Share

Bab 5

Penulis: Anana-chan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 09:56:16

Satu jam berlalu, dia kemudian keluar dari ruangan ICU. Aku menunggu di depan pintu. 

“Mas?” panggilku saat Mas Husein berjalan ke arahku. Aku  memasang senyuman yang indah saat kami akan berpapasan. 

Namun tiba-tiba saja dia melewatiku tanpa berbicara apapun. Aku segera mengekor di belakangnya. 

“Mas mau kemana?” tanyaku. Aku mempercepat setiap langkahku di belakangnya. 

“Mau sholat di masjid,” jawabnya dingin. Ku lirik jam di tanganku. Sudah pukul satu siang. Ya ampun, waktu cepat banget berlalu. 

Kami menuju masjid di samping rumah sakit. Aku dan Mas Husein berpisah sejenak. Setelah sholat, aku berjalan menuju mobil dan menunggunya. Saat keluar dari masjid, ada dua perempuan yang mengikuti Mas Husein dari belakang. Mereka tampak malu-malu menatap Mas Husein. 

“Ini buat Mbak Maya, semoga Mas Husein dan Mbak Maya buat konten lagi, rindu dengan konten kalian,” ucapnya. 

Mas Husein bersikap ramah. “Makasih yah!” jawabnya. 

Mas Husein kemudian menuju mobil. Dia menatapku sekilas lalu membuang pandangan lagi. Aku sudah terbiasa dengan wajah jengkelnya itu. 

Mas Husein membuka pintu untukku dan aku segera masuk. Hadiah bunga dan cokelat diletakan di kursi paling belakang. 

Mobil melaju keluar dari gerbang rumah sakit. Selama di perjalanan, aku memilih diam saja. Aku tidak banyak bertanya lagi. 

Mas Husein rupanya mengajakku menuju rumah keluarganya di Menteng. Ku pikir kami akan kembali ke rumah. Aku terus menebak-nebak kemana dia akan membawahku pergi. 

Sesampai di rumah keluarga Mas Husein, lelaki itu turun dari mobil. Aku mengikutinya. Saat berjalan masuk ke dalam rumah, Mas Husein mengengam tanganku dan memelukku dengan erat dari belakang. 

Aku terkejut. Aku hampir saja melompat saat tangannya menarik pingangku. Ini kali pertama seorang lelaki menyentuh pingangku. 

“Santai saja,” bisiknya. 

Jantungku berdetak lebih cepat. Disampingnya, aku bisa merasakan jika jantungnya berdetak lebih cepat juga. 

Mungkin dia lagi gugup di sampingku. 

“Asma!” 

Ibu Wati keluar dan segera memelukku. Rupanya hari ini ada acara di rumah. Aku tidak tahu acara apa. Mas Husein tidak memberitahukan apapun kepadaku. 

Aku duduk di sofa dan Mas Husein di sampingku. Kami terus bergandengan tangan. Dia tidak ingin melepaskan jemariku dari jemarinya. Ini hanya pura-pura saja. Dia tidak Ikhlas. 

“Opa Gendut lagi ulang tahun. Dia mau bertemu denganmu, Asma!” ucap mertuaku. 

Seorang lelaki tua keluar dari dalam kamar. Dia memakai tongkat dan berjalan ke arahku. Aku menyalami tangannya. Dia menatapku dengan sangat lama. Perlahan bola matanya berkabut. Dia tersenyum hangat. 

“Asma, aku akhirnya bertemu denganmu,” ucapnya. 

Aku tidak tahu mengapa kakek tua itu tahu namaku. Aku belum pernah bertemu sebelumnya. 

“Husein, jaga dengan baik Asma yah, dia istrimu juga, sama seperti Maya,” serunya. Mas Husein menganggukan kepala. 

“Iya Opa,” jawabnya. 

Ada banyak pertanyaan di dalam kepalaku. Mengapa mereka menerimaku dengan baik? Mengapa juga mereka seakan peduli?

