Home / Rumah Tangga / Birahi Liar istri Setia / 4) Perhatian Khusus Paman

Share

4) Perhatian Khusus Paman

Author: NDRA IRAWAN
last update Last Updated: 2025-03-26 12:00:32

Di ruangan kantor yang relatif besar dan terang, Jordy duduk di balik meja kerjanya, menatap kosong pada buku laporan kinerja yang terbuka di depannya. Lembar-lembar itu seolah hanya hiasan, karena pikirannya melayang jauh dari tanggung jawab pekerjaannya. Wajah Melia istri keponakannya, justru memenuhi pikirannya dalam beberapa hari terakhir ini.

Percakapan di rumah Bu Maris, kakaknya dengan keluarganya, juga obrolan empat mata dirinya dengan Melia saat di mobil, terus menghantuinya. Bukan karena kecantikan dan pesona Melia, tapi perasaan kasih dan tidak nyaman dengan keadaan Melia yang sepertinya selalu terpojok. Dia semakin yakin jika sebenarnya Radit-lah yang bermasalah.

Jordy terus berusaha menepiskan pikiran kotornya. Bagaimana mungkin dirinya, yang selalu menjaga moral dan tanggung jawab, tiba-tiba terjerumus dalam pikiran-pikiran absurd untuk memberikan benih suburnya pada istri keponakannya.

"Kenapa aku bisa sampai memikirkan hal ini?" gumam Jordy sambil menggelengkan kepalanya, mencoba terus mengusir perasaan aneh dan bersalah yang semakin menumpuk.

Tiba-tiba saja, dia merasa perlu berbicara dengan Radit, untuk mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi. Dan sebentar lagi Radit akan datang ke kantornya, dia sedang dalam perjalanan. Jordy masih terus memutar otak, bagaimana mengawali pembicaraan yang sangat sensitif ini dengan keponakannya.

Radit tiba di kantor pamannya dengan langkah mantap, meskipun hatinya penuh dengan keraguan. Dia selalu menghormati Jordy, pamannya yang tegas namun bijak. Namun kali ini, pertemuan itu terasa lebih berat. Radit merasakan tekanan yang kuat untuk berbicara jujur, meskipun dia sendiri tak pernah benar-benar siap untuk membuka aib yang sudah lama ia sembunyikan, bahkan dari keluarganya.

Ketika Radit masuk ke ruangan, suasana redup kantor itu menyambutnya dengan keheningan. Jordy, yang biasanya tersenyum hangat setiap kali melihat keponakannya, tampak lebih serius dari biasanya. Tatapannya lurus pada Radit, seolah sedang berusaha menembus lapisan-lapisan kebohongan yang telah ia rasakan selama ini.

"Radit, duduklah," ucap Jordy dengan suara tenang namun berat.

Radit menurut, duduk di depan meja pamannya. Dia merasa tenggorokannya kering, tangannya berkeringat. Sebuah firasat buruk telah menghantuinya sejak Jordy mengundangnya untuk berbicara secara pribadi.

Keheningan mencekam sejenak, hingga akhirnya Jordy memulai pembicaraan yang berat itu.

"Dit, Om tahu kamu selalu menghormati Om, dan Om tahu kamu mencoba menjadi suami yang baik untuk Melia," kata Jordy perlahan.

"Tapi ada hal yang ingin Om bicarakan denganmu. Om ingin kamu jujur, Dit. Apa sebenarnya yang terjadi di antara kamu dan Melia?"

Radit menggigit bibirnya, merasakan beban di dadanya semakin berat. Ia tahu ini akan terjadi, tapi tetap saja sulit bagi dirinya untuk mengucapkan kebenaran yang telah lama ia sembunyikan. Dia menundukkan kepalanya, menghindari tatapan tajam pamannya.

"Om," Radit memulai dengan suara serak, "aku... aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjadi suami yang baik. Aku... aku sayang sama Melia."

