Kabar perceraian Joice dan Marcel sudah terdengar. Berita dihebohkan oleh kabar perceraian tersebut. Padahal pernikahan Joice dan Marcel masih terbilang seumur jagung. Tidak ada yang mengira kalau pernikahan Joice dan Marcel harus kandas hingga berakhir pada perpisahan. Pernikahan kilat antara Joice dan Marcel saja masih heboh di hadapan publik, karena memang belum ada sedikit pun kabar tentang Joice dan Marcel yang memiliki hubungan special.Lalu, sekarang belum sampai satu tahu menikah, kabar perceraian Joice dan Marcel sudah terdengar. Itu yang membuat nama mereka kembali menjadi pembahasan menghebohkan publik. Jadwal persidangan akan diadakan minggu ini. Pun Joice dan Marcel sudah pisah rumah. Joice memutuskan tinggal di penthouse-nya sampai proses cerai telah selesai. Joice tidak mungkin meninggalkan Milan, kalau proses perceraiannya belum selesai.Saat ini pengacara Joice dalam pengawasan Oliver—sepupu Joice. Tentunya karena Oliver pun menginginkan Joice berpisah dengan Marcel
Tubuh Joice membeku mendengar pertanyaan yang terlontar dari sang hakim. Aura wajah wanita itu memancarkan kesedihan yang mendalam. Debar jantungnya berpacu kencang seakan ingin berhenti berdetak.Joice tidak pernah menyangka kalau akan berhadapan dengan sang hakim. Dia seakan berada di tepi jurang, yang hanya satu langkah saja dia sudah tercebur di dalam jurang kesesakan itu.Joice mengatur napasnya berusaha untuk tenang. Wanita itu melihat seluruh keluarganya dan keluarga Marcel memberikan senyuman yang mengisyaratkan dukungan luar biasa. Pun di sana ada Albern yang sejak tadi tersenyum hangat menatap Joice. Albern menepati janjinya untuk datang di persidangan Joice.Joice meremas pelan tangannya di bawah meja. Wajah Joice sedikit memucat. Matanya memancarkan rasa patah dan hancur. Akan tetapi mati-matian Joice berjuang sekuat mungkin meneguhkan hatinya bahwa dirinya mampu melewati ini semua. “Tidak, Yang Mulia. Tidak ada tuntutan harta atau apa pun. Bagiku, harta tidaklah pentin
Albern menjadi orang pertama yang menghampiri Joice saat hakim sudah memberikan putusan bahwa Joice dan Marcel sudah resmi bercerai. Pria itu langsung berdiri di hadapan Joice bermaksud memberikan semangat dan dukungan.“Joice,” panggil Albern.“Hey, Albern.” Joice berusaha memberikan senyuman pada Albern.“Kau sudah melakukan yang terbaik.” Albern menepuk-nepuk bahu Joice.Tampak manik mata Marcel menatap tajam Albern yang berada di dekat Joice. Dia hendak ingin mendekat tapi ingatannya teringat bahwa dirinya dan Joice telah resmi bercerai. Sudah tidak ada lagi yang bisa dia lakukan.“Thanks, Albern.” Joice tersenyum—lalu dia keluar melangkah keluar dari ruang persidangan bersama dengan keluarganya. Pun Albern mengikuti. Sebelum pergi, Joice sempat berjabat tangan dengan pengacaranya—karena telah membantu dalam proses perceraiannya dengan Marcel berjalan lancar. Joice mengabaikan Marcel ketika suara ketukan palu terdengar. Ya, tepat di mana suara ketukan palu sudah terdengar itu me