Mas Husein memberikan secangkir teh hangat kepadaku saat semua orang sedang menikmati hidangan. Aku tersenyum dan menerimanya dengan baik. 

Dia lalu merangkulku dari belakang. Menyuruh tubuhku untuk bersandar di sampingnya. Tuhan, ini benar-benar menegangkan. Aku bahkan tidak berkutik di samping Mas Husein. 

Tubuhnya harum, wajahnya tampan dan jika dia tersenyum, jantungku seakan ingin copot dari peraduan. 

Jika dilihat dari dekat, wajah Mas Husein sama seperti wajah Mas Nicolas Saputra. Bedanya hanya satu, lelaki itu memiliki bulu halus di pipi. 

Sempurna! 

Kharisma Mas Husein tidak ada yang menandinginya. Entah amalan apa yang telah aku lakukan sehingga Tuhan menakdirkan aku memiliki suami setampan Mas Husein. 

Aku hampir lupa meminum teh yang diberikan tadi karena fokus mengagumi wajahnya yang tampan. 

“Asma ingat, kamu hanya istri sementara. Dia bisa saja menceraikanmu jika Mbak Maya sudah sadar. Jangan percaya diri banget deh!” 

Aku menghakimi diriku sendiri. 

***

Setelah acara syukuran selesai, kami kembali ke rumah. Mas Husein segera melepaskan tanganku. Dia memasang wajah dinginnya kembali. 

Dia dalam mobil, suasana mendadak hening. 

“Asma, aku sangat mencintai Maya. Bahkan sampai kapan pun. Aku berharap kamu paham itu. Berusaha mencintaimu hanya sia-sia saja. Aku tidak akan pernah melakukannya,” seru Mas Husein tiba-tiba. 

“Iya, aku paham,” jawabku. 

“Opa adalah sahabat ayahmu. Aku tidak tahu bagaimana bisa ayahmu bersahabat dengan Opaku. Aku tidak ingin ibu dan Opa sakit. Aku sudah berusaha menentang pernikahan ini. Tapi mereka ingin aku membawahmu ke rumah,” ucap Mas Husein. 

Pandangannya tajam ke depan dan fokus menyetir. 

“Jika kamu mau mundur sekarang, kamu bisa lakukan,” ucapnya lagi. 

Aku terdiam. 

“Maya mengalami kecelakaan dan tulang belakangnya patah. Pendarahan di otaknya membuatnya tidak sadar sampai sekarang. Jika sadar pun, kemungkinannya hanya sedikit. Dia bisa melupakanku sepenuhnya, tapi itu tidak masalah. Yang penting Maya ada di hidupku,” ucap Mas Husein panjang lebar. 

Aku bisa mendengarkan suaranya bergetar. Dia berusaha menahan sesak di dadanya. 

Kami sampai di rumah, aku segera masuk ke dalam kamar. Aku mengambil air wudhu dan segera sholat Magrib. Aku berdua agar hatiku diberi ketenangan saat ini. 

Saat makan malam, suasananya masih saja sama. Saling diam dalam pikiran masing-masing. Mas Husein sangat suka ikan bakar. Hampir setiap hari dia memakannya. 

Kata Bibi Sari, itu makanan kesukaan Mbak Maya juga. Pantas saja tadi dia mengajakku makan di luar. Rupanya restoran itu adalah restoran favorite mbak Maya. 

Setelah makan bersama, kami kembali ke kamar masing-masing. Aku dan Mas Husein tidak terlihat seperti suami istri. Dia cuek dan tidak ingin menyentuhku. 

Bahkan dia berjanji kepada dirinya untuk tidak melakukannya. Aku sudah pasrah dan menerima semua keputusannya itu. 

Aku mencoba terlelap tidur dan melupakan semua hal ini. 

“Mbak Asma?”

“Mbas Asma?”

