"Diem kamu, Kevan!" pekik Miguel. Dengan wajah muram, Miguel menatap Kevan. Ciara yang tidak paham apa-apa hanya diam melihat Kevan dan Miguel saling membalas."Bim, jauhi Nona Ciara dari sini!" seru Kevan. "Kamu nggak ada hak nyuruh-nyuruh kayak gitu! Aku ini Tunangan Cia. Aku yang lebih pantes dan berhak atas hidupnya."Kevan tersenyum sinis. Dia melirik Bima. "Sekarang, Bim!" serunya lagi. "Nggak bisa!" teriak Miguel. "Cia, cepet tanda tangan berkasnya! Aku ini bakal jadi Suami kamu. Aku wali yang sah sampai kamu berusia 21 tahun nanti."Kevan tidak bisa menahan hasrat ingin memukul Miguel. Namun, dia tidak akan melakukannya di depan Ciara. Kevan mendorong Miguel ketika pria itu ingin menarik tangan Ciara. Miguel kehilangan keseimbangan. "Kurang ajar!" Miguel memaki Kevan. "Kamu itu cuma kacung di sini! Sebentar lagi, aku akan jadi majikan kamu. Di mana rasa hormatmu padaku, Van?!"Kevan melirik Bima dan Ciara. "Bim, bawa Nona ke kamarnya sekarang!" Lalu, Kevan melirik Ciara.
"Ah, inilah gunanya kalo kamar ada di lantai bawah. Aku nggak perlu jauh-jauh gendong kamu, Cia," ucap Kevan lembut. Dia tersenyum memandangi wajah Ciara yang tertidur di gendongannya.Kevan telah sampai di kamar master lantai bawah yang telah dipersiapkan untuk Ciara. Kevan membaringkan tubuh Ciara dengan lembut di atas ranjang besar yang mewah. Bima dan Ziyad memperhatikan Kevan tanpa berbicara. Mereka tidak ingin membangunkan Ciara. Kemudian, Kevan menyelimuti Ciara. "Kamar ini lebih mewah dari kamar Nona Ciara, Van!" puji Bima. Erisa dan Lily datang. Mereka berdiri di pintu. "Van!" panggil Erisa. Kevan menoleh ke arah pintu. "Masuk aja, Dok!" serunya dari dalam. Erisa dan Lily berjalan masuk. Mereka melihat dekorasi interior kamar master dengan terkagum-kagum. "Ini kamar utama untuk Nona Ciara. Di sana ada perlengkapan yang dibutuhin Nona!" Kevan menunjuk berbagai macam peralatan jantung yang dibelinya beberapa hari silam. "Di rak hitam, ada obat-obatan untuk jantung dan
"Astaga!" pekik Kevan, dia berhenti di depan pintu masuk utama.Kevan melihat bagian depan rumah keluarga Darwin terdapat tulisan disegel dari pihak bank. Kevan shock. Kevan menatap Ismail. Dia bertanya, "Mang, ini kapan ditempelnya? Kayaknya tadi pagi nggak ada.""Tadi itu, Van, pas orang bank pada dateng. Mereka juga udah sita tiga mobil mewah dan dua motor gede Tuan Rudi. Jadi sekarang, Tuan dan Nyonya nggak punya kendaraan sama sekali."Kevan mengelus dada. Dia memutar otaknya guna mencari solusi untuk kedua majikannya. "Terus, tadi Nyonya manggil tukang perhiasan ke sini. Dia jual semua perhiasannya, termasuk koleksi emas batangan, dan berlian."Jantung Kevan berdebar kencang. Dia tidak tahan dengan kondisi keluarga Darwin saat ini. "Astaga, Mang!" pekik Kevan lagi. "Sekarang, aku mau ke dalam ketemu Tuan dan Nyonya. Mamang dan Mbak Yuyun siapin barang-barang ikut aku pindah dari sini!"Wajah Ismail memelas. "Pindah ke mana, Van? Tuan udah nggak punya apa-apa lagi. Vila juga ud
"Kakak dari mana?" tanya suara lembut Ciara. Tidak lama, senyumnya mengembang saat melihat sosok kedua orang tuanya. "Mami! Papi!" Ciara berseru memanggil kedua orang tuanya. Dia tersenyum sumringah. Kevan berdiri di sisi kiri ranjang. Dia membiarkan Felicia dan Rudi memeluk anaknya. 'Sial! Aku lupa bilang supaya nggak ungkit masalah rumah yang disita bank,' keluh Kevan dalam hati. 'Aku nggak mau Cia kepikiran.'"Mami sama Papi kok di sini? Bosen ya di rumah? Apa kangen sama aku?"Ciara yang polos bertanya dengan raut wajah memerah. "Rumah kitaー""Nyonya sama Tuan pingin marahin anaknya yang nakal karena mogok makan," celetuk Kevan sambil melangkah mendekati mereka. "Iya kan, Nyonya? Tuan?"Kevan mengangguk ketika Felicia dan Rudi menatapnya. Kevan juga melihat Ciara cemberut."Ihhh, apaan sih?" keluh Ciara. "Lagian siapa suruh Kakak pergi nggak bilang-bilang aku?!"Felicia tersenyum. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya saat mendengar suara Ciara. Karena memang anakn