Marcel menatap dalam dan lekat foto pernikahannya dengan Joice yang masih terpasang di kamarnya. Raut wajah Marcel berubah menjadi lesu seakan tidak lagi memiliki semangat hidup.Kepingan memorinya muncul tentang dirinya dan Joice yang sudah menikah, membuatnya benar-benar tenggelam. Marcel mendekat menyentuh foto pernikahannya dengan Joice. Hati Marcel benar-benar seakan sesak. Seolah dirinya tengah berada di dalam jurang penderitaan. Padahal dia sendiri yang pernah mengatur kalau setelah Joice melahirkan nanti, dia dan Joice akan bercerai.Seharusnya, Marcel menyukai perpisahan ini. Seharusnya Marcel merasa lega karena hidupnya sudah tidak lagi diganggu Joice. Tapi sayangnya yang Marcel rasakan adalah kesesakan karena telah kehilangan sosok Joice.Marcel menatap cincin pernikahan Joice yang masih ada di genggaman tangannya. Raut wajah Marcel berubah. Hatinya terasa sangatlah sesak. Ingatannya terus terngiang oleh putusan hakim. Napas Marcel seakan sesak mengingat putusan hakim.“Ak
London, UK. Beberapa bulan kemudian …Usia kandungan Joice sudah memasuki minggu ke tiga puluh enam. Kandungan Joice sudah semakin membesar. Tidak hanya kandungan saja, tapi tubuh pun sudah melebar ke kanan dan kiri. Kehamilan membuat tubuh Joice mengalami kenaikan berat badan yang cukup drastis.Seluruh keluarga tentunya sudah tahu tentang Joice yang hamil bayi kembar. Sambutan keluarga sangatlah antusias mendengar kabar kehamilan Joice. Memiliki banyak genetic kembar dari Marcel, membuat Joice sangat wajar jika mengandung anak kembar.Selama hamil, Joice sudah vakum dari dunia modelling yang membesarkan namanya. Namun, meski demikian dia terkadang masih kerap hadir di acara undangan-undangan televisi ataupun penjurian Miss Universe. Saat ini di usia kandungan yang sudah mendekati waktu kelahiran, memang Joice hanyalah fokus pada kandungannya. Lagi pula, keluarga besar Joice dan keluarga besar Marcel pun sudah meminta Joice untuk tidak terlalu banyak memikirkan pekerjaan.Ngomong
“Nyonya Joice sedang pergi bersama Tuan Albern Wern, Tuan.”Kalimat yang terucap di bibir Hendy, membuat Marcel yang tengah menatap perkotaan kota London diselimuti amarah. Salju menimbulkan cuaca dingin, tapi sayangnya amarah dalam diri Marcel seakan tidak bisa lagi tertahankan.Mata Marcel menyorot tajam mendengar laporan dari Hendy. Ya, Marcel sengaja meminta Hendy untuk menanyakan keberadaan Joice, karena memang dia ingin tahu di mana Joice berada.Saat ini Marcel sudah tiba di London. Dia tidak mengira sama sekali kalau Joice akan pergi bersama dengan Albern. Padahal sudah waktunya menjelang persalinan, tapi sempat-sempatnya Joice malah berkencan dengan Albern.Napas Marcel memburu. Rahangnya mengetat. Tangannya mengepal begitu kuat. Ada rasa sesal dirinya datang ke London. Jika seperti ini, maka lebih baik dia akan memilih untuk meninggalkan London.“Segera atur kepulanganku ke Milan. Joice sudah memiliki seorang yang menemaninya. Dia tidak membutuhkanku,” tukas Marcel memberi p
Marcel mengambil iPad dan ponselnya yang ada di atas meja. Pria itu segera bergegas untuk masuk ke dalam mobilnya. Bagi Marcel, tidak ada gunanya masih berada di London. Pria itu memutuskan untuk kembali ke Milan. Dia berpikir bahwa Joice sudah memiliki pria lain. Sama sekali tidak membutuhkannya.“Tuan …” Hendy berlari menghampiri Marcel yang sudah bergegas masuk ke dalam mobil.Sebelumnya, Hendy sudah melarang Marcel kembali ke Milan. Akan tetapi, sifat keras kepala Marcel memang sangat sulit untuk diberi tahu. Untungnya sekarang Hendy memiliki alasan kuat untuk menghentikan Marcel.“Ada apa?” Marcel menatap dingin Hendy.“Tuan, Nyonya Joice kontraksi. Beliau sekarang ada di rumah sakit,” jawab Hendy yang seketika itu juga membuat raut wajah Marcel berubah.“Ada Albern yang menemaninya, kan?” Marcel mengatakan itu, menahan amarah di dadanya.Hendy ragu. “Ada, Tuan. Tapi Anda jangan lupa kalau Tuan Albern Wern tidak memiliki hak apa pun. Dalam hal seperti ini Nyonya Joice membutuhkan
