"Sekarang, nggak ada alasan lagi untuk tinggal di rumah ini. Cepet bawa pergi barang-barang kalian!"Livy berseru membentak keluarga Darwin. Kedua matanya menyalak sempurna menambah kesan ketidakpedulian."Kemal, sebelum mereka pergi, periksa semua barang bawaan mereka! Saya nggak mau mereka jadi pencuri bawa barang-barang berharga dari rumah ini!"Itu adalah perintah Julian Hanindra. Dia sangat tidak sabar melihat kepergian keluarga Darwin yang pastinya akan menjadi hiburan tersendiri baginya.Bima menyela seruan Livy. "Tapi, Nyonya, tolong beri tenggat waktu sampai kami menemukan tempat tinggal baru!""Nggak bisa! Saya udah muak lihat wajah-wajah pengemis kayak kalian gini." Livy menolak mentah-mentah permohonan Bima. "Awalnya para pengemis memasang muka memelas supaya kami berempati. Tapi lama kelamaan, mereka nggak tau diri."Jauh di dalam hati, Livy berbicara, 'Aku tau, kamu mau nunggu Kevan dateng, kan? Aku nggak akan biarin itu terjadi!'"Tapi, Nyonya ... Tuan Rudi masih sakit.
Kevan tercengang melihat banyaknya panggilan telepon dan chat masuk dari Bima. Dia membaca chat satu persatu dengan cepat dan dengan kedua mata memerah. Selain Bima, ada juga beberapa chat masuk dari Ismail, Erisa dan Lily.Brak!Kevan menggebrak meja. Dia berdiri. Dia melihat Ziyad menundukkan kepala."Sialan! Kurang ajar! Siapa yang berani ganggu privasi aku?!"Ziyad mengangkat wajahnya. Kevan menatap Ziyad yang berwajah tegang. Lalu, dia mengacak-acak rambut.Ziyad memberanikan diri untuk bicara. "Bima juga telepon saya, Tuan. Cuma karena kita meeting seharian, jadi saya nggak tau."Ziyad memberikan alasan yang masuk akal. Karena bagi Kevan, meeting tadi memang sangat penting. "Bima chat apa aja ke kamu?" tanya Kevan dengan nada ketus.Ziyad menatap wajah Kevan yang memerah karena emosi. "Bima bilang, ada masalah besar di rumah. Dia minta supaya Anda cepet pulang ke kota Baubau. Karena keadaan di rumah lagi kacau.""Ini pasti Kakek." Kevan menduga-duga. "Siapin mobil! Kita pulang
"Terus, kamu nuduh Kakek gitu, Van?! Emangnya kamu punya bukti kalo semua itu ulah Kakek?!"Pertanyaan itu ke luar dari mulut Leon. Dia dan istrinya sudah selesai makan. Mereka sedang menikmati makanan penutup yang dibuatkan koki. Leon berpikir bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk menjatuhkan Kevan. Diam-diam Leon dan Donita saling melemparkan senyum licik. Donita menimpali suaminya, "Iya, betul. Jangan nuduh sembarangan kamu, Kevan!" Kevan menghela napas pelan. "Nggak. Aku nggak punya bukti tentang itu."Mendengar jawaban Kevan, Leon dan istrinya semakin memamerkan senyum licik mereka. Ini benar-benar hal yang lucu. Menuduh seseorang tanpa bukti bahkan bisa dibawa ke ranah hukum dengan dakwaan pencemaran nama baik. Apa Kevan memang sebodoh itu?"Kalo gitu, kamu nggak bisa asal nuduh Kakek dong!" seru Leon menggebu-gebu. "Apalagi kamu kan tau, kalo seharian ini Kakek pergi ke HHC. Kenapa masih ragu, sih?!"Leon merasa menang atas Kevan. Dia menggeleng sambil tersenyum. Don
Hal terburuk seperti ini sudah diprediksi Kevan sejak masih berada di kantor tadi. Bagaimana pun juga, posisi Kevan tidak menguntungkan. Maka, dia tidak membela dirinya lagi. Kevan membiarkan Bima memakinya. Tanpa Bima tahu, Kevan menahan diri untuk tidak berkata kasar padanya. Bima belum selesai berbicara panjang lebar. Kevan memutuskan untuk beranjak dari ranjang. Dia menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya kasar. Ya, Kevan gusar!Kevan duduk di bawah jendela. Lampu taman yang indah menerangi bagian samping rumah besar keluarga Hanindra. Kondisi tengah malam begitu sepi, hanya terlihat satu sampai dua penjaga bolak-balik memeriksa keamanan di setiap sudut mansion."Jadi, apalagi yang kamu sembunyiin dari kami, Van?"Bima berhenti nyerocos pada kalimat pertanyaan. Kevan termenung. "Nggak ada." Kevan terpaksa berbohong lagi. Karena dia berniat akan menemui Bima dan meminta bantuannya.Terdengar keraguan meliputi suara Kevan. Bima tidak bodoh. Dia mencecar Kevan. "Video yang v
