Suasana menjadi suram sejak 20 menit lalu, Leon masih duduk memegang kertas ditangannya, kemudian sepertinya ia mulai sadar dari lamunannya dan merobek kertas itu.Para Pria besar yang sejak tadi berkumpul untuk membicarakan kerjasama mereka tidak menanggapi amarahnya, mereka hanya berpikir jika saat ini, Leon kehilangan kartu truf besar dalam permainan ini."Biarkan orang-orang menyebarkan kabar tentang kembalinya Aldrin, buat rumor jika ia yang telah merancang berita yang beredar sebelumnya. Biarkan beberapa orang bersaksi palsu. Gunakan kembalinya Aldrin sebagai penyebab perceraian ini. Jatuhkan nama baik keluarga Arnawan, minta orang orang kalian mendapatkan foto mereka dan sebarkan." Leon memerintahkan asistennya, Tore, yang datang tidak lama setelah Leon menerima suratnya.Tore bersiap untuk menjawab Leon ketika tiba tiba telepon disaku celananya berdering. Sedikit mengernyit, ia meminta maaf pada Leon lalu mundur untuk menerimanya."Apa maksudmu? Kapan itu terjadi? Hapus berit
Terry mondar mandir di kamar kos kecil yang disewanya sejak beberapa hari yang lalu. Sejak tadi ia menghubungi Denia namun yang diseberang sana tidak mengangkat teleponnya sama sekali. Raut wajahnya saat ini sangat menyeramkan, marah, benci dan putus asa bisa terlihat sekilas.Sebulan terakhir akhir ini adalah neraka baginya, dan orang yang bertanggung jawab atas kesialannya ini tidak bisa dihubungi."Angkat…ayo angkat…shit." umpat Terry saat teleponnya tidak juga diangkat.Kemudian ia memutuskan untuk menghubungi Ayahnya, mengingat Ayahnya ia kembali menyesal, andai saja ia tidak mendengarkan bujuk rayu Denia dan tergoda untuk terjun ke dunia modeling semuanya tidak akan terjadi."Halo, Ayah. Bisakah kamu mendatangi Tuan Leon! Tolong minta dia untuk menolongku, Ayah…" cecar Terry begitu ia mendengar jika teleponnya tersambung."Terry, ada apa? Kenapa kamu mencari Tuan Muda Leon lagi! Apa kamu ingin bertengkar lagi dengan nona Denia!" ucap Tomi, yang tidak lain adalah Pengurus rumah t
Apartemen Denia saat ini tampak tenang, dan gelap, hari yang memang sudah beranjak siang sepertinya tidak mempengaruhi penghunnya. Ruang tamu yang telah dihancurkan Leon telah dibersihkan dan dirapikan, namun barang-barangnya tidak ganti, sengaja dilakukan Denia untuk memintanya ganti rugi, sayangnya yang bersangkutan tidak bisa dihubungi jika tidak Denia sungguh ingin mengamuk.Setelah semalaman mengawasi pekerja sementara yang dia tugaskan untuk membersihkan rumahnya. Sedangkan ia sendiri harus membersihkan kamarnya, belum lagi ia mendapati salah satu perhiasannya hilang, Denia semakin berang.Kemudian ia sekali lagi menonton video rekaman Cctv di depan pintunya. Ia ingin melihat apakah ada pencuri yang memasuki rumahnya, sayangnya kenyataan menamparnya lagi, selain Leon tidak ada orang lain yang datang. Denia lagi-lagi emosi karena Leon, merusak barang-barang di rumahnya, mengambil perhiasannya, belum lagi ia yang tidak bisa dihubungi membuatnya semakin meradang, Denia melupakan j
Sudah beberapa hari meninggalkan kediaman Panetta, tidak ada kabar dari pihak mereka setelah surat panggilan pengadilan, keluarga Panetta juga tidak berkomentar apapun dengan kepindahan dan perceraian mereka. Keadaan tenang ini jelas tidak setenang kelihatannya, dampak yang diterima Leon karena kepergiannya jelas bukan sesuatu yang bisa diterima begitu saja oleh keluarga Panetta terutama Nyonya Panetta.Sampai saat ini ia tidak menghubunginya sama sekali untuk melampiaskan emosinya, jelas mereka sedang merencanakan hal buruk.Sesiliana sedang duduk dengan memegang mangkuk ice cream di tangannya, menikmati makanan kesukaannya itu sambil menebak-nebak tindakan apa yang kira-kira akan dilakukan Leon cs.Nana melihatnya dari luar entah kenapa berhenti ditempatnya, senyum manis tercetak di wajahnya, sudah lama sekali ia tidak melihat Sesil melepas bebannya, bersantai dan menikmati makanan kesukaannya. Kedatangan orang itu jelas membuatnya melepaskan beban yang dipikulnya seorang diri. Ya,
