Kevan melihat Miguel melangkah pergi. Dia dengan tenang mengambil sikap tegas.Kevan berteriak, "Kamu mau ke mana, Pak Miguel?! Kamu nggak akan bisa kabur. Karena semua akses ke luar dari hotel ini udah ditutup."Usai Kevan berteriak, Martinus pun memberikan perintah kepada anak buahnya. "Sekarang!" serunya. Seketika itu juga, muncul seorang pria berpakaian rapi mencekal pergelangan tangan Miguel. Tanpa disadari, pria itu sejak tadi sudah berada di dekat Miguel. Dia adalah seorang intel atau polisi reserse yang menyamar dan berbaur diantara para tamu.Semua orang mengalihkan perhatian kepada Miguel. Pewaris tunggal keluarga Wijaya tersebut pun pasrah. "Bawa dia ke kantor polisi sekarang!" perintah Martinus selanjutnya. "Siap, Jenderal!" seru polisi reserse tersebut. Lagi, Kevan berteriak sambil menunjuk Nulla. "Bawa cewek itu juga!" Martinus hampir saja lupa dengan Nulla. Untungnya, di dekat Nulla ada satu polisi reserse lagi. Polisi itu segera memegangi pergelangan tangan Nulla.
Julian dan Livy sudah menginjakkan kaki mereka di bangunan mansion utama. Mereka berada di halaman depan. Livy membuka dan memakai kacamata hitamnya berulang kali agar bisa memainkan kedua mata indahnya. Dia melihat-lihat bangunan megah nan cantik sambil sesekali mengucapkan kata-kata takjub. Karena yang Livy tahu, semua ini adalah milik Kevan Hanindra. Livy berseru memuji rumah besar Kevan. "Julian, rumah Kevan bagus banget! Suasananya masih asri dan banyak bunga di sini. Cantik banget."Ismail datang tergopoh-gopoh menghampiri sepasang suami istri keluarga Hanindra. Namun begitu berdiri di hadapan Julian, dia justru terdiam dan wajahnya berubah murung. Ismail tahu, kedua orang itu bukanlah orang biasa. "Selamat siang, Tuan dan Nyonya. Anda berdua cari siapa, ya?" tanya Ismail dengan logat Sunda yang kental.Ismail mencoba untuk bersikap lembut dan sopan kepada kedua tamu tersebut. Karena memang sifat aslinya seperti itu. Ismail diam-diam berpikir. 'Apa mereka berdua ini majikan
Mata bulat Ciara melotot. Dia tidak percaya dengan perkataan Livy. Karena pada dasarnya, Ciara tidak pernah percaya pada perkataan orang asing. Dia memilih untuk percaya pada ucapan yang ke luar dari mulut Kevan sendiri."Kenapa?! Kamu nggak percaya?!" Livy tahu Ciara ragu dengan semua perkataannya. "Mau liat buktinya, nggak? Saya ada banyak buktinya."Livy mengeluarkan handphone canggihnya. Dia mengutak-atiknya sebentar. Sementara itu, Ciara menahan diri untuk tidak terlibat emosi. Dia juga menahan dadanya yang mulai terasa sesak. Ciara memainkan pikirannya. 'Kuat! Aku harus kuat! Aku yakin, Kak Kevan nggak kayak gitu. Karena Kak Kevan tuh cowok baik-baik. Aku inget banget, dia sendiri yang bilang mau nikahin aku kalo urusannya udah selesai.' Ismail mengambil alih kursi roda Rudi. Dia berhasil menenangkan hati Rudi dengan baik. Sedangkan Bima memainkan ponselnya. Dia mencoba menghubungi Kevan. Namun, ponsel Kevan tidak aktif. Bima tidak kehabisan akal. Dia mulai mengetik pesan si
"Dokter Erisa!" Bima berteriak memanggil dokter pribadi Ciara. Terdengar langkah beberapa orang berlari menuju ruang tamu. Mereka adalah Erisa dan Lily Amira. Begitu melihat wajah pucat Ciara, Lily bertanya, "Nona, kenapa?" Lily panik. Namun, tidak dengan Erisa. Dia mencoba untuk tenang. Erisa memeriksa Ciara. Lalu, menoleh kepada Lily. "Sus, tolong ambil obat jantung Nona sekarang!"Lily berlari menuju kamar tidur Ciara. Kesempatan itu digunakan Julian dan Livy untuk menyerang Ciara lagi. Julian berdiri, lalu berjalan menuju Ciara. Dia mengeluarkan selembar cek dari saku celana. Kemudian, melemparkannya kepada Ciara."Apa ini?!" Felicia mengambil cek yang terjatuh di paha Ciara. "Rp 20 miliar?! Apa maksudnya, Tuan?!"Ciara menahan rasa sakit pada jantungnya. Pikirannya dipenuhi bayang-bayang Kevan. Dia percaya bahwa Kevan tidak seburuk apa yang dikatakan Julian dan Livy. Namun setelah melihat semua bukti, timbul keraguan di hati Ciara.Ciara memikirkan Kevan sepenuhnya. 'Sekaran
