"Sudah." Jhon beranjak menegakkan punggung. "Ayo bangun dan pergi da—" Ucapan pria itu menggantung. Ia terbelalak mendapati darah merembes pada pakaian Aleta, dan pada tangannya sendiri.
"Aleta!!!"
Jhon panik luar biasa. Kontan ia mengangkat pundak lurus gadis itu. Begitu wajahnya dan wajah Jhon saling berhadapan. Air mata Jhon seketika bercucuran tanpa ampun.
"Aleta!" Dengan isak tangis menyayat hati, ia merangkul gadis itu erat-erat.
"Aleta!" sebutnya seiring dengan tangisan yang mulai menyeruak sampai luar.
Tangisan Jhon berhasil memancing perhatian Sky yang tengah mencongkel peluru pada lengannya.
"Menyerah atau mati ditempat!"***Terlambat!Louison telah kehabisan kesempatan. Pria itu tak bisa lolos dari yang sudah-sudah.Kedua polisi memborgol kedua tangan Louison. Saat seperti ini, mereka dapat merasakan kesedihan mendalam pria itu."Cepat bawa dia!" Perintah Rockie, anggota kepolisian yang dibuat jatuh hati oleh Aleta.Kedua polisi membawa Louison. Secara otomatis, mereka melewati Jhon yang tengah merangkul Aleta. Bulir-bulir bening Louison membrondong deras seiring dengan dadanya yang naik turun."Mr Jhon, mari baw
"Kau dimana, Jhon?" Tanya Markus dari seberang sana. "Kalian sudah lolos dari Ayahku?"Bukannya menjawab pertanyaan Markus, Jhon justru terisak-isak hingga Markus menatap layar ponselnya sendiri."Ini nomor Jhon tapi kenapa anak kecil yang menerima?" batin Markus, menyangka suara di seberang sana adalah suara anak kecil lantaran suaranya kecil nyaris tidak terdengar."Jhon." Markus memanggil. "Jhon!"Setelah beberapa saat, barulah Jhon menyahut dengan suara parau. "Ya, aku disini."Markus menghembus nafas panjang_lega."Kau dimana?" Tanyanya kemudian.Jhon mengarahkan pandangan ke pintu UGD. Lampu operasi masih menyala. Sambil menyeka air mata ia menjelaskan, "Ayahmu sudah ditangkap Kepolisian Moskow. Gantinya, Aleta terluka parah. Sekarang ada di rumah sakit tak jauh dari rumah Ayahmu."Hening.Markus tak menjawab, Jhon juga tak melanjutkan.Selang setengah menit, Markus tiba-tiba membalas, "Baiklah. Tunggu aku. Aku akan kesana dalam waktu setengah jam."Jhon mengangguk. Panggilan di
Memasuki jam berikutnya, lampu operasi dimatikan. Tak berselang lama, pintu ruangan dibuka, disusul keluarnya Dokter pria berkacamata dengan setelan pakaian operasi serba hijau.Ketiga pria pengagum Aleta seketika beranjak mengangkat bokong. Salah seorang dari mereka, yakni Jhon Christy, lantas menghampiri si Dokter dengan kepanikan yang belum berakhir."Bagaimana, Dok?" Tanya Jhon.Dokter memperhatikan wajah-wajah mereka sejenak. Sesudahnya ia bertanya. "Siapa dari kalian yang menjadi wali pasien?"Jhon mengajukan diri. "Saya, Dok.""Ayo ikuti saya!" Dokter memerintah sebelum dirinya melangkah lebih dulu. Jhon pun mengekor, sementara Markus dan Rockie tetap di tempat.Jhon dibawa masuk ke ruangan Dokter. Disana ia dan Dokter itu duduk saling berhadap-hadapan.Supaya perasaan Jhon lebih tenang sedikit, Dokter sengaja tidak langsung mengatakan intinya. Pria itu menanyakan beberapa hal yang ringan terlebih dahulu."Jadi kau yang selalu pasien sebut."Jhon agak kaget mendengar itu."Sela
