Anjani kaget ternyata Antony sudah berdiri di dekatnya. Anjani salah tingkah dan gugup. "Mmm ... I ... Iya Tuan barusan saya masuk kamar. Tuan Bima mabuk, Saya malas kalau menemani orang mabuk," ucap Anjani polos. Antony mengernyitkan dahinya, niat hati ingin memarahi Anjani, sama saja Anjani tak menghormati pelanggan. Namun Antony menyadari, mungkin Anjani tak suka dengan orang mabuk, dan juga memaklumi kalau Anjani orang kampung yang polos dan tak mengenal hal seperti itu, apalagi perempuan beda sama laki-laki, kalau laki-laki kampung sarangnya pemabuk. "Oo, ya sudah lanjut aktivitasmu. Jam sembilan temui aku, ada hal penting yang ingin aku bicarakan." Anjani kaget, ia yakin Antony pasti hendak membicarakan tentang apa yang di bicarakan Barata mengenai dirinya. Anjani mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Jangan-jangan Antony sebetulnya tau hubungan Barata dengan dirinya. Cuma Barata merahasiakannya, dan apa mungkin laki-laki yang melindunginya dirinya itu adalah Antony.
Anjani pura- pura tak tau apa yang terjadi pada Leona, ia terus mencerca Leona, Leona tak segan- segan menceritakan pribadinya dari ketemu Antony spai terjadi kehamilan pada dirinya. Anjani hanya menyimak dengan sesekali menghela nafasnya. "Kamu yakin Tuan Antony mau menikahi kamu?" Leona menunduk dan menggelengkan kepalanya. "Semula aku yakin kalau tuan Antony bakalan menikahi aku." Leona tak meneruskan kata-katanya. Yang terdengar isakan lembut dari Leona. "Bicaralah mungkin kita bisa memberi jalan keluar!" ungkap Anjani yang diberi anggukan Bella. Leona semakin tak bisa membendung tangisannya, ia mengatakan sangat menyesal telah memperlakukan Anjani kurang baik, ternyata Anjani orang yang sangat peduli pada dirinya. "Maafkan aku sudah berbuat tak baik sama kalian, dan ternyata kalian lebih peduli sama aku." "Lupakan, yang penting masalah kamu bisa tuntas. Sekarang cerita saja padaku apa yang terjadi padamu." ucap Anjani sembari duduk di pinggir ranjang dekat Leona duduk. L
Anjani melangkah memasuki jalan arah kamar Bella yang letaknya agak jauh dari kamar Anjani, kamar Bella berada paling ujung. Namun sesampai Anjani melewati kamar Kena yang pintunya terbuka sedikit, ia mendengar suara seorang laki-laki dan perempuan sedang ngobrol, sepertinya bukan obrolan serius. Anjani melangkah lebih dekat ke arah pintu kamar Leona, dan memperjelas pendengarannya. "Huuh ... Ternyata mereka sudah akur, dasar! Bikin gaduh aja." gerutu Anjani yang mendengar suara tawa kecil Leona dan Antony dari balik pintu. Anjani hendak meneruskan perjalanan ke kamar Bella. Namun langkahnya terhenti lagi saat mendengar namanya dengan samar di sebut Antony. Anjani mendekatkan telinganya ke arah daun pintu, yang terbuka sepuluh senti. Dengan begitu, sangatlah jelas apa yang di obrolan mereka berdua. "Aku kasian terhadap Anjani, Anjani punya masalah besar dengan orang yang punya nama besar di bisnis ini," ungkap Barata. "Siapa orang itu dan masalah apa?" tanya Leona seperti nad
Anjani melongo melihat Leona panik. Ia bingung apa yang hendak dilakukan. "Tuan Antony pasti marah lihat aku ada di sini?" ucap Leona gugup. Anjani baru paham dengan cepat ia membuka kolong tempat tidur yang terbuat dari kayu. "Masuklah di sini!" Tanpa pikir panjang Leona masuk ke dalam kolong tempat tidur, Anjani. Anjani menutupinya dengan seprei yang terpasang menggantung.Masih terdengar suara ketukan pintu kamar dengan memanggil nama Leona serta Anjani. Anjani berlari kecil membuka pintu kamar, berpura- pura seperti orang baru bangun tidur mengucek ke dua matanya dan sesekali mengedipkan matanya seolah masih keadaan mengantuk. "Maaf Tuan, saya tertidur dan ngantuk berat,"Tanpa menjawab pertanyaan Anjani, Antony langsung masuk ke dalam kamar Anjani dengan memanggil Leona. "Aku tau Leona tadi masuk ke kamar ini, waktu aku masih menemui tamu," ucap emosi Antony dengan mata melihat sudut ruang kamar Anjani. Antony melangkah ke arah lemari, dengan cepat ia membuka lemari pa