Ciara masih bergelut dengan pikirannya. Antara percaya dan tidak, tetapi ucapan paman dan bibi Kevan terbukti. Julian dan Livy bukan sekedar mengumbar omong kosong. Namun, sepasang tamunya itu memberikan beberapa foto sebagai bukti bahwa Kevan memiliki beberapa teman perempuan yang Ciara yakin mereka ada selingkuhan Kevan.Bima menunjukkan sebuah video viral di internet kepada Felicia. "Maaf, Nyonya Felicia." Bima memberikan handphone kepada Felicia. "Cowok ini Kevan, kan? Saya udah lama lihat video viral ini. Tapi, saya sungkan nanya ke Kevan."Felicia dan Ciara bergegas melihat video di handphone Bima. Sesaat kemudian, mereka saling melempar tatapan kebingungan. Ciara terbengong-bengong. "Iya, dia Kak Kevan. Lokasinya di Universitas Golden Baubau, tepat saat hari wisuda Kak Kevan."Lokasi video viral tersebut memang benar di Universitas Golden Baubau. Kevan terlihat sumringah di hari wisudanya. Dia masuk ke sebuah mobil mewah bersama seorang laki-laki yang merupakan sahabat satu-sa
"Sekarang, nggak ada alasan lagi untuk tinggal di rumah ini. Cepet bawa pergi barang-barang kalian!"Livy berseru membentak keluarga Darwin. Kedua matanya menyalak sempurna menambah kesan ketidakpedulian."Kemal, sebelum mereka pergi, periksa semua barang bawaan mereka! Saya nggak mau mereka jadi pencuri bawa barang-barang berharga dari rumah ini!"Itu adalah perintah Julian Hanindra. Dia sangat tidak sabar melihat kepergian keluarga Darwin yang pastinya akan menjadi hiburan tersendiri baginya.Bima menyela seruan Livy. "Tapi, Nyonya, tolong beri tenggat waktu sampai kami menemukan tempat tinggal baru!""Nggak bisa! Saya udah muak lihat wajah-wajah pengemis kayak kalian gini." Livy menolak mentah-mentah permohonan Bima. "Awalnya para pengemis memasang muka memelas supaya kami berempati. Tapi lama kelamaan, mereka nggak tau diri."Jauh di dalam hati, Livy berbicara, 'Aku tau, kamu mau nunggu Kevan dateng, kan? Aku nggak akan biarin itu terjadi!'"Tapi, Nyonya ... Tuan Rudi masih sakit.
Kevan tercengang melihat banyaknya panggilan telepon dan chat masuk dari Bima. Dia membaca chat satu persatu dengan cepat dan dengan kedua mata memerah. Selain Bima, ada juga beberapa chat masuk dari Ismail, Erisa dan Lily.Brak!Kevan menggebrak meja. Dia berdiri. Dia melihat Ziyad menundukkan kepala."Sialan! Kurang ajar! Siapa yang berani ganggu privasi aku?!"Ziyad mengangkat wajahnya. Kevan menatap Ziyad yang berwajah tegang. Lalu, dia mengacak-acak rambut.Ziyad memberanikan diri untuk bicara. "Bima juga telepon saya, Tuan. Cuma karena kita meeting seharian, jadi saya nggak tau."Ziyad memberikan alasan yang masuk akal. Karena bagi Kevan, meeting tadi memang sangat penting. "Bima chat apa aja ke kamu?" tanya Kevan dengan nada ketus.Ziyad menatap wajah Kevan yang memerah karena emosi. "Bima bilang, ada masalah besar di rumah. Dia minta supaya Anda cepet pulang ke kota Baubau. Karena keadaan di rumah lagi kacau.""Ini pasti Kakek." Kevan menduga-duga. "Siapin mobil! Kita pulang
"Terus, kamu nuduh Kakek gitu, Van?! Emangnya kamu punya bukti kalo semua itu ulah Kakek?!"Pertanyaan itu ke luar dari mulut Leon. Dia dan istrinya sudah selesai makan. Mereka sedang menikmati makanan penutup yang dibuatkan koki. Leon berpikir bahwa sekarang adalah saat yang tepat untuk menjatuhkan Kevan. Diam-diam Leon dan Donita saling melemparkan senyum licik. Donita menimpali suaminya, "Iya, betul. Jangan nuduh sembarangan kamu, Kevan!" Kevan menghela napas pelan. "Nggak. Aku nggak punya bukti tentang itu."Mendengar jawaban Kevan, Leon dan istrinya semakin memamerkan senyum licik mereka. Ini benar-benar hal yang lucu. Menuduh seseorang tanpa bukti bahkan bisa dibawa ke ranah hukum dengan dakwaan pencemaran nama baik. Apa Kevan memang sebodoh itu?"Kalo gitu, kamu nggak bisa asal nuduh Kakek dong!" seru Leon menggebu-gebu. "Apalagi kamu kan tau, kalo seharian ini Kakek pergi ke HHC. Kenapa masih ragu, sih?!"Leon merasa menang atas Kevan. Dia menggeleng sambil tersenyum. Don