. “Sudah 5 tahun Non, awalnya saya bekerja sama ibu Wati,” jawabnya.Aku iseng membuka media sosialku. Rupanya Galih sudah membaca pesanku namun dia sama sekali tidak ingin membalasnya. Apa Galih marah? Apa seperti ini dia marah kepadaku sekarang?Bosan berada di dapur, aku kembali ke kamar. Ding![Nanti mau dibawahkan makanan apa?]Mas Husein mengirimkan pesan.
Di dalam taksi menuju rumah, aku terus memandangi foto Mbak Maya. Wajah cantik wanita itu benar-benar menakjubkan. Pantas saja Mas Husein tidak bisa melupakannya. Bahkan saat dia sakit, Mas Husein begitu setia menemaninya. Aku membuat Instagram baru. Dua hari lalu, aku menghapus akunku karena aku stress dengan pesan yang masuk. Sekarang aku membuat Instagram baru dengan nama samaran. Aku mencoba membuka akun gossip lambe. Benar saja, semua fotoku terpampang nyata di akun gossip itu. Menyebalkan!Ada 10 ribu komentar terbaru. Para netizen kesal karena aku dituduh merebut Mas Husein. Ada diantara mereka berniat akan memukulku jika bertemu di jalan. Pantas saja Mas Husein panik kalo aku keluar dari rumah. Tidak jarang diantara mereka membuat akun Instagram atas namaku. Bahkan Instagram itu dibuat sama persis dengan Instagram lamaku dan pengikutnya berjumlah 12 ribu follower. Sumpah serapah berhamburan di akun tersebut. Menjengkelkan sekali!“Non yang lagi viral yah?” Suara pak supi
Aku meminta izin kepada Bibi Sari untuk membuat makan siang. Sejak tadi pagi, Mas Husein sudah berangkat ke kantor. Aku berencana mau mengunjungi kantornya. Aku benar-benar bosan di rumah sendiri. “Nggak usah Mbak Asma. Biar saya saja yang masak. Nanti Mas Husein marah, saya bisa dipecat!” seru bibi Sari saat aku mencoba mengaduk iga sapi buatannya. Wanita paruh baya itu melarangku untuk membantunya di dapur. Katanya, Mas Husein akan marah. Tugasku hanyalah berada di rumah dan bersenang-senang. “Nggak apa-apa Bi, sesekali aku mau masak untuk Mas Husein. Mungkin hatinya mencair kalo aku buatkan makanan,” kekehku. Bibi Sari sedang membuat sup iga sapi. Aku berdiri di sampingnya dan memohon agar aku bisa membantunya. “Tolong lah, sekali aja Bi!” Aku memohon. “Ya deh, Mbak Asma. Tapi kalo Mas Husein marah, itu bukan salahku yah,” ucapnya. Aku menganggukan kepala sambil tersenyum. “Tenang saja, Bi!” jawabku. Aku membuat sup iga sapi yang enak. Ibu selalu mengajariku untuk membuat
Aku dan Hana berlari masuk ke dalam mobil. Hana dengan cepat melajukan kendaraannya keluar dari cafe. Aku tidak tahu kalo follower Mas Husein dan Mbak Maya sebanyak ini. Bahkan mereka mengenal wajahku. Hana memarkir mobilnya di depan pom bensin. Jaraknya lumayan jauh dari cafe. “Alhamdulillah Asma, untung saja aku tarik kamu. Kalo tadi kita di cafe itu, kamu bisa babak belur. Kamu nggak tahu yah kalo Mbak Maya punya follower yang banyak?” ucap Hana. “Nggak tahu Han, ya Allah aku takut!” jawabku. Hari ini sebenarnya aku punya rencana mau ke rumah sakit. Menjenguk mbak Maya. Namun aku jadi takut jalan sendiri. Kalo aku berangkat ke rumah sakit bersama Mas Husein, dia nggak bakalan izinkan aku mengunjungi Mbak Maya. Aku belum melihat wajah Mbak Maya secara langsung. “Han, antar aku ke rumah sakit,” pintaku. Hana mengantarku ke rumah sakit. Aku dan dia berjalan menuju ruangan ICU. Sesampai di ruangan ICU, aku melihat seorang wanita muda berdiri di depan pintu. Aku dan Hana salin