Anjani lega melihat jeep berwarna hitam terus membuntuti mobil yang ia tumpangi. Anjani melirik sopir yang ada didepannya, ia amati sopir itu dengan teliti. Tapi bagaimana juga ia tak begitu bisa mencermati sopir itu, sebab wajahnya tertutup masker. Klunthing ... Terdengar suara ponsel Anjani berbunyi tanda chat masuk. Anjani dengan cepat membuka tas kecilnya yang sejak tadi ada di dekapannya dan meraih ponsel yang terselip di sela-sela dompetnya. Anjani mematikan loudspeaker nya, agar sang sopir tak mencurigainya. Sebab ia yakin Leona yang mengirim chat itu dan tertulis dengan kata-kata singkat. SAMPAI KETEMU NANTI. Anjani mengamati nomor yang tertera dalam ponselnya, nomor yang asing buat Anjani. "Ini bukan nomor Leona, nomor siapa ini?" Anjani terus mengutak atik ponselnya, siapa tau tertera jejak nama dalam ponsel yang mana Anjani tak menyimpannya. TNamun Anjani tak menemukan siapa yang punya nomor itu. Dengan berbagai pertanyaan hingga dalam otaknya, Anjani hanya bisa mem
"Bawa dia masuk ke dalam, panggil Suster Maria untuk merawatnya," suara laki-lak yang tengah berdiri, disampingnya dua orang laki- laki tegap dengan memakai seragam hitam. Dua orang yang mengangkat tubuh Anjani segera membawa Anjani masuk ke sebuah kamar dan membaringkan Anjani di ranjang. Tak lama seorang wanita berpakaian putih mendekati Anjani, dan melepas sepatu Anjani. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh Anjani. Serta duduk di samping ranjang menghadap Anjani. Wanita yang berusia sekitar tiga puluh lima tahun, membuka sebuah kotak kecil, mengambil benda kecil dengan menuangkan isi cairan ke telunjuk jarinya serta mengoleskan ke dekat lubang hidung Anjani. Hanya butuh waktu tiga menit, Anjani menggerak-gerakkan kepalanya, dan membuka matanya. Anjani menyipitkan pelupuk matanya dengan sedikit memandang sekeliling. Pandangan samar Anjani melihat sosok suster yang ada di sampingnya. Anjani berusaha menekan pelupuk matanya dan membukanya kembali, ia ingin memperjelas siapa
Ke empat orang mengambil kursi sendiri- sendiri. Dan menyimak apa yang hendak di katakan Marwan. Marwan mulai angkat bicara dengan setengah berbisik, takutnya tuan Barata datang, atau ada yang mendengarkan dengan sembunyi- sembunyi. Marwan menyarankan pada mereka, kalau harus pesan boneka yang wajahnya mirip Anjani, serta mereka main sandiwara dengan pura- pura mengekskusi. Serta melaporkan kalau Anjani sudah di larung ke laut. Andi manggut- manggut setuju ide Marwan. Namun salah satu dari mereka yang bernama Leo, kurang setuju, terlalu lama untuk bikin boneka. Leo menyarankan fto wajah Anjani di perbesar dan di tempel ke wajah boneka.Mereka sepakat, dan udin sebagai ketua geng membagi tugas masing- masing. Dan sandiwara itu akan di laksanakan malam hari. Tiba-tiba mereka di kejutkan dengan suara deru mobil masuk ke halaman markas geng mereka. "Tuan Barata?" ucap Udin kaget, dengan memandang ke arah keluar. Mereka saling memandang, dari wajah mereka tampak kepanikan yang luar b
Anjani tetap duduk di jogja mobil ketika Abilawa mengajak Anjani masuk ke rumah. "Ayo cepat turun Anjani."Anjani diam sejenak, hanya sepintas melirik Abilawa dan menundukkan kepalanya dengan jari jemari mempermainkan tissu. Anjani menggelengkan kepalanya. "Maaf Tuan, saya masih ingin hidup. Siapa yang membiayai hidup keluarga saya?"Abilawa menyipitkan matanya, dan segera meraih tangan Anjani serta menggenggamnya. "Yakinlah, aku tak akan menyakitimu, tapi janji, kamu harus turuti apa perintahku. Jangan menanyakan apapun jika kamu ingin selamat." Abilawa menarik tangan Anjani, dan mengajak Anjani keluar dari mobil. Anjani terpaksa mengikutinya. Walau langkahnya ragu.Abilawa berhenti sejenak, merenggangkan lengannya, menyuruh Anjani menggandeng lengan Abilawa. Anjani bingung tak tau apa maksud Abilawa melakukan hal itu. "Menurutlah kataku, jangan bikin malu aku," bisik Abilawa. "Ingat pesanku tadi."Anjani mengangguk pelan, jari jemarinya memegang lembut lengan Abilawa. "Silahk