Memasuki jam berikutnya, lampu operasi dimatikan. Tak berselang lama, pintu ruangan dibuka, disusul keluarnya Dokter pria berkacamata dengan setelan pakaian operasi serba hijau.Ketiga pria pengagum Aleta seketika beranjak mengangkat bokong. Salah seorang dari mereka, yakni Jhon Christy, lantas menghampiri si Dokter dengan kepanikan yang belum berakhir."Bagaimana, Dok?" Tanya Jhon.Dokter memperhatikan wajah-wajah mereka sejenak. Sesudahnya ia bertanya. "Siapa dari kalian yang menjadi wali pasien?"Jhon mengajukan diri. "Saya, Dok.""Ayo ikuti saya!" Dokter memerintah sebelum dirinya melangkah lebih dulu. Jhon pun mengekor, sementara Markus dan Rockie tetap di tempat.Jhon dibawa masuk ke ruangan Dokter. Disana ia dan Dokter itu duduk saling berhadap-hadapan.Supaya perasaan Jhon lebih tenang sedikit, Dokter sengaja tidak langsung mengatakan intinya. Pria itu menanyakan beberapa hal yang ringan terlebih dahulu."Jadi kau yang selalu pasien sebut."Jhon agak kaget mendengar itu."Sela
Suara khas rumah sakit menyambut kedatangan Jhon. Memandang Aleta terbujur bagaikan mayat di brankar rumah sakit, seluruh energi Jhon bagai luruh digerus badai. Langkah pria itu tampak gontai. Kedua lututnya seakan mati rasa. Ia begitu susah payah menghampiri satu-satunya wanita yang begitu dicintainya itu.Setelah teramat dekat, ia menarik kursi dan ia menghempaskan bokong."Aleta Louison," panggil Jhon membisik.Aleta belum siuman. Kedua kelopak matanya mengatup rapat. Keganasan yang biasa Jhon temukan, kini laksana sirna ditelan badai. Wajah sangar itu berubah tanpa ekspresi. Tanpa ekspresi!!!Jhon lantas meraih pergelangan tangan Aleta. Punggung tangannya ia kecup berkali-kali, diikuti luruhnya air mata menjadi-jadi meski tanpa suara."Demi dirimu, aku rela melakukan apapun, Aleta! Aku mohon! Cepatlah sadar! Cepatlah membaik, Sayang."Dari celah pintu, rupanya Markus mengintip sahabatnya tersebut. Namun, itu hanya beberapa saat. Markus kemudian balik badan, mendaratkan bokong pad
Gadis itu mampu mengenali Markus. Ia dalam hati mengumpat, "Sialan! Kenapa bajingan ini datang?"Markus tampak bingung. Ia melihat ke segala arah secara acak tapi pada akhirnya ia menyeret kursi lalu duduk agak berjarak dari posisi Aleta."Bastard! Kenapa duduk juga? Pergi sana, Sialan!" batin Aleta.Markus memberanikan diri menatap wajah Aleta. Dan ya! Sorot tajam bola matanya menunjukkan kalau ia teramat tidak menyukai kehadiran Markus. Sialnya, Markus enggan pergi."Demi apapun, aku sangat merindukanmu," bisik Markus, berharap Aleta menepis semua kesalahan masa lalunya, "aku … aku tahu di masa silam, aku sebagai kakak sangat tidak berguna. Aku bukannya melindungimu, malah …"Masa lalu itu tidak ingin Aleta ingat. Ia terlalu jijik. Bagus dulu Ayahnya membuat ia lupa tapi sekarang ia telah ingat kembali, karena biar seburuk apapun, itu adalah kenangan yang tersimpan di salah satu ruang otaknya. "Aku minta maaf, Aleta," lanjut Markus setelah kalimatnya sempat tercekat atas pikiran se
Hari berlalu.Kondisi Aleta belum kembali ke semula sama sekali tapi setidaknya wanita bengis itu sudah siuman. Ini jauh lebih cukup bagi Jhon.Satu pekan setelah Aleta siuman, Dokter menyarankan Jhon membawa Aleta pulang tapi dengan satu syarat, yakni tetap melakukan pengobatan dan terapi rutin pada Aleta.Tentu saja Jhon setuju. Dia dan Markus membawa Aleta pulang ke homestay! Lucu. Aleta memiliki rumah bak istana milik Ayahnya tapi semua telah diambil alih pihak berwajib. Bagusnya, dia masih punya Kakak kandung yang punya uang. Dengan uang itulah, Aleta memiliki tempat tinggal sementara di homestay. Homestay bukan masalah buat Aleta. Dia terlihat terima-terima saja. Namun, ada satu masalah yang membuat dia khawatir. Itu kotak harta karun milik Ayahnya, yang dia curi dan kubur di bawah pohon, atau tepatnya di sisi para mayat tak berguna; bagi Louison.Aleta memikirkan semua harta yang bisa dia pakai untuk hidup mewah selama tujuh tahun itu. Sungguh! Karena itu pula wajahnya tampak
