Semua anggota keluarga Hanindra tahu dengan jelas. Siapapun diantara mereka yang mencoreng nama baik keluarga, dipastikan akan dicoret dari daftar kartu keluarga. Itu artinya, mereka akan dilengserkan dari jabatan di perusahaan dan tidak akan mendapatkan fasilitas, harta bergerak ataupun tidak bergerak, bahkan warisan sepeserpun. Terakhir, mereka akan ditendang ke luar dari rumah besar keluarga Hanindra.Kedua mata Magenta berkaca-kaca. Dia begitu antusias ingin menginjakkan kaki di Pink Beach Island yang menurut rumor merupakan pulau berkelas nan indah yang hanya bisa disewa oleh orang-orang berduit. Namun siapa sangka, pulau itu dibeli Kevan."Mau mau mau, Pa. Aku mau ikut Gisele ke Pink Beach Island." Magenta menjawab pertanyaan Julian dengan antusias tinggi. Namun, Christian mematahkan semangatnya dengan cepat."Jangan tanya saya, Julian!" seru Christian. Suara seraknya terdengar pilu. Karena sesungguhnya, Christian menahan penyakitnya yang tidak kunjung membaik. "Tapi, Paー"Ju
Kevan tidak akan melepaskan Julian dan istrinya dengan mudah. Bagaimana pun juga, Julian telah menabuh genderang perang dengannya.Semua orang menatap Julian yang berjalan ke luar dari ruang makan sambil menggendong Livy. Kevan memperhatikan Dabin berjalan menjauh dari Christian sambil memainkan handphone.Lima menit kemudian, Dabin kembali lagi. Dia menghampiri Kevan yang duduk di kursi Magenta."Tuan Muda, Dokter Iman Aidan lagi di jalan. Pak Rafiq akan jaga Nyonya Livy. Anda bisa tenang sekarang."Iman Aidan adalah dokter pribadi yang telah bekerja bertahun-tahun di keluarga Hanindra. Dia adalah dokter umum senior di rumah sakit Internasional Paloma. Pengalamannya di dunia kedokteran tidak perlu diragukan lagi."Tenang?! Nggak bisa!" Kevan melirik Christian dan Cinta. "Kakek dan Nenek harus bertindak tegas menghukum Paman Julian dan Istrinya. Maka dengan begitu, aku baru bisa sedikit tenang." Daniel yang duduk di dekat Kevan hanya bisa terdiam sambil menatap kagum ke arahnya. Dan
Hati Christian lega. Kata-kata Kevan berhasil menenangkannya. Dia tersenyum sedikit melupakan penyakitnya.'Aku harus cukup puas sama jawaban Kevan. Aku akan atur strategi lagi untuk masa depan HHC,' pikir Christian."Hari semakin siang, pergi sana ke kota Baubau! Cari Cia sampai ketemu! Telepon saya atau Nenekmu kalo butuh bantuan!"Kevan tidak menyangka Christian akan mendukungnya. Jika Christian sudah memberikan dukungan, siapa yang bisa melawannya? Setelah mendapatkan lampu hijau, Kevan tersenyum sumringah. Dengan begitu, Kevan sedikit lebih bersemangat.Kevan ingin mengatakan sesuatu kepada Christian. Namun, dia segera mengurungkan niat setelah mendengar Cinta berbicara lebih dulu."Tapi, Christian, bukannya kamu mauー"Christian mengangkat tangan kanannya. Dia meminta Cinta diam. Maka, Cinta hanya bisa patuh kepada suaminya.Sore kemarin, Dabin membawa sebuah majalah bergengsi dan memberikannya kepada Christian. Kemudian, Christian memanggil istrinya.Dabin memperlihatkan foto K
Ciara menahan mual sejak pertama kali masuk ke rumah makan Sunda sederhana. Lokasi rumah makannya berada di sekitar stasiun kereta api kota Tango. Ciara tidak terbiasa makan di tempat seperti ini. Namun, keadaan memaksanya untuk beradaptasi. Bukan tidak tahu, Felicia menatap anaknya dengan prihatin. Dia tidak ingin menyalahkan Ciara yang selalu dimanja sejak kecil olehnya dan Rudi. Di sisi lain, Felicia juga tidak bisa menyalahkan Rudi atas semua musibah ini. Felicia menganggap semua ini adalah bentuk ujian sebagai seorang istri dan ibu. Maka, dia mencoba berlapang dada."Cia, makanannya nggak enak, ya?" tanya Felicia dengan wajah yang cemas. "Maafin Mami cuma bisa ngasih kamu makan kayak begini. Tapi Mami janji, kalo udah dapet kerjaan, gaji pertama nanti ... Mami pasti ajak kamu dan Papi makan enak di restoran."Felicia mengucapkan kata-kata itu sambil menangis. Untung saja, meja mereka berada di pojok sehingga tidak ada seorangpun yang melihat.Ciara berhenti mengunyah. Dia mena
