Pucuk di cinta, ulampun tiba. Begitulah istilahnya, Halbert berpura-pura kesakitan usai kepalanya membentur lantai karena Ayla. Ayla yang tadinya tidak peduli pun langsung mendekati Halbert.
“Duh, bagaimana ini?” tanya Ayla kepada dirinya sendiri yang dilanda kepanikan.
Dia yang merasa bersalah dan parnoan pun segera membawa Halbert keluar dari pub. Ayla dan Halbert berjalan perlahan diantara para muda-mudi yang sedang berdansa. Ayla sebenarnya merasa berat ketika tangan Halbert berada di pundaknya. Namun, dia tetap berusaha semampunya demi yang terbaik untuk Halbert. Karena ini semua salahnya. Ayla dengan sabar memapah Halbert. Sedangkan tanpa Ayla sadari, Halbert sebenarnya sedang tersenyum kemenangan.
‘Ternyata begitu mudahnya untuk mempermainkan wanitaku,’ batin Halbert.
Halbert selalu mengatakan Ayla adalah wanitanya. Namun, ia sama sekali belum pernah meminta Ayla menjadi wani
Menahan Hasrat Ketika mereka berdua larut dalam hasrat masing-masing, Aylamulai bertingkah. Dia membuka bajunya. Tingkah Aylayang seperti itu menjadi sebuah cobaan yang berat untuk Halbert. Halbertmeneguk saliva dan mencoba mengalihkan pandangannya dari bagian atas tubuh Aylayang hanya terbalut dengan bra berwarna merah. Namun, tidak bisa. Hasrat Ayladan Halbertsemakin meningkat. Halbertmemejamkan matanya sejenak. Namun, suara kegelisahan Aylaterdengar oleh kedua telinga Halbert. Pengaruh dari minuman yang Aylategak mulai muncul. Halbertyang paham akan situasi Aylapun langsung membuka kedua mata coklatnya. Dan menangkap kedua tangan Aylayang sedang mencoba untuk melepas tali bra. Sesekali Halbertmengumpat dalam hatinya. Mana ada pria yang dapat menahan hasrat jika dihadapkan dengan wanita seperti Ayla. “Harusnya kamu bersikap seperti ini disaat kita sudah di a
Aylamenjadi terkejut bukan main saat yang dilihatnya adalah Halbert. Ia memastikan bahwa ia masih mengenakan pakaian yang lengkap seperti semalam. Aylamerasa lega. Ia mengambil tas dan kunci mobil yang berada di atas meja. Sebelum pria itu bangun, dia kabur begitu saja. Halbertsebenarnya menyadari pergerakan Ayla. Ia tahu bahwa wanita yang tidur bersamanya sudah bangun. Namun, ia memilih untuk berpura-pura masih tidur. Mata coklatnya sedikit terbuka ketika Aylamembuka pintu dan pergi meninggalkannya. Kemudian, ia terlelap kembali. Aylaberjalan terburu-buru sambil sesekali melihat ke belakang untuk memastikan bahwa Halberttidak mengikutinya. Ia merapihkan rambut yang berantakan. Aylamerutuki dirinya sendiri karena tidak sempat ke kamar mandi untuk cuci muka terlebih dahulu. Ketika pintu lift terbuka, ternyata sudah ada tiga orang di dalamnya. Aylapun masuk sambil menundukkan wajah bantalnya. Dia menghiraukan tatapan mere
Aylaberusaha untuk tetap bersembunyi sampai waktu yang ia tak tahu kapan. Kedua matanya terus memantau pergerakan Halbert. Tingkah Aylayang seperti ini seperti sedang menjadi buronan polisi. Untungnya tak banyak pengunjung kafe yang memperhatikan tingkah Ayla. Hanya segelintir orang saja, namun mereka bersikap masa bodoh. Dalam kondisi yang seperti ini, ia masih sempat untuk melirik minuman yang masih tersisa. Rasanya ingin sekali meneguk minumannya sampai habis kemudian lari dari sini, pikir Ayla. Bagaimana pun caranya, ia harus keluar dari kafe secepat mungkin. Tatapan Halberttertuju pada seluruh penjuru kafe. Ia merasakan seperti ada sesuatu yang aneh. Ia dilanda kebingungan. Halbertmemesan secangkir kopi panas. Sambil menunggu pesanannya datang, ia masih menatap ke sekeliling secara tajam. Namun, detik ini entah keberuntungan atau kebetulan berada di pihak Ayla. Aylasedikit bernapas l
“Ah! Gila! Bisa-bisanya sih gue malah jadi lupa begini,” keluh Ayla. Wanita yang berprofesi menjadi dosen dan kini dia masih mencoba untuk bertahan duduk sembari menatap wajah-wajah tua yang dipenuhi keseriusan. “Ibu Ayla, ada yang ingin disampaikan?” Mendengar suara Dekan dengan kacamata yang membingkai matanya pun membuatnya terperanjat. Akhirnya dia hanya bisa diam dan menggeleng. Dia paling malas untuk ditanya tentu saja. “Tidak ada Bu,” ucapnya dengan nada rendah Semua orang memandangnya. Para dosen wanita memandang iri dengan kecantikan dan kemolekan Ayla, tapi para dosen pria memandang kagum dan ekspresinya bercampur dengan ekspresi lain yang dia paham ke mana mata mereka memandang. Ayla merenggangkan tangannya perlahan. Dia tak bisa untuk menetap. “Ibu-ibu saya pergi duluan ya?” pamitnya segera melesat pergi sambil membetulkan kacamata yang membingkainya. Seseorang sudah menghubunginya terus menerus. Kenapa juga