Jordy mengangguk, meskipun hatinya tidak tenang. "Tapi ada sesuatu yang kamu sembunyikan, Dit. Om bisa merasakannya. Kita keluarga, sesama lelaki dewasa, Jika ada masalah, kita harus menyelesaikannya bersama. Om ingin membantu, tapi kamu harus jujur."

Radit menarik napas panjang, suaranya hampir bergetar ketika akhirnya ia mengakui apa yang selama ini ia pendam. "Om... aku... aku tidak bisa memberikan Melia apa yang seharusnya suami berikan kepada istri," ucapnya perlahan. "Alat reproduksiku... kurang berfungsi dengan baik."

Pengakuan itu menggema dalam ruangan yang sepi. Jordy, meskipun sudah menduga, tetap merasakan hantaman keras di hatinya. Ia menatap keponakannya dengan perasaan campur aduk—kaget, kasihan, dan terpukul.

Sebagai seorang paman, ia bisa merasakan beban yang telah Radit bawa selama ini, dan juga rasa malu yang tak terkatakan. Tapi di sisi lain, ada perasaan bersalah yang tidak bisa ia tepis. Bayangan Melia yang selalu terlihat terpojok dan tidak bahagia mengingatkannya pada kelemahan keponakannya.

Jordy meremas tangannya di atas meja, berusaha menenangkan gejolak di hatinya. "Kenapa kamu tidak pernah bercerita sama Om?" tanyanya, meskipun ia tahu jawabannya. "Kita bisa mencarikan solusi sejak awal. Kita keluarga, Om ini pamanmu, adik ibumu, jadi masih bisa kamu anggap ayahmu, Dit"

Radit menunduk semakin dalam, tidak sanggup menjawab. Jordy hanya bisa menghela napas berat, mencoba menahan perasaan yang semakin bercampur baur di dalam dirinya.

Bagaimanapun, sebagai seorang paman, ia harus tetap tenang dan mencari solusi. Namun di balik semua itu, ada perasaan yang tak bisa ia hilangkan—perasaan bersalah atas pikiran-pikiran gelap terhadap Melia yang terus menghantuinya selama ini.

“Apa saja yang sudah kamu lakukan untuk memperbaiki keadaan itu, Dit?” tanya Jordy dengan suara bergetar.

Radit terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan suara pelan, “Sudah mencoba segalanya. Dokter, obat-obatan, terapi... tapi aku tetap belum bisa... berfungsi dengan baik, Om.” Air mata Radit mulai menetes.

“Aku kasihan pada Melia, hubungan kami makin buruk. Kemarin, Ibu malah bilang aku harus menceraikan Melia dan mencari istri baru. Tapi aku tidak bisa, Om. Aku sangat mencintai Melia.”

Jordy terkejut, meskipun dalam hatinya ia sudah menduga. “Kenapa kamu tidak bicara dari awal? Kita bisa mencari jalan keluar bersama, Dit.”

Radit tersedu, “Aku tidak berani, Om. Ibu terlalu keras. Sekarang Melia sudah sulit diajak bicara. Tolong, bisakah Om bicara dengan Melia? Aku benar-benar butuh bantuan dari Om.”

Jordy terdiam, merasa terjebak antara keinginan membantu keponakannya dan perasaannya terhadap Melia.

Akhirnya, ia mengangguk dengan berat hati. “Baiklah, Om akan coba bicara dengan Melia. Tapi kamu juga harus terus berusaha. Kita akan mencari solusinya bersama.”

Setelah berbicara panjang lebar, Radit memeluk pamannya dengan erat. Ada kelegaan yang terasa, meski masih terbalut kesedihan.

Sebelum Radit pergi, seperti biasa, Jordy menyelipkan uang jajan untuk Melia di tangan Radit. “Beri ini untuk Melia, jangan lupa. Dia pasti butuh sesuatu,” ujar Jordy dengan nada lembut.

