Home / Rumah Tangga / Bocilnya Mas Duda / Part 17 | Keterbukaan

Share

Part 17 | Keterbukaan

Author: Mami Mochi
last update Last Updated: 2024-03-16 11:12:16

Dinginnya angin malam membuat suasana kian mencekam. Sudah beberapa menit berlalu, hening masih menyelimuti dua insan yang duduk saling berpelukan. Usapan lembut di kepalanya membuat nyaman, berbeda dengan raut wajahnya yang gelisah tak karuan.

"Pak..."

"Hm..."

"Lulu menunggu penjelasan Pak Bagas." Katanya dengan nada pelan.

Tangan lelaki itu berhenti bergerak, kecupan manis mendarat di kening istrinya. "Saya menyayangi kamu, Lulu."

"Pak, ada apa? Jangan bikin Lulu semakin khawatir. Ungkapan rasa sayang dari Pak Bagas bikin Lulu gelisah."

Kini, Lulu membenarkan posisi duduknya. Ia duduk tegak menyamping, menghadap suaminya. Entah mengapa, kantung mata menghias tipis di bawah matanya. Tatapan yang biasanya tajam kini berubah sayu.

Napas panjang terdengar dari Pak Bagas, pria dewasa itu merangkai kata agar istrinya tidak terluka. Pak Bagas tidak ingin, Lulu menyalahkan dirinya sendiri.

"Semua temen-temen Lulu bilang, Pak Bagas mau di keluarin dari
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bocilnya Mas Duda   Part 18 | Menantu yang Tidak Dianggap

    Hari ini terasa berbeda dari hari sebelumnya. Aku yang mulai terbiasa berangkat bersama Pak Bagas kini harus menyesuaikan kembali. Tepat awal minggu ini, Pak Bagas mulai mengajar di kampus baru. Sementara aku berusaha menyelesaikan semester akhir yang tersisa dua semester lagi. "Nanti kalau masih ada matkul, biar saya saja yang jemput Lily." Kata Pak Bagas. Aku mengangguk, "Iya Pak, nanti Lulu kabarin." "Hari ini mata kuliah Bu Sesa kan? Bahasa inggris." Ujar Pak Bagas lagi. "Iya, tapi katanya anak-anak di grub kelas, Bu Sesa ada acara seminar diluar kota. Mungkin nanti dikasih tugas aja sih. Kalo memang free, biar aku aja yang jemput Lily." "Kamu fokus sama kuliah kamu dulu, urusan Lily itu gampang." "Ini kan hari pertama bapak ngajar di sana, jadi enggak etis kalo bapak sering-sering keluar." Kataku seraya membalas usapan tangannya. Pak Bagas yang masih sibuk menyetir terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Ya sudah, saya serahkan Lily ke kamu. Saya akan beru

    Last Updated : 2024-12-13
  • Bocilnya Mas Duda   19 | Perkara Iklan Dewasa

    Seperti sebelum-sebelumnya, aku hanya bisa memandangi kepergian mobil Honda Brio milik Mama mertua dari halaman rumah. Mama mertua masih belum bisa menerima kehadiranku sebagai menantunya. Tidak apa, aku akan berusaha perlahan-lahan mendekati hati Mama mertua. Hingga malam menjelang setelah kepergian Lily dan Mama, Pak Bagas belum ada kabar. Bahkan pesanku sejak siang belum juga dibalasnya. Rasa khawatirku kian mengganggu. Satu langkah kaki ku akan memasuki rumah, cahaya lampu sorot dari mobil menyapa. Aku berbalik, tersenyum sumringah melihat mobil suamiku yang telah aku tunggu kedatangannya sejak tadi. Rasa khawatirku berubah kelegaan yang luar biasa. "Pak Bagas." Aku langsung berlari menghampiri pintu kemudi. Pak Bagas keluar dengan setelan yang sedikit berantakan, "Maaf, saya tidak sempat mengabari mu." Aku mencium tangannya, dibalas kecupan manis di keningku. Baru-baru ini, mencium kening adalah kebiasaan Pak Bagas sebelum pria itu bekerja. Bahkan, sekedar mengerjak