'Ah, sial! Cia bikin aku nggak fokus aja!' seru Kevan di dalam hati. "Tuan, kalo Nona Ciara risih sama kehadiran saya, mendingan saya ke luar aja dari sini. Gimana, Tuan?"Ziyad tidak enak hati dengan Ciara. Tatapan Ciara yang tajam membuat Ziyad berpikir kalau gadis itu galak. "Nggak," jawab Kevan ketus. "Cia, Ziyad di sini buat jadi saksi kita malam ini. Aku rasa kamu paham.""Saksi? Memang kita mau nikah sekarang, Kak?" Kevan mencoba bersabar menghadapi Ciara yang lugu dan kekanak-kanakan. "Kamu mau nikah sekarang, Ciul?" Kevan bertanya balik."Aku kan tanya kamu. Kenapa jadi kamu tanya aku, sih?" Lagi, Ciara protes. Kevan tertawa. Dia mengusap lembut rambut Ciara. Kedua matanya berbinar bahagia saat bersama Ciara. "Ziyad, mana dokumennya?" tanya Kevan sambil menengadahkan tangan kepada sang asisten."Ini, Tuan." Ziyad memberikan dokumen agak tebal kepada Kevan. Ciara menatap keduanya. "Ciul, simpen nih!" seru Kevan. Dia memberikan dokumen di tangannya kepada Ciara. "Dokume
"Ayo!" Kevan melangkah masuk ke kantor Hanindra Dreamland dengan gagah. Di belakangnya, Ziyad, Putra dan Rozak mengikuti.Begitu sampai di lobi, dia melihat dua resepsionis wanita. Satu diantaranya sedang make up dan satunya lagi sedang sibuk di depan layar komputer."Erina, kamu udah selesai make up? Kalo udah, bantu aku bawa paketan ini ke Pak Danny, ya! Aku masih harus masukin data kemarin ke komputer. Kamu kenapa kemarin nggak kerjain sih?""Aduh, Ayu! Kamu berisik banget!" tegur Erina. "Kamu itu junior. Sedangkan aku senior kamu. Kok kamu berani suruh-suruh aku, sih?!" Ayu hanya menggeleng. "Ya udah kalo kamu nggak mau, nggak usah bentak-bentak gitu! Nanti aku aja yang ke ruangan Pak Danny."Kevan mendengar Ayu mengalah. Dia hanya geleng-geleng. "Eh kamu tau, Ayu? Aku tuh pagi ini tampil beda. Aku sengaja make up tebal kayak gini karena kamu tau, kenapa?" Erina bertanya dengan raut wajah gembira. Ayu terlihat enggan menanggapi. Namun demi menghindari perdebatan panjang dengan
"Pak Danny!" teriak Erina. Wajahnya pucat pasi. "Bapak bilang cuma cinta sama aku. Aku rela kasih keperawanan demi Bapak. Terus, sekarang apa?"Erina menangis. Dia kecewa dengan tingkah Danny yang ternyata adalah seorang playboy.Kevan terkejut mendengar pengakuan Erina yang terang-terangan. Namun, dia buru-buru bersikap santai.Sebagai teman satu divisi, Ayu kaget bukan main. Dia mengguncang bahu Erina."Jadi, kamu sombong selama ini karena merasa sudah berhasil tidur sama Pak Danny? Dan kamu pikir, dia cinta sama kamu?"Erina diam. Dia sibuk mengusap air matanya. "Aku nggak nyangka, kamu main cara kotor kayak gitu, Erin," lanjut Ayu. Karyawan yang berada di dekat ruang kerja Danny berhamburan datang. Mereka terkejut mendengar teriakan Erina."Erin, ternyata kamu jalang!" tuding seorang karyawan wanita berambut ikal. "Kesombongan kamu dibayar tunai hari ini.""Seorang senior divisi resepsionis udah jual keperawanan demi posisi aman.""Eh iya, pantas kamu bisa bertahan kerja di sini
"Kamu liat sendiri, kan? Aku dan Angel juga dipecat. Gimana aku bisa bantu kamu, Erin?"Danny berkata dengan nada tinggi kepada Erina. Semua orang mencemooh mereka. "Lagian kamu dan aku nggak ada hubungan apa-apa. Sana, jauh-jauh dari aku!"Danny mendorong Erina. Dia menatap Angel yang berdiri di belakangnya."Pak Rozak, pastiin mereka bertiga keluar dari gedung ini 30 menit dari sekarang!" perintah Kevan."Siap, Tuan Kevan!" seru Rozak bersemangat."Hei, kalian bertiga!" panggil Fadhli. "Cepat beresin semua barang kalian dan angkat kaki dari sini!""Tapi, Pak, gimana sama gaji kami?" tanya Angel. "Bapak harus bayar gaji kami!""Bayar aja sesuai dengan hari kerja mereka, Pak!" seru Kevan. "Karena mereka berhenti dengan cara nggak hormat, jadi nggak ada tunjangan apapun lagi."Semua orang menelan ludah dengan susah payah. Mereka diam mendengarkan seruan Kevan.Usai berkata, Kevan pergi dari sana. Ziyad dengan sigap mengikuti langkah Kevan. Begitu juga dengan Fadhli.Namun begitu sampa