Tama memulai perusahaannya dari nol dengam bantuan modal dari mertuanya. Selain sukses dia mempunyai pasangan yang setia yang bernama Salma. Namun, akibat ulahnya yang ceroboh semua hancur dalam sekejap. Bagaimana nasib perusahaan dan nasib kehidupannya?
Lihat lebih banyakBab 1
[Happy 2nd anniversary sayang... Semoga kamu suka sama hadiah spesialnya.... Love you more and more my honey... Kekasih halalmu, Arkatama..]Kata-kata itu tertulis di memo yang terselip pada buket bunga mawar yang dikirim oleh kurir kerumahku.
Anniversary? Bukannya hari ulang tahun pernikahanku dengan Mas Tama masih lama? Apa dia lupa sama bulan dan tanggalnya ya?
Tumben juga Mas Tama seromantis ini. Bahkan selama hampir sepuluh tahun menikah, dia tidak pernah memberikan hadiah bunga seperti ini. Justru malah aku yang selalu mengingatkan dan meminta hadiah terlebih dahulu padanya,
Setiap kali tiba hari Annyversary pernikahan kami.Selama beberapa detik, kubaca berulang-ulang isi memo yang ditulis Mas Tama.
Dua tahun....Dua tahun....Dua tahun.
Hanya kata itu yang membuatku mengerutkan kening merasa heran. Pernikahan kami sudah hampir sepuluh tahun. kenapa jadi dua tahun? apa Mas Tama memang salah tulis? Angka 2 dan 10 tahun itu sangat berbeda jauh, tidak mungkin dia salah tulis.
Seharusnya seorang wanita merasa bahagia mendapat kejutan seperti ini. Namun, tidak denganku. Justru datangnya hadiah ini mengundang banyak pertanyaan dalam benakku.
Dahiku mengernyit bersamaan dengan datangnya mobil truk yang mengangkut sebuah mobil jazz berhenti didepan rumah. Mobil itu masih dibaluti pita seperti sebuah bingkisan."Paket, Bu."
Teriak sopir itu. Lantas, dia segera turun dan memberikan kunci mobil padaku.
Mimpi apa aku semalam? ...hari ini dikejutkan dengan sikap aneh Mas Tama yang tiba-tiba memberi bingkisan semewah ini.
Bagiku ini sangatlah mewah dan menghamburkan uang. Apalagi dirumah sudah ada mobil. Untuk apa Mas Tama membelikanku mobil lagi?
[ Mas , ini serius hadiah untukku? Bukan bingkisan yang nyasar?]
Segera kukirim pesan untuk Mas Tama. Rasa penasaran masih menyeruak. apa benar hadiah ini untukku atau memang salah kirim. Seharusnya tanggal pernikahan kami ada di bulan maret sedangkan ini masih desember.
[Hadiah apa Ma maksdunya?]
Pertanyaan itu justru mengundang prasangkaku semakin travelling sangat jauh. Kalau dia menanyakan hadiah apa, berarti dia tidak memberikan semua bingkisan ini. Lalu siapa pengirim semua ini? Jelas-jelas nama pengirimnya Arkatama. Perasaanku tiba-tiba bergemuruh. Merasakan seperti ada sesuatu yang Mas Tama sembunyikan dariku.
[Ini lho Mas,, terus siapa yang ngirim ini? Masa iya penggemar aku Mas? jangan ngeprank Mas!...nama pengirimnya juga nama Mas ko. Makasih bnyak lho Mas, ternyata Mas romantis juga, aku suka banget bingkisannya.....]
Kukirim foto mobil dan buket bunga yang ia kirim. Pura- pura merasa sangat bahagia mendapat bingkisan darinya . Padahal hatiku merasa curiga sebenarnya untuk siapa hadiah ini diitujukan.
[Ah, iya...iya...Kamu suka?]
[Suka banget Mas, aku jadi punya dua mobil dong!!]Mas Tama tidak membalas pesanku, tapi pesannya sudah terlihat centang dua. Itu artinya dia hanya membacanya.
Jam dinding masih menunjukkan pukul dua siang. Namun, Mas Tama sudah sampai dirumah. Akupun merasa heran tak seperti biasanya dia pulang sesiang ini. Aku bergegas menghampiri dan mengambil tasnya seperti biasa. Kucium punggung tangan kanannya.
"Mas, Mas lupa ya sama tanggal pernikahan kita?" Godaku untuk memancing.
"Ah, engga ko Ma, itu Mas sengaja belikan untukmu surprice." Jelasnya sambil membuka jas.
Pintar sekali kamu Mas. Jelas-jelas tulisannya dua tahun pernikahan.
"Oh, gitu ya Mas."
Aku manggut-manggut pura-pura percaya bahwa itu memang hadiah untukku.
