"Selamat siang, para pekerja!"Siang ini, pukul 2:00 waktu kota Tango. Cuaca begitu redup dengan udara yang sejuk karena dusun Tembakau Dalam memiliki suhu udara yang bagus.Kevan menyapa para pekerja di lapangan pabrik K.C Tobacco. Dia duduk di kursi kayu, sedangkan para pekerja duduk di bawah. "Makasih kalian udah mau dateng untuk kerja di pabrik rokok aku."Semua orang menatap Kevan dan menunggunya berbicara. "AkuーKevan Hanindra, pemilik pabrik rokok K.C Tobacco. Siapa yang mau menyampaikan keluhan, pendapat, ide dan saran? Aku akan tampung semuanya dan pilih yang terbaik untuk dieksekusi."Suasana menjadi ramai seketika. Mereka saling pandang dan berbisik. "Bagi pekerja yang punya keluhan, pendapat, ide atau saran, silakan angkat tangan dan perkenalkan nama kalian!"Gunawan terheran-heran dengan jalan pikiran Kevan. Dia mengangkat kedua bahu."Van, apa kamu nggak salah? Bagi saya, kamu terlalu berlebihan manjain para buruh," keluh Gunawan. Dia tidak terima Kevan mengizinkan para
"Nama saya Engkos," ujar si pria memperkenalkan diri. "Saya teh sopir yang nganterin barang. Saya mau tanya ke Juragan Kevan. Apa rute kita cuma sekitar kota Tango atau ke luar kota? Terus, atuh kita sendiri gitu kayak yang dulu-dulu? Atau kumaha?"Beberapa pria yang duduk bersama Engkos angguk-angguk. Rupanya mereka sesama sopir yang dulunya bekerja di pabrik rokok Abbas 99."Gini, Mang Engkos. Aku ada rencana mau jual rokok ke luar kota Tango bahkan sampai ke luar pulau Pearl. Jadi, buat tim distributor bukan cuma sopir aja, tapi ada keneknya."Engkos terlihat kurang puas dengan jawaban Kevan. Dia kembali bertanya, "Apa uang bensin kita pasti sesuai sama jarak, Juragan? Karena yang udah-udah kita atuh nombok. Gajian bukannya seneng, tapi abis buat nombok. Merana pisan jadi sopir, atuh mending kita jadi buruh pabrik. Iya nggak, kawan-kawan?"Engkos meminta pendapat dari teman-temannya sesama sopir. Mereka pun mengangguk. "Iya, Juragan Kevan. Kita teh sebenernya was-was balik kerja j
Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Kevan. Semua orang menoleh ke arah pintu yang masih tertutup rapat."Saya akan buka pintunya, Tuan," kata Omar sembari bangun."Itu pasti Glen dan Gauche. Suruh mereka masuk, Omar!" perintah Kevan. "Ya, Tuan."Omar membukakan pintu. Benar saja dugaan Kevan. Glen dan Gauche berdiri di depan pintu dengan napas terengah-engah. "Masuk aja!" seru Omar begitu keduanya melihat Omar."Kamu siapa?" tanya Glen. Dia baru sekali ini bertemu Omar."Dia Omarーanak buah Kevan," ujar Gauche. "Kamu belum pernah ketemu, ya?"Glen menggeleng. "Kevan sekarang punya anak buah?" tanya Glen lagi. "Iya, dia kan sekarang udah kaya. Dia udah punya bisnis sendiri. Ya ... ini bisnis Kevanーpabrik rokok.""Oh, jadi Kevan udah beli pabrik rokok Pak Gunawan? Aku baru tahu, Bang," ujar Glen lagi, dia rupanya masih penasaran dengan Kevan."Udah diem!" tegur Gauche. "Nanti aja tanya-tanya tentang Kevan kalo udah nggak ada orang lain!""Siap, Bang."Glen diam saat be
Kevan tertawa, "Ha! Ha! Ha! Nggak, Bang.""Terus?" tanya Gauche semakin penasaran. "Terus, kamu mau ngapain ke pom bensin?"Kevan mengubah posisi duduknya. Dia menyilangkan kaki kanannya."Jadi, aku udah minta data armada mobil ke Novira. Terus, aku akan sodorkan kerja sama dengan pom bensin di seberang jalan. Aku akan bayar perbulan untuk bensin semua armada. Gitu loh!"Semua orang tidak habis pikir dengan isi otak Kevan. Gunawan sendiri tidak pernah memikirkan hal serupa."Armada pengiriman barang, Van?" tanya Gunawan. "Jadi, para sopir nggak dikasih uang bensin per mobil lag, gitu?"Kevan menggeleng. "Nggak gitu, Pak.""Kalo gitu, konsepnya kayak gimana, Tuan? Apa Anda akan turun tangan langsung?"Omar ikut bertanya. Karena tuannya tidak ada konfirmasi apapun dengannya. "Semua armada. Mulai dari pengiriman barang, para salesman, tim promotor yang kerja di luar pabrik sampai para petinggi."Semua orang menelan ludah. Pikiran Kevan telah melampaui batas Gunawan yang notabenenya adal
