Home / Romansa / Born Again / Dua Wanita yang Terluka

Share

Dua Wanita yang Terluka

last update Last Updated: 2022-04-10 23:14:33

Meita berjalan di bawah terik sinar matahari siang yang menyengat membakar kulit. Dia mengipasi wajahnya yang berkeringat dengan tangan, berusaha mengusir rasa gerah. Dia berhenti di tempat parkir pasar yang sepi. David meletakkan motornya di sana, menghindari tukang parkir yang biasanya suka muncul secara ajaib.

“Cepetan dong, Mas!” ucap Meita kesal.

Tak jauh darinya, David sedang berjalan sambil menggendong anak mereka dan menenteng belanjaan di sebelah tangan. Pria itu memicingkan mata melawan sinar matahari yang menyilaukan.

“Sabar, Mei ... Ngomong-ngomong, aku mau bayar tunggakan listrik dulu ya,” kata David seraya mengusap keringat di dahinya.

“Halah, kok nggak sekalian tadi juga sih?” sungut Meita dengan wajah cemberut.

David meletakkan belanjaannya di atas jok motor matic miliknya. Dia menatap sang istri dengan sabar, berusaha tidak meladeni emosi Meita yang semakin menjadi.

Sudah sebulan berlalu, dan semuanya masih sama saja. Meita masih kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan adanya Keanu, buah hati mereka berdua. Dia selalu uring-uringan dan seringkali marah-marah sendiri. Terutama ketika Keanu menangis keras dan membangunkan Meita dari tidurnya.

David ingin sekali membiarkan istrinya beristirahat tanpa gangguan, kalau saja dia bisa. Masalahnya, dengan kesibukannya bekerja serabutan dan tidak adanya orang lain yang membantu, maka terpaksa Meita harus mengurus bayinya seorang diri. Memang terkadang ibu David datang dan menginap untuk membantu, namun itu tak membuat suasana hati Meita membaik. Ia malah mengeluh karena sering dimarahi oleh ibu mertuanya.

David merasa pusing, tak tahu lagi harus berbuat apa untuk menghibur Meita. Bahkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari pun dia selalu saja menggerutu. Seperti hari ini, ketika bahan-bahan makanan di dapur sudah menipis, maka tidak ada pilihan lain selain mengajak Meita pergi berbelanja.

David sebagai seorang lelaki memang tak pandai dalam urusan ini. Jangankan berbelanja, membedakan antara jahe dan kunyit saja dia tak bisa. Apalagi harus membeli banyak bahan makanan. Meita sekali lagi harus mengesampingkan rasa perih jahitannya untuk ikut suaminya pergi ke pasar.

Dan sekarang dia harus menunggu, di bawah terik matahari yang sepanas ini.David harus pergi ke kantor pos yang terletak di dekat pasar untuk membayar tagihan listrik yang sudah menunggak dua bulan. Meita berharap agar lelaki itu segera menyelesaikan urusannya dan kembali. Dia sudah letih dan jahitannya terasa perih, mungkin akibat dia berjalan terlalu cepat.

Sementara itu, di sebuah warung bakso di dekat Meita, segerombolan anak berseragam putih abu-abu nampak sedang sibuk bercanda ria. Mereka nampak ceria, penuh semangat dan tidak memiliki beban hidup. Meita merasa cemburu dengan kebebasan mereka.

Dia ingat dirinya sendiri di usia yang sama. Waktu itu, dia bahagia menikmati tahun-tahun masa SMA-nya. Tak ada beban, tak ada problem kehidupan yang rumit selain soal-soal matematika. Dia tak pernah menyangka betapa kerasnya kehidupan yang harus dia jalani sepuluh tahun kemudian. Andai waktu itu dia tahu, maka Meita pasti sudah belajar dengan giat agar bisa memperbaiki kehidupannya.

