Aroma alkohol begitu kuat bercampur dengan asap rokok di dalam ruang kerja Marcel. Pria itu duduk di kursi kerjanya yang ada di mansion-nya. Raut wajah pria itu sangatlah kacau, namun inilah yang terbaik.Menyetujui perpisahaan sangatlah membuat hati Marcel sesak. Tidak bisa dia pungkiri bahwa hatinya tidak rela melepas Joice. Akan tetapi, di sisi lain perkataan William—kakeknya—selalu terngiang di dalam benaknya. “Kau di sini rupanya. Aku mencarimu di kantormu, tapi kau tidak ada.” Moses melangkah masuk, mendekat ke arah Marcel yang duduk di kursi kebesarannya. Ya, dia sengaja ingin menemui saudara kembarnya di kantor, tapi ternyata malah saudara kembarnya tidak berada di kantor melainkan di mansion saudara kembarnya.Marcel menatap dingin Moses. “Jika kau hanya ingin menasehatiku, lebih baik kau enyah dari hadapanku. Aku paling tidak suka dinasehati.”“Nope, aku menemuimu karena aku ingin bertemu denganmu.” Moses duduk di hadapan Marcel. “Aku mendatangimu sebagai saudara kembarmu y
Kabar perceraian Joice dan Marcel sudah terdengar. Berita dihebohkan oleh kabar perceraian tersebut. Padahal pernikahan Joice dan Marcel masih terbilang seumur jagung. Tidak ada yang mengira kalau pernikahan Joice dan Marcel harus kandas hingga berakhir pada perpisahan. Pernikahan kilat antara Joice dan Marcel saja masih heboh di hadapan publik, karena memang belum ada sedikit pun kabar tentang Joice dan Marcel yang memiliki hubungan special.Lalu, sekarang belum sampai satu tahu menikah, kabar perceraian Joice dan Marcel sudah terdengar. Itu yang membuat nama mereka kembali menjadi pembahasan menghebohkan publik. Jadwal persidangan akan diadakan minggu ini. Pun Joice dan Marcel sudah pisah rumah. Joice memutuskan tinggal di penthouse-nya sampai proses cerai telah selesai. Joice tidak mungkin meninggalkan Milan, kalau proses perceraiannya belum selesai.Saat ini pengacara Joice dalam pengawasan Oliver—sepupu Joice. Tentunya karena Oliver pun menginginkan Joice berpisah dengan Marcel
Tubuh Joice membeku mendengar pertanyaan yang terlontar dari sang hakim. Aura wajah wanita itu memancarkan kesedihan yang mendalam. Debar jantungnya berpacu kencang seakan ingin berhenti berdetak.Joice tidak pernah menyangka kalau akan berhadapan dengan sang hakim. Dia seakan berada di tepi jurang, yang hanya satu langkah saja dia sudah tercebur di dalam jurang kesesakan itu.Joice mengatur napasnya berusaha untuk tenang. Wanita itu melihat seluruh keluarganya dan keluarga Marcel memberikan senyuman yang mengisyaratkan dukungan luar biasa. Pun di sana ada Albern yang sejak tadi tersenyum hangat menatap Joice. Albern menepati janjinya untuk datang di persidangan Joice.Joice meremas pelan tangannya di bawah meja. Wajah Joice sedikit memucat. Matanya memancarkan rasa patah dan hancur. Akan tetapi mati-matian Joice berjuang sekuat mungkin meneguhkan hatinya bahwa dirinya mampu melewati ini semua. “Tidak, Yang Mulia. Tidak ada tuntutan harta atau apa pun. Bagiku, harta tidaklah pentin
Albern menjadi orang pertama yang menghampiri Joice saat hakim sudah memberikan putusan bahwa Joice dan Marcel sudah resmi bercerai. Pria itu langsung berdiri di hadapan Joice bermaksud memberikan semangat dan dukungan.“Joice,” panggil Albern.“Hey, Albern.” Joice berusaha memberikan senyuman pada Albern.“Kau sudah melakukan yang terbaik.” Albern menepuk-nepuk bahu Joice.Tampak manik mata Marcel menatap tajam Albern yang berada di dekat Joice. Dia hendak ingin mendekat tapi ingatannya teringat bahwa dirinya dan Joice telah resmi bercerai. Sudah tidak ada lagi yang bisa dia lakukan.“Thanks, Albern.” Joice tersenyum—lalu dia keluar melangkah keluar dari ruang persidangan bersama dengan keluarganya. Pun Albern mengikuti. Sebelum pergi, Joice sempat berjabat tangan dengan pengacaranya—karena telah membantu dalam proses perceraiannya dengan Marcel berjalan lancar. Joice mengabaikan Marcel ketika suara ketukan palu terdengar. Ya, tepat di mana suara ketukan palu sudah terdengar itu me
