Naka tengah duduk di kursi, sedangkan Orin berbaring di ranjang periksa, dokter kandungan tampak tengah mengarahkan sebuah alat mirip mikropon di perut Orin, dan terlihat layar monitor tidak berwarna menunjukkan bagian-bagian dari perut Orin, yang Naka sendiri malah bingung melihatnya.“Lihat, yang seperti biji kacang itu, itu janinnya,” kata Dokter Heni“Janin?” tanya Naka“Ya, anak Pak Naka sudah berumur 4 minggu didalam kandungan Bu Orin,” jawab Dokter Heni.“Maksudnya, istri saya hamil?” tanya Naka“Betul, selamat ya!” seru Dokter Heni, “Apa yang anda rasakan saat ini?”“Hanya pusing saja dan sedikit mual,” jawab Orin masih dengan suara lemah.“Itu biasa terjadi dikehamilan trimester pertama,” kata Dokter Heni, “Yang penting jangan sampai telat makan, cukup makan makanan bergizi, buah dan sayur, minum vitamin, juga susu ibu hamil.
Naka langsung masuk ke dalam rumah dan bergegas menuju kamarnya, terlihat sang istri tengah menangis sesunggukan di pinggiran ranjang.“Hei, Sayang…. kamu kenapa?” tanya Naka sambil menggenggam jemari Orin.“Abang, kenapa bohong sama aku!?” seru Orin“Bohong, bohong soal apa?” Naka tampak kebingungan, dia takut jika Orin tahu kalau selama ini Naka sudah menyembunyikan identitasnya, “Abang nggak nyembunyiin apapun dari kamu, Sayang. Dan belum saatnya kamu tahu semuanya.”Orin langsung berhenti menangis, menatap suaminya karena merasa aneh dengan ucapan sang suami yang baru saja dia ucapkan.“Apanya yang belum saatnya aku tahu?” tanya Orin“Ehm, itu…. Jenis kelamin anak kita,” jawab Naka sekenanya sambil garuk-garuk kepala.“Itu kan emang kita harus USG lagi nantinya, Bang!” seru Orin“Lalu kenapa kamu nangis?” tanya Naka
Naka sudah tidak bisa berkata-kata lagi, akhirnya dia membelokkan mobilnya menuju bandara, dengan Orin tetap ikut karena sudah marah karena tiba-tiba suaminya ditelepon oleh seorang wanita yang Orin tidak kenal.“Sayang, Michi itu anak tirinya Mommy Daniah,” kata Naka, “Ups!”“Kok kamu jadi ikut-ikutan manggil Mommy?” tanya Orin“Eh, keceplosan, sayang,” jawab Naka sambil menepuk bibirnya sendiri.“Bang, kamu itu kenapa dari kemaren-kemaren seperti orang salah tingkah terus!” omel Orin, “Sebenarnya ada apa!? Jawab!”“Enggak, Enggak ada apa-apa,” balas Naka justru semakin gugupMereka akhirnya tiba dibandara, dan seorang gadis cantik berdarah Jepang China tampak berlarian sambil melambaikan tangan dan langsung menabrak Naka meloncak kepelukan pria itu, membuat Orin langsung melotot tidak percaya.“Haihhh!! Siapa kamu! Enak aja main peluk-peluk sua
Naka sudah tidak bisa berkata-kata lagi, akhirnya dia membelokkan mobilnya menuju bandara, dengan Orin tetap ikut karena sudah marah karena tiba-tiba suaminya ditelepon oleh seorang wanita yang Orin tidak kenal.“Sayang, Michi itu anak tirinya Mommy Daniah,” kata Naka, “Ups!”“Kok kamu jadi ikut-ikutan manggil Mommy?” tanya Orin“Eh, keceplosan, sayang,” jawab Naka sambil menepuk bibirnya sendiri.“Bang, kamu itu kenapa dari kemaren-kemaren seperti orang salah tingkah terus!” omel Orin, “Sebenarnya ada apa!? Jawab!”“Enggak, Enggak ada apa-apa,” balas Naka justru semakin gugupMereka akhirnya tiba dibandara, dan seorang gadis cantik berdarah Jepang China tampak berlarian sambil melambaikan tangan dan langsung menabrak Naka meloncak kepelukan pria itu, membuat Orin langsung melotot tidak percaya.“Haihhh!! Siapa kamu! Enak aja main peluk-peluk sua