Markus mendengar percakapan Jhon yang hanya berakhir sepihak. Pria itu menjadi sangat marah karena rupanya Jhon telah berkali-kali menyetubuhi Aleta."Jika ini terjadi berkali-kali, berarti Aleta tidak pernah menolak!" Pikir Markus.Hal itu benar. Selama berhubungan badan dengan Jhon, tidak sekalipun Aleta pernah menolak, malahan selalu menginginkan lebih.Memikirkan bagaimana tubuh indah Aleta terguncang dibawah kungkungan Jhon, atau bagaimana tubuh Aleta bergerak lincah di atas tubuh Jhon, darah Markus seketika mendidih. "Tidak!" Namun, Markus berusaha mengendalikan dirinya. Dia sadar, dia Kakak kandung dari Aleta. Mana mungkin dia bisa mendapatkan sesuatu yang seperti Jhon dapat! Di lain sisi.Jhon tersenyum menatap Aleta, seraya menyelinapkan tangannya pada dress hitam yang gadis itu pakai.Sentuhan jari-jari Jhon sangat candu untuk Aleta. Gadis itu memejamkan mata, menikmati segala sentuhan yang berlangsung. Sentuhan yang dari pangkal paha, naik ke perut, naik lagi ke dada yang
HaaaaAleta ternganga. Kedua bola matanya membulat bagai bola pimpong. Wanita itu tentu saja terkejut setelah sadar dia bisa mengatakan sesuatu. Dan untuk menguji apa yang terjadi sebelumnya bukan kesalahan, maka dia mengatakan kalimat yang sangat ingin dia sampaikan sepanjang waktu."Markus! Mati saja kamu!"Kalimat yang keluar dari mulutnya begitu jelas seperti sedia kala. Tiap sudut bibir Aleta lantas terbuka secara perlahan, dan meninggalkan senyuman serta tatapan menggoda penuh maut nya."Aku bisa bicara lagi! Akhirnya aku bisa bicara!" Aleta kegirangan. Jika tubuhnya bisa digerakkan, dia mungkin akan melompat atau langsung membunuh Markus sekalipun."Sayang sekali." Aleta menyayangkan hal tersebut. "Aku tidak bisa bangun, dan tidak bisa menendang pria sialan itu kembali ke Indonesia. Tsk! Lagi pula apa fungsinya dia disini? Tidak ada sama sekali selain merusak pemandangan!"Aleta tidak main-main. Jika dia dibuat sedikit tersinggung oleh seseorang, dia pasti akan melenyapkan sese
Jhon menegakkan punggung kemudian merapikan kaosnya beberapa saat. Dengan senyum dan tatapan meyakinkan dia berkata, "Benar, kamu satu-satunya keluarga Aleta saat ini tapi sayang sekali … Aleta bahkan enggan melihatmu meski di dunia ini keluarganya hanya sisa kamu seorang. Jika aku menjadi dirimu, maka aku akan sangat tahu malu tapi kamu … ah kurasa kamu tidak akan punya rasa malu, karena setelah melakukan hal menjijikkan sebelumnya pun, kamu masih ingin mencoba lagi."Markus melotot. Kemarahan tergambar begitu jelas. Tanpa disadari kedua tangannya mengepal, dan kemarahan di hatinya membuat dia kehilangan kendali.Dalam sekali ayunan, Markus berhasil melayangkan bogem mentahnya pada sudut bibir Jhon sehingga pria itu berakhir terdorong mundur, terbentur dinding kamar kembali.Bughh asshhh"Aku memang melakukan kesalahan dan itu cukup urusanku, bukan urusanmu!" Pekik Markus, seraya mencekik leher Jhon.Kepala Jhon sedikit terangkat. Dia kesulitan bernafas tapi dia masih bisa tersenyum
Suara itu membuat Aleta kesal. Dia spontan mendorong kepala Jhon lalu menampar pemilik suara barusan.Plakkk"Awh!" Tampak tak terima pria yang ditampar tadi, tetapi melawan Aleta sama saja menggali kuburan sendiri, jadi dia memilih melampiaskan kekesalannya pada pundak Jhon.BughhhJhon dipukul pelan. Dia menyeringai, dilanjut menyapa santai. "Kita bertemu lagi, Rik. Ngomong-ngomong tempat ini agak lain dari tempat sebelumnya."Erik. Ya! Itu dia teman kerja Jhon. Pria itu telah pindah setelah kekacauan kali terakhir. "Masuklah!" Erik berbalik dengan pintu terbuka lebar.Jhon membawa Aleta menyusul masuk kemudian pintu ditutup Aleta menggunakan kaki kanannya.BrakkkErik terkesiap. Dia menoleh. Melihat sorot mata Aleta, dia segera memalingkan wajah dan ngedumel, "Selain bisa membunuh, wanita ini bisa menghancurkan rumah kreditku."Jhon menyeringai lalu menepuk pundak Erik. "Jangan khawatir selama aku ada di sampingnya."Erik tak mengindahkan. Pikirnya, ucapan Jhon ngasal. Toh, selama