Suara khas rumah sakit menyambut kedatangan Jhon. Memandang Aleta terbujur bagaikan mayat di brankar rumah sakit, seluruh energi Jhon bagai luruh digerus badai. Langkah pria itu tampak gontai. Kedua lututnya seakan mati rasa. Ia begitu susah payah menghampiri satu-satunya wanita yang begitu dicintainya itu.Setelah teramat dekat, ia menarik kursi dan ia menghempaskan bokong."Aleta Louison," panggil Jhon membisik.Aleta belum siuman. Kedua kelopak matanya mengatup rapat. Keganasan yang biasa Jhon temukan, kini laksana sirna ditelan badai. Wajah sangar itu berubah tanpa ekspresi. Tanpa ekspresi!!!Jhon lantas meraih pergelangan tangan Aleta. Punggung tangannya ia kecup berkali-kali, diikuti luruhnya air mata menjadi-jadi meski tanpa suara."Demi dirimu, aku rela melakukan apapun, Aleta! Aku mohon! Cepatlah sadar! Cepatlah membaik, Sayang."Dari celah pintu, rupanya Markus mengintip sahabatnya tersebut. Namun, itu hanya beberapa saat. Markus kemudian balik badan, mendaratkan bokong pad
Gadis itu mampu mengenali Markus. Ia dalam hati mengumpat, "Sialan! Kenapa bajingan ini datang?"Markus tampak bingung. Ia melihat ke segala arah secara acak tapi pada akhirnya ia menyeret kursi lalu duduk agak berjarak dari posisi Aleta."Bastard! Kenapa duduk juga? Pergi sana, Sialan!" batin Aleta.Markus memberanikan diri menatap wajah Aleta. Dan ya! Sorot tajam bola matanya menunjukkan kalau ia teramat tidak menyukai kehadiran Markus. Sialnya, Markus enggan pergi."Demi apapun, aku sangat merindukanmu," bisik Markus, berharap Aleta menepis semua kesalahan masa lalunya, "aku … aku tahu di masa silam, aku sebagai kakak sangat tidak berguna. Aku bukannya melindungimu, malah …"Masa lalu itu tidak ingin Aleta ingat. Ia terlalu jijik. Bagus dulu Ayahnya membuat ia lupa tapi sekarang ia telah ingat kembali, karena biar seburuk apapun, itu adalah kenangan yang tersimpan di salah satu ruang otaknya. "Aku minta maaf, Aleta," lanjut Markus setelah kalimatnya sempat tercekat atas pikiran se
Hari berlalu.Kondisi Aleta belum kembali ke semula sama sekali tapi setidaknya wanita bengis itu sudah siuman. Ini jauh lebih cukup bagi Jhon.Satu pekan setelah Aleta siuman, Dokter menyarankan Jhon membawa Aleta pulang tapi dengan satu syarat, yakni tetap melakukan pengobatan dan terapi rutin pada Aleta.Tentu saja Jhon setuju. Dia dan Markus membawa Aleta pulang ke homestay! Lucu. Aleta memiliki rumah bak istana milik Ayahnya tapi semua telah diambil alih pihak berwajib. Bagusnya, dia masih punya Kakak kandung yang punya uang. Dengan uang itulah, Aleta memiliki tempat tinggal sementara di homestay. Homestay bukan masalah buat Aleta. Dia terlihat terima-terima saja. Namun, ada satu masalah yang membuat dia khawatir. Itu kotak harta karun milik Ayahnya, yang dia curi dan kubur di bawah pohon, atau tepatnya di sisi para mayat tak berguna; bagi Louison.Aleta memikirkan semua harta yang bisa dia pakai untuk hidup mewah selama tujuh tahun itu. Sungguh! Karena itu pula wajahnya tampak
Markus mendengar percakapan Jhon yang hanya berakhir sepihak. Pria itu menjadi sangat marah karena rupanya Jhon telah berkali-kali menyetubuhi Aleta."Jika ini terjadi berkali-kali, berarti Aleta tidak pernah menolak!" Pikir Markus.Hal itu benar. Selama berhubungan badan dengan Jhon, tidak sekalipun Aleta pernah menolak, malahan selalu menginginkan lebih.Memikirkan bagaimana tubuh indah Aleta terguncang dibawah kungkungan Jhon, atau bagaimana tubuh Aleta bergerak lincah di atas tubuh Jhon, darah Markus seketika mendidih. "Tidak!" Namun, Markus berusaha mengendalikan dirinya. Dia sadar, dia Kakak kandung dari Aleta. Mana mungkin dia bisa mendapatkan sesuatu yang seperti Jhon dapat! Di lain sisi.Jhon tersenyum menatap Aleta, seraya menyelinapkan tangannya pada dress hitam yang gadis itu pakai.Sentuhan jari-jari Jhon sangat candu untuk Aleta. Gadis itu memejamkan mata, menikmati segala sentuhan yang berlangsung. Sentuhan yang dari pangkal paha, naik ke perut, naik lagi ke dada yang
