"Jangan pergi dulu, Tuan Muda!"Kevan menoleh ke belakang. Dia melihat Prabu datang bersama dua wanita. Mereka datang bersama pasangan lainnya. Henry membungkuk. "Salam Tuan dan Nyonya Wicaksono," sapa Henry. "Salam, Nona Muda."'Nona Muda? Apa cewek itu anak Pak Prabu?' Diam-diam Kevan memperhatikan wanita muda cantik yang datang bersama Prabu."Tuan Muda, kenapa buru-buru gitu? Bahkan sekarang belum tengah malam," kata wanita yang menggandeng lengan Prabu.Wanita itu tersenyum. Prabu buru-buru mengenalkan kedua wanita yang bersamanya kepada Kevan."Tuan Muda, wanita cantik ini Istriku," kata Prabu. "Namanya Elvira Anggun dan dia ini Shofie Wicaksonoーputriku satu-satunya. Ayo beri salam!"Sebagai seorang presiden direktur, Prabu memperlihatkan adab terbaiknya agar tetap dipandang positif di mata Kevan. Maka dengan begitu, Prabu tidak perlu khawatir Kevan akan kehilangan minat berbicara dengannya."Halo, Tuan Muda!" sapa Elvira sopan. "Senang bertemu Anda."Sementara itu, Sofie menya
"Aku nggak suka barang mewah. Tapi sore itu asistenku bilang, kemewahan adalah simbol para konglomerat. Jadi, aku cuma bisa ikutin sarannya untuk belanja beberapa barang mewah."Kevan mengusap pelan jam mewah di pergelangan tangan kanannya. Semua orang tahu jam tangan premium milik Kevan nyaris menyentuh harga Rp. 1 triliun."Hobiku bukan berburu barang mewah, tapi ngumpulin rupiah sampai nanti aku jadi seorang kuadriliuner." Sebagai orang terdekat, Ziyad tidak pernah menyangka Kevan akan mengakuinya di depan umum. Dia terharu. Kerena selama bekerja, baru kali ini ada bos yang memperlakukan Ziyad sebaik Kevan.Prabu menutupi jam tangannya yang terlihat. Dia malu. Bagaimana pun juga, Kevan memiliki jam tangan paling mahal di dunia."Jadi, sekarang Tuan Muda Kevan udah jadi pengoleksi barang mewah?" Itu adalah pertanyaan dari Jenna. Kevan tidak pernah menyukai seseorang yang menyela percakapan saat dirinya sedang berbicara. Karena itulah, Kevan memasang wajah datar.Sebagai seorang aya
"Kamu yakin, tua bangka itu ada di beach klub ini?"Sekarang, Kevan dan Angga sudah berada di dalam Avalon Beach Club. Yaitu beach klub terpopuler di kota Heavenly, King's Island.Kevan menyesuaikan dirinya dengan suasana bising, bau alkohol serta pemandangan wanita berbikini yang banyak berseliweran di dalam klub.Kevan memang menjalani hidup bebas sejak dulu. Namun dia tidak terbiasa pergi ke klub seperti ini, terkecuali Hamdi atau James memberinya tugas. Kevan terlalu risih karena banyak wanita menjajakan barang dagangan, yaitu tubuhnya sendiri. "Iya, Van. Aku udah liat sendiri tadi," jawab Angga sedikit berteriak. "Lagian kamu mau ngapain sih nyari Kendrick?"Kevan geleng-geleng. Dia tahu dengan sangat baik kehidupan di dalam klub. Kevan membalas pertanyaan Angga. "What's the hell, Angga?! Kamu ternyata tadi udah ke sini?!"Kevan mendapati banyaknya pasang mata milik kaum hawa memandangi dirinya. Namun, dia bertingkah seolah tidak melihatnya. Dia berjalan santai mengikuti Angga
"Bawa aja cewek-cewek itu ke sini! Tapi, aku cuma suka sama yang masih perawan."Angga terkesiap. Dia menyenggol pinggang Kevan. Angga berbisik, "Van, yang bener? Kamu serius?" Kevan melirik Angga. "Udah diem aja!" serunya.Kendrick sempat terdiam. Kemudian, pria tua itu tertawa. "Ha! Ha! Ha!"Kendrick menatap seorang LC. "Megan, panggil mereka! Bawa yang masih perawan aja 3 sampai 5 orang! Biar Tuan Kevan yang pilih sendiri nanti!" "Baik, Tuan."Megan pergi. Namun, masih ada seorang pelayan wanita yang setia melayani tamu di ruangan VIP. Lalu, Kendrick menatap Kevan lagi. Kendrick berkata, "Selera Anda boleh juga, Tuan." Tiba-tiba, Kendrick teringat sesuatu. "Anda mau minum apa, Tuan? Sekalian camilan juga boleh. Liat aja menunya dulu! Saya yang traktir."Kendrick memberikan daftar menu kepada Kevan. Seorang pelayan menghampiri mereka. "Hemm ...."Kevan melihat-lihat menu sambil merokok."Oke, udah lama nggak minum Macallan 18 Y.O. Iya nggak, Angga?"Kevan melirik Angga. Dia me
"Ah, nggak. Aku nggak lihat apa-apa."Nikola merasa wajahnya panas karena memerah. Dia malu. Karena ini adalah pekerjaan pertamanya. Dia meletakkan dasi Kevan di pinggir sofa. Kevan melirik Angga sedang asik memainkan tangannya menjamah paha mulus Alona. Tangan nakal Angga masuk ke rok mini Alona. "Aku mau nawarin bisnis."Kendrick hampir tersedak minumannya. Dia tidak ingin salah dengar karena terlalu percaya pada indera pendengarannya. "Apa saya nggak salah dengar? Anda nawarin saya bisnis, Tuan Muda?"Nikola menuangkan minuman untuk Kevan. Lalu, Kevan meminumnya dengan sekali teguk. Kevan menyeka sisa Macallan 18 Y.O di bibirnya. Kemudian, dia mengangguk. 'Nikola bener-bener cantik! Tapi, Cia-ku jauh lebih cantik. Aku nggak suka bandingin Cia dengan cewek lain. Apalagi Nikola cewek malem.'Jika memang begitu, lantas mengapa Kevan membandingkan Ciara dengan Nikola?"Jujur aja, Tuan Muda, saya baru akan nyari Anda besok. Saya mau nawarin kerja sama. Gimana kalo kita atur jadwal?