Radit mengangguk, memahami perhatian pamannya yang tak pernah hilang. Jordy tahu bahwa Radit punya banyak kekurangan—bukan hanya dari segi kesehatan, tetapi juga secara finansial, terutama karena ibunya yang cenderung pelit dan terlalu banyak perhitungan.

Bu Maria sering menyalahkan situasi ini pada Melia, mengatakan bahwa masalah Radit terjadi karena Melia boros, namun tidak memberikan asupan gizi yang cukup pada suaminya.

Jordy sangat paham bahwa Melia tidak seperti itu. Melia selalu berhemat dan merawat rumah tangga dengan baik disela-sela kesibukannya sebagai guru, meskipun di balik itu semua, dia sering terpojok oleh sikap mertua dan iparnya yang keras.

Jordy merasa bersalah yang mendalam setiap kali mendengar kakaknya menyalahkan Melia, karena dia yakin belum tentu Melia yang jadi sumber masalah. Justru sebaliknya, Melia adalah istri yang selalu berusaha keras mempertahankan rumah tangga mereka di tengah badai ini.

Setelah Radit pergi, Jordy duduk kembali di kursinya, menatap kosong ke arah meja. Pikirannya kembali melayang pada Melia yang telah mencuri perhatiannya lebih dari yang seharusnya.

Satu hal yang pasti, kini dia harus mendekati Melia, bukan hanya sebagai paman ipar, tetapi sebagai orang yang bisa menenangkan dan memberikan dukungan di tengah krisis yang sedang dihadapi Radit dan Melia. Keharmonisa hubungan mereka harus kembali utuh walau sedang memasuki ujian yang sangat berat.

^*^

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Birahi Liar istri Setia   5) Tindakan Nekad Mertua

    Pagi itu, Bu Maria bangun dengan semangat yang jarang ia rasakan. Hatinya gembira, bahkan ada senyum yang tersungging di bibirnya. Suaminya akan pergi dinas luar selama tiga hari, memberikan kesempatan untuk melaksanakan rencana yang sudah lama ia simpan.Sambil menyiapkan sarapan, Bu Maria terus bersenandung, seakan kegembiraan ini tidak bisa ia sembunyikan. Namun, sesekali ada kekhawatiran yang muncul. “Bener gak ya, jalan ini? Apa gak dosa ya minta bantuan begituan?” batinnya ragu.Ia menghela napas panjang, melirik ke arah jam dinding yang berdetak pelan. Ia tahu, di balik senandungnya itu ada rasa was-was yang terus mengintai.“Tapi... ini demi kebaikan Radit dan Melia,” bisiknya, berusaha meyakinkan diri.Setelah Pak Darma pergi, Bude Yati menjemput Bu Maria dengan mobil Tony, menantunya. Tony sudah beberapa kali mengantar Bude Yati, mertuanya ke tempat Gus Bokis.Setelah berada dalam mobil, Bu Maria masih merasa tegang.“Tenang, Mar. Kita cuma mau cari solusi buat Radit dan Mel

    Last Updated : 2025-03-26
  • Birahi Liar istri Setia   6) Bertemu Mantan

    Bersamaan dengan Bu Maria dan Kelvin melaju di jalan pedesaan, Melia memutuskan untuk singgah di sebuah warung kopi sederhana di pinggir jalan. Tempat ini selalu memberi ketenangan, seolah-olah waktu berjalan lebih lambat di sini.Dengan secangkir teh hangat di tangannya, Melia duduk di salah satu bangku kayu yang menghadap ke jalan. Kepalanya penuh dengan pikiran yang berat, terutama soal kehamilannya yang terus dipertanyakan oleh ibu-ibu di sekitar rumah.Apa aku mending tinggal di rumah ibu aja? Biarin aja Mas Radit mau ikut sukur, gak juga gak apa-apa, pikirnya.Melia menggulir layar ponselnya, mencoba mencari hiburan sejenak di media sosial, Melia mendesah panjang. Sepertinya, tak ada jalan mudah untuk lari dari kenyataan. Pandangannya masih tertuju pada layar ketika tiba-tiba, suara yang sangat familiar memecah keheningan siang itu."Melia ya?"Melia mengangkat kepala. Di hadapannya, berdiri seorang pria dengan jaket ojek online dan helm di tangan. Sosok yang begitu dikenal, tap