HaaaaAleta ternganga. Kedua bola matanya membulat bagai bola pimpong. Wanita itu tentu saja terkejut setelah sadar dia bisa mengatakan sesuatu. Dan untuk menguji apa yang terjadi sebelumnya bukan kesalahan, maka dia mengatakan kalimat yang sangat ingin dia sampaikan sepanjang waktu."Markus! Mati saja kamu!"Kalimat yang keluar dari mulutnya begitu jelas seperti sedia kala. Tiap sudut bibir Aleta lantas terbuka secara perlahan, dan meninggalkan senyuman serta tatapan menggoda penuh maut nya."Aku bisa bicara lagi! Akhirnya aku bisa bicara!" Aleta kegirangan. Jika tubuhnya bisa digerakkan, dia mungkin akan melompat atau langsung membunuh Markus sekalipun."Sayang sekali." Aleta menyayangkan hal tersebut. "Aku tidak bisa bangun, dan tidak bisa menendang pria sialan itu kembali ke Indonesia. Tsk! Lagi pula apa fungsinya dia disini? Tidak ada sama sekali selain merusak pemandangan!"Aleta tidak main-main. Jika dia dibuat sedikit tersinggung oleh seseorang, dia pasti akan melenyapkan sese
Dorrr!Tarr!Peluru berdesing. Kaca belakang mobil Jhon pecah. Meski serpihan kaca tidak lari ke depan tapi Jhon reflek melindungi Aleta dengan satu tangannya, sedang tangan lain tetap memegang kendali setir."Kamu tidak terluka, hah?" Jhon bertanya khawatir.Aleta melihat ke depan. "Fokus saja ke depan! Biar aku yang menghadapi mereka!"Jhon tak yakin tapi dia tahu Aleta tak bisa diremehkan. "Jika merasa tak aman, kamu harus segera sembunyi!"Aleta seolah tak menghiraukan. Gadis yang beberapa jam lalu mengucapkan janji suci pernikahan di hadapan Pendeta, Jhon dan banyak orang itu, kini mengeluarkan senjata api dari saku jok lalu berpindah ke belakang walau sulit sekalipun."Dua mobil!" seru Aleta.Jhon melirik kaca spion. Dia yakin mobil paling depan ditumpangi Sky dan Markus, sedang mobil di belakangnya mungkin anak buah Sky.Dorrr!Tak mau kalah, melalui celah pecahan kaca mobil, Aleta menembakkan senjata apinya.Tarrr!Bidikkan Aleta berhasil menembus kaca mobil depan mobil yang d
Waktu bergulir.Jhon berhasil membujuk Ibunya segera pergi dari acara pernikahan anak temannya itu usai dirinya berbohong jadi tak sabar ingin menikah juga.Ibunya sangat senang, hingga sepulang dari sana mereka langsung mampir ke kantor catatan sipil guna mendaftarkan pernikahan Jhon bersama Aleta minggu depan.Lebih bagus lagi, Jhon berhasil merayu Ibunya tidak pergi ke pasar karena jika wanita itu sudah pergi ke pasar maka kaki Jhon bisa dibuat bergetar saking lelahnya berkeliling.Sekarang mereka berada di rumah.Ibunya Jhon menikmati secangkir teh di lantai dua yang berhadapan dengan bukit-bukit, sedang Jhon bersama Aleta berhadap-hadapan secara serius."Mereka dalam perjalanan ke sini," ungkap Jhon sungguh-sungguh.Aleta mengangguk tak kalah serius. "Lalu bagaimana?""Kedatangan mereka pasti akan membuat kekacauan," tebak Jhon, "jadi kita harus pergi dari sini setelah menikah nanti."Aleta mengangguk sekali lagi. "Setuju!""Kamu punya tempat rekomendasi?""Moskow," jawab Aleta m