    Last Updated : 2024-12-13
  • Bocilnya Mas Duda   part 20 | Ibu Tiri

    "Kak Yuka, Lily mau tanya deh." Aku menoleh sesaat setelah Lily berkata demikian. Kami sedang berada di belakang rumah, lebih tepatnya kami tengah berkebun. Menanam beberapa bunga yang kemarin kita beli di pasar. Banyak sekali jenis bunga yang dibeli, katanya sebagai inspirasi Lily saat menggambar bunga. "Lily mau tanya apa?" Aku meletakkan sekop kecil, menghampiri Lily yang duduk di atas rumput. "Ibu tiri itu jahat ya?" Aku tersentak kaget. "Lily tau soal itu dari mana, Sayang?" Selama ini, Lily tidak pernah membicarakan soal ibu tiri. Aku pun tidak tau, apakah Lily mengetahui makna ibu tiri. Selama yang aku tau selama tinggal disini setelah menikah dengan Pak Bagas, Lily tidak pernah menanyakan hal tersebut. "Kata teman-teman Lily di sekolah." Kali ini Lily bermain dengan bunga melati. "Kemarin, teman Lily ada yang bawa buku cerita Cinderella. Kata teman Lily, ibu tiri itu jahat banget sama Cinderella. Suka suruh-suruh Cinderella. Jahatin Cinderella pokoknya, pa

    Last Updated : 2024-12-20
  • Bocilnya Mas Duda   Part 1 | Lamaran atau Tawaran?

    Gerimis mengguyur jalanan kota Surabaya sore ini. Sinar oranye yang seharusnya menghias langit, justru tergantikan awan gelap membawa rintik hujan. Tak cukup deras memang, namun mampu melukai wajah ketika mengendarai sepeda motor tanpa mengenakan helm. Aku duduk di balik kaca, dengan secangkir kopi panas yang masih mengepulkan asap di hadapan ku. Coffee shop depan kampus menjadi pilihan saat ini untuk menikmati sore dengan santai. Tanpa deadline tugas, maupun pekerjaan lain yang akan mengganggu waktu. Selain seorang mahasiswa, aku bekerja sebagai pelayan cafe di salah satu cafe setiap akhir pekan dan menjadi guru les privat. Sedikit banyak, orang tua ku di desa membantu meringankan biaya kuliah, namun aku juga memikirkan nasib orang tua ku jika harus memberikan uang bulanan yang begitu banyak untuk kebutuhan ku di kota. Seketika aku teringat pembicaraan antara aku dengan orang tua dari anak yang menjadi anak didik ku. Pembicaraan yang membuat ku harus berpikir dua kali, apakah ini

    Last Updated : 2022-05-08
  • Bocilnya Mas Duda   Part 2 | Sebuah Keputusan

    "Lebih baik mengambil cuti satu semester terlebih dahulu, dari pada kamu seperti ini. Bukannya apa, tapi kamu sudah banyak ijin di matkul saya." Aku duduk menatap gamang pada Bu Icha, salah satu dosen pengampu mata kuliah semester tiga sekaligus Dosen PA. Bu Icha tampak kesal, terlihat dari raut wajahnya yang malas ketika menatap ku. Aku menyadari kesalahan ku yang beberapa kali ijin dan membolos ketika Bu Icha mengajar di kelas. Alasannya sama, aku harus bekerja di cafe ketika ada salah satu member lain yang libur atau ada masalah. Tuntutan kebutuhan kuliah ku membludak secara cepat seiring bertambahnya semester yang aku tempuh. Sebenarnya, aku bisa saja mengambil cuti satu semester sembari mengumpulkan uang untuk biaya kuliah pada semester selanjutnya. Tapi, tentu saja aku akan telat lulus, dan menambah satu semester ke depan. Itu di luar rencana yang telah aku susun. "Bagaimana Leuca?" Tanya Bu Icha tidak sabaran. Aku masih duduk dengan raut bingung, rasanya aku ingin segera m