    Last Updated : 2025-04-16
  • Birahi Liar istri Setia   7) Nostagia Biru

    Melia duduk kembali di meja kerjanya. Tangannya sibuk mengetik laporan, namun pikirannya masih tertinggal di warung kopi tadi. Wajah Gilang, suaranya, bahkan caranya menatap. Semua membekas di kepalanya.Ia mengusap perutnya yang masih datar. Bayi yang belum kunjung hadir, pertanyaan dari ibu-ibu kompleks, tatapan sinis mertua, dan suaminya yang seolah tak peduli dengan segala deritanya. Semua itu membuatnya semakin goyah. Dan kini, hadirnya Gilang seperti pintu kecil yang terbuka. Bukan untuk cinta, tapi untuk pelarian.Melia memejamkan mata sejenak. Bukan, dia tidak ingin kembali ke masa lalu. Tapi ia rindu akan ketulusan. Rindu seseorang yang melihatnya sebagai perempuan yang cukup, bukan hanya istri yang dituntut melahirkan keturunan oleh keluarga suaminya, tanpa mau tahu apa permasalahan yang sebenarnya."Mas Gilang..." lirihnya pelan, nyaris tak terdengar.Ia tahu pertemuan tadi tidak akan berhenti di situ. Bukan karena dia menginginkannya, tapi karena hatinya diam-diam berharap

    Last Updated : 2025-04-16
  • Birahi Liar istri Setia   8) Terlanjur Basah

    Di saat bersamaan pula, setelah kurang lebih dua jam perjalana, Bu Maria dan Kelvin tiba di rumah Gus Bokis.Kelvin terkagum-kagum, "Ini rumah siapa, Bu? Besar banget.""Ini tempat yang bisa membantu Mas Radit dan Mbak Melia, Vin." jawab Bu Maria, lalu masuk sendirian.Di dalam, Gus Bokis yang berpakaian laksana ulama besar dan duduk di singgasana itu, menyambutnya dengan senyuman khasnya.“Sudah dibawa persyaratannya?”“Sudah Gus.”“Yu ikuti saya, ritualnya kita di kamar khsusus,” ajak Gus Bokis.Bu Maria mengikuti Gus Bokis melewati lorong rumah yang cukup panjang. Dinding-dinding lorong dihiasi lukisan kaligrafi dan aroma minyak zaitun samar tercium sejak langkah pertama memasuki ambang kamar yang disebutnya kamar khusus.Kelvin tidak diizinkan masuk. Ia menunggu di ruang tamu atau di luar dengan gelisah, sesekali memerhatikan jam dan mendengarkan samar suara burung jalak di sangkar besar dekat jendela.Sementara itu, di dalam kamar khusus, suasananya temaram. Hanya cahaya lampu mi

    Last Updated : 2025-04-16
  • Birahi Liar istri Setia   9) Kenyataan Janggal

    Entah berapa lama Bu Maria tenggelam dalam keadaan trans yang tak terkendali. Tubuhnya bergerak tanpa arah, dibimbing oleh naluri yang tak pernah ia kenal sebelumnya. Sesekali tangan Gus Bokis memaju mundurkna kepalanya.Lalu tiba-tiba, sesuatu meledak dalam mulutnya juga dari dalam dirinya. Hangat, tajam, kental dan menggetarkan. Bagian bawahnya basah dan mulutnya pun penuh dengan cairan. Saat itu juga dia meraskan seolah seluruh isi jiwanya terlepas dan melayang, cairan itu pun tanpa tersisa masuk dalam kerongkongannya.Jiwanya semakin naik, tinggi, menuju langit ketujuh.Sesaat dunia terasa diam. Tak ada waktu, tak ada suara. Hanya euforia yang membungkusnya rapat, membuatnya lupa siapa dirinya, di mana ia berada, dan mengapa ini bisa terjadi. Bu Maria melepasakan benda dalam mulutnya, lidahnya menjilati sisa-sisa cairan di sudut-susdut bibirnya, seakan tak mau terlewatkan rasa nikmat itu walau setetes.“Kamu berhasil melakukannya, Bu,” ucap Gus Bokis, tanpa membuka matanya, wajahn

