"Wah." Kali ini Jhon tertarik. Ia sangat membenci Sky. Jadi ia juga menginginkan kematian Sky."Lakukan sesukamu, sayang. Aku akan mendukung."Selang satu detik.Kaca mobil dibuka sepenuhnya. Tubuh kecil Aleta menjulur keluar. Semua orang di depan rumah megah; termasuk Sky, dibuat terbelalak, disusul kalang kabut merogoh saku masing-masing.Telat!Aleta bergerak tiga puluh detik lebih cepat dari mereka. Mulut pistol yang berhasil diambil diarahkan ke semua orang.DorrrPeluru berdesing. Tembakan pertama yang ia lepas sukses men
"Sudah." Jhon beranjak menegakkan punggung. "Ayo bangun dan pergi da—" Ucapan pria itu menggantung. Ia terbelalak mendapati darah merembes pada pakaian Aleta, dan pada tangannya sendiri."Aleta!!!"Jhon panik luar biasa. Kontan ia mengangkat pundak lurus gadis itu. Begitu wajahnya dan wajah Jhon saling berhadapan. Air mata Jhon seketika bercucuran tanpa ampun."Aleta!" Dengan isak tangis menyayat hati, ia merangkul gadis itu erat-erat."Aleta!" sebutnya seiring dengan tangisan yang mulai menyeruak sampai luar.Tangisan Jhon berhasil memancing perhatian Sky yang tengah mencongkel peluru pada lengannya.
"Menyerah atau mati ditempat!"***Terlambat!Louison telah kehabisan kesempatan. Pria itu tak bisa lolos dari yang sudah-sudah.Kedua polisi memborgol kedua tangan Louison. Saat seperti ini, mereka dapat merasakan kesedihan mendalam pria itu."Cepat bawa dia!" Perintah Rockie, anggota kepolisian yang dibuat jatuh hati oleh Aleta.Kedua polisi membawa Louison. Secara otomatis, mereka melewati Jhon yang tengah merangkul Aleta. Bulir-bulir bening Louison membrondong deras seiring dengan dadanya yang naik turun."Mr Jhon, mari baw
"Kau dimana, Jhon?" Tanya Markus dari seberang sana. "Kalian sudah lolos dari Ayahku?"Bukannya menjawab pertanyaan Markus, Jhon justru terisak-isak hingga Markus menatap layar ponselnya sendiri."Ini nomor Jhon tapi kenapa anak kecil yang menerima?" batin Markus, menyangka suara di seberang sana adalah suara anak kecil lantaran suaranya kecil nyaris tidak terdengar."Jhon." Markus memanggil. "Jhon!"Setelah beberapa saat, barulah Jhon menyahut dengan suara parau. "Ya, aku disini."Markus menghembus nafas panjang_lega."Kau dimana?" Tanyanya kemudian.Jhon mengarahkan pandangan ke pintu UGD. Lampu operasi masih menyala. Sambil menyeka air mata ia menjelaskan, "Ayahmu sudah ditangkap Kepolisian Moskow. Gantinya, Aleta terluka parah. Sekarang ada di rumah sakit tak jauh dari rumah Ayahmu."Hening.Markus tak menjawab, Jhon juga tak melanjutkan.Selang setengah menit, Markus tiba-tiba membalas, "Baiklah. Tunggu aku. Aku akan kesana dalam waktu setengah jam."Jhon mengangguk. Panggilan di
Memasuki jam berikutnya, lampu operasi dimatikan. Tak berselang lama, pintu ruangan dibuka, disusul keluarnya Dokter pria berkacamata dengan setelan pakaian operasi serba hijau.Ketiga pria pengagum Aleta seketika beranjak mengangkat bokong. Salah seorang dari mereka, yakni Jhon Christy, lantas menghampiri si Dokter dengan kepanikan yang belum berakhir."Bagaimana, Dok?" Tanya Jhon.Dokter memperhatikan wajah-wajah mereka sejenak. Sesudahnya ia bertanya. "Siapa dari kalian yang menjadi wali pasien?"Jhon mengajukan diri. "Saya, Dok.""Ayo ikuti saya!" Dokter memerintah sebelum dirinya melangkah lebih dulu. Jhon pun mengekor, sementara Markus dan Rockie tetap di tempat.Jhon dibawa masuk ke ruangan Dokter. Disana ia dan Dokter itu duduk saling berhadap-hadapan.Supaya perasaan Jhon lebih tenang sedikit, Dokter sengaja tidak langsung mengatakan intinya. Pria itu menanyakan beberapa hal yang ringan terlebih dahulu."Jadi kau yang selalu pasien sebut."Jhon agak kaget mendengar itu."Sela