"Tuan Kevan nggak tahu, kalo keluarga Anda punya bisnis ruko?"Omar bertanya. Dia memergoki Kevan begitu kaget ketika memandangi gambar ruko milik keluarganya sendiri."Aku tahu. Aku nggak nyangka aja kalau Ziyad masukin ke list ruko yang aku cari."Kevan menjawab pertanyaan Omar sambil membaca-baca keterangan yang tertera di bawah gambar."Hanindra Exclusive View." Kevan membaca nama ruko milik keluarganya. Dia menahan napas ketika membaca kalimat berikutnya."Ruko 4 lantai dengan luas tanah 70 meter persegi dan lebar bangunan 337 meter persegi." Kevan mengambil rokok di laci meja, lalu membakarnya. Melihat asap rokok menggumpal di udara, Omar lantas beranjak membuka jendela yang berada di belakang Kevan."Oke, cukup menarik," gumam Kevan setelah melihat desain interior ruko tersebut.Kevan melihat Omar sudah kembali duduk di hadapannya. Dia bertanya, "Seberapa tau kamu tentang Hanindra Exclusive View?" Omar mencoba mengingat semua properti keluarga Hanindra di kota Baubau, pulau
"Bagus!" pekik Kevan begitu melihat Raymond selesai tanda tangan. Dia tersenyum puas."Jadi, kamu sekarang pemilik pabrik rokok yang terkenal itu, Van? Apa yang bisa aku bantu? Bilang aja!"Glen dan Omar hanya diam memperhatikan setiap gerak-gerik Raymond. "Omar, periksa dokumennya! Pastiin kecoak ini nggak nipu aku!"Kevan memberikan dokumen yang sudah ditandatangani Raymond kepada Omar. Dia menatap Raymond."Aku nggak berani nipu kamu, Van," kata Raymond. "Gimana pun juga, kamu udah banyak bantu hidup aku.""Kalo gitu, aku mau anak buah kamu jaga pabrik aku! Terus, jangan pernah cari masalah sama semua karyawan aku!"Raymond menggeser kursinya mendekati Kevan. Wajahnya berubah masam."Aku nggak berani, Van. Aku akan utus anak buah buat jagain pabrik kamu."***Sekarang, Kevan sudah berada di pabrik rokok. Dia duduk di dalam ruang kerja bersama Glen, Omar dan Gauche. "Habis ini, Bang Gauche dan Glen kumpulin sopir dan kernet!" perintah Kevan.Kevan menyerahkan selembar kertas kepad
Omar berbisik, "Tuan, kenapa Pak Adnan ke sini? Anda hubungi dia?" Kevan hanya tersenyum. Dia mengajak Adnan duduk bersamanya. Adnan tidak sendiri. Dia datang bersama dua pria lainnya. "Van, ini orang-orang yang aku bilang tempo hari." Adnan menepuk paha Kevan. Kevan mengangguk. "Oke, Pak." Kevan menatap dua pria asing. Dia mengulurkan tangannya. "Halo! Saya Kevan Hanindra. Makasih udah bersedia dateng ke sini."Kedua pria itu bersalaman dengan Kevan. Mereka saling melemparkan senyum, terkecuali Kevan."Robby Wiguna," ucap pria kurus berkacamata yang diperkirakan berusia awal tiga puluhan."Rusni Huda," kata pria berambut hitam dengan potongan rapi.Kevan melanjutkan rapat hingga satu jam ke depan. Setelah selesai rapat, Kevan mengajak kedua pria asing kenalan Adnan untuk bicara tertutup di ruang kerjanya didampingi oleh Omar. Sedangkan Adnan sudah pulang terlebih dahulu karena akan pergi ke pulau Orion untuk bekerja di HHC.Sesuai dengan kesepakatan, Kevan sanggup membayar gaji Ro
Kevan: Terus, suasana di depan gimana? Berisik nggak, Bim? Aku nggak mau Cia denger suara gaduh.Kevan membalas pesan Bima. Sesekali dia menoleh ke arah ranjang di mana Ciara duduk di atasnya. Bima: Nggak, Van. Tuan dan Nyonya ngomong sama debt kolektornya di depan rumah. Jadi kemungkinan besar Nona nggak akan bisa denger. Bima: Makanya jangan sampai Nona Cia ke balkon dan lihat semuanya dari atas sana. Bisa gawat!Usai membaca dua pesan masuk dari Bima, akhirnya Kevan mengerti. Dia buru-buru membalasnya.Kevan: Oke. Aku ke halaman belakang sekarang.Kevan menyimpan ponsel bututnya di saku celana. Lalu, kembali menghampiri Ciara. "Kamu masih mau baca buku? Gimana kalo bacanya sambil berjemur di ayunan? Mau, nggak?"Ciara menggeleng. "Nggak mau. Aku mager.""Aku gendong, mau?" tanya Kevan sambil tersenyum. "Yuk, sini naik ke punggung aku!"Ciara yang penurut, akhirnya mengikuti kemauan Kevan. Dia naik ke punggung Kevan sambil memegang buku. ***"Kak, aku mau susu," ujar Ciara manja