“Sudah tidur kah?”

Pukul sebelas malam, Bibi Sari mengetuk pintu kamarku dengan sangat kencang. Aku membuka mata dan segera menyibakan selimut yang menutupi tubuhku. Aku berjalan ke arah pintu dan membukanya. 

“Mbak, Mas Husein demam,” ucap Bibi Sari. 

Aku segera berjalan menuju kamarnya. Kali ini tidak memakai jilbab. Di dalam kamarnya, dia menatap lelaki itu sedang menutupi seluruh tubuhnya.

“Mas?”

Aku menyentuh dahi Mas Husein. Sangat panas. Bibirnya pucat dan tubuhnya bergetar. 

“Bi, tolong ambilkan saya minuman hangat dan juga obat penurun demam!” perintahku. Bibi Sari segera berlari. 

Di atas tempat tidur, aku memeluk Mas Husein agar dia hangat. Mas Husein mengingau dan dia terus menyebut nama Mbak Maya. 

“Maya, sayangku. Dimana kamu Maya? Mas di sini.”

Aku memeluk Mas Husein dan mencoba untuk menenangkan tubuhnya yang sejak tadi bergetar. 

“Iya Mas, aku di sini,” jawabku. 

***

Bab terkait

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 6

    Aku meletakan kain di atas kepala Mas Husein agar demamnya turun. Tidak lupa aku memberikannya obat penurun demam. Walaupun dia masih mengigau, setidaknya tubuhnya tidak bergetar lagi. “Mbak Asma, Mas Husein selalu seperti ini kalo dia ingat Mbak Maya. Kata Ibu Wati, dia terlalu memikirkan istrinya makannya demam. Kasihan dia,” ucap Bibi Sari. “Sudah berapa lama dia seperti ini, Bi?” tanyaku penasaran. “Semenjak Mbak Maya koma, tiap malam dia seperti ini, Mbak.”Aku menatap Mas Husein yang sudah lebih tenang. Jemarinya mengengam tanganku dengan erat dan terus menyebut nama Mbak Maya. Dia merindukan istrinya. Apa yang harus aku lakukan?“Mas?” panggilku. Tidak ada suara. “Kalo dikasih obat penurun demam, besoknya udah baikan kok, Mbak. Tapi kadang saya takut saja, makanya tadi panggil Mbak Asma,” ucap bibi Sari. “Saya keluar dulu yah, Mbak.”Bibi Sari keluar dari dalam kamar. Aku menatap wajah Mas Husein yang perlahan berkeringat. Dengan telaten, aku membersihkan peluhnya. Wajah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 7

    Aku dan Hana berlari masuk ke dalam mobil. Hana dengan cepat melajukan kendaraannya keluar dari cafe. Aku tidak tahu kalo follower Mas Husein dan Mbak Maya sebanyak ini. Bahkan mereka mengenal wajahku. Hana memarkir mobilnya di depan pom bensin. Jaraknya lumayan jauh dari cafe. “Alhamdulillah Asma, untung saja aku tarik kamu. Kalo tadi kita di cafe itu, kamu bisa babak belur. Kamu nggak tahu yah kalo Mbak Maya punya follower yang banyak?” ucap Hana. “Nggak tahu Han, ya Allah aku takut!” jawabku. Hari ini sebenarnya aku punya rencana mau ke rumah sakit. Menjenguk mbak Maya. Namun aku jadi takut jalan sendiri. Kalo aku berangkat ke rumah sakit bersama Mas Husein, dia nggak bakalan izinkan aku mengunjungi Mbak Maya. Aku belum melihat wajah Mbak Maya secara langsung. “Han, antar aku ke rumah sakit,” pintaku. Hana mengantarku ke rumah sakit. Aku dan dia berjalan menuju ruangan ICU. Sesampai di ruangan ICU, aku melihat seorang wanita muda berdiri di depan pintu. Aku dan Hana salin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 8