Aku meletakan kain di atas kepala Mas Husein agar demamnya turun. Tidak lupa aku memberikannya obat penurun demam. Walaupun dia masih mengigau, setidaknya tubuhnya tidak bergetar lagi. “Mbak Asma, Mas Husein selalu seperti ini kalo dia ingat Mbak Maya. Kata Ibu Wati, dia terlalu memikirkan istrinya makannya demam. Kasihan dia,” ucap Bibi Sari. “Sudah berapa lama dia seperti ini, Bi?” tanyaku penasaran. “Semenjak Mbak Maya koma, tiap malam dia seperti ini, Mbak.”Aku menatap Mas Husein yang sudah lebih tenang. Jemarinya mengengam tanganku dengan erat dan terus menyebut nama Mbak Maya. Dia merindukan istrinya. Apa yang harus aku lakukan?“Mas?” panggilku. Tidak ada suara. “Kalo dikasih obat penurun demam, besoknya udah baikan kok, Mbak. Tapi kadang saya takut saja, makanya tadi panggil Mbak Asma,” ucap bibi Sari. “Saya keluar dulu yah, Mbak.”Bibi Sari keluar dari dalam kamar. Aku menatap wajah Mas Husein yang perlahan berkeringat. Dengan telaten, aku membersihkan peluhnya. Wajah
Satu jam berlalu, dia kemudian keluar dari ruangan ICU. Aku menunggu di depan pintu. “Mas?” panggilku saat Mas Husein berjalan ke arahku. Aku memasang senyuman yang indah saat kami akan berpapasan. Namun tiba-tiba saja dia melewatiku tanpa berbicara apapun. Aku segera mengekor di belakangnya. “Mas mau kemana?” tanyaku. Aku mempercepat setiap langkahku di belakangnya. “Mau sholat di masjid,” jawabnya dingin. Ku lirik jam di tanganku. Sudah pukul satu siang. Ya ampun, waktu cepat banget berlalu. Kami menuju masjid di samping rumah sakit. Aku dan Mas Husein berpisah sejenak. Setelah sholat, aku berjalan menuju mobil dan menunggunya. Saat keluar dari masjid, ada dua perempuan yang mengikuti Mas Husein dari belakang. Mereka tampak malu-malu menatap Mas Husein. “Ini buat Mbak Maya, semoga Mas Husein dan Mbak Maya buat konten lagi, rindu dengan konten kalian,” ucapnya. Mas Husein bersikap ramah. “Makasih yah!” jawabnya. Mas Husein kemudian menuju mobil. Dia menatapku sekilas lalu me
‘Selebgram cantik sedang koma di rumah sakit Mulya. Mas Husein sejak kemarin menunggunya. Benar-benar pasangan yang manis.’Aku melihat akun gossip yang sedang membahas tentang Maya dan Mas Husein. Akun gossip itu tiba-tiba muncul di berandaku. Rupanya kehidupan rumah tangga Mas Husein dan Maya menjadi sorotan publik. Banyak fans yang mengangumi sikap Mas Husein. Mas Husein terkenal sebagai lelaki tampan, kaya, sholeh dan mapan. Mereka menjadikan Mas Husein sebagai sosok suami ideal. ‘Mereka pasangan yang serasi. Insyallah sampai di Jannah. Pokoknya nggak ada yang ngalahin kesetiaan Mas Husein. Cakep!’‘Aku yakin Mas Husein pasti bersama dengan mbak Maya lagi, yang sabar yah Mas Husein.’Aku membaca beberapa komentar netizen. Mereka semua memberikan doa kepada Maya. Entah mengapa, aku jadi takut dikenal oleh publik. Aku memilih menutup Instagram dan berjalan ke arah balkon. Sudah dua hari lelaki itu meninggalkanku. Jangankan mengirim pesan, menjengukku pun, dia tidak sudi. Ibu me