Angga baru selesai bicara ketika handphone Kevan bergetar. Wajah ketiganya menegang. Ziyad dan Angga menatap Kevan."Bima." Kevan berujar. Tanpa menunggu lama, dia langsung menekan tombol telepon berwarna hijau.Angga dan Ziyad menjauh dari Kevan. Mereka memberikan ruang untuk Kevan berinteraksi dengan Bima."Ya, Bim?" Kevan menghela napas sesaat. Suasana hatinya sedikit membaik."Kamu udah liat semua yang aku kirim belum, Van?" Bima bertanya langsung ke inti pembicaraan. Suaranya tegas, tidak seperti biasanya."Ya. Aku tau, aku salah. Aku ngasih alasan pun, tetep aja posisiku salah. Akuー"Bima memotong kalimat Kevan. "Jawab pertanyaan aku! Kamu siapa, Kevan Hanindra?!"Kevan diam sebentar. Dia menatap Ziyad dan Angga. Kali ini, apa yang akan dia lakukan? Apakah Kevan akan jujur atau kembali' berbohong?"Ceritanya panjang, Bim. Tapi, singkatnya ... akuーKevan Hanindra, Cucu pertama keluarga Hanindra. Aku akan menjadi pewaris pertama perusahaan keluarga Hanindra di masa depan. Tapi, as
Suasana di ruang makan pagi ini mendadak mencekam. Christian dan istrinya tahu Kevan sedang dalam mood yang tidak baik. Maka mereka tidak menghentikan sikap Kevan. Mereka ingin tahu, apakah ada perkembangan tentang masalah keluarga Darwin atau tidak!Emosi tersembunyi ditunjukkan dengan tatapan mata Kevan yang dingin. Julian yang biasa bermulut manis terhadap Kevan mendadak berubah gugup. Sekujur tubuhnya gemetar.Livy mendekati suaminya. "Julian, tenanglah!" serunya dengan berbisik. "Kalo sikap kamu kayak gitu, kita berdua pasti ketauan sama Kevan. Aku nggak bisa ngebayangin reaksi Papa dan Mama kalo ulah kita sampai terbongkar.""Aku mau banget tenang kayak keinginan kamu, Livy," sahut Julian. "Tapi kamu ngerasa nggak, sih? Tatapan Kevan kayak mau bunuh kita."Livy menghela napas kasar. "Aku tau. Aku ngerasain juga, Julian. Makanya itu, aku nggak berani tatap muka dia."Kevan melihat Julian dan Livy sedang berdiskusiーentah apa! Dia menyunggingkan senyum miring."Apa Gisele udah bila
Semua tatapan mata mengarah kepada Gisele. Kevan melepaskan pelukannya. Kevan memegangi wajah Gisele dengan kedua tangan, lalu membawa wajah pucat itu menatap dirinya. "Udah, jangan nangis lagi! Adam itu cowok nggak gentle. Dia nggak pantes dapetin ketulusan hati kamu, Gisele."Bukan hanya Gisele yang menangis, tetapi juga Magenta. Kakak beradik itu berpelukan erat sambil menangis.Cinta mengambil alih situasi di saat semua orang masih terbengong-bengong."Kamu nggak bercanda kan, Van?" tanya Cinta keheranan. Mata cantiknya menatap Gisele. "Kamu tau, siapa Adam Hutomo?"Adam Hutomo berasal dari keluarga menengah ke bawah di kota Paloma. Ada 3 keluarga menengah ke bawah yaitu keluarga Vandela, keluarga Hutomo dan keluarga Santoso. Namun, hanya keluarga Hutomo yang berani bermain-main dengan keluarga Hanindra."Kurang ajar! Beraninya anak keluarga Hutomo mempermainkan keluarga Hanindra!"Suasana menjadi tegang kembali usai Christian marah-marah. Kevan terdiam. Sejujurnya, dia masih menc
Semua anggota keluarga Hanindra tahu dengan jelas. Siapapun diantara mereka yang mencoreng nama baik keluarga, dipastikan akan dicoret dari daftar kartu keluarga. Itu artinya, mereka akan dilengserkan dari jabatan di perusahaan dan tidak akan mendapatkan fasilitas, harta bergerak ataupun tidak bergerak, bahkan warisan sepeserpun. Terakhir, mereka akan ditendang ke luar dari rumah besar keluarga Hanindra.Kedua mata Magenta berkaca-kaca. Dia begitu antusias ingin menginjakkan kaki di Pink Beach Island yang menurut rumor merupakan pulau berkelas nan indah yang hanya bisa disewa oleh orang-orang berduit. Namun siapa sangka, pulau itu dibeli Kevan."Mau mau mau, Pa. Aku mau ikut Gisele ke Pink Beach Island." Magenta menjawab pertanyaan Julian dengan antusias tinggi. Namun, Christian mematahkan semangatnya dengan cepat."Jangan tanya saya, Julian!" seru Christian. Suara seraknya terdengar pilu. Karena sesungguhnya, Christian menahan penyakitnya yang tidak kunjung membaik. "Tapi, Paー"Ju