Jika dia belajar tekun waktu itu, mungkin saat ini dia sedang duduk di kantor sebuah perusahaan besar dengan AC sejuk yang menyala, atau mungkin dia sedang berjuang meniti karirnya dan membentuk sebuah nama besar yang bisa dia banggakan ke semua orang. Atau bisa saja dia sedang menjadi istri seseorang, tapi jelas bukan dengan David yang keadaan ekonominya pas-pasan. Mungkin dia bisa menggaet seorang pejabat atau pengusaha sukses kaya raya. Pokoknya apa saja yang hidupnya mapan dan tenang tanpa perlu repot-repot memikirkan soal uang.

Sayang sekali itu hanyalah khayalan belaka. Waktu tak mungkin bisa kembali. Dan dia tak akan pernah bisa memperbaiki kesalahannya semasa SMA dulu. Inilah realita yang harus dia hadapi, bahwa dirinya hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang memiliki seorang bayi rewel dan suami yang penghasilannya tidak pasti. Meita menelan kembali khayalannya.

“Aku benci kehidupan ini!” gumamnya pahit.

***

“Woi, kalau nyetir yang bener dong!”

Rhea Raviza Askara tersenyum miring. Gadis itu melirik dari spion tengah kerumunan kecil orang yang telah dia tabrak. Sebenarnya dia tidak benar-benar menabrak mereka. Dia hanya menyerempet sebagian saja dari mereka.

Lagipula itu bukan salahnya. Dia sudah menekan klakson beberapa kali dari kejauhan. Mereka saja yang keras kepala dan tidak mau minggir. Jangan salahkan dia kalau pada akhirnya Rhea menabrakkan mobil mini coopernya ke arah mereka.

“Makanya, jangan jualan di tengah jalan!” gumam Rhea seraya tertawa sendiri.

Dia ingat bagaimana wajah si tukang bakso dan para pelanggannya yang sedang duduk santai itu berubah dari panik menjadi marah dan kesakitan. Mereka memang orang-orang yang pantas diberi pelajaran sesekali. Siapa sih yang menyuruh mereka menggelar kursi di jalanan sempit dan ramai seperti pasar ini? Sudah jalannya sempit, malah dipakai jualan pula.

Rhea mengacungkan jari tengahnya melalui kaca mobil yang terbuka, ia tunjukkan kepada orang-orang yang mengumpati dirinya. Mereka makin marah, memaki dirinya tidak jelas. Tapi Rhea tidak peduli. Dia tidak memikirkan soal kemarahan orang-orang itu. Dia memikirkan hal lain.

Ada banyak hal yang mengusik hidupnya akhir-akhir ini. Banyak sekali masalah yang muncul dan menyerangnya bersamaan. Rhea merasa frustasi menghadapi semuanya. Belum lagi satu masalah teratasi, masalah-masalah yang lain bermunculan. Rhea merasa dirinya seperti sedang dipojokkan. Seakan Tuhan ingin mengatakan padanya untuk maju selangkah lagi dan jatuh ke dalam jurang.

Rhea tahu, kali ini tidak akan ada yang menolongnya jika ia jatuh. Tak ada siapapun yang akan membela dirinya. Tak ada yang akan mengulurkan tangan. Bahkan, Rhea ragu apakah ada yang akan menangisi dirinya jika dia mati. Mungkin tidak ada. Tak ada seorangpun.

Membayangkan hal itu membuat Rhea merasa sakit. Dadanya sesak oleh perasaan dikhianati. Semua orang yang dia kenal dalam kehidupannya pasti akan merasa senang dan bersyukur jika dia mati. Mereka semua adalah makhluk-makhluk munafik yang tidak tahu diri. Tidak tahu terima kasih. Padahal Rhea sudah berbuat banyak untuk mereka. Tapi tak ada seorangpun yang merasa peduli padanya.

Termasuk kedua orang tuanya. Mereka adalah orang terakhir yang Rhea ingin lihat jika maut menjemputnya. Dia masih bisa mendengar suara penuh amarah papanya, yang berteriak lantang bahwa dia menyesal memiliki putri seperti dirinya. Andai bisa, lelaki itu pasti akan senang memilih anak lain sebagai anaknya. Asalkan bukan Rhea!

Rhea menginjak gas untuk menambah kecepatan mobil mini coopernya. Ia mencoba untuk mengabaikan rasa perih yang menyiksa di hatinya. Dia juga tak mau repot-repot mengusap air mata yang mengalir turun ke wajahnya.

“Aku tak takut mati, Tuhan! Kalau memang aku harus mati, maka aku akan pergi dengan senang hati!” jerit Rhea dengan lantang.

Dia tersenyum dalam air mata. Tak ada yang bisa menandingi rasa sakit hatinya saat ini. Kematian tak lagi membuatnya merinding. Dia justru merasa bahwa kematian adalah jalan keluar terbaik dari segala permasalahan hidupnya yang pelik.

“Kehidupan ini membenciku. Biarkan aku melepasnya pergi,” ucap Rhea seraya memacu mini coopernya dengan kecepatan maksimal.

Dia menginjak gas terus menerus dan menatap lurus ke depan. Sebuah tekad muncul di hatinya. Dia ingin membuat papa dan mamanya menangis menyesal. Dia ingin membuat Valerie membayar atas pengkhianatannya. Dia ingin membuat K menyesal telah membuat harga dirinya terluka. Rhea akan melakukan hal ini agar semua orang paham bagaimana rasanya kehilangan dirinya. Kalau perlu, dia ingin meninggal betulan. Dia toh sudah letih dengan semuanya.

Tin! Tin!

“Mei, awaaaasss!”

Related chapters

  • Born Again   Kecelakaan

    Brakkk! “Meita!” jerit David keras. Lelaki itu berdiri terpaku di tempatnya dengan raut muka shock setengah mati. Struck tagihan listrik di tangannya melayang jatuh tanpa dipedulikan. Keanu menangis dalam gendongannya. Tapi pria itu masih berdiri membeku, tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Sebuah mobil mini cooper merah baru saja menabrak pohon dengan sangat keras. Benda itu masih mengeluarkan bunyi klakson keras-keras. Lampunya pecah sebelah, sementara yang sebelah lagi berkedip-kedip lemah. Bagian depan mobil penyok dan rusak parah, nyaris hancur semuanya. Tabrakan itu begitu keras terdengar, hingga mengejutkan semua orang yang ada di sana. Bahkan David yang sedang berjalan sambil membaca struck tagihannya sampai mendongak. Saat itu dia yakin sekali melihat Meita sedang berdiri bersandar di pohon itu. Hanya beberapa detik saja sebelum mobil itu meleyot dan menghantam pohon. David merasa seluruh tubuhnya lemas. Dia butuh seseorang unt

    Last Updated : 2022-04-10
  • Born Again   Hidup Kembali

    Meita membuka kedua matanya dengan berat. Kepalanya terasa pusing dan sakit sekali. Dia merasa seperti sudah dipukuli dengan palu godam. “Argh ....” Meita mengerang pelan seraya memegang kepalanya. Di area sekitar pelipis terbalut perban sampai memutar mengitari seluruh kepalanya. Dia terus meraba-raba, sampai merasakan sebuah cairan merembes keluar mengenai jari-jarinya. Meita mengernyit, berharap cairan itu bukanlah darah. Ditatapnya jari-jarinya yang berlumur sesuatu berwarna kemerahan. Dia berpikir mungkin itu adalah betadine. Tapi, ada sesuatu yang membuatnya merasa aneh. Dia mencoba memikirkan apa yang berbeda. Sejak kapan jariku menjadi lentik dan terawat? Pikir Meita heran. Dia membolak-balik jemari tangannya dan mengamati. Jari-jarinya sungguh indah, mirip jari tangan para model yang mulus dan tak bercela. Seingatnya dia memiliki jari tangan yang pendek dan bulat, bukan tipe yang panjang dan lentik seperti ini. Lagipula, sejak kapan dia mengena

    Last Updated : 2022-04-10
  • Born Again   Hilang Ingatan?

    “Dokter, apa dia mengalami amnesia?” Hendra Askara bertanya dengan nada kuatir. Pria paruh baya itu menatap dokter meminta penjelasan. Maklum, pertanyaan Rhea itu sungguh di luar dugaan. Hendra bisa memahami jika putrinya akan berontak dan marah-marah jika dia tidak mau menuruti perintah papanya. Tapi, kenapa dia justru bertanya seperti itu? Apakah akibat kecelakaan itu meninggalkan cedera di kepala anaknya?“Saya rasa tidak, Pak.” Dokter muda yang berdiri tak jauh dari Rhea menjawab. “Lalu kenapa dia tidak mengenali saya?” Dokter Rima, yang baru saja merasa yakin bahwa pasiennya cukup baik untuk dibawa pulang mendadak merasa heran. “Berdasarkan pemeriksaan tadi kami dapat menyimpulkan bahwa kondisi Rhea sudah cukup baik. Tapi, jika Anda merasa perlu, kita bisa mengadakan pemeriksaan CT Scan untuk melihat apakah ada cedera di kepalanya.” Jawaban itu tidak membuat Hendra merasa lega. “Lah tadi Anda tidak melakukan pemeriksaan itu?” “Kami melakukannya, Pak. Dan saya yaki

    Last Updated : 2022-05-11
  • Born Again   Bayangan Hitam

    Amarah Hendra Askara sudah menguap bersama dengan aroma obat-obatan di rumah sakit. Pria itu kini sedang melirik anaknya yang dibimbing oleh Wina ke kamar mandi untuk membersihkan diri. “Dia benar-benar amnesia,” gumamnya lirih. Sejak Dokter Rima memberikan vonis itu, Hendra tak henti-hentinya menatap kedua mata Rhea. Dia ingin menemukan sebuah celah dalam kebohongan sempurna yang ia rancang. Biasanya, dia selalu tahu ketika Rhea berdusta. Sepandai-pandainya gadis itu merangkai alasan, Hendra akan tetap dapat membedakannya. Orang yang berdusta akan secara tak sengaja melakukan gerak-gerik yang kentara. Tetapi, dia tak menemukannya kali ini. Yang dilihatnya hanyalah sepasang mata kelabu yang polos. Hendra mulai ragu akan pemikirannya. Bisa jadi memang Rhea mengalami amnesia. Kecelakaan itu cukup parah sampai-sampai menewaskan seseorang. Wajar saja jika Rhea juga mengalami guncangan hebat. Pasti kepalanya membentur sesuatu. Karena itulah dia bersikap sangat aneh dan tak biasa.

    Last Updated : 2022-05-11
  • Born Again   Bertukar Tubuh

    “Si-siapa?” Meita mengintip di pintu yang dia buka secelah. Seorang wanita paruh baya balas menatapnya tidak ramah. “Saya, Non.” Meita menunggu sedetik agar wanita itu menjelaskan diri. “Nyonya bilang saya harus membersihkan pecahan botol di kamar Non Rhea,” katanya. Barulah saat itu Meita sadar bahwa wanita itu adalah ART yang bekerja di rumah ini. Dia membuka pintu dan melangkah mundur untuk memberi jalan bagi wanita itu. Meita berdiri tak jauh sambil mengamati bagaimana wanita itu bekerja. Rasa tak enak menyelimutinya karena tatapan si ART yang nampak tak senang kepadanya. “Maaf,” ucapnya, ingin menebus rasa bersalahnya. Si ART berhenti bergerak, mendongak menatapnya dengan heran. “Apa Non?” “Maaf,” ulang Meita dengan suara lebih tegas. “Gara-gara saya Bibi jadi kerepotan.” Si pembantu tak bereaksi. Dia hanya mengerjap menatap Meita seolah dia adalah makhluk aneh yang tak nyata. “Saya nggak salah dengar? Non Rhea tadi bilang maaf ke saya?” Meita mengangguk.