    Last Updated : 2025-04-16
  • Birahi Liar istri Setia   10) Rahasia Ibu Martua

    Langit mulai meremang. Jingga tua berbaur dengan awan kelabu, menumpahkan cahaya sendu ke sepanjang jalan berkelok yang mereka lalui. Motor yang dikendarai Kelvin melaju pelan, menembus jalanan sempit yang mulai sunyi. Di kiri-kanan, pepohonan pinus menjulang rapat, menyisakan bayangan panjang yang menari-nari di aspal berdebu.Suara mesin motor seperti satu-satunya bunyi yang tersisa, selain desir angin yang menggugurkan daun-daun kering.Kelvin menggenggam erat setang motornya. Pandangannya lurus ke depan, namun pikirannya berkecamuk. Bukan hanya karena mereka masih harus menempuh perjalanan lebih dari satu jam, tapi karena kehadiran Bu Maria yang duduk di belakangnya, terasa berbeda.Pelukan ibu mertuanya di pinggangnya tak sekadar erat. Namun seolah ingin mendekat lebih dari sekadar menumpang. Dada Kelvin menghangat, bukan karena nyaman, tapi karena bingung dan canggung. Ia tak bisa mengabaikan detak jantung Bu Maria dan dua gumpalan hangat dan kenyal empuk

    Last Updated : 2025-04-17
  • Birahi Liar istri Setia   11) Dunia Sempit - 1

    Malam turun perlahan, menyelimuti kota dengan lampu-lampu temaram dan udara yang mulai menggidikkan.Gilang baru saja selesai mengantar orderan sore itu saat aplikasi gojek-nya kembali berbunyi. Nama pemesan muncul: Radit. Lokasi penjemputan tidak jauh dari tempat Gilang biasa mangkal, dan tujuan yang tertera hanyalah sebuah titik bernama “Cafe Tujuh Langit”.Tak butuh waktu lama, Gilang sudah tiba di lokasi penjemputan. Seorang pria berperawakan tinggi dengan wajah letih dan sorot mata gelisah berdiri di tepi jalan, mengenakan jaket hitam dan masker. Gilang menghampiri sambil memastikan nama.“Mas Radit ya?”Pria itu mengangguk. “Iya, Bang. Cafe Tujuh Langit, ya.”Gilang mengangguk ramah, memberikan helm cadangannya. Setelah Radit naik ke jok belakang dan mengenakan helm, motor pun melaju membelah jalanan kota yang mulai basah karena gerimis tipis.Selama perjalanan, Radit lebih banyak diam. Gilang tak bertanya apa-apa, sudah terbiasa dengan penumpang tipe seperti ini. Tapi sesampain

    Last Updated : 2025-04-17
  • Birahi Liar istri Setia   12) Dunia Sempit - 2

    Malam yang berangin, Radit dan Irsad bertemu kembali di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota. Tempat itu sepi, hanya ada mereka berdua. Radit, dengan raut wajah yang tampak lebih tegang dari biasanya, duduk sambil menggulung lengan bajunya, lalu memandang Irsad yang tampak lebih tenang, meskipun jelas masih ada kebingungan di matanya.Radit menghela napas dalam, lalu berbicara dengan nada yang lebih serius. “Sad, gue udah nggak tahan lagi. Gue udah pikirin semua matang-matang. Gue butuh kepastian, lu udah mikirin apa yang gue omongin waktu itu?”Irsad tersenyum tipis, meski ada keraguan di wajahnya. “Gue masih belum yakin, Dit. Ini bukan hal kecil. Gue tahu lu lagi dalam situasi sulit, tapi permintaan lu... ini berat, Dit.”Radit menatapnya dengan mata penuh harap. "Gue serius, Sad. Gue udah ikhlas. Gue cinta Melia, tapi gue juga nggak bisa biarin keluarga gue terus-terusan menuduh dia yang salah. Gue cuma mau ini terjadi deng