Marcel menatap dalam dan lekat foto pernikahannya dengan Joice yang masih terpasang di kamarnya. Raut wajah Marcel berubah menjadi lesu seakan tidak lagi memiliki semangat hidup.Kepingan memorinya muncul tentang dirinya dan Joice yang sudah menikah, membuatnya benar-benar tenggelam. Marcel mendekat menyentuh foto pernikahannya dengan Joice. Hati Marcel benar-benar seakan sesak. Seolah dirinya tengah berada di dalam jurang penderitaan. Padahal dia sendiri yang pernah mengatur kalau setelah Joice melahirkan nanti, dia dan Joice akan bercerai.Seharusnya, Marcel menyukai perpisahan ini. Seharusnya Marcel merasa lega karena hidupnya sudah tidak lagi diganggu Joice. Tapi sayangnya yang Marcel rasakan adalah kesesakan karena telah kehilangan sosok Joice.Marcel menatap cincin pernikahan Joice yang masih ada di genggaman tangannya. Raut wajah Marcel berubah. Hatinya terasa sangatlah sesak. Ingatannya terus terngiang oleh putusan hakim. Napas Marcel seakan sesak mengingat putusan hakim.“Ak
London, UK. Beberapa bulan kemudian …Usia kandungan Joice sudah memasuki minggu ke tiga puluh enam. Kandungan Joice sudah semakin membesar. Tidak hanya kandungan saja, tapi tubuh pun sudah melebar ke kanan dan kiri. Kehamilan membuat tubuh Joice mengalami kenaikan berat badan yang cukup drastis.Seluruh keluarga tentunya sudah tahu tentang Joice yang hamil bayi kembar. Sambutan keluarga sangatlah antusias mendengar kabar kehamilan Joice. Memiliki banyak genetic kembar dari Marcel, membuat Joice sangat wajar jika mengandung anak kembar.Selama hamil, Joice sudah vakum dari dunia modelling yang membesarkan namanya. Namun, meski demikian dia terkadang masih kerap hadir di acara undangan-undangan televisi ataupun penjurian Miss Universe. Saat ini di usia kandungan yang sudah mendekati waktu kelahiran, memang Joice hanyalah fokus pada kandungannya. Lagi pula, keluarga besar Joice dan keluarga besar Marcel pun sudah meminta Joice untuk tidak terlalu banyak memikirkan pekerjaan.Ngomong
“Nyonya Joice sedang pergi bersama Tuan Albern Wern, Tuan.”Kalimat yang terucap di bibir Hendy, membuat Marcel yang tengah menatap perkotaan kota London diselimuti amarah. Salju menimbulkan cuaca dingin, tapi sayangnya amarah dalam diri Marcel seakan tidak bisa lagi tertahankan.Mata Marcel menyorot tajam mendengar laporan dari Hendy. Ya, Marcel sengaja meminta Hendy untuk menanyakan keberadaan Joice, karena memang dia ingin tahu di mana Joice berada.Saat ini Marcel sudah tiba di London. Dia tidak mengira sama sekali kalau Joice akan pergi bersama dengan Albern. Padahal sudah waktunya menjelang persalinan, tapi sempat-sempatnya Joice malah berkencan dengan Albern.Napas Marcel memburu. Rahangnya mengetat. Tangannya mengepal begitu kuat. Ada rasa sesal dirinya datang ke London. Jika seperti ini, maka lebih baik dia akan memilih untuk meninggalkan London.“Segera atur kepulanganku ke Milan. Joice sudah memiliki seorang yang menemaninya. Dia tidak membutuhkanku,” tukas Marcel memberi p
Marcel mengambil iPad dan ponselnya yang ada di atas meja. Pria itu segera bergegas untuk masuk ke dalam mobilnya. Bagi Marcel, tidak ada gunanya masih berada di London. Pria itu memutuskan untuk kembali ke Milan. Dia berpikir bahwa Joice sudah memiliki pria lain. Sama sekali tidak membutuhkannya.“Tuan …” Hendy berlari menghampiri Marcel yang sudah bergegas masuk ke dalam mobil.Sebelumnya, Hendy sudah melarang Marcel kembali ke Milan. Akan tetapi, sifat keras kepala Marcel memang sangat sulit untuk diberi tahu. Untungnya sekarang Hendy memiliki alasan kuat untuk menghentikan Marcel.“Ada apa?” Marcel menatap dingin Hendy.“Tuan, Nyonya Joice kontraksi. Beliau sekarang ada di rumah sakit,” jawab Hendy yang seketika itu juga membuat raut wajah Marcel berubah.“Ada Albern yang menemaninya, kan?” Marcel mengatakan itu, menahan amarah di dadanya.Hendy ragu. “Ada, Tuan. Tapi Anda jangan lupa kalau Tuan Albern Wern tidak memiliki hak apa pun. Dalam hal seperti ini Nyonya Joice membutuhkan