Angga baru selesai bicara ketika handphone Kevan bergetar. Wajah ketiganya menegang. Ziyad dan Angga menatap Kevan."Bima." Kevan berujar. Tanpa menunggu lama, dia langsung menekan tombol telepon berwarna hijau.Angga dan Ziyad menjauh dari Kevan. Mereka memberikan ruang untuk Kevan berinteraksi dengan Bima."Ya, Bim?" Kevan menghela napas sesaat. Suasana hatinya sedikit membaik."Kamu udah liat semua yang aku kirim belum, Van?" Bima bertanya langsung ke inti pembicaraan. Suaranya tegas, tidak seperti biasanya."Ya. Aku tau, aku salah. Aku ngasih alasan pun, tetep aja posisiku salah. Akuー"Bima memotong kalimat Kevan. "Jawab pertanyaan aku! Kamu siapa, Kevan Hanindra?!"Kevan diam sebentar. Dia menatap Ziyad dan Angga. Kali ini, apa yang akan dia lakukan? Apakah Kevan akan jujur atau kembali' berbohong?"Ceritanya panjang, Bim. Tapi, singkatnya ... akuーKevan Hanindra, Cucu pertama keluarga Hanindra. Aku akan menjadi pewaris pertama perusahaan keluarga Hanindra di masa depan. Tapi, as
Suasana di ruang makan pagi ini mendadak mencekam. Christian dan istrinya tahu Kevan sedang dalam mood yang tidak baik. Maka mereka tidak menghentikan sikap Kevan. Mereka ingin tahu, apakah ada perkembangan tentang masalah keluarga Darwin atau tidak!Emosi tersembunyi ditunjukkan dengan tatapan mata Kevan yang dingin. Julian yang biasa bermulut manis terhadap Kevan mendadak berubah gugup. Sekujur tubuhnya gemetar.Livy mendekati suaminya. "Julian, tenanglah!" serunya dengan berbisik. "Kalo sikap kamu kayak gitu, kita berdua pasti ketauan sama Kevan. Aku nggak bisa ngebayangin reaksi Papa dan Mama kalo ulah kita sampai terbongkar.""Aku mau banget tenang kayak keinginan kamu, Livy," sahut Julian. "Tapi kamu ngerasa nggak, sih? Tatapan Kevan kayak mau bunuh kita."Livy menghela napas kasar. "Aku tau. Aku ngerasain juga, Julian. Makanya itu, aku nggak berani tatap muka dia."Kevan melihat Julian dan Livy sedang berdiskusiーentah apa! Dia menyunggingkan senyum miring."Apa Gisele udah bila
Semua tatapan mata mengarah kepada Gisele. Kevan melepaskan pelukannya. Kevan memegangi wajah Gisele dengan kedua tangan, lalu membawa wajah pucat itu menatap dirinya. "Udah, jangan nangis lagi! Adam itu cowok nggak gentle. Dia nggak pantes dapetin ketulusan hati kamu, Gisele."Bukan hanya Gisele yang menangis, tetapi juga Magenta. Kakak beradik itu berpelukan erat sambil menangis.Cinta mengambil alih situasi di saat semua orang masih terbengong-bengong."Kamu nggak bercanda kan, Van?" tanya Cinta keheranan. Mata cantiknya menatap Gisele. "Kamu tau, siapa Adam Hutomo?"Adam Hutomo berasal dari keluarga menengah ke bawah di kota Paloma. Ada 3 keluarga menengah ke bawah yaitu keluarga Vandela, keluarga Hutomo dan keluarga Santoso. Namun, hanya keluarga Hutomo yang berani bermain-main dengan keluarga Hanindra."Kurang ajar! Beraninya anak keluarga Hutomo mempermainkan keluarga Hanindra!"Suasana menjadi tegang kembali usai Christian marah-marah. Kevan terdiam. Sejujurnya, dia masih menc
Semua anggota keluarga Hanindra tahu dengan jelas. Siapapun diantara mereka yang mencoreng nama baik keluarga, dipastikan akan dicoret dari daftar kartu keluarga. Itu artinya, mereka akan dilengserkan dari jabatan di perusahaan dan tidak akan mendapatkan fasilitas, harta bergerak ataupun tidak bergerak, bahkan warisan sepeserpun. Terakhir, mereka akan ditendang ke luar dari rumah besar keluarga Hanindra.Kedua mata Magenta berkaca-kaca. Dia begitu antusias ingin menginjakkan kaki di Pink Beach Island yang menurut rumor merupakan pulau berkelas nan indah yang hanya bisa disewa oleh orang-orang berduit. Namun siapa sangka, pulau itu dibeli Kevan."Mau mau mau, Pa. Aku mau ikut Gisele ke Pink Beach Island." Magenta menjawab pertanyaan Julian dengan antusias tinggi. Namun, Christian mematahkan semangatnya dengan cepat."Jangan tanya saya, Julian!" seru Christian. Suara seraknya terdengar pilu. Karena sesungguhnya, Christian menahan penyakitnya yang tidak kunjung membaik. "Tapi, Paー"Ju
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te