    Aku meminta izin kepada Bibi Sari untuk membuat makan siang. Sejak tadi pagi, Mas Husein sudah berangkat ke kantor. Aku berencana mau mengunjungi kantornya. Aku benar-benar bosan di rumah sendiri. “Nggak usah Mbak Asma. Biar saya saja yang masak. Nanti Mas Husein marah, saya bisa dipecat!” seru bibi Sari saat aku mencoba mengaduk iga sapi buatannya. Wanita paruh baya itu melarangku untuk membantunya di dapur. Katanya, Mas Husein akan marah. Tugasku hanyalah berada di rumah dan bersenang-senang. “Nggak apa-apa Bi, sesekali aku mau masak untuk Mas Husein. Mungkin hatinya mencair kalo aku buatkan makanan,” kekehku. Bibi Sari sedang membuat sup iga sapi. Aku berdiri di sampingnya dan memohon agar aku bisa membantunya. “Tolong lah, sekali aja Bi!” Aku memohon. “Ya deh, Mbak Asma. Tapi kalo Mas Husein marah, itu bukan salahku yah,” ucapnya. Aku menganggukan kepala sambil tersenyum. “Tenang saja, Bi!” jawabku. Aku membuat sup iga sapi yang enak. Ibu selalu mengajariku untuk membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 9

    Di dalam taksi menuju rumah, aku terus memandangi foto Mbak Maya. Wajah cantik wanita itu benar-benar menakjubkan. Pantas saja Mas Husein tidak bisa melupakannya. Bahkan saat dia sakit, Mas Husein begitu setia menemaninya. Aku membuat Instagram baru. Dua hari lalu, aku menghapus akunku karena aku stress dengan pesan yang masuk. Sekarang aku membuat Instagram baru dengan nama samaran. Aku mencoba membuka akun gossip lambe. Benar saja, semua fotoku terpampang nyata di akun gossip itu. Menyebalkan!Ada 10 ribu komentar terbaru. Para netizen kesal karena aku dituduh merebut Mas Husein. Ada diantara mereka berniat akan memukulku jika bertemu di jalan. Pantas saja Mas Husein panik kalo aku keluar dari rumah. Tidak jarang diantara mereka membuat akun Instagram atas namaku. Bahkan Instagram itu dibuat sama persis dengan Instagram lamaku dan pengikutnya berjumlah 12 ribu follower. Sumpah serapah berhamburan di akun tersebut. Menjengkelkan sekali!“Non yang lagi viral yah?” Suara pak supi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 10

    Seperti biasa di pagi hari, Mas Husein berangkat ke kantor. Aku tidak tahu, mengapa dia tidak ingin membangunkanku. Apa dia marah? Apa dia takut? Dulu aku menghayal bahwa seorang lelaki akan mengecup keningku setiap pagi. Tapi, aku salah! “Menyebalkan!” Aku berjalan ke dapur dan melihat Bibi Sari seperti biasa membuat sarapan. “Tadi Mas Husein sarapan nggak?” tanyaku.“Nggak Non, katanya nanti sarapan di rumah sakit.”Aku duduk di meja makan sambil memandangi bibi Sari membuat nasi goreng. Wanita paruh baya itu sangat rajin bekerja. Kadang dia melarangku untuk membantunya. “Sudah lama kerja di sini, Bi?” tanyaku penasaran. “Sudah 5 tahun Non, awalnya saya bekerja sama ibu Wati,” jawabnya.Aku iseng membuka media sosialku. Rupanya Galih sudah membaca pesanku namun dia sama sekali tidak ingin membalasnya. Apa Galih marah? Apa seperti ini dia marah kepadaku sekarang?Bosan berada di dapur, aku kembali ke kamar. Ding![Nanti mau dibawahkan makanan apa?]Mas Husein mengirimkan pesan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 11