    Last Updated : 2022-05-08
  • Bocilnya Mas Duda   Part 3 | Calon Suami

    Aku tidak menyangka Pak Bagas benar-benar serius dalam ucapannya. Tubuh ku masih duduk dengan kaku menatap ke depan. Suasana dan keadaan ini, adalah hal yang ingin aku datangi sejak bulan lalu. Tepat dimana aku memilih untuk kost di kota. Aku menghela napas panjang, ku lirikkan sudut mata ku ke samping jendela. Tepat disana, ada Ibu yang tengah menyapu halaman. Aku tersenyum kecil, kebiasaan Ibu sama sekali tidak berubah. Tak lama, aku melihat Wahyu keluar dengan seragam SMA-nya. Wajah polos khas anak remaja pada umumnya bersinar cerah saat berpamitan pada Ibu. Mengendarai motor barunya, aku dapat melihat betapa senangnya Wahyu memiliki motor baru. Begitu pula Ibu, bahkan Ibu membiarkan sapunya tergeletak di tanah seraya melihat Wahyu hingga hilang di persimpangan jalan. "Kamu masih ragu?" Suara baritone itu mengalun lembut di dalam mobil, aku menoleh ke sebelah kiri. Pak Bagas menatap ku dengan tatapan lembut dan hangat, bahkan aku ragu jika itu adalah Pak Bagas. Berbeda sekali s

    Last Updated : 2022-05-08
  • Bocilnya Mas Duda   Part 4 | Keseriusan Pak Bagas

    Tiba di depan pintu dengan napas terengah-engah, aku menjadi pusat perhatian di ruang tamu. Tanpa banyak kata, segera ku hampiri Pak Bagas yang menatap ku terkejut. Aku tidak memedulikan tatapan Bapak dan Ibu yang melihat sikap ku. Bahkan aku melupakan ucapan salam, semuanya karena panik setelah aku mendapat kabar dari Wahyu. "Pak Bagas ngapain disini?" Aku bertanya dengan raut panik. Belum sempat Pak Bagas menjawab, aku mengalihkan pandangan ku pada Bapak, "Bapak, sebenarnya apa yang Bapak dan Pak Bagas bicarakan? Lulu merasa bersalah sama Pak Bagas." Bapak diam menatap ku. Ku beranikan diri lagi untuk mengatakan semuanya pada Bapak juga Ibu. "Lulu minta maaf sama Bapak dan Ibu. Lulu melupakan semua perkataan Lulu sebelum Lulu masuk kuliah, maafkan Lulu..." Aku tak kuasa menahan air mata yang memaksa keluar. Lantas, aku menatap Pak Bagas. Aku akan menyampaikan keinginan ku, yang telah ku pikirkan matang-matang semalam. "Untuk Pak Bagas, Lulu minta maaf." Aku menunduk, tatapan k

    Last Updated : 2022-05-25
  • Bocilnya Mas Duda   Part 5 | Hari Yang Ditunggu

    Tatapanku tertuju pada cermin besar di depan ku. Sesosok perempuan berkebaya putih dengan gaya busana khas Jawa Timur itu begitu cantik. Make up melekat di wajahnya, dengan hijab berwarna putih serta mahkota kecil di kepalanya membuat sosoknya begitu memesona. Tak lupa ronce bunga melati di sisi sebelah kiri dan kanan berbeda ukuran membuat aroma wangi semakin semerbak. "Cantiknya anak Ibu." Ibu datang, seraya mengelus pundakku. Senyum manis di bibir keriput Ibu terlukis hangat, berbeda dengan pelupuk matanya yang berkaca-kaca."Ibu..." "Sekarang, Cah Ayu-nya Ibu sudah mau menikah ya? Padahal kemarin kamu masih nangis minta jajan ke Ibu. Rebutan boneka sama Wahyu." "Ibu..." Panggil ku dengan suara bergetar, tak mampu ku sembunyikan air mata yang nyaris jatuh. "Jangan nangis ya, Cah Ayu-nya Ibu. Seberat apapun masalah kalian di dalam rumah tangga nanti, tetap layani suami mu dengan baik. Berbakti sama suami mu dan penuhi kebutuhannya meski kalian sedang bertengkar." "Ibu jangan n