    Last Updated : 2025-04-18

Latest chapter

  • Birahi Liar istri Setia   26) Arisan Mertua - 6

    Sore menjelang dengan langit yang dilapisi jingga lembut. Di teras rumah yang diteduhi pohon mangga tua, dua perempuan duduk menghadap taman kecil yang mulai merekah setelah disiram hujan semalam.Bu Maria mengenakan daster biru dengan motif bunga-bunga halus. Wajahnya tampak lebih segar dari bisanya. Senyumnya lebih ringan, dan tatapan matanya punya sorot yang sulit dijelaskan, seolah ada percikan kehidupan yang sudah makin menyala dalam dirinya.Bude Yati memperhatikan adik iparnya diam-diam, lalu menaruh cangkir tehnya sambil menghela napas kecil.“Kamu sekarang lain, Mar,” katanya pelan, “Langkahmu terlihat lebih enteng, suaramu juga nggak berat kayak biasanya.”Bu Maria tertawa kecil. Lirih, tapi hangat. “Bude bisa aja. Mungkin karena aku sudah mulai belajar menerima hidup seperti yang disarankan Gus Bokis.”“Dari Gus Bokis?” Bude Yati menaikkan alisnya sambil menyeringai nakal. “Atau... dari Kelvin?”Nama Kelvin disebut dengan nada menggoda, membuat Bu Maria mengangkat alis, lal

  • Birahi Liar istri Setia   25) Arisan Mertua - 5

    Kelvin sedikit membungkukkan tubuh, mensejajarkan selangkangannya dengan pantat mertuanya. Tangan kanannya memegangi batang rudal yang keras, sementara tangan kirinya menahan pantat Bu Maria dan menariknya.Setelah meyakini seluruh batangnya tembus pada lobang vagina, Kelvin segera mencengkram dua bongkahan pantat itu, lalu mendorong serta memajukan selangkangannya hingga rudalnya yang hitam dan mengkilat terlihat nyata keluar masuk lobang yang dirimbuni rambut-rambut halus menggelikan.Kelvin megap megap. Doggy style di depan cermin yang besar baru kali ini dia rasakan. Wajahnya berkali kali menunduk melihat keluar masuk batang kejantannya dalam vagina mertuanya. Sekali dia juga beradu pandang di balik cermin dengan wanita yang wajahnya mulai basah dengan bulir-bulir keringat.Kelvin menjilati jemari kirinya, lalu menekan dan mengusap-usapkan pada bibir anus Bu Maria. “Oooooh…” Bu Maria melenguh, angan dan fantasinya melayang di awang-awang b

  • Birahi Liar istri Setia   24) Arisan Mertua - 4

    Bu Maria menghentikan langkahnya, lalu tersenyum kecil."Ibu tahu, Vin," jawabnya lembut. "Itu yang membuatmu semakin menarik."Kelvin makin tercekat. Kata-kata Bu Maria seperti pisau tajam yang menusuk hatinya. Dia merasa terjebak dalam jebakan yang tak terlihat. Sebuah ruangan yang seolah menutup semua pintu keluar. Wangi aromaterapi semakin menusuk, melingkupi pikirannya yang sedikit kalut.Bu Maria mendekat hingga jarak mereka tak lebih dari satu lengan. Dia mengulurkan tangan, jemarinya nyaris menyentuh bahu menantunya. Tapi, tepat sebelum jemari itu benar-benar menyentuh, Kelvin berusha mundur selangkah."Tolong, Bu," katanya, dengan suara yang sedikit gemetar. "Saya nggak bisa."Seketika senyum Bu Maria berubah menjadi tawa kecil. "Oh, sayang... kamu jangan terlalu tegang, ibu hanya ingin bersenang-senang."Ucapan itu membuat dada Kelvin semakin sesak dan segalanya terasa lebih ringan."Ibu... cantik," kata Kelvin akhirnya, nya