    Esok harinya, aku tidak melihat Mas Husein dimana pun. Aku bertanya kepada bibi Sari sebelum berangkat ke kampus, katanya Mas Husein berangkat ke rumah sakit sejak tadi subuh dan belum pulang sampai sekarang. “Mbak Maya ada kemajuan. Katanya, Mbak Maya mengerakan tangannya, Mbak,” ucap bibi Sari bersemangat. Aku ikut bahagia mendengarkannya. Siapa sih yang tidak senang mengetahui Mbak Maya akan sehat kembali. Ya, setidaknya dia bangun dari koma dan segera mengurus Mas Husein, suaminya. Aku hampir gila dibuat lelaki itu. Aku berangkat ke kampus untuk bertemu dengan Hana. “Asma!” panggil Hana yang sudah menungguku di depan pintu gerbang kampus. Aku berangkat ke kampus menggunakan taksi karena supir Mas Husein juga bersiap ke rumah sakit. “Ada Mas Aldo mau ketemu tuh. Katanya dia baru tahu kalo kamu udah nikah,” ucap Hana. Mas Aldo adalah senior kami. Aku sudah menganggapnya seperti kakak kandung sendiri. Dia sering membayarkan biaya kuliahku. Dia juga memberikan aku uang jajan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 12

    Pernikahan kami sudah berjalan satu bulan lebih dan dia sama sekali tidak tertarik menyentuhku. Puas memikirkan nasibku, aku turun dari ke lantai satu. Duduk di ruang tamu sambil menonton TV. Perasaanku berantakan sekarang. “Mbak Asma, mau makan apa?” tanya Bibi Sari. “Memangnya sudah jam berapa Bi?” tanyaku. Aku akhir-akhir ini jarang makan. Pikiranku berpusat kepada Mas Husein dan juga berita viral yang semakin menjadi-jadi. Napsu makanku berkurang. Kepalaku terasa mau pecah memikirkan semua masalah secara bersamaan.“Sudah pukul empat sore, Mbak,” jawab Bibi Sari. Ya Allah, hampir saja lupa sholat Azhar. Aku segera berlari menuju kamar untuk menunaikan sholat Azhar. “Nanti Bi yah, aku sholat dulu,” ucapku. Setelah sholat, dia datang menghampiriku lagi di dalam kamar.“Mau makan malam apa, Mbak?”” tanyanya. Dia sepertinya menunggu jawabanku sejak tadi. Aku sedang tidak berselera makan sejujurnya. “Nasi goreng saja, Bi,” jawabku. Aku hanya makan ice cream cokelat tadi siang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 1

    Ibuku menjodohkanku kepada lelaki kaya raya untuk menjadi istri kedua. Uang yang diberikan kepada Ibuku sebesar 200 juta. Aku terkejut melihat tumpukan rupiah itu berada di satu koper kecil sejak pagi. Senyuman mengembang di wajah ibuku. Namun, aku merana. Aku tidak menyangka jika hidupku akan menyedihkan seperti ini. Kemarin malam, aku bertengkar dengan ibuku. Aku mengatakan bahwa aku tidak ingin menjadi istri kedua. Ini mimpi buruk. Namun ibu mengancam akan bunuh diri. Hutang pinjaman online ayahku sebesar 200 juta dan harus segera dibayar. Jika tidak, rumah kami akan disita. Aku tidak menyangka jika almarhum ayahku memiliki hutang sebanyak itu. Di dalam kamar, aku menangis. Hanya itu yang bisa aku lakukan. “Asma, cepat ganti pakaianmu, kita akan ke rumah sakit. Ada yang mau bertemu,” ucap ibu. Dia membuka pintu kamarku dan tersenyum hangat. “Asma, kamu masih marah? Ibu nggak ada pilihan lain, Nak. Kalo kita tidak membayar biaya pinjaman online itu, rumah akan disita. Kamu tah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29