Sejak pulang dari kantor Mas Tama menjadi pendiam. Seharusanya dia mangajakku untuk mencoba menyalakan mobil yang ia berikan. Atau setidaknya ia mengajakku membuka pita yang masih terbalut dimobil itu. Tapi ini tidak. Mobilnya pun masih belum aku sentuh, dan masih terpajang cantik di garasi.
Dan saat makan malampun mas Tama tak mengeluarkan perkataan sedikitpun. Aku sebagai istri hanya bisa mengikuti bagaimana sikap suami. Sesekali kutawarkan lauk kesukaannya. Namun dia makan yang lain bahkan ia makan hanya sedikit dan lebih banyak melamun. Apa mungkin dia menyesal memberikan mobil itu padaku? Ah, masa bodo itu bukan urusanku. Yang terpenting sekarang mobil itu sudah ada di garasi.
Malam semakin larut. Namun mataku enggan untuk terpejam. Sedangkan Mas Tama sudah terlelap dan terbuai dalam mimpi. Tiba-tiba ponselnya berkedip tanda panggilan masuk.
Sekertaris Rahma...
Nama itu nongkrong dilayar ponsel.
Sekertaris Rahma? Sejak kapan Mas Tama mempunyai sekertaris wanita? Bukannya sekertasinya hanya Sekertasis Gun? Dan, Ada apa Malam-malam gini menelepon.
Tanpa membangunkan Mas Tama aku mengangkat panggilan itu.
"Mas, mana hadiah ulang tahun pernikahannya? ko nggak dateng-dateng? Katanya datangnya cepet? Atau jangan-jangan Mas bohongin aku lagi ya?"
Suara seirang wanita yang sangat manja seperti anak kecil meminta jatah jajan.
Deg...
Hadiah ulang tahun pernikahan?
Astagfirulloh apa aku salah dengar? Kutelan saliva dalam-dalam. Nafasku tiba-tiba tercekat seperti ingin berhenti. Mas Tama mempunyai wanita lain selain aku?
"Maaas... Maaas... Mas Arka denger aku nggak sih?"
Wanita itu melanjutkan kalimatnya.
"Mas cepat datang kesini! atau aku yang datang kerumah Mas." Nadanya seperti memgancam.
Aku masih bergeming tak menjawabnya. Kubiarkan dia merengek terus. Tak lama kemudian telepon itu mati.Hmmh Mas, Mas, hebat kamu Mas .. Mas Arka?? Sungguh gagah panggilannya Mas.
Aku tak menyangka Mas. Kamu bisa setega ini mengkhianatiku. Pantas saja dia tidak merasa kalau dia mengirimkan bingkisan itu untukku.
Beruntung hadiah itu jatuh ketangan yang tepat. Takkan kubiarkan kamu memberikan sedikitpun harta peninggalan Papaku untuk wanita lain Mas. Kamu camkan itu! kukepalkan tanganku sambil melihat wajah suamiku yang masih terlelap. Dia bilang dia akan setia padaku. Tapi nyatanya dia sama saja dengan lelaki lain.
Lihat saja Mas! akan kuberikan bingkisan terindah untukmu.
"Dan, satu hal lagi, kamu harus mendo'akan almarhumah istrimu!"Tama tercengang mendengar berita dari Salma. "Maksudmu, Rahma sudah meninggal?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi. Tatapannya tetap pada Salma yang terus memalingkan wajah darinya. Salma menelan saliva dalam-dalam, lalu mengangguk perlahan. Sementara, Hamidah berusaha berdiri dengan tubuh bergetar. Ia berjalan mendekati Tama. Mengangkat tangan kanannya. PlakkSebuah tamparan melayang pada pipi lelaki yang berstatus menantunya itu. "Semua ini gara-gara kamu, tega sekali kamu memanfaatkan kepolosan putriku. Dia tidak mungkin mau merebut suami orang, kalau dari awal kamu mengatakan padanya bahwa kamu sudah beristri."Hamidah terisak, pikirannya masih tertuju pada putrinya yang kini sudah tak ada di dunia. Ada rasa perih yang tak terbendung, ketika mengingat kondisi terakhir Rahma yang seperti tersiksa menahan luka. Wanita tua itu mengusap wajah dengan pilu dan penuh rasa bersalah. Kenapa dulu dia menyetujui pernik