    Last Updated : 2022-05-12
  • Born Again   Kevin Askara

    Meita turun dari kamarnya ketika makan siang sudah hampir selesai. Wina dan Hendra sudah menandaskan isi piring mereka. Keduanya nampak sedang mengobrol sambil menikmati secangkir teh. Bersama mereka juga ada seorang anak remaja laki-laki yang Meita tidak tahu siapa. Meita menuruni anak tangga dengan canggung, merasa bersalah dan malu karena menolak ajakan Wina sebelumnya. “Rhea!” sapa Wina sebelum yang lain menyadari kedatangannya. “Ehm, hai,” ucapnya kikuk. “Sini, duduk. Kita baru aja selesai makan. Biar mama panggilkan Bik Sum agar menyiapkan makanan lagi.” “Nggak usah, aku bisa masak sendiri,” tolak Meita. “Aku nggak mau merepotkan orang lain.” “Ck! Kayak bisa masak aja!” ucap bocah lelaki itu dengan sinis. Meita menoleh menatapnya. Bocah itu juga balas menatap dengan menantang. “Apa? Mau berantem?!” ucapnya dengan galak. “Kevin!” tegur Hendra. Si bocah langsung mengkeret. Dia meletakkan sendok dan garpunya lantas bangkit berdiri meninggalkan meja makan. Hendra

    Last Updated : 2022-05-15
  • Born Again   Menjadi Rhea

    “Dia berulah lagi, Ma!” adu Kevin kepada Wina. Cowok itu nyengir senang melihat ekspresi Meita. Meita berdiri di tempatnya dengan gugup. Dia berharap Wina tak akan meminta ganti rugi atas vasnya yang pecah. “Rhea? Kamu mecahin vas mama?” Wina bertanya dengan nada suara kaget. “A-aku nggak sengaja. Maaf,” ucap Meita sambil menunduk takut. Jantungnya berdetak kencang, sementara dalam hati ia berdoa semoga Hendra tidak ikut-ikutan memarahinya. “Kamu bilang ... maaf?” Kening Wina berkerut dalam keheranan. “Iya, maaf, aku nggak sengaja nyenggol vas itu. Aku nggak tahu berapa harganya, tapi aku bersedia menggantinya kalau perlu,” jawab Meita dengan memberanikan diri. Soal dari mana ia akan mendapatkan uang, itu soal belakangan. Wina dan Kevin saling pandang. Keduanya jelas terkejut mendapati permintaan maaf itu. Terutama Wina, yang mengamati ekspresi rasa bersalah Meita.“Ah, nggak usah,” ucap Wina tanpa diduga. “Itu kan cuma sebuah vas.”Meita mendongak menatap wajah Wi

    Last Updated : 2022-07-01
  • Born Again   Sakitnya Menjadi Ibu

    “Aku benci hidupku!” Meita menggumam kesal melihat suaminya tidur lelap di sisi lain ranjang. Di tengah-tengah kasur antara mereka berdua, seorang makhluk mungil sedang menangis keras meminta disusui. Meita menggeram lelah menatap bayi itu, bayi berusia dua minggu yang baru saja dia lahirkan ke dunia ini. Keanu namanya, bayi yang tidak dia harapkan untuk hadir secepat ini ke dalam kehidupan rumah tangganya. Dia baru satu tahun menjadi istri dari David, lelaki yang dia cintai. Sayangnya kehidupan rumah tangga tidaklah seindah seperti adegan dalam sinetron yang dia tonton. Beragam masalah mulai berdatangan dan mengusik ketenangan Meita. Dia merasa sudah tidak sanggup lagi memikul beban rumah tangga dan menjadi istri David lebih lama lagi. Dia memutuskan untuk bercerai saja dari lelaki itu, ketika kemudian dia mendapati bahwa dirinya hamil. “Sial, tubuhku mau ambruk rasanya,” gumam Meita sembari menyodorkan kedua tangan untuk merengkuh Keanu. Bayi itu sela

    Last Updated : 2022-04-10

Latest chapter

  • Born Again   Menjadi Rhea

    “Dia berulah lagi, Ma!” adu Kevin kepada Wina. Cowok itu nyengir senang melihat ekspresi Meita. Meita berdiri di tempatnya dengan gugup. Dia berharap Wina tak akan meminta ganti rugi atas vasnya yang pecah. “Rhea? Kamu mecahin vas mama?” Wina bertanya dengan nada suara kaget. “A-aku nggak sengaja. Maaf,” ucap Meita sambil menunduk takut. Jantungnya berdetak kencang, sementara dalam hati ia berdoa semoga Hendra tidak ikut-ikutan memarahinya. “Kamu bilang ... maaf?” Kening Wina berkerut dalam keheranan. “Iya, maaf, aku nggak sengaja nyenggol vas itu. Aku nggak tahu berapa harganya, tapi aku bersedia menggantinya kalau perlu,” jawab Meita dengan memberanikan diri. Soal dari mana ia akan mendapatkan uang, itu soal belakangan. Wina dan Kevin saling pandang. Keduanya jelas terkejut mendapati permintaan maaf itu. Terutama Wina, yang mengamati ekspresi rasa bersalah Meita.“Ah, nggak usah,” ucap Wina tanpa diduga. “Itu kan cuma sebuah vas.”Meita mendongak menatap wajah Wi

  • Born Again   Kevin Askara

    Meita turun dari kamarnya ketika makan siang sudah hampir selesai. Wina dan Hendra sudah menandaskan isi piring mereka. Keduanya nampak sedang mengobrol sambil menikmati secangkir teh. Bersama mereka juga ada seorang anak remaja laki-laki yang Meita tidak tahu siapa. Meita menuruni anak tangga dengan canggung, merasa bersalah dan malu karena menolak ajakan Wina sebelumnya. “Rhea!” sapa Wina sebelum yang lain menyadari kedatangannya. “Ehm, hai,” ucapnya kikuk. “Sini, duduk. Kita baru aja selesai makan. Biar mama panggilkan Bik Sum agar menyiapkan makanan lagi.” “Nggak usah, aku bisa masak sendiri,” tolak Meita. “Aku nggak mau merepotkan orang lain.” “Ck! Kayak bisa masak aja!” ucap bocah lelaki itu dengan sinis. Meita menoleh menatapnya. Bocah itu juga balas menatap dengan menantang. “Apa? Mau berantem?!” ucapnya dengan galak. “Kevin!” tegur Hendra. Si bocah langsung mengkeret. Dia meletakkan sendok dan garpunya lantas bangkit berdiri meninggalkan meja makan. Hendra

  • Born Again   Bertukar Tubuh

    “Si-siapa?” Meita mengintip di pintu yang dia buka secelah. Seorang wanita paruh baya balas menatapnya tidak ramah. “Saya, Non.” Meita menunggu sedetik agar wanita itu menjelaskan diri. “Nyonya bilang saya harus membersihkan pecahan botol di kamar Non Rhea,” katanya. Barulah saat itu Meita sadar bahwa wanita itu adalah ART yang bekerja di rumah ini. Dia membuka pintu dan melangkah mundur untuk memberi jalan bagi wanita itu. Meita berdiri tak jauh sambil mengamati bagaimana wanita itu bekerja. Rasa tak enak menyelimutinya karena tatapan si ART yang nampak tak senang kepadanya. “Maaf,” ucapnya, ingin menebus rasa bersalahnya. Si ART berhenti bergerak, mendongak menatapnya dengan heran. “Apa Non?” “Maaf,” ulang Meita dengan suara lebih tegas. “Gara-gara saya Bibi jadi kerepotan.” Si pembantu tak bereaksi. Dia hanya mengerjap menatap Meita seolah dia adalah makhluk aneh yang tak nyata. “Saya nggak salah dengar? Non Rhea tadi bilang maaf ke saya?” Meita mengangguk.