Bab terbaru

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 12

    Pernikahan kami sudah berjalan satu bulan lebih dan dia sama sekali tidak tertarik menyentuhku. Puas memikirkan nasibku, aku turun dari ke lantai satu. Duduk di ruang tamu sambil menonton TV. Perasaanku berantakan sekarang. “Mbak Asma, mau makan apa?” tanya Bibi Sari. “Memangnya sudah jam berapa Bi?” tanyaku. Aku akhir-akhir ini jarang makan. Pikiranku berpusat kepada Mas Husein dan juga berita viral yang semakin menjadi-jadi. Napsu makanku berkurang. Kepalaku terasa mau pecah memikirkan semua masalah secara bersamaan.“Sudah pukul empat sore, Mbak,” jawab Bibi Sari. Ya Allah, hampir saja lupa sholat Azhar. Aku segera berlari menuju kamar untuk menunaikan sholat Azhar. “Nanti Bi yah, aku sholat dulu,” ucapku. Setelah sholat, dia datang menghampiriku lagi di dalam kamar.“Mau makan malam apa, Mbak?”” tanyanya. Dia sepertinya menunggu jawabanku sejak tadi. Aku sedang tidak berselera makan sejujurnya. “Nasi goreng saja, Bi,” jawabku. Aku hanya makan ice cream cokelat tadi siang

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 11

    Esok harinya, aku tidak melihat Mas Husein dimana pun. Aku bertanya kepada bibi Sari sebelum berangkat ke kampus, katanya Mas Husein berangkat ke rumah sakit sejak tadi subuh dan belum pulang sampai sekarang. “Mbak Maya ada kemajuan. Katanya, Mbak Maya mengerakan tangannya, Mbak,” ucap bibi Sari bersemangat. Aku ikut bahagia mendengarkannya. Siapa sih yang tidak senang mengetahui Mbak Maya akan sehat kembali. Ya, setidaknya dia bangun dari koma dan segera mengurus Mas Husein, suaminya. Aku hampir gila dibuat lelaki itu. Aku berangkat ke kampus untuk bertemu dengan Hana. “Asma!” panggil Hana yang sudah menungguku di depan pintu gerbang kampus. Aku berangkat ke kampus menggunakan taksi karena supir Mas Husein juga bersiap ke rumah sakit. “Ada Mas Aldo mau ketemu tuh. Katanya dia baru tahu kalo kamu udah nikah,” ucap Hana. Mas Aldo adalah senior kami. Aku sudah menganggapnya seperti kakak kandung sendiri. Dia sering membayarkan biaya kuliahku. Dia juga memberikan aku uang jajan s

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 10

    Seperti biasa di pagi hari, Mas Husein berangkat ke kantor. Aku tidak tahu, mengapa dia tidak ingin membangunkanku. Apa dia marah? Apa dia takut? Dulu aku menghayal bahwa seorang lelaki akan mengecup keningku setiap pagi. Tapi, aku salah! “Menyebalkan!” Aku berjalan ke dapur dan melihat Bibi Sari seperti biasa membuat sarapan. “Tadi Mas Husein sarapan nggak?” tanyaku.“Nggak Non, katanya nanti sarapan di rumah sakit.”Aku duduk di meja makan sambil memandangi bibi Sari membuat nasi goreng. Wanita paruh baya itu sangat rajin bekerja. Kadang dia melarangku untuk membantunya. “Sudah lama kerja di sini, Bi?” tanyaku penasaran. “Sudah 5 tahun Non, awalnya saya bekerja sama ibu Wati,” jawabnya.Aku iseng membuka media sosialku. Rupanya Galih sudah membaca pesanku namun dia sama sekali tidak ingin membalasnya. Apa Galih marah? Apa seperti ini dia marah kepadaku sekarang?Bosan berada di dapur, aku kembali ke kamar. Ding![Nanti mau dibawahkan makanan apa?]Mas Husein mengirimkan pesan.

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 9

    Di dalam taksi menuju rumah, aku terus memandangi foto Mbak Maya. Wajah cantik wanita itu benar-benar menakjubkan. Pantas saja Mas Husein tidak bisa melupakannya. Bahkan saat dia sakit, Mas Husein begitu setia menemaninya. Aku membuat Instagram baru. Dua hari lalu, aku menghapus akunku karena aku stress dengan pesan yang masuk. Sekarang aku membuat Instagram baru dengan nama samaran. Aku mencoba membuka akun gossip lambe. Benar saja, semua fotoku terpampang nyata di akun gossip itu. Menyebalkan!Ada 10 ribu komentar terbaru. Para netizen kesal karena aku dituduh merebut Mas Husein. Ada diantara mereka berniat akan memukulku jika bertemu di jalan. Pantas saja Mas Husein panik kalo aku keluar dari rumah. Tidak jarang diantara mereka membuat akun Instagram atas namaku. Bahkan Instagram itu dibuat sama persis dengan Instagram lamaku dan pengikutnya berjumlah 12 ribu follower. Sumpah serapah berhamburan di akun tersebut. Menjengkelkan sekali!“Non yang lagi viral yah?” Suara pak supi

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 8

    Aku meminta izin kepada Bibi Sari untuk membuat makan siang. Sejak tadi pagi, Mas Husein sudah berangkat ke kantor. Aku berencana mau mengunjungi kantornya. Aku benar-benar bosan di rumah sendiri. “Nggak usah Mbak Asma. Biar saya saja yang masak. Nanti Mas Husein marah, saya bisa dipecat!” seru bibi Sari saat aku mencoba mengaduk iga sapi buatannya. Wanita paruh baya itu melarangku untuk membantunya di dapur. Katanya, Mas Husein akan marah. Tugasku hanyalah berada di rumah dan bersenang-senang. “Nggak apa-apa Bi, sesekali aku mau masak untuk Mas Husein. Mungkin hatinya mencair kalo aku buatkan makanan,” kekehku. Bibi Sari sedang membuat sup iga sapi. Aku berdiri di sampingnya dan memohon agar aku bisa membantunya. “Tolong lah, sekali aja Bi!” Aku memohon. “Ya deh, Mbak Asma. Tapi kalo Mas Husein marah, itu bukan salahku yah,” ucapnya. Aku menganggukan kepala sambil tersenyum. “Tenang saja, Bi!” jawabku. Aku membuat sup iga sapi yang enak. Ibu selalu mengajariku untuk membuat

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 7

    Aku dan Hana berlari masuk ke dalam mobil. Hana dengan cepat melajukan kendaraannya keluar dari cafe. Aku tidak tahu kalo follower Mas Husein dan Mbak Maya sebanyak ini. Bahkan mereka mengenal wajahku. Hana memarkir mobilnya di depan pom bensin. Jaraknya lumayan jauh dari cafe. “Alhamdulillah Asma, untung saja aku tarik kamu. Kalo tadi kita di cafe itu, kamu bisa babak belur. Kamu nggak tahu yah kalo Mbak Maya punya follower yang banyak?” ucap Hana. “Nggak tahu Han, ya Allah aku takut!” jawabku. Hari ini sebenarnya aku punya rencana mau ke rumah sakit. Menjenguk mbak Maya. Namun aku jadi takut jalan sendiri. Kalo aku berangkat ke rumah sakit bersama Mas Husein, dia nggak bakalan izinkan aku mengunjungi Mbak Maya. Aku belum melihat wajah Mbak Maya secara langsung. “Han, antar aku ke rumah sakit,” pintaku. Hana mengantarku ke rumah sakit. Aku dan dia berjalan menuju ruangan ICU. Sesampai di ruangan ICU, aku melihat seorang wanita muda berdiri di depan pintu. Aku dan Hana salin