"Rumahnya nyaman ya, Mi."Ciara sudah berada di kawasan kontrakan elit 48 pintu di kota Tango. Lokasinya hanya 10 menit dari stasiun kereta api dan 15 menit dari terminal bus kota Tango. Pemiliknya adalah seorang wanita berbulu mata palsu dengan ukiran alis perosotan yang sedang viral di sosial media. Netizen menamakan ukiran alis perosotan karena bentuknya menikung tajam layaknya perosotan di sekolah taman kanak-kanak."Meskipun hanya terdiri dari 3 ruangan, tapi ini kontrakan baru selesai dibangun. Jadi, masih bersih karena belum ada yang nempatin."Wanita yang berbicara itu adalah pemiliknya. Dia merasa udara kota Tango terlalu panas. Padahal hujan baru saja reda 1 jam lalu. Dia kipas-kipas menggunakan kipas bulu berwarna merah."Kalo boleh tau, Bu...."Merasa calon penyewa rumah kontrakannya ragu-ragu, si pemilik langsung memperkenalkan diri."Gallon," katanya. "Panggil sayaーBu Bos Gallon!"Lagi-lagi takdir mempertemukan Ciara dengan seorang kenalan Kevan. Gallon adalah mantan B
Kevan duduk di sofa single. Wajahnya terlihat begitu lelah. Kemudian, dia membakar sebatang rokok. "Rekaman ini yang kamu cari, Van?"Tanpa basa-basi, Deyan menyodorkan handphone-nya kepada Kevan. Setelah mengembuskan asap rokok, Kevan mengambilnya. Dia mencermati setiap gerakan di dalam rekaman CCTV. Semua orang tegang. Wajah Julian dan Livy terlihat jelas di rekaman CCTV. Dengan mudahnya, Kevan mampu mengumpulkan bukti-bukti yang akurat. Sekarang, mereka berdua tidak akan bisa mengelak lagi. Kevan jadi penasaran hukuman apa yang akan diberikan Christian dan Cinta untuk Julian dan istrinya!Setelah beberapa saat, Kevan tidak bereaksi apa-apa. Orang-orang di dalam ruangan itu melihat Kevan sebagai sosok Tuan Muda angkuh yang mendominasi. Namun, tatapan matanya suram dan menyedihkan seolah tidak ada kehidupan di sana. "Hmm...."Hanya gumaman yang ke luar dari mulut Kevan. Semua orang tidak berani mengusiknya. Meskipun Angga dan Deyan adalah teman dekat, mereka memilih untuk menunggu
Felicia melamun. Dalam kebingungannya, dia terus memanjatkan doa agar penyakit Ciara dan Rudi tidak kambuh. Apalagi jika diperhatikan, tubuh kurus Ciara tampak hanya tinggal tulang. Lalu, bagaimana dengan Rudi? Pria itu tidak menunjukkan perubahan apa-apa."Mi!" panggil Ciara. Dia menangkap kesedihan di mata Felicia. "Mami kenapa?"Felicia tersadar. Dia buru-buru menggeleng. Dia berdiri. "Kamu istirahat aja, Cia!" seru Felicia. Dia berjalan menuju dapur untuk membuang sampah tisu bekas. Ciara celingukan. Dia menatap Rudi yang sedang menunduk. "Pi, Papi ngantuk? Mau tiduran, nggak? Kan capek duduk terus di kursi roda."Rudi mendongakkan kepala. Ciara terkejut melihat wajah Rudi basah."Papi jangan nangis! Aku nggak apa-apa kok."Jelas-jelas Ciara menahan sakit kepala dan sesak di dadanya. Tapi, dia masih bisa berbohong di hadapan Rudi. Rudi tidak bodoh. Dia menggeleng. "Hmm ... mmm ...."Meskipun Ciara mengerti maksud Rudi, tapi dia berpura-pura tidak tahu. "Cia, kamu tidur aja! M
Ciara bangun tidur. Dia celingukan mencari Felicia. Dia mengambil sebotol air mineral berukuran kecil, lalu meminumnya."Mami ke mana, Pi?" Ciara bertanya pada Rudi. Namun, tidak ada jawaban. Ciara mendekati papinya. "Bisa-bisanya Papi ketiduran di kursi roda."Meskipun demikian, Ciara tidak berani membangunkan Rudi. Dia duduk di lantai tanpa alas. Dia mencabut kabel pengisian daya handphone. "Beberapa hari ini, aku nggak buka-buka akun sosial media. Ada berita viral apa, ya?"Setelah memejamkan mata selama kurang lebih 60 menit, Ciara merasa tubuhnya lebih segar. Sakit di kepalanya berangsur membaik. Dia mencari handphone yang ternyata berada di atas kardus kosong.Ciara membuka akun sosial media. Kedua ibu jarinya dengan cepat menekan tombol login. Dia memeriksa notifikasi masuk terlebih dahulu yang memang sudah menjadi kebiasaannya. Ketika kedua matanya bergulir ke bagian bawah notifikasi, dia tercengang."Jenna Timothy?! Kevan Hanindra?!"Ciara tidak yakin. Dia membaca notifik