  • Born Again   Bayangan Hitam

    Amarah Hendra Askara sudah menguap bersama dengan aroma obat-obatan di rumah sakit. Pria itu kini sedang melirik anaknya yang dibimbing oleh Wina ke kamar mandi untuk membersihkan diri. “Dia benar-benar amnesia,” gumamnya lirih. Sejak Dokter Rima memberikan vonis itu, Hendra tak henti-hentinya menatap kedua mata Rhea. Dia ingin menemukan sebuah celah dalam kebohongan sempurna yang ia rancang. Biasanya, dia selalu tahu ketika Rhea berdusta. Sepandai-pandainya gadis itu merangkai alasan, Hendra akan tetap dapat membedakannya. Orang yang berdusta akan secara tak sengaja melakukan gerak-gerik yang kentara. Tetapi, dia tak menemukannya kali ini. Yang dilihatnya hanyalah sepasang mata kelabu yang polos. Hendra mulai ragu akan pemikirannya. Bisa jadi memang Rhea mengalami amnesia. Kecelakaan itu cukup parah sampai-sampai menewaskan seseorang. Wajar saja jika Rhea juga mengalami guncangan hebat. Pasti kepalanya membentur sesuatu. Karena itulah dia bersikap sangat aneh dan tak biasa.

  • Born Again   Hilang Ingatan?

    “Dokter, apa dia mengalami amnesia?” Hendra Askara bertanya dengan nada kuatir. Pria paruh baya itu menatap dokter meminta penjelasan. Maklum, pertanyaan Rhea itu sungguh di luar dugaan. Hendra bisa memahami jika putrinya akan berontak dan marah-marah jika dia tidak mau menuruti perintah papanya. Tapi, kenapa dia justru bertanya seperti itu? Apakah akibat kecelakaan itu meninggalkan cedera di kepala anaknya?“Saya rasa tidak, Pak.” Dokter muda yang berdiri tak jauh dari Rhea menjawab. “Lalu kenapa dia tidak mengenali saya?” Dokter Rima, yang baru saja merasa yakin bahwa pasiennya cukup baik untuk dibawa pulang mendadak merasa heran. “Berdasarkan pemeriksaan tadi kami dapat menyimpulkan bahwa kondisi Rhea sudah cukup baik. Tapi, jika Anda merasa perlu, kita bisa mengadakan pemeriksaan CT Scan untuk melihat apakah ada cedera di kepalanya.” Jawaban itu tidak membuat Hendra merasa lega. “Lah tadi Anda tidak melakukan pemeriksaan itu?” “Kami melakukannya, Pak. Dan saya yaki

  • Born Again   Hidup Kembali

    Meita membuka kedua matanya dengan berat. Kepalanya terasa pusing dan sakit sekali. Dia merasa seperti sudah dipukuli dengan palu godam. “Argh ....” Meita mengerang pelan seraya memegang kepalanya. Di area sekitar pelipis terbalut perban sampai memutar mengitari seluruh kepalanya. Dia terus meraba-raba, sampai merasakan sebuah cairan merembes keluar mengenai jari-jarinya. Meita mengernyit, berharap cairan itu bukanlah darah. Ditatapnya jari-jarinya yang berlumur sesuatu berwarna kemerahan. Dia berpikir mungkin itu adalah betadine. Tapi, ada sesuatu yang membuatnya merasa aneh. Dia mencoba memikirkan apa yang berbeda. Sejak kapan jariku menjadi lentik dan terawat? Pikir Meita heran. Dia membolak-balik jemari tangannya dan mengamati. Jari-jarinya sungguh indah, mirip jari tangan para model yang mulus dan tak bercela. Seingatnya dia memiliki jari tangan yang pendek dan bulat, bukan tipe yang panjang dan lentik seperti ini. Lagipula, sejak kapan dia mengena