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 6

    Aku meletakan kain di atas kepala Mas Husein agar demamnya turun. Tidak lupa aku memberikannya obat penurun demam. Walaupun dia masih mengigau, setidaknya tubuhnya tidak bergetar lagi. “Mbak Asma, Mas Husein selalu seperti ini kalo dia ingat Mbak Maya. Kata Ibu Wati, dia terlalu memikirkan istrinya makannya demam. Kasihan dia,” ucap Bibi Sari. “Sudah berapa lama dia seperti ini, Bi?” tanyaku penasaran. “Semenjak Mbak Maya koma, tiap malam dia seperti ini, Mbak.”Aku menatap Mas Husein yang sudah lebih tenang. Jemarinya mengengam tanganku dengan erat dan terus menyebut nama Mbak Maya. Dia merindukan istrinya. Apa yang harus aku lakukan?“Mas?” panggilku. Tidak ada suara. “Kalo dikasih obat penurun demam, besoknya udah baikan kok, Mbak. Tapi kadang saya takut saja, makanya tadi panggil Mbak Asma,” ucap bibi Sari. “Saya keluar dulu yah, Mbak.”Bibi Sari keluar dari dalam kamar. Aku menatap wajah Mas Husein yang perlahan berkeringat. Dengan telaten, aku membersihkan peluhnya. Wajah

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 5

    Satu jam berlalu, dia kemudian keluar dari ruangan ICU. Aku menunggu di depan pintu. “Mas?” panggilku saat Mas Husein berjalan ke arahku. Aku memasang senyuman yang indah saat kami akan berpapasan. Namun tiba-tiba saja dia melewatiku tanpa berbicara apapun. Aku segera mengekor di belakangnya. “Mas mau kemana?” tanyaku. Aku mempercepat setiap langkahku di belakangnya. “Mau sholat di masjid,” jawabnya dingin. Ku lirik jam di tanganku. Sudah pukul satu siang. Ya ampun, waktu cepat banget berlalu. Kami menuju masjid di samping rumah sakit. Aku dan Mas Husein berpisah sejenak. Setelah sholat, aku berjalan menuju mobil dan menunggunya. Saat keluar dari masjid, ada dua perempuan yang mengikuti Mas Husein dari belakang. Mereka tampak malu-malu menatap Mas Husein. “Ini buat Mbak Maya, semoga Mas Husein dan Mbak Maya buat konten lagi, rindu dengan konten kalian,” ucapnya. Mas Husein bersikap ramah. “Makasih yah!” jawabnya. Mas Husein kemudian menuju mobil. Dia menatapku sekilas lalu me

  • Bukan Aku yang Diinginkan   Bab 4

    ‘Selebgram cantik sedang koma di rumah sakit Mulya. Mas Husein sejak kemarin menunggunya. Benar-benar pasangan yang manis.’Aku melihat akun gossip yang sedang membahas tentang Maya dan Mas Husein. Akun gossip itu tiba-tiba muncul di berandaku. Rupanya kehidupan rumah tangga Mas Husein dan Maya menjadi sorotan publik. Banyak fans yang mengangumi sikap Mas Husein. Mas Husein terkenal sebagai lelaki tampan, kaya, sholeh dan mapan. Mereka menjadikan Mas Husein sebagai sosok suami ideal. ‘Mereka pasangan yang serasi. Insyallah sampai di Jannah. Pokoknya nggak ada yang ngalahin kesetiaan Mas Husein. Cakep!’‘Aku yakin Mas Husein pasti bersama dengan mbak Maya lagi, yang sabar yah Mas Husein.’Aku membaca beberapa komentar netizen. Mereka semua memberikan doa kepada Maya. Entah mengapa, aku jadi takut dikenal oleh publik. Aku memilih menutup Instagram dan berjalan ke arah balkon. Sudah dua hari lelaki itu meninggalkanku. Jangankan mengirim pesan, menjengukku pun, dia tidak sudi. Ibu me

DMCA.com Protection Status