Aleta dan Jhon duduk berdampingan di salah satu kursi tamu.Kebingungan tampak jelas di mata Aleta, sedang di mata Jhon hanya ada perasaan campur aduk yang bisa saja membuatnya mencekik siapapun.Ibu pria itu tidak duduk bersama mereka tapi bergabung dengan Ibu-ibu lain untuk bergosip dan tertawa renyah tanpa beban."Bisa-bisanya anak sebesar diriku dibawa kondangan!" geram Jhon tertahan.Aleta menoleh bertanya. "Kondangan itu apa?""Mendatangi hajat orang lain. Contohnya seperti ini. Kita datang sebagai tamu yang menyaksikan pernikahan mereka," jawab Jhon.Aleta manggut-manggut. "Kalau begitu, aku juga pernah kondangan.""Kapan?" tanya Jhon balik."Sudah lama, jauh dari Moskow.""Apa seperti ini?" tanya Jhon lagi.Aleta mengedarkan pandangan lalu menggeleng samar. "Tidak ada pisang sebanyak itu."Jhon mengarahkan pandangannya pada pisang dua tundun yang menempel pada tiang-tiang akses masuk Pendopo."Tidak ada tumpukan makanan yang berjajar seperti itu, tidak ada toples cemilan dan a
Hap!Tangan Jhon sigap menangkap. Dan tak mau menunggu celurit lain datang, Jhon langsung melarikan diri ke kamarnya.Brak!Tepat setelah pintu tertutup, ujung celurit berhasil menembus pintu kayu kamar Jhon dan itu hampir saja mengenai kakinya kalau dia tidak segera melompat."Ya Tuhan, baru ditinggal beberapa bulan bar-barnya semakin mengerikan!""Jhon! Keluar!" teriak Ibunya.Jhon berlari melompati tempat tidur lalu buru-buru membuka lemari. Dia menggeledah seluruh isinya sampai menemukan set pakaian anti benda tajam yang dulu digunakan sebagai perlindungan ekstra.Sekarang set pakaian itu kembali dipakai lantas Jhon membuka pintu kamar sebelum pintunya rusak akibat serangan Ibunya."Cukup!" teriak Jhon setengah emosi, "pintu kamarku bisa ganti tujuh kali nanti!"Ibunya masih berdiri di tempat. Dengan seringai lebar, dia mengisyaratkan Jhon naik maka Jhon pun mengikuti."Lumayan," ucap Ibunya sambil memperhatikan Jhon dari ujung ke ujung."Di sana aku bekerja sebagai Bodyguard. Har
Jhon menarik Ibunya masuk. Sambil sesekali melihat ke luar, pria itu memprotes wanita tersebut. "Apa-apaan Ibu ini!"Ibunya menanggapi dengan santai. "Aleta bilang kalian sudah tidur bersama, tentu menikah cepat adalah jalan terbaik."Jhon melotot ternganga. Pria itu tak menyangka Aleta bisa berkata terang-terangan seperti yang diakui Ibunya."Gadis itu tidak bohong, bukan? Kamu dan dia sudah …" Ibunya sengaja menggantung kalimat sambil mengisyaratkan sesuatu.Karena sudah terlanjur diketahui, Jhon pun tak mengelak meski sebenarnya sangat malu. "Iy–a, itu ben–ar tapi pernikahan kita tidak bisa secepat itu, Ibu!"Ibunya menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan kiri. "Tidak bisa, Jhon! Kamu sudah merenggut kesuciannya jadi kamu harus sesegera mungkin menikahi Aleta.""Bu!""Ingat, Jhon! Kamu ini tinggal di Indonesia. Adatmu disini jangan disamakan dengan negara di luaran sana!" Marah Ibunya. "Masih syukur Ibu tidak memukulmu!"Jhon tahu maksud ibunya namun dia tetap tak bisa menerima
Lima jam berselang."Sudah hampir lima jam tapi Ibumu belum datang," keluh Aleta, "apakah rumahmu sejauh Arab Saudi, hah?"Jhon mendaratkan telunjuknya ke permukaan bibir gadis itu. Dan pacarnya yang bar-bar langsung membuka mulut menggigit ujung jarinya."Awh!" pekik Jhon refleks."Kalau masih lama, aku ingin tidur saja." Kesal Aleta.Jhon melirik jam tangannya pelan. Waktu menunjukkan pukul tiga sore, dan seakan sudah tahu sebentar lagi Ibunya datang, pria itu langsung mengemas barang sekaligus mengambil fasilitas hotel yang boleh dibawa pulang."Apa-apaan ini?" Protes Aleta padahal dia sudah siap tidur.Jhon menjawab santai. "Siapkan dirimu, sebentar lagi Ibuku sampai."Aleta melotot kesal luar biasa. "Ya Tuhan!"Drrr! Ponsel Jhon bergetar. Setelah membaca isi pesan, pria itu tanpa komando menggandeng tangan Aleta serta membawanya keluar.Aleta pasrah mengikuti. Dan begitu mereka sampai di pelataran parkir hotel, Aleta dibuat membatu karena rupanya mobil yang digunakan Ibunya Jhon