Marvel Marcellino De LucaJanita Marcella De LucaDua nama bayi kembar laki-laki dan perempuan dari Marcel dan Joice mendapatkan pujian dari para perawat. Nama yang sangat indah. Saat ini Joice sudah berada di ruang rawat VVIP. Setelah melahirkan, Marcel langsung meminta petugas medis memindahkan Joice ke ruang rawat VVIP.Di ruang rawat itu sudah penuh dengan keluarga inti Marcel dan juga keluarga inti Joice. Pun Hana turut ada di sana. Mereka semua hadir di kala mendengar kabar Joice sudah melahirkan.Sambutan sangatlah antusias. Apalagi bayi kembar Marcel dan Joice merupakan cucu pertama pada orang tua Marcel dan juga orang tua Joice. Sekalipun Marcel bukan anak pertama, tapi Marcel yang pertama kali menikah. Sedangkan Joice sudah pasti melahirkan cucu pertama di keluarganya, karena memang Joice adalah anak sulung.Dean nampak tak suka melihat Marcel berada di ruang rawat Joice, namun tentunya pria paruh baya itu tidak mungkin bisa mengusir Marcel. Bagaimanapun, anak yang dilahirka
Lombok, Indonesia. Menepuh perjalanan jauh dari London ke Lombok adalah hal yang tak pernah Joice sangka-sangka. Saat usia Janita dan Marvel dua tahun, Joice pernah diajak Marcel ke Bali dan Jakarta. Hanya saja dia belum pernah ke Lombok. Wanita cantik itu takjub, di kala Marcel membawanya benar-benar berkeliling pedesaan.Joice tak pernah mengira Marcel akan membawanya serta tiga anaknya berlibur ke Lombok. Liburan di benua Eropa dan Amerika adalah hal biasa untuk Joice bersama keluarga. Akan tetapi, liburan ke Asia benar-benar sangat menakjubkan!“Sayang, ini indah sekali. Terima kasih sudah membawaku ke sini.” Mata Joice berkaca-kaca menatap Marcel dengan haru.Marcel mengecup kening Joice. “Aku sudah yakin kau akan menyukai tempat ini.”Joice tersenyum lembut seraya menatap tiga anaknya yang sedang berlari-larian. “Waktu terasa sangatlah cepat. Dulu, aku selalu hidup berdua dengan Hana. Ke mana pun aku pergi, maka Hana akan ikut denganku. Tapi sekarang semua berubah di kala takdi
London, UK. Janji suci pernikahan yang terucap secara bergantian di bibir Landon dan Anya—wanita yang menikah dengan Landon—nampak membuat Joice sejak tadi tersenyum penuh haru bahagia. Sepasang iris mata Joice menunjukkan betapa dia bahagia. Kepingan memori teringat akan masa kecilnya bersama dengan sang adik, membuat Joice meneteskan air mata haru.Landon bertemu dengan Anya saat adiknya itu tengah berlibur ke Singapore. Singkat cerita, mereka hanya berawal berkencan biasa, namun ternyata berujung pada pernikahan. Tentunya perjalanan mereka tak selalu mulus. Ada kalanya naik turun. Tapi Joice selalu memberikan nasihat terbaik untuk adiknya, di kala adiknya mengalami masalah hubungan percintaan.Joice menetap tinggal di Milan, karena ikut dengan sang suami. Jarak tinggalnya dengan orang tua serta adiknya memang jauh, tapi Joice sering sekali mengunjungi London. Banyak keluarga yang tinggal di London, tentunya membuat Joice wajib mengunjungi kota indah itu.Selama proses upacara pern