  • Born Again   Kecelakaan

    Brakkk! “Meita!” jerit David keras. Lelaki itu berdiri terpaku di tempatnya dengan raut muka shock setengah mati. Struck tagihan listrik di tangannya melayang jatuh tanpa dipedulikan. Keanu menangis dalam gendongannya. Tapi pria itu masih berdiri membeku, tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Sebuah mobil mini cooper merah baru saja menabrak pohon dengan sangat keras. Benda itu masih mengeluarkan bunyi klakson keras-keras. Lampunya pecah sebelah, sementara yang sebelah lagi berkedip-kedip lemah. Bagian depan mobil penyok dan rusak parah, nyaris hancur semuanya. Tabrakan itu begitu keras terdengar, hingga mengejutkan semua orang yang ada di sana. Bahkan David yang sedang berjalan sambil membaca struck tagihannya sampai mendongak. Saat itu dia yakin sekali melihat Meita sedang berdiri bersandar di pohon itu. Hanya beberapa detik saja sebelum mobil itu meleyot dan menghantam pohon. David merasa seluruh tubuhnya lemas. Dia butuh seseorang unt

  • Born Again   Dua Wanita yang Terluka

    Meita berjalan di bawah terik sinar matahari siang yang menyengat membakar kulit. Dia mengipasi wajahnya yang berkeringat dengan tangan, berusaha mengusir rasa gerah. Dia berhenti di tempat parkir pasar yang sepi. David meletakkan motornya di sana, menghindari tukang parkir yang biasanya suka muncul secara ajaib. “Cepetan dong, Mas!” ucap Meita kesal. Tak jauh darinya, David sedang berjalan sambil menggendong anak mereka dan menenteng belanjaan di sebelah tangan. Pria itu memicingkan mata melawan sinar matahari yang menyilaukan. “Sabar, Mei ... Ngomong-ngomong, aku mau bayar tunggakan listrik dulu ya,” kata David seraya mengusap keringat di dahinya. “Halah, kok nggak sekalian tadi juga sih?” sungut Meita dengan wajah cemberut. David meletakkan belanjaannya di atas jok motor matic miliknya. Dia menatap sang istri dengan sabar, berusaha tidak meladeni emosi Meita yang semakin menjadi. Sudah sebulan berlalu, dan semuanya masih sama saja. Meita masih

  • Born Again   Keinginan Meita

    Meita duduk di tepi ranjang sambil menangis tanpa suara. Wanita 27 tahun itu menunduk sedih menatap lantai, menyembunyikan air matanya dari sang suami. Meski memunggungi David, namun lelaki itu tahu jelas istrinya sedang menangis. Pembicaraan mereka yang sejak tadi masih saja berputar tiada henti. David mengulurkan tangan kanannya, berusaha menyentuh bahu istrinya dengan hati-hati seolah dia adalah sebuah vas yang rapuh. “Sayang ... Kamu pasti akan baik-baik saja. Lihatlah sendiri nanti, waktu akan menyembuhkan segala lukamu,” ucap David lembut. Meita tidak merasa terhibur sama sekali. Wanita itu justru mendengus sebal mendengarnya. “Aku ingin mengembalikan waktu kalau bisa. Aku ingin kembali ke masa-masa zebelum hamil dan menunda kehamilan itu,” balas Meita dengan nada pahit. “Artinya kamu tidak ingin Keanu lahir?” “Ya!” jawab Meita jelas. David menelan ludah dengan susah payah. Lelaki itu tahu bagaimana dirinya tidak akan bisa memenangkan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status