Kevan tidak akan melepaskan Julian dan istrinya dengan mudah. Bagaimana pun juga, Julian telah menabuh genderang perang dengannya.Semua orang menatap Julian yang berjalan ke luar dari ruang makan sambil menggendong Livy. Kevan memperhatikan Dabin berjalan menjauh dari Christian sambil memainkan handphone.Lima menit kemudian, Dabin kembali lagi. Dia menghampiri Kevan yang duduk di kursi Magenta."Tuan Muda, Dokter Iman Aidan lagi di jalan. Pak Rafiq akan jaga Nyonya Livy. Anda bisa tenang sekarang."Iman Aidan adalah dokter pribadi yang telah bekerja bertahun-tahun di keluarga Hanindra. Dia adalah dokter umum senior di rumah sakit Internasional Paloma. Pengalamannya di dunia kedokteran tidak perlu diragukan lagi."Tenang?! Nggak bisa!" Kevan melirik Christian dan Cinta. "Kakek dan Nenek harus bertindak tegas menghukum Paman Julian dan Istrinya. Maka dengan begitu, aku baru bisa sedikit tenang." Daniel yang duduk di dekat Kevan hanya bisa terdiam sambil menatap kagum ke arahnya. Dan
Hati Christian lega. Kata-kata Kevan berhasil menenangkannya. Dia tersenyum sedikit melupakan penyakitnya.'Aku harus cukup puas sama jawaban Kevan. Aku akan atur strategi lagi untuk masa depan HHC,' pikir Christian."Hari semakin siang, pergi sana ke kota Baubau! Cari Cia sampai ketemu! Telepon saya atau Nenekmu kalo butuh bantuan!"Kevan tidak menyangka Christian akan mendukungnya. Jika Christian sudah memberikan dukungan, siapa yang bisa melawannya? Setelah mendapatkan lampu hijau, Kevan tersenyum sumringah. Dengan begitu, Kevan sedikit lebih bersemangat.Kevan ingin mengatakan sesuatu kepada Christian. Namun, dia segera mengurungkan niat setelah mendengar Cinta berbicara lebih dulu."Tapi, Christian, bukannya kamu mauー"Christian mengangkat tangan kanannya. Dia meminta Cinta diam. Maka, Cinta hanya bisa patuh kepada suaminya.Sore kemarin, Dabin membawa sebuah majalah bergengsi dan memberikannya kepada Christian. Kemudian, Christian memanggil istrinya.Dabin memperlihatkan foto K
Ciara menahan mual sejak pertama kali masuk ke rumah makan Sunda sederhana. Lokasi rumah makannya berada di sekitar stasiun kereta api kota Tango. Ciara tidak terbiasa makan di tempat seperti ini. Namun, keadaan memaksanya untuk beradaptasi. Bukan tidak tahu, Felicia menatap anaknya dengan prihatin. Dia tidak ingin menyalahkan Ciara yang selalu dimanja sejak kecil olehnya dan Rudi. Di sisi lain, Felicia juga tidak bisa menyalahkan Rudi atas semua musibah ini. Felicia menganggap semua ini adalah bentuk ujian sebagai seorang istri dan ibu. Maka, dia mencoba berlapang dada."Cia, makanannya nggak enak, ya?" tanya Felicia dengan wajah yang cemas. "Maafin Mami cuma bisa ngasih kamu makan kayak begini. Tapi Mami janji, kalo udah dapet kerjaan, gaji pertama nanti ... Mami pasti ajak kamu dan Papi makan enak di restoran."Felicia mengucapkan kata-kata itu sambil menangis. Untung saja, meja mereka berada di pojok sehingga tidak ada seorangpun yang melihat.Ciara berhenti mengunyah. Dia mena
"Rumahnya nyaman ya, Mi."Ciara sudah berada di kawasan kontrakan elit 48 pintu di kota Tango. Lokasinya hanya 10 menit dari stasiun kereta api dan 15 menit dari terminal bus kota Tango. Pemiliknya adalah seorang wanita berbulu mata palsu dengan ukiran alis perosotan yang sedang viral di sosial media. Netizen menamakan ukiran alis perosotan karena bentuknya menikung tajam layaknya perosotan di sekolah taman kanak-kanak."Meskipun hanya terdiri dari 3 ruangan, tapi ini kontrakan baru selesai dibangun. Jadi, masih bersih karena belum ada yang nempatin."Wanita yang berbicara itu adalah pemiliknya. Dia merasa udara kota Tango terlalu panas. Padahal hujan baru saja reda 1 jam lalu. Dia kipas-kipas menggunakan kipas bulu berwarna merah."Kalo boleh tau, Bu...."Merasa calon penyewa rumah kontrakannya ragu-ragu, si pemilik langsung memperkenalkan diri."Gallon," katanya. "Panggil sayaーBu Bos Gallon!"Lagi-lagi takdir mempertemukan Ciara dengan seorang kenalan Kevan. Gallon adalah mantan B
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te