Papa mengernyitkan kening, ketika melihat wanita tua yang keluar dari ruangan.Sepertinya wajah itu tidak asing. Tapi, siapa?Ia mencoba meniliki-nilik wanita yang menghampiri Salma. Tidak, tidak mungkin.Laki-laki paruh baya itu mengerjapkan mata beberapa kali, meyakinkan bahwa perempuan tua yang ia lihat, bukanlah wanita yang ia kenal. Pasalnya tubuh Hamidah terlihat sedikit rengkuh dan lebih tua darinya. Bahkan bisa dibilang sangat tua. Sedangkan wanita yang ia kenal di masa lalu memiliki umur lebih muda darinya. Ia mencoba abai pada apa yang menganggu pikirannya. "Cepat kita pulang, Salma!" Suara bas Papa membuat orang di sekitar menoleh padanya. "Salma akan pulang pa, tapi izinkan Salma membantu Bu Hamidah sebentar. Dia sudah tua, tidak ada keluarga lain yang menemaninya. Setelah semua selesai, Salma akan pulang." ujar wanita menatap Sang Papa dengan tatapan memohon. Papanya pun tak tega melihat anaknya dengan kantung mata yang membentuk bulatan Seperti terlihat sangat
"Ini, Salma sudah ada disini menemani anda," kata dokter menatap sosok diatas ranjang. Tangannya ingin meraih Salma. Air matanya mulai menetes. Salma berjalan mendekati sosok yang terkulai lemah itu. Dia pun melihat tubuh Rahma yang semakin tak berdaya karena kehabisan banyak darah. Padahal, kemarin masih bisa berjalan, tapi dalam waktu beberapa jam saja, Rahma sudah berubah tak berdaya.Perlahan Salma memegang tangan Rahma yang terus berusaha meraihnya sejak ia masuk ke dalam ruangan. Ada rasa tak sudi melihat perempuan yang telah menjadi madunya secara sembunyi-sembunyi. Namun, ada rasa kasihan dan tak tega melihat kondisinya. "Teh Salma." Dengan nada gemetar, Rahma berusaha menyebut nama itu. "Rahma." Salma pun mencoba memanggilnya. Lantas, duduk di kursi samping ranjang. Ia memegang kedua tangan wanita yang telah merebut suaminya. Wanita yang telah membuatnya murka. Namun, entah kenapa hatinya ikut merasa perih melihat kondisi Rahma yang semakin memburuk."Maaf," ujar Rahm
Suster berlari ke dalam ruangan, ia meminta Salma serta Hamidah untuk segera meninggalkan ruangan. Sedetik kemudian, Hamidah dan Salma keluar dengan keadaan hati tak karuan. Pasalnya, mereka menyaksikan kondisi Rahma yang tiba-tiba kejang. Dengan telaten, Salma mencoba menuntun Hamidah. Lantas, dia membantu mendudukkan Hamidah di ruang tunggu. Wanita tua itu sedikit menepis. Namun, kondisi badan yang sudah tergopoh-gopoh membuatnya tak mampu menahan beban tubuh sendiri. Alhasil, tetap saja dia memegang tangan Salma. Meski dalam hatinya menolak pertolongan itu.Dari awal kedatangan Salma, dia mengira kalau Salma adalah wanita yang tiba-tiba datang, dan akan merusak hubungan anaknya dengan Arkatama. Tatapannya tajam menunjukkan kalau Hamidah benar-benar tidak menyukai kehadiran Salma. Hamidah mengernyitkan kening masih dipenuhi rasa penasaran. Selain dia mengira Salma adalah perebut suami dari anaknya, dia juga curiga tentang kejahatan Salma, sebab dia ditemani dua orang
Kemana kamu, Mas?Rahma kelimpungan, dia tak tahu siapa lagi yang harus dihubungi. Sedangkan, satu nomor kontak pun ia tak ingat. Hanya ada nomor kontak Arkatama yang selalu diingatnya. Tuhan!!! Wanita berpakaian pasien itu merintih. Namun, dalam hatinya ingin marah.Sekuat tenaga, ia menahan sakit yang semakin mendera. Rasa sakit yang telah mencabik-cabik raga. Raga yang dulu selalu ia jaga mati-matian. Serta rasa perih yang telah menusuk dada hingga ke ulu hati. Sebelumnya, ia tak pernah merasa sesakit ini. Pertahanannya semakin runtuh. Serapuh kayu yang sekian lama dimakan rayap, roboh seketika begitu waktunya sudah tiba. Keangkuhan yang selama ini melekat dalam dirinya, karena selalu dipuja-puja oleh lelaki kaya raya dan berparas tampan. Keangkuhan yang datang, ketika semua orang memujinya, bahwa dialah wanita yang paling beruntung karena telah menjadi Ratu Arkatama. Semua itu hancur seketika, dan berbalik menjadi perih yang tak berujung. "Kamu harus ingat pesan abah.