    Last Updated : 2022-07-06

Latest chapter

  • Bocilnya Mas Duda   part 20 | Ibu Tiri

    "Kak Yuka, Lily mau tanya deh." Aku menoleh sesaat setelah Lily berkata demikian. Kami sedang berada di belakang rumah, lebih tepatnya kami tengah berkebun. Menanam beberapa bunga yang kemarin kita beli di pasar. Banyak sekali jenis bunga yang dibeli, katanya sebagai inspirasi Lily saat menggambar bunga. "Lily mau tanya apa?" Aku meletakkan sekop kecil, menghampiri Lily yang duduk di atas rumput. "Ibu tiri itu jahat ya?" Aku tersentak kaget. "Lily tau soal itu dari mana, Sayang?" Selama ini, Lily tidak pernah membicarakan soal ibu tiri. Aku pun tidak tau, apakah Lily mengetahui makna ibu tiri. Selama yang aku tau selama tinggal disini setelah menikah dengan Pak Bagas, Lily tidak pernah menanyakan hal tersebut. "Kata teman-teman Lily di sekolah." Kali ini Lily bermain dengan bunga melati. "Kemarin, teman Lily ada yang bawa buku cerita Cinderella. Kata teman Lily, ibu tiri itu jahat banget sama Cinderella. Suka suruh-suruh Cinderella. Jahatin Cinderella pokoknya, pa

  • Bocilnya Mas Duda   19 | Perkara Iklan Dewasa

    Seperti sebelum-sebelumnya, aku hanya bisa memandangi kepergian mobil Honda Brio milik Mama mertua dari halaman rumah. Mama mertua masih belum bisa menerima kehadiranku sebagai menantunya. Tidak apa, aku akan berusaha perlahan-lahan mendekati hati Mama mertua. Hingga malam menjelang setelah kepergian Lily dan Mama, Pak Bagas belum ada kabar. Bahkan pesanku sejak siang belum juga dibalasnya. Rasa khawatirku kian mengganggu. Satu langkah kaki ku akan memasuki rumah, cahaya lampu sorot dari mobil menyapa. Aku berbalik, tersenyum sumringah melihat mobil suamiku yang telah aku tunggu kedatangannya sejak tadi. Rasa khawatirku berubah kelegaan yang luar biasa. "Pak Bagas." Aku langsung berlari menghampiri pintu kemudi. Pak Bagas keluar dengan setelan yang sedikit berantakan, "Maaf, saya tidak sempat mengabari mu." Aku mencium tangannya, dibalas kecupan manis di keningku. Baru-baru ini, mencium kening adalah kebiasaan Pak Bagas sebelum pria itu bekerja. Bahkan, sekedar mengerjak

  • Bocilnya Mas Duda   Part 18 | Menantu yang Tidak Dianggap

    Hari ini terasa berbeda dari hari sebelumnya. Aku yang mulai terbiasa berangkat bersama Pak Bagas kini harus menyesuaikan kembali. Tepat awal minggu ini, Pak Bagas mulai mengajar di kampus baru. Sementara aku berusaha menyelesaikan semester akhir yang tersisa dua semester lagi. "Nanti kalau masih ada matkul, biar saya saja yang jemput Lily." Kata Pak Bagas. Aku mengangguk, "Iya Pak, nanti Lulu kabarin." "Hari ini mata kuliah Bu Sesa kan? Bahasa inggris." Ujar Pak Bagas lagi. "Iya, tapi katanya anak-anak di grub kelas, Bu Sesa ada acara seminar diluar kota. Mungkin nanti dikasih tugas aja sih. Kalo memang free, biar aku aja yang jemput Lily." "Kamu fokus sama kuliah kamu dulu, urusan Lily itu gampang." "Ini kan hari pertama bapak ngajar di sana, jadi enggak etis kalo bapak sering-sering keluar." Kataku seraya membalas usapan tangannya. Pak Bagas yang masih sibuk menyetir terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Ya sudah, saya serahkan Lily ke kamu. Saya akan beru