  • Birahi Liar istri Setia   23) Arisan Mertua -3

    Usai arisan, rumah Bu Maria kembali tenang. Riuh ibu-ibu kompleks yang tadi memenuhi ruang tamu kini tinggal kenangan samar, tak ada yang tersisa, bahkan semua piring dan gelas pun sudah kembali rapi.Malam pun tiba.Di lantai bawah, suasana jauh lebih senyap. Arin, bersama Kenzi, bayinya dan Kelvin, suaminya, telah terlelap di kamar karena kelelahan. Awalnya Arin mau pulang namun Kelvin memintanya untuk menginap karena merasa kelelahan.Bu Maria duduk seorang diri di kamarnya. Kursi rotan tempatnya berayun pelan, seirama dengan waktu yang terasa malas. Tatapannya kosong menembus langit malam yang menghitam lewat jendela terbuka.Angin dari taman depan masuk perlahan, tapi tak cukup mengusir sepi yang menyelinap ke dada. Hening ini bukan ketenangan, tapi kehampaan yang menariknya tenggelam dalam pikiran sendiri.Sejak Kelvin datang tadi, ada sesuatu yang mengusik batinnya. Ia tak ingin mengaku, bahkan pada diri sendiri. Tapi semakin lama, perasaan

  • Birahi Liar istri Setia   22) Arisan Mertua -2

    "Bu Maria... aku tuh sampai sekarang masih suka mikir," ujar Bu Hilma sambil mengaduk tehnya perlahan. "Gimana bisa Melia… yang udah lima tahun nikah sama Radit… malah keduluan sama Arin? Padahal Arin itu baru juga lulus kuliah kemarin sore."Bu Maria tersenyum kaku. Ia sudah menduga arah pembicaraan ini. Bu Hilma memang selalu punya cara untuk menyelipkan topik-topik “berbobot” dalam balutan nada prihatin."Iya, saya juga bingung, Bu," jawab Bu Maria pelan, matanya memandangi taman dari balik jendela."Kadang tuh saya ngerasa… Melia itu keras kepala. Dibilangin susah. Hidupnya juga maunya serba sederhana. Katanya sih, biar nggak ngerepotin. Tapi kadang saya mikir, apa iya semua itu bener-bener karena prinsip? Atau jangan-jangan... memang dia nggak terlalu serius."Bu Hilma mengangguk, matanya tajam. "Padahal ya, kalau saya boleh kasih saran… ada loh, metode totok rahim atau akupuntur khusus. Di tempat saya itu, ban

  • Birahi Liar istri Setia   21) Arisan Mertua - 1

    Di depan laptopnya Radit masih tertegun merenungi nasib diri dan rumah tangganya. Hatinya merasa sangat kesal dengan Pak Yanto juga Reza yang seolah menilai Melia sebagai obyek pelampiasan. Radit merasa sudah saatnya melawan dan terbuka pada siapapun, termasuk ibunya. Namun tidak hari ini, karena di rumah orang tuanya sedang ramai oleh ibu-ibu arisan.Pagi ini rumah Pak Darma memang sedang sangat berbeda. Lebih hidup dari biasanya.Deretan mobil dan motor memenuhi halaman dan sisi jalan kecil kompleks perumahan. Suara-suara tawa dan obrolan ibu-ibu berbaur dengan denting sendok di gelas teh manis yang baru saja disuguhkan oleh para ibu-ibu anggota arisan lainnya.Ruangan tamu dipenuhi aroma parfum mahal dan kue-kue kering yang disusun rapi di atas piring saji. Beberapa ibu duduk membentuk lingkaran, dengan wajah cerah dan mata yang menyapu ke sana kemari, mencari topik hangat untuk dibahas."Bunda, makin cantik aja nih, setiap hari juga cantik sih, tapi kok sekarang beda banget""Iya