"Indonesia," ulang Aleta dengan mata menerawang."Efek obat pemberian Ayahmu seharusnya sudah hilang. Apa sekarang kamu mengingat setiap momen di sana?" tanya Jhon serius.Aleta mengedikkan bahu secara malas. "Aku malas mengingatnya kecuali ..." Dengan kalimat menggantung, gadis itu menatap dan membelai wajah Jhon begitu lembut."Tentang pertemuan kita," sambung Jhon disertai seulas senyum.Aleta balas tersenyum, tetapi kali ini senyumannya benar-benar terlihat tulus. "Asal bersamamu, kemanapun aku tidak masalah."Bunga-bunga bagai bermekaran di hati Jhon. Sudut bibirnya terangkat tinggi, dan sekali lagi dia merangkul Aleta penuh cinta.Kemudian hari berganti.Persiapan keberangkatan Jhon dan Aleta ke Indonesia telah siap keseluruhan. Guna mempermudah pelarian mereka bila mana musuh tiba-tiba menyergap, mereka sengaja tidak membawa banyak barang.Pada pukul sepuluh malam, mereka akhirnya memasuki pesawat dan duduk saling bersebelahan. Tak kurang dari sepuluh menit, pesawat terbang men
Cittt!Aleta menghentikan laju mobilnya tepat di depan kantor agen bodyguard milik Romis.Berhubung sudah lewat dari pukul sebelas malam, suasana kantor telah begitu sepi bak tak berpenghuni. Hanya saja, akses utama masuk masih bisa dibuka dan sekarang Aleta melewatinya dengan langkah lebar.Ceklek! Byur!Gadis itu membuka pintu ruangan Romis tanpa aba-aba. Alhasil Romis yang tengah menyeruput kopi sembari menatap laptop, pun seketika menyemburkan kopinya."Kamu …" Penampilan Aleta sungguh jauh berbeda dari kali terakhir dia meninggalkan ruangan Romis, terutama pada bagian belahan pahanya yang nyaris menyentuh pinggul. "Mengambil pakaian di bak sampah mana kamu sampai robek-robek seperti itu?"Aleta tak memperdulikan pertanyaan Romis. Gadis itu membuka genggaman tangannya, sehingga tampak robekan dari gaunnya yang sudah berlumuran darah serta mengeluarkan bau anyir.Perasaan Romis mendadak tak enak. Jakunnya naik turun, ancang-ancang mengambil posisi melarikan diri.Seraya tersenyum
Beberapa detik setelah Haiden keluar, Aleta langsung menghampiri sasarannya!Aleta duduk menyilangkan kaki. Berkat belahan rok yang tinggi, paha mulus gadis itu terekspos di mata sasaran tersebut.Gluk! Sasarannya menelan ludah diikuti jakunnya yang naik turun seakan menahan dahaga.Aleta memanfaatkan hal ini dengan menatap sasarannya penuh gairah. "Izinkan aku bermain, Tuan!"Gluk! Sasarannya menelan ludah sekali lagi lalu mempersilahkan Aleta ikut andil dalam permainan casino mereka. "Silahkan."Aleta lekas meletakkan uangnya di atas meja.Lantaran nominalnya terlalu kecil di mata para pemain casino kelas kakap ini, nominal itu menjadi bahan lelucon mereka. "Nona! Kalau tidak punya uang tidak perlu bertaruh!""Ha ha ha, cantik tapi miskin!""Terlalu sedikit tapi kalau disandingkan dengan tubuhmu mungkin akan seimbang!"Rasanya, Aleta ingin menembak mulut mereka atau merobeknya menjadi tujuh bagian. Hanya saja, sekarang dia masih harus berakting terlihat lembut, anggun dan menggiu