*Dua minggu lagi hari pernikahanku. Kau pasti akan ke London, kan? Jangan bilang kau sibuk. Aku tidak akan lagi menganggapmu, jika kau sampai tidak datang di hari pernikahanku.* Pesan singkat dari Landon membuat Joice mengulumkan senyumannya. Wanita berparas cantik itu terlihat gemas akan pesan yang dia baca ini. Well, Joice tak akan mungkin hari pernikahan adiknya yang akan diadakan dua minggu lagi.Singkat cerita, beberapa bulan lalu Landon mendatangi Milan, memperkenalkan seseorang wanita cantik yang merupakan calon istri adiknya itu. Joice tentu saja bahagia mendengar kabar Landon akan segera menikah.Sudah sejak lama Joice meminta Landon untuk segera menikah. Karena bagaimanapun, Joice tahu bahwa kedua orang tuanya menginginkan Landon memiliki keluarga seperti dirinya dan Marcel. Doa Joice selama ini terjawab. Adiknya akhirnya dipertemukan dengan takdirnya.“Kenapa kau senyum-senyum seperti itu, Sayang?” Marcel mendekat, menghampiri sang istri. Joice mengalihkan pandangannya,
“Mommy, Daddy, kami pulang.”Marvel, Janita, dan si bungsu—Maxime—menghamburkan tubuh mereka pada kedua orang tua mereka. Pun tentu Joice dan Marcel membalas pelukan tiga anak mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.Kemarin, kedua orang tua Marcel sudah kembali ke Milan. Namun, mereka tidak langsung mengembalikan Maxime. Yang mereka lakukan malah menjemput Marvel dan Janita untuk berjalan-jalan. Weekend terakhir, tak ingin diasia-siakan oleh kedua orang tua Marcel itu.Sekarang Marvel, Janita, dan Maxime dipulangkan, karena Marvel dan Janita akan masuk sekolah. Maxime juga dipulangkan, karena pastinya Marcel dan Joice sangatlah merindukan putra bungsu mereka.“Sayang Mommy. Ah, kalian baru pulang jalan-jalan. Pasti kalian happy.” Joice menciumi ketiga anaknya itu. Bergantian dengan Marcel yang kini menciumi tiga anaknya. “Mommy kami senang sekali diajak jalan-jalan Grandpa Mateo dan Grandma Miracle,” ucap Janita dengan riang gembira.Joice tersenyum mendengar apa yang dikatakan
Joice turun dari mobil, dan melangkah terburu-buru masuk ke dalam mansion menuju kamar. Tentu saja, Marcel segera menyusul Joice yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mereka. Sejak di mana bertemu dengan Poppy—Joice memang terlihat masih marah. Padahal seharusnya Joice sudah tidak lagi marah padanya.“Joice, kau masih mendiamiku setelah aku memberikan penjelasan padamu?” Marcel masuk ke dalam kamar, mendekat pada Joice.“Aku ingin istirahat, Marcel. Tolong kau keluar.” Joice tetap bersikap dingin, dan acuh, meminta Marcel untuk keluar. Dia masih enggan untuk bicara dengan suaminya. Sekalipun, tadi dia sudah bertemu dengan Poppy—tetap saja dia masih kesal dan marah.Marcel berusaha bersabar menghadapi sang istri yang cemburu buta. Dia menarik tangan Joice—membuat tubuh istrinya itu masuk ke dalam dekapannya. Tampak Joice berontak di kala Marcel memeluknya dengan erat.“Marcel, lepaskan aku! Lepas!” Joice mendorong dada bidang Marcel.“Jika kau berontak, maka aku akan benar-benar b
Mobil sport milik Marcel terhenti di sebuah restoran ternama di Milan. Detik itu juga raut wajah Joice berubah menunjukkan jelas kebingungannya. Dia sedang marah, tapi kenapa malah diajak ke restoran? Apa-apaan ini? Sungguh! Joice menjadi semakin kesal pada Marcel.“Marcel, kau kenapa mengajakku ke sini?” seru Joice kesal pada Marcel.“Kita akan bertemu dengan seseorang.” Marcel membuka seat belt-nya, turun dari mobil—dan membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya itu.“Bertemu siapa?!” Joice enggan untuk bertemu siapa pun. Dalam kondisi raut wajah yang sedang marah, menunjukkan jelas rasa tak suka jika harus bertemu dengan orang. Entah siapa yang ingin ditunjukkan oleh suaminya itu. Marcel menunduk, membuka seat belt sang istri. “Kau akan tahu, jika kau sudah turun.” Lalu, pria itu menarik tangan istrinya—memaksa untuk turun dari mobil. Joice mendesah kasar ketika tangannya ditarik sang suami masuk ke dalam restoran. Dia tidak memiliki pilihan lain untuk mengikuti suaminya it
“Mom, kenapa kau tidur di kamarku? Nanti Daddy kesepian. Kasihan Daddy, Mom. Daddy bilang padaku, dia tidak akan bisa tidur nyenyak, jika tanpa Mommy.” Janita menatap Joice yang tidur di kamarnya. Biasanya ibunya itu akan menemaninya tidur, jika dia tengah sakit. Tapi dia sehat dan baik-baik saja. Itu yang membuat gadis kecil itu bingung.Joice memeluk Janita dan mengecupi pipi bulat putrinya itu. “Mommy sangat merindukanmu. Itu kenapa Mommy tidur denganmu. Memangnya kau tidak suka tidur bersama Mommy?”Janita tersenyum lembut dan manis. “Tentu saja aku suka, Mommy. Aku suka tidur bersama Mommy. Tapi, aku kasihan pada Daddy tidur sendiri. Nanti Daddy kesepian. Bagaimana kalau Daddy diajak tidur bersama kita saja?” Gadis kecil itu memberikan ide luar biasa.“Tidak!” tolak Joice tegas, dengan raut wajah jengkel.“Kenapa tidak, Mommy? Kasihan Daddy tidur sendiri.” Raut wajah Janita muram.“Daddy tidak tidur sendiri. Malam ini Daddy tidur bersama Marvel, Little Girl.” Marcel melangkah men
Weekend tiba. Marvel dan Janita bersorak riang gembira. Dua anak kembar itu libur. Mereka sekarang asik berkutat pada dengan iPad mereka masing-masing. Mereka tenang tak memiliki gangguan. Pasalnya Maxime masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Jika Maxime ada di rumah, sudah pasti adiknya itu akan mengganggu dengan membuat kekacauan. Marvel asik bermain game mobil balap. Janita asik bermain game barbie. Akan tetapi tentu Janita bermain game sambil mengemil cake yang dibuatkan pelayan. Gadis kecil itu memang terkenal sangat menyukai cake manis.“Marvel, Janita. Kalian mendapatkan video call Grandpa Dean dan Grandma Brianna. Ayo jawab telepon kakek kalian dulu.” Joice menghampiri dua anak kembarnya yang tengah asik bermain dengan iPad.“Yes, Mommy.” Marvel dan Janita menjawab dengan patuh. Mereka langsung berlari menghampiri pengasuh mereka—yang tengah memegang ponsel. Dua bocah itu bahagia mendengar kakek dan nenek mereka video call.Joice tersenyum sambil menggeleng-gelengkan k
Janita tersenyum-senyum seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Gadis kecil cantik itu baru saja pulang sekolah—dengan wajah yang riang gembira. Sayangnya tidak dengan Marvel yang pulang dalam keadaan menekuk bibirnya.“Mommy, aku dan Kak Marvel sudah pulang.” Janita berseru dengan suara cempreng dan nyaring—membuat Marvel harus menutup kedua telinganya.“Anak-anak Mommy sudah pulang.” Joice tersenyum menyambut dua anak kembarnya yang sudah pulang. “Ayo ganti pakaian kalian dulu. Cuci tangan bersih, lalu kita makan siang bersama.”Janita dan Marvel sama-sama mengangguk patuh. Mereka menuju ke kamar mereka masing-masing bersamaan dengan para pengasuh mereka. Tepat di kala Janita dan Marvel sudah masuk ke dalam kamar—Joice bersenandung sambil menyiapkan makanan lezat yang sudah dia siapkan untuk dua anak kembarnya. Joice telah mengurangi pekerjaannya yang bergelut di dunia model. Bukan berhenti, tapi hanya mengurangi porsi pekerjaan. Bisa dikatakan fokus utama Joice adalah mengurus suam