Share

Kompensasi

Penulis: Komalasari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-28 14:41:47

“A-apa? Ju-Justin Cuth-bert?” Helena menelan ludah dalam-dalam. Dia sadar betul. Ini pasti akan jadi akhir dari karier menulisnya. 

“Ya,” sahut pria tampan dengan topi baseball itu kalem. “Hanya sebuah nama. Abaikan saja,” ujarnya tenang. 

Namun, Helena jelas makin kehilangan ketenangan. Dia tertunduk, lalu diam-diam menoleh. Akan tetapi, kembali menyembunyikan wajah karena si pria ternyata tengah menatapnya. “Ah, baiklah,” ucap wanita muda itu pelan bernada keluhan. “Anda bisa menuntutku, Tuan Cuthbert,” ujarnya pasrah.

Namun, Justin justru tersenyum kecil menanggapi ucapan Helena. Dia mengalihkan pandangan ke depan, sambil mengusap-usap bulu anjing peliharaan yang duduk di sebelahnya. 

Shining Breeze,” ucap Justin pelan. Akan tetapi, nada bicaranya terdengar cukup menakutkan di telinga Helena. “Kalau tidak salah, aku membaca naskahmu beberapa hari yang lalu. Kisah Heidy McGraw dengan Sam Farley. Cukup menarik,” ucap Justin, masih dengan sikap tenangnya. 

“Menarik, tapi Anda menolak dan menyuruhku merevisi total,” balas Helena, berusaha menahan rasa jengkel. 

“Aku punya alasan tersendiri. Namun, bukan karena pemuja sensualitas. Apalagi hypersex,” balas Justin. 

“Lalu?” 

“Kupikir, Nona Sawyer sudah menjelaskan padamu.”

“Ya,” balas Helena singkat. 

“Itu artinya, aku tidak perlu menjelaskan secara detail. Lagi pula, ini bukan waktu dan tempat yang tepat untuk membicarakan masalah pekerjaan. Aku kemari karena ingin menikmati sore yang indah dengan Dax,” ujar Justin, seraya kembali mengusap-usap anjingnya yang duduk tenang.

Helena mengembuskan napas pelan. Walaupun Nathalie sudah melarangnya membuat kegaduhan, tetapi dia merasa perlu meminta penjelasan. Padahal, Justin telah mengatakan tidak akan memberikan pernyataan apa pun saat itu. 

“Aku masih penasaran,” ucap Helena, sesaat kemudian. 

“Tentang apa?” Justin mengalihkan perhatian pada wanita berambut pirang tersebut. 

“Tentang cerita yang sesuai dengan seleramu, Tuan Cuthbert.”

Justin tak segera menjawab. Dia menghentikan usapannya di tubuh Dax. Namun, tatapan pria tampan itu tetap tertuju ke depan. “Sudah kukatakan bahwa ini bukan waktu dan tempat yang tepat, untuk membahas masalah pekerjaan.”

“Tapi, kapan lagi aku bisa bicara secara langsung dengan Anda? Nona Sawyer melarangku melakukan ini. Namun, aku berpikir sebaliknya. Anggap saja sebagai kompensasi atas waktu yang sudah terbuang percuma, dalam menyelesaikan cerita yang Anda tolak.” 

Justin menggumam pelan, lalu menoleh. “Jadi, kau ingin meminta kompensasi padaku, Nona Roberts?” 

Helena jadi salah tingkah karena Justin menatapnya dengan sorot aneh. 

“Baiklah. Jika kau ingin membahas ini secara langsung, akan kupenuhi keinginanmu. Temui aku besok selepas jam kerja di kantor,” putus Justin, seraya beranjak dari duduk. Dia memberi isyarat pada anjing peliharaannya agar mengikuti. 

Helena terdiam sejenak. Wanita muda itu baru tersadar, saat Justin sudah menjauh beberapa langkah dari tempatnya berada. “Anda serius, Tuan?” tanya wanita muda itu, seraya berdiri dan menatap lurus ke depan.

Justin tertegun, lalu menoleh. Dia hanya menanggapi dengan anggukan samar, sebelum kembali melanjutkan langkah. 

“Ya, ampun,” gumam Helena, seraya kembali duduk. Wanita bermata biru itu kembali termenung memikirkan apa yang akan dibahas dengan Justin. Sang pimpinan redaksi, yang ternyata benar-benar tampan.

Hingga keesokan harinya