  • Bocilnya Mas Duda   Part 17 | Keterbukaan

    Dinginnya angin malam membuat suasana kian mencekam. Sudah beberapa menit berlalu, hening masih menyelimuti dua insan yang duduk saling berpelukan. Usapan lembut di kepalanya membuat nyaman, berbeda dengan raut wajahnya yang gelisah tak karuan. "Pak..." "Hm...""Lulu menunggu penjelasan Pak Bagas." Katanya dengan nada pelan. Tangan lelaki itu berhenti bergerak, kecupan manis mendarat di kening istrinya. "Saya menyayangi kamu, Lulu." "Pak, ada apa? Jangan bikin Lulu semakin khawatir. Ungkapan rasa sayang dari Pak Bagas bikin Lulu gelisah."Kini, Lulu membenarkan posisi duduknya. Ia duduk tegak menyamping, menghadap suaminya. Entah mengapa, kantung mata menghias tipis di bawah matanya. Tatapan yang biasanya tajam kini berubah sayu. Napas panjang terdengar dari Pak Bagas, pria dewasa itu merangkai kata agar istrinya tidak terluka. Pak Bagas tidak ingin, Lulu menyalahkan dirinya sendiri. "Semua temen-temen Lulu bilang, Pak Bagas mau di keluarin dari

  • Bocilnya Mas Duda   Part 16 | Awal Masalah

    "Denger-denger Pak Bagas mau di keluarin dari kampus!" Langkahku terhenti mendengar bisikan dari beberapa mahasiswa di kantin kampus. Mengernyit heran, Pak Bagas siapa yang mereka maksud? Bukan Pak Bagas suamiku kan?"Hah? Yang bener lo?""Iya! Gue tadi ke ruang prodi, dan disana Kaprodi marah-marah sama Pak Bagas. Suaranya kenceng woi, gue kaget. Niat hati mau ngumpulin tugas, akhirnya gak jadi. Intinya, Pak Bagas ketahuan ada hubungan sama mahasiswanya sendiri. Makanya Kaprodi marah besar." Aku terhenyak mendengar perkataannya, benarkah apa yang mereka katakan?"Pak Bagas dosen fakultas kita kan?" "Bener banget! Tapi jangan bilang siapa-siapa dulu, soalnya ini kabar yang hot! Masih panas! Ngebul-ngebul!""Bentar lagi juga anak-anak lain tau soal Pak Bagas." "Lagian, akhir-akhir ini Pak Bagas jarang masuk kelas! Udah sebulan matkul Pak Bagas di kasih tugas terus, baru kali ini Pak Bagas absen, iya gak Dir?" "Eh, bener juga sih ya! Kok gue baru kepikiran." Balasnya seraya tertawa

  • Bocilnya Mas Duda   part 15| Keluarga Bahagia

    "Kelas hari ini selesai, kita bertemu Minggu depan." Aku menutup buku catatan, begitu sang Dosen keluar ruangan. Satu persatu dari kami mulai meninggalkan kelas. Hari ini kelas selesai sore hari, membuatku tak bisa menjemput Lily seperti biasanya. Namun, aku sudah meminta Pak Iman untuk menjemputnya. Ku lirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, sudah menunjukkan pukul lima sore. Sekilas, aku melihat ruang prodi. Sepi. Aku menerka-nerka jika Pak Bagas sudah pulang. Melangkah dengan bahu lunglai, aku menuruni anak tangga menuju lantai satu. Tiba di gerbang, aku berniat memesan ojek online dari pada meminta Pak Iman menjemput. Baru saja mengeluarkan ponsel, seseorang berdiri di hadapan ku. Membuatku mau tak mau mendongak. "Pak Bagas?!" Aku terkejut melihat Pak Bagas di depanku."Mau ngopi dulu?" "Lulu kira Pak Bagas sudah pulang." Pak Bagas tertawa renyah, "Mana mungkin saya meninggalkan istri saya sendirian." "Jadi, Pak Bagas nungguin Lulu?" "Sekalian menilai lembar tugas

  • Bocilnya Mas Duda   Part 14 | Sisi Manis Pak Bagas

    Bangun pagi dengan sapaan hangat dari suami tercinta memang idaman para wanita. Rasanya sungguh luar biasa, tatapan penuh kasih menjadi pemandanganku saat membuka mata. Tangan besarnya membelai pipiku, menyingkirkan helaian rambut yang mengganggu. "Selamat pagi, sholat subuh dulu." Ajak Pak Bagas yang langsung ku angguki. "Mandi bersama?" Pak Bagas mengulurkan tangannya, membantuku berdiri. Sontak pipiku bersemu merah, "Lulu bisa mandi sendiri kok Pak." "Mandi bersama sebagai pasangan suami istri itu mendapat pahala besar loh, Lu. Memangnya kamu tidak mau?" Aku terdiam mendengar kalimat Pak Bagas, sedetik kemudian menggeleng. "Mandi sendiri aja Pak, biar cepet!" "Padahal saya pengen banget mandi bareng sama kamu." "Pak Bagas!" Aku berseru membuat tawa lepas keluar dari bibirnya. Dengan selimut yang masih ku pegang erat, aku memalingkan wajah dari tubuh Pak Bagas yang setengah telanjang. Membiarkan pria tersebut mandi terlebih dahulu, aku masih harus menyiapkan diri. Bayangan s

  • Bocilnya Mas Duda   Part 13 | Malam Yang Panjang

    Malam tiba begitu cepat, tak terasa aku berdiam diri di dapur berjam-jam. Dapur masih berantakan, segera ku bangkit untuk membereskannya. Ku lirik jam diatas kulkas, sebentar lagi Pak Bagas pulang dari kampus. Ku percepat gerakan ku mencuci semua peralatan dapur. "Bentuknya saja membuat ku tidak nafsu, bagaimana Pak Bagas begitu lahap memakannya?" Aku bertanya lirih, seraya melihat piring berisi tumis kangkung yang sudah lembek. "Aku buang saja." Tanpa ragu, ku masukkan semua masakan ku ke tempat sampah. Segera mencuci dan merapikan dapur supaya rapi. Aku tak enak hati mengacaukan dapur Pak Bagas yang semula bersih dan tertata cantik. Menghela napas di sela mencuci piring, tak kurasakan begitu berat menjadi seorang istri. Meski rumah Pak Bagas dan Mama terpisah, namun aku tidak akan sanggup menghadapi Mama Pak Bagas tanpa suamiku. Jika ku ingat, rasanya pernikahan ku dengan Pak Bagas juga tidak masuk akal. Semuanya terlalu cepat, mendadak, tanpa persiapan apapun. Harus ku akui, P

  • Bocilnya Mas Duda   Part 12 | Kebencian Mama Mertua

    Satu bulan berlalu begitu cepat. Aku mulai terbiasa tinggal di rumah ini sebagai istri Pak Bagas. Karena pernikahan sederhana yang diadakan setelah UAS, saat ini aku masih menikmati waktu libur semester sekaligus mengasah kemampuan untuk mencoba resep masakan. Meski Pak Bagas tidak menuntut, sebagai istri tentu saja aku melayani suamiku dengan masakan buatanku. Tak jarang, beberapa kali aku mencoba masak selalu gagal. Tapi, Pak Bagas tak protes sama sekali dengan rasa masakanku. Padahal, ketika aku mencoba masakanku sendiri, rasanya sangat aneh dan tidak jelas. Bahkan aku sendiri tidak doyan, berbeda dengan Pak Bagas yang memakannya hingga habis tanpa menyisakan sedikit pun. "Kakak Yuka!!" Sedikit tersentak mendengar suara Lily menggema di penjuru rumah. Melihat jam dinding yang terpasang di dapur, aku mendongak. "Astagfirullah, harusnya aku jemput Lily!" Sibuk mencoba resep masakan, aku melupakan untuk menjemput Lily. Aku menoleh, Lily sudah berlari ke arahku dengan seragam yang

DMCA.com Protection Status