“Malam ini pesawat Papa Mama sampai, apa kamu mau jemput mereka?” tanya Aldrin.“Tidak, sebentar aku mau ke Laboratorium. Magang itu harus keluar secepatnya, aku tidak mau mempertaruhkan hasil lab yang bisa saja dimanipulasi, ini menyangkut nyawa banyak orang.”“Ya, kalau itu maumu, tapi minta Natan dan yang lainnya menemanimu. Biar aku yang jemput Papa Mama.” “Ya, makasih kak Al.”Aldrin meraih tangan kiri Sesiliana lalu memasangkan cincin yang pernah melingkar di sana. Ia telah meminta asistennya untuk memesannya lagi karena bisa dipastikan jika miliknya yang sebelumnya sudah berakhir jauh entah dimana berdasarkan amarahnya.“Jangan dilepas lagi, setelah semuanya selesai kita akan menikah.”Aldrin berjanji dalam hati bahwa kali ini ia akan memastikan jika tidak akan ada lagi yang akan menghancurkan hubungan mereka. Mereka akan menikah, memiliki anak dan tua bersama hingga akhir hayat memisahkan mereka.******“Selamat datang kembali Pa, Ma.” sapa Aldrin sembari memeluk satu persatu
“Karena mereka yang bisa melawan Madrean berarti mereka yang tidak bisa dikalahkan oleh Arnawan.” ucap Aldrin.Kedua orang tua Sesiliana pucat pasti, ada amarah dan kebencian yang tersirat dari pandangan mereka. “Maksudmu, alasan Sesil menerima Leon untuk melindungi Arnawan?” tebak Arkan. Suaranya bergetar, sulit baginya menerima jika putri tercintanya berjuang sendirian. Menarik nafas dalam-dalam, dengan tangan bergetar Dini mengambil air minum di depannya, meneguk untuk membasahi tenggorokannya.“Jadi, alasan Sesil selama ini tidak pernah menghubungi kami karena ini?” Dini kemudian memahami sesuatu yang selama ini mengganggunya. Ketidakpedulian Sesiliana selama mereka pergi, membuat mereka sakit hati.“Lili meminta orangnya untuk menyembunyikan keberadaan kalian, target Leon adalah Arnawan tapi orang dibelakangnya menginginkan Madrean.”Bukan perkara mudah untuk menerima informasi sebesar itu.“Putri kita benar-benar menderita.” ujar Dini dengan air mata yang tidak bisa lagi ia be
Aldrin menatap tablet di tangannya, membaca setiap berita-berita yang beredar. Wajahnya yang tampan tanpa ekspresi, udara dingin di sekelilingnya membuat siapapun merasa tercekik, di belakangnya pria berbadan kekar namun berkacamata itu adalah asistennya yang serba bisa, Tim.“Bagaimana Lili-ku?” tanya Aldrin tanpa berbalik menatap sang asisten.“Natan baru saja melaporkan kalau nona sedang menikmati sarapannya sambil membaca berita itu, nona menikmatinya bahkan makan lebih dari porsi biasanya, ia juga berkata jika akan menunggu sampai berita memuncak lalu mengeluarkan buktinya.”“Bagus.”Asisten Tim sudah sangat terbiasa dengan sikap bosnya. Selama itu menyangkut nona Lili, semua harus sesuai dengan keinginan wanita itu, keputusan apapun yang diambil ia akan menerimanya, jika sesuatu terjadi maka disitulah saatnya bosnya pasang badan.“Bagaimana pihak yang lain?”“Orang kita baru saja kembali dari apartemen Denia, mereka sudah menggeledah tempatnya, berkasnya sudah ada di tangan kita
Denia terbangun oleh rasa sakit di pipinya dan rambutnya yang tertarik. Perlahan mengerjakan mata, lalu menatap Leon di depannya yang terlihat sangat murka, wajahnya menghitam dan suram. Tidak melihatnya selama beberapa tapi begitu bertemu pria ini malah menamparnya. Emosinya juga memuncak seketika.“Brengsek kamu Leon, setelah begitu lama tanpa kabar, tanpa peduli padaku, sekarang kamu datang lalu menyakitiku, sialan…kamu bahkan menghancurkan rumahku dan mengambil perhiasanku.” cecar Denia yang baru saja tersadar, akan tetapi ia melupakan jika keadaannya saat inilah yang bermasalah.“Apa katamu, dasar jalang. Lihat ini!” Leon menarik rambut Denia lalu menghadapkan wajahnya ke tumpukan kond** bekas di lantai.Belum lagi kondisi tubuhnya saat ini yang tanpa busana, dinginnya pendingin ruangan menyadarkan indranya. Menatap nyalang tumpukan didepannya. Denia akhirnya menyadari jika saat ini situasinya sedang buruk.“Sayang, a..aku…ini tidak benar,...aku dijebak, pasti Joel yang sengaja