"Ya. Pengacaraku akan urus semuanya."Stephen melirik anaknya. Dia menyadari perubahan mood pada Jenna. "Carikan aku pulau terindah dengan pemandangan pantai yang menawan! Pasir pink pasti akan lebih cantik."Saat mengatakannya, dada Kevan bergemuruh. Dia membayangkan wajah Ciara sedang tersenyum padanya. "Tentu aja, Tuan Muda. Anda jangan cemas! Timothy Group udah lama berkecimpung di lingkaran bisnis kayak gini."Di sisi lain, Jenna terlihat kaget dengan rencana masa depan Kevan. Jika seorang laki-laki telah memiliki rencana masa depan, bukankah dia tergolong pria pekerja keras? 'Apa mungkin, Kak Kevan udah ada pacar? Nggak! Nggak boleh! Aku nggak mau dia nikah sama cewek lain,' pikir Jenna. 'Kurang ajar! Siapa yang nggak suka sama pria mapan kayak Kak Kevan? Wanita manapun pasti akan ngejar-ngejar dia!'Itu adalah sepotong pendapat Jenna yang dia simpan sendiri. Dia merasa Kevan adalah miliknya sejak pertama. Itulah sebabnya, dia emosi ketika mengetahui rencana pernikahan Kevan
"Tuan! Nyonya!" Kevan memanggil kedua majikannya. "Aku mau jelasin beberapa poin yang nanti akan dibahas di Rapat Umum Pemegang Saham."Kevan menyetujui keinginan Felicia untuk menemani suaminya menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham. Nantinya, Felicia akan ikut masuk ke ruangan meeting.Sekarang, Kevan berada di dalam mobil menuju kantor pusat Darwin Group. Kevan duduk di kursi belakang bersama Felicia dan Rudi. Ziyad menghentikan mobil ketika melihat lampu merah menyala. Angga duduk di samping Ziyad sambil memainkan ponsel. Dia mencari-cari berita yang beredar terkait keluarga Darwin."Iya, Van. Walaupun saya nggak ngerti, tapi saya ikutin alur jalannya rapat aja."Felicia duduk di samping Rudi dengan kursi yang berdempetan. Sedangkan Kevan duduk di kursi single yang masih sejajar dengan mereka."Aku harap, Tuan dan Nyonya nggak kaget sama apa yang mau aku sampaikan."Kevan cemas. Lebih tepatnya, cemas kalau-kalau kondisi Rudi memburuk dengan berita negatif tentang Darwin Group."Pert
Rinanto: Van, kamu jadi dateng nggak ke Darwin Group? Rudi gimana?Kevan membaca pesan masuk dari salah satu kawan akrab RudiーRinanto Murti. Dia segera membalasnya.Kevan: Iya, Pak. Tolong ulur waktu rapat. Kami terjebak macet.Tidak butuh waktu lama. Rinanto membalas chat Kevan.Rinanto: Oke.Setelah mendapatkan balasan pesan dari Rinanto, Kevan menghubungi seseorang melalui pesan singkat. Kevan: Pak, aku butuh bantuan kamu.Kevan terlihat harap-harap cemas. Sesekali dia melemparkan pandangan ke luar mobil demi menutupi perasaannya.Tidak lama kemudian, orang yang diharapkan Kevan pun membalas pesannya. Dia adalah HamdiHamdi: Apa yang bisa saya bantu, Van? Kalo bisa, saya pasti bantu. Kevan tersenyum tipis. 'Kalo aku ngomong jujur, apa Pak Hamdi akan bantu? Rasanya omong kosong dia mau bantu aku!' serunya dalam hati.Meskipun Kevan ragu, tetapi dia tetap membalas pesan Hamdi Umallーmantan Bos Kevan beberapa tahun silam.Kevan: Aku butuh suntikan saham Darwin Group dan alihkan ke aku
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te