Naka membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, sementara Reiji dan 4 anak buahnya mengikuti mobil Naka dengan mobil lain. Selama dalam perjalanannya, Naka terus mengajak Orin berbicara, terlihat dari sambungan video call Orin tampak ketakutan sekali.“Sayang, kamu mendengar apa lagi?” tanya Naka, “Papi dan Mami dimana?”“Papi, sama Mami dan juga Indra lagi keluar, katanya pulangnya masih nanti,” jawab Orin, “Diluar hanya ada Pak Azam dan asisten rumah tangga. Ada teriakan orang mencari Papi.”“Tenang, Sayang. Sebentar lagi aku akan sampai,” kata Naka, “Pintu kamar sudah kamu kunci kan?”“Su-sudah,” balas Orin, “Aku sudah kunci pintunya, tapi jeritan asisten rumah tangga itu kasihan, Bang. Aku takut. Aku takut mereka disakiti dan dilukai.”“Tenang, abang akan segera sampai,” kata NakaNaka kembali memacu mobilnya dengan kecepatan
Anindito menarik napas panjang, lalu menceritakan bagaimana dia tahu tentang Fujitora, Daddy dari Naka. Ternyata sejak awal, Anindito tahu jika Fujitora adalah ayah kandung dari Naka, maka dari itu Anindito mempercayakan putri bungsunya pada Naka, sudah jelas-jelas bukan keturunan sembarang orang juga.“Kenapa Papi nggak cerita dari dulu?” tanya Naka“Papi nggak mau ikut campur urusan keluargamu, Naka. Akan lebih baik kamu memang mengetahuinya sendiri. Papi juga tidak bisa menebak reaksimu nanti kalau Papi sendiri yang cerita sama kamu soal siapa keluargamu yang sebenarnya,” jawab Anindito.“Jadi, suamiku ini dari keluarga mafia?” tanya OrinAnindito menganggukkan kepalanya, begitu juga Naka. Orin tentu saja masih tidak percaya, jika dulu menentang keras pernikahannya dengan Naka yang notabene hanyalah bodyguard, maka sekarang keadaan berbalik, Naka seorang anak mafia, sekaligus pemegang beberapa perusahaan dibawah keku
Naka terkejut melihat Orin masuk ke dalam ruangannya dengan wajah cemberut, ditambah membanting pintu, sudah dipastikan wanita hamil itu sedang dalam mode marah.“Sayang…. Kesini kok nggak bilang-bilang?” tanya Naka sambil bangkit dari duduknya, dan menyambut sang istri dengan kecupan hangat dikeningnya.“Kalau aku nggak kesini, pasti kamu sedang senang-senang dengan sekretaris seksimu itu!” jawab Orin“Hah!? Apa maksudnya?” tanya Naka, “ Sekretaris yang mana?”“Sekretarismu hanya satu Tuan Muda Naka, anda nggak sedang amnesia kan?!” cibir Orin sambil melangkah, duduk di sofa.“Maksudmu Alena?” Naka menyusul istrinya duduk disofa, “Kamu cemburu pada Alena?” “Istri mana yang tidak cemburu melihat suaminya setiap hari ditemani wanita seksi ketika bekerja!?” sembur Orin dengan nada jengkel“Astaga! Aku bukan laki-laki yang suka menikmati tubuh wanita, sayang,” balas Naka. Naka paham ibu hamil satu ini sedang dalam mode merajuk. Usia saja boleh lebih tua, tapi secara kedewasaan, jelas Na
Naka nyaris limbung ketika melihat siapa yang datang. Siapa lagi kalau bukan Bayu, laki-laki yang pernah menjadi kekasih hati istrinya dimasa remaja dulu, dan Bayu adalah teman sekolah Naka. Sayangnya, karena dulu Bayu hanya main-main saja pacaran dengan Orin yang waktu itu baru saja selesai kuliah, membuat Orin meninggalkan Bayu. Tetapi mereka tetap berteman baik hingga sekarang. Jika dulu Naka akan cuek saja setiap kali Bayu main bersama Orin, maka berbeda dengan sekarang. Ada rasa tidak rela Orin jalan bersama pria itu.“Lama nggak ketemu, ternyata jodohmu sahabatku sendiri,” kata Bayu sambil terkekeh, “Naka nyebul kamu berapa kali sehari sih! Sampai udah nyembul aja perutmu!”“Hisss!!! Ini sih bukan disebul! Tapi dibuat melendung pakai pompa dia,” balas Orin ikut tertawa“Ka! Diem aja!” seru Bayu sambil menabok lengan pria itu“Sakit, Bay!” balas Naka sambil mengusap lengannya, “Ngapain kamu kesini?”“Lah dia lupa, kan kita ada kerja sama bisnis, tadinya aku kira bosnya siapa, eh