  • Birahi Liar istri Setia   20) Dunia Sempit - 10

    Ketika Nola baru memluai babak awal bersama Pak Yanto, Reza sudah duduk di kantin kantor. Suasana masih sepi, hanya ada suara sendok beradu pelan di dalam gelas. Radit datang terlambat lima menit, wajahnya lesu.Reza menyambutnya dengan senyum lebar. “Akhirnya datang juga. Duduk, Dit. Gue udah pesenin kopi favorit lu.”Radit duduk tanpa banyak bicara. Hanya anggukan kecil. Reza mencondongkan tubuh ke depan, matanya menyala penuh percaya diri.“Gue ada kabar gembira. Nola positif hamil, dua bulan.”Radit menoleh cepat. “Serius lu?”Reza mengangguk, ekspresinya seperti orang baru memenangkan lotre.“Alhamdulillah banget. Dan lu tahu? Itu terjadi setelah Nola rutin dipijat sama Pak Yanto.”Radit mengerutkan kening, wajahnya sedikit kaku, “Serius lu? Emang Nola suka dipijat sama Pak Yanto?”Reza tertawa kecil. “Iya. Waktu lu curhat soal susah punya anak. Gue sebenarn

  • Birahi Liar istri Setia   19) Dunia Sempit - 9

    Pak Yanto tersenyum puas melihat Nola orgasme dengan dahsyatnya. Ia membersihkan cairan yang menyemprot ke wajahnya dengan telapak tangan tuanya. Ia sedikit menjilat cairan yang terasa gurih itu. Pak Yanto lalu naik menindih tubuh lemas Nola. Mulut dan lidahnya kembali menjilati leher, telinga dan payudarra Nola.“Kalau udah ada janinnya, cairan kamu makin enak, Sayang,” bisik Pak Yanto.“Sedotan bapak juga makin kuat dan ajib,” balas Nola manja.Tak butuh waktu lama bagi Nola untuk pulih dari lemasnya. Ia membalas cumbuan Pak Yanto pada mulutnya. Tubuh Nola yang sudah berisi janian muda, benar-benar siap menerima sodokan batang jumbo dan kekar itu. Pak Yanto lalu merentangkan kedua kaki Nola yang kini tergeletak di atas lantai dapur beralaskan karpet kecil.Tangan Pak Yanto membimbing rudalnya memasuki vagina Nola yang makin deg-degan saat kepala rudalnya yang besar mencoba memasuki lubang sempitnya. Pak Yanto mencoba menguak vagi

  • Birahi Liar istri Setia   18) Dunia Sempit - 8

    Pagi itu, matahari baru saja naik pelan dari balik perbukitan. Udara sejuk masih menggantung di halaman rumah Reza yang rapi. Burung-burung berkicau riang, dan aroma kopi dari dapur perlahan memenuhi ruang keluarga.Reza muncul dari dalam rumah dengan kemeja biru tua yang disetrika rapi. Sepatunya mengkilap, rambutnya tersisir rapi. Nola menyusul dari belakang dengan senyum manis, mengenakan daster lembut berwarna pastel, rambut dikuncir santai, tapi riasan tipis di wajahnya yang terlihat segar.“Sayang, jangan lupa makan siang, ya. Nanti malam aku masakin ayam kecap kesukaanmu,” ucap Nola sambil membetulkan kerah baju suaminya.Reza tersenyum, mencium kening istrinya lembut. “Istri siapa sih ini? Udah cantik, perhatian, setia pula. Beruntung banget aku.”Nola tersipu, tangannya mencubit lengan Reza pelan. “Ih, Mas ini bisa aja. Hati-hati di jalan, ya…”Reza menuju mobilnya, sementara Nola berdiri di teras

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status