“Apa itu cinta? Mana ada cinta yang tulus? Semuanya bullshit!” racau Aylayang masih terlelap di atas tempat tidurnya dengan posisi tengkurap. Kemudian, disaat yang bersamaan alarm di handphoneberbunyi ketika Aylaterbangun dengan kondisi rambut yang berantakan. Dan saat Aylahendak berlari menuju kamar mandi, dia sedikit terhuyung. Namun, dia berusaha berlari menuju ke kamar mandi dengan sedikit sempoyongan. “Hooeeek!” terdengar suara muntahan Ayla. Dia mengeluarkan cairan yang ada di dalam perutnya ke dalam wastafel. Kemudian, Aylamenyalakan keran untuk membersihkan muntahannya. Dia langsung membasuh wajahnya, dan langsung menuju shower untuk membersihkan badannya yang sangat lengket. Aylayang masih berbalut handuk menghadap ke arah cermin dan terlihat mata yang sayu. “Muka saya kok jelek sekali ya? Pake acara mabuk segala pas semalem,” gerutu Hanna. Dia mengambil pakaian
“Barga! Finally, dua tahun ya klub lo ini, lo traktir gue sampe puas pokoknya!” seru wanita dengan rambut yang sudah tergerai indah itu. Tangannya merangkul tubuh pria yang tegap berbalut jaket denim dan senyumnya terukir indah. “Ya, gue traktir lo sampe puas. Awas, jangan make out di ruang terbuka!” seru Barga yang sudah memisahkan pelukan mereka. Ayla tertawa mendengarnya. Dia masih saja menari, membuat tubuh indahnya berguncang perlahan seiring dengan hentakan yang diberikan oleh kakinya itu. Suara musik berdentam hebat, ditambah dengan pengunjung yang histeris dengan kehadiran DJ terkenal. Mereka ikut menghitung untuk mendengarkan musik yang dimainkan oleh DJ tersebut. “Wow, siapa dia? Lo enggak kasih tahu gue soal cowok itu!” seru Ayla masih dengan matanya memandangi pria bule yang berdiri di panggung. “Dia kan guest star yang gue pilih buat merayakan hari jadi aja, lo enggak bisa embat dia!” tegas pria itu sambil menyeret Ayla pergi menu
Halbertadalah seorang mahasiswa yang terbilang pandai, namun ia sering berpindah-pindah universitas. Dikarenakan tempat bertugas ayahnya yang sebagai jenderal tentara selalu berpindah kota. Bagi Halbert, berpindah-pindah universitas itu sudah terbiasa dari dulu. Sosok yang dingin, cuek, tetapi sebenarnya memiliki hati yang baik itulah sifat yang dimiliki oleh Halbert. Kebanyakan orang di luar sana sangat mengenal sifat Halbertyang tidak banyak bicara, mungkin terlihat seperti tidak peduli dengan sesama. Namun, sifat yang ditunjukkan oleh Halbertdi luar sana adalah bukan sifat yang sebenarnya. Mengapa Halbertbisa memiliki sifat yang berbeda? Ya karena seperti itulah yang diajarkan oleh ayahnya. Ayahnya Halbertyang bernama Razendra mendidiknya secara otoriter sejak ia masih kecil. Ayahnya selalu berkata bahwa ia diharuskan untuk bersikap dingin kepada siapapun karena tidak semua orang bisa dipercaya. Sekalipun orang ya
Ayla pulang dari klub dengan rasa pengar dan nyeri di kepalanya. Kebanyakan minum pun akhirnya membuat mabuk juga. Dia berterima kasih dengan taksi yang sudah mau mengantarnya. Bahkan mobilnya pun dia tinggal di klub saja, biar saja Barga yang menjaganya, dia tak peduli. Dengan sempoyongan dia menuju lantai dua, di mana kamar tidurnya berada. Dengan asal-asalan dia melepaskan dress miliknya dan menyisakan dalaman saja baginya. Dia segera menjatuhkan tubuhnya di atas pembaringan yang empuk dan nyaman itu. Matanya segera terpejam saat merasakan tubuhnya sudah mendarat di atas kasur dengan mulusnya. Berada di alam mimpi usai mengeluarkan banyak energi tentu saja membuatnya menjadi begitu nyaman. Tubuhnya yang letih semakin membuatnya cepat jatuh tidur pulas. Dia benar-benar kehilangan energi dan akal warasnya karena mabuk. Bahkan ART yang membukakan pintu untuknya memandangnya miris, jelas aja. Dia tahu kalau Nonanya itu terkadang memiliki