Suara khas rumah sakit menyambut kedatangan Jhon. Memandang Aleta terbujur bagaikan mayat di brankar rumah sakit, seluruh energi Jhon bagai luruh digerus badai. Langkah pria itu tampak gontai. Kedua lututnya seakan mati rasa. Ia begitu susah payah menghampiri satu-satunya wanita yang begitu dicintainya itu.Setelah teramat dekat, ia menarik kursi dan ia menghempaskan bokong."Aleta Louison," panggil Jhon membisik.Aleta belum siuman. Kedua kelopak matanya mengatup rapat. Keganasan yang biasa Jhon temukan, kini laksana sirna ditelan badai. Wajah sangar itu berubah tanpa ekspresi. Tanpa ekspresi!!!Jhon lantas meraih pergelangan tangan Aleta. Punggung tangannya ia kecup berkali-kali, diikuti luruhnya air mata menjadi-jadi meski tanpa suara."Demi dirimu, aku rela melakukan apapun, Aleta! Aku mohon! Cepatlah sadar! Cepatlah membaik, Sayang."Dari celah pintu, rupanya Markus mengintip sahabatnya tersebut. Namun, itu hanya beberapa saat. Markus kemudian balik badan, mendaratkan bokong pad
Gadis itu mampu mengenali Markus. Ia dalam hati mengumpat, "Sialan! Kenapa bajingan ini datang?"Markus tampak bingung. Ia melihat ke segala arah secara acak tapi pada akhirnya ia menyeret kursi lalu duduk agak berjarak dari posisi Aleta."Bastard! Kenapa duduk juga? Pergi sana, Sialan!" batin Aleta.Markus memberanikan diri menatap wajah Aleta. Dan ya! Sorot tajam bola matanya menunjukkan kalau ia teramat tidak menyukai kehadiran Markus. Sialnya, Markus enggan pergi."Demi apapun, aku sangat merindukanmu," bisik Markus, berharap Aleta menepis semua kesalahan masa lalunya, "aku … aku tahu di masa silam, aku sebagai kakak sangat tidak berguna. Aku bukannya melindungimu, malah …"Masa lalu itu tidak ingin Aleta ingat. Ia terlalu jijik. Bagus dulu Ayahnya membuat ia lupa tapi sekarang ia telah ingat kembali, karena biar seburuk apapun, itu adalah kenangan yang tersimpan di salah satu ruang otaknya. "Aku minta maaf, Aleta," lanjut Markus setelah kalimatnya sempat tercekat atas pikiran se
Hari berlalu.Kondisi Aleta belum kembali ke semula sama sekali tapi setidaknya wanita bengis itu sudah siuman. Ini jauh lebih cukup bagi Jhon.Satu pekan setelah Aleta siuman, Dokter menyarankan Jhon membawa Aleta pulang tapi dengan satu syarat, yakni tetap melakukan pengobatan dan terapi rutin pada Aleta.Tentu saja Jhon setuju. Dia dan Markus membawa Aleta pulang ke homestay! Lucu. Aleta memiliki rumah bak istana milik Ayahnya tapi semua telah diambil alih pihak berwajib. Bagusnya, dia masih punya Kakak kandung yang punya uang. Dengan uang itulah, Aleta memiliki tempat tinggal sementara di homestay. Homestay bukan masalah buat Aleta. Dia terlihat terima-terima saja. Namun, ada satu masalah yang membuat dia khawatir. Itu kotak harta karun milik Ayahnya, yang dia curi dan kubur di bawah pohon, atau tepatnya di sisi para mayat tak berguna; bagi Louison.Aleta memikirkan semua harta yang bisa dia pakai untuk hidup mewah selama tujuh tahun itu. Sungguh! Karena itu pula wajahnya tampak