"Tidak, kamu tidak berhak masuk ke dalam rumah ini lagi. Kamu telah menjadi anak durhaka dan lebih pantas di penjara.""Ibu?"Tama terperanjat, menyaksikan ibu yang tiba-tiba keluar dari rumah Salma."Tolong ampuni Tama. Tama menyesal, Bu." "Tidak ada penyesalan yang terletak diawal, apalagi melakukan sesuatu yang tanpa kau sadari itu adalah dosa. Dibmana otakmu ? Di mana nuranimu, Tama?" Firda berbicara dengan gemetar. Dia menggertakkan gigi, tak mampu menahan amarah dan kesedihan yang menyatu. Dia merasa telah gagal menjadi seorang ibu. Gagal mendidik anak lelaki satu-satunya. "Ibuuu,, ampuni Tama! Tama janji akan menerima semua hukuman yang dijatuhkan. Tapi, Tama tidak ingin berpisah dengan Salma."Tama bersimpuh di kaki Firda yang nyaris terjatuh. Namun wanita yang sudah berkeriput itu tidak goyah. Dia tetap membuang pandangannya. Ia menahan bulir bening agar tidak terjun lagi. Air matanya telah habis tumpah ruah sejak mengetahui kelakuan anaknya. Kali ini, air mata itu tel
"Teh...Teh Salma!" Suara parau seseorang memanggilnya lemah membuat langkah Salma terhenti. Sedetik kemudian, dia menoleh. Rahma, Ya, Rahma telah berdiri di depan pintu kamar pasien dengan selang infus yang masih menempel. Hari ini ketegaran Salma terbukti. Meski dia membenci suami dan wanita simpanannya itu, tapi dia tak memperlihatkan kebencian itu pada mereka. Wanita bergamis ungu itu berjalan dengan tegak menghampiri mereka. Salma tertegun melihat dua insan yang terlihat lemah di hadapannya. Meski pada hakikatnya seharusnya dia yang paling lemah disini, karena dia lah yang paling tersakiti. Namun, dia tak memperlihatkan kelemahan di depan mereka. kekuatan telah mendominasi dalam dirinya. "Tidak ada wanita yang kuat, kecuali dia yang berdiri tegak dan menyembunyikan air mata di hadapan pria yang telah mengecewakannya."Begitu pesan Papa yang selalu Salma ingat. "Perempuan kuat adalah perempuan yang mampu bertahan dan bangkit ketika terpuruk. Bukan hanya menangis lemah dan mer
Salma mencoba menekan tombol power pada ponsel itu. "Jangan diaktifkan!" sergah lelaki paruh baya itu. Salma hanya mengernyitkan kening. Kenapa dia tidak boleh mengaktifkan ponselnya? Rahasia apa yang sebenarnya ada dalam ponsel itu? Bukannya sebagai penggugat wajib tahu apa saja barang bukti yang akan dipakai untuk sidang perceraian nanti? "Memangnya kenapa, Pa? Kan Salma juga wajib tahu barang buktinya apa saja, papa saja sudah tahu. Masa Salma nggak boleh tahu."Salma bersikukuh menyalakan ponsel itu. Papa mengehela napas pasrah. Bukan dia pelit. Dia hanya takut, anak perempuannya mengetahui semua video yang ada di dalam galeri ponsel milik Rahma itu. "Sayang, papa hanya nggak mau kamu sakit hati lagi melihatnya!"Papa berusaha mencegah Salma untuk tidak membuka galeri. "Tidak pa, Salma kan udah bilang, insya allah Salma kuat. Papa tenang saja!"Setelah ponsel berbunyi tanda menyala, Salma segera membuka aplikasi yang menurutnya sangat penting. Watsapp, dia membuka semu
"beres bos!"Kudengar percakapan Rio dengan lawan bicaranya di telepon. Aku sedikit curiga, dengan siapa dia berbicara? Sampai-sampai mengangkat telepon saja menjauh. Seharusnya kalau membahas soal bisnis, ya santai saja. Aku juga tidak akan ikut campur soal bisnisnya. Rio terkekeh menghampiriku. "Sorry bro! biassaa, bisnis." Aku hanya tersenyum kecut mambalasnya. Dari tingkahnya saja seperti ada sesuatu yang direncanakan. Cengar-cengir tidak jelas, seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi, itu bukan urusanku. Yang terpenting sekarang aku harus segera mendapatkan uang dari hasil penjualan mobilku, untuk makan dan membayar biaya perawatan Rahma. "Gimana? Deal kan?" tanyaku cepat, karena aku sudah harus kembali melihat kondisi Rahma. " Oke deal, 50% gua bayar sekarang!""Oke!"Lalu dia menyodorkan uang tujuh puluh lima juta rupiah padaku. Setelah mendapatkan uang itu, aku segera mencari ojek untuk mengantarku ke klinik. "Gua antar ya, bro?" tawar Rio padaku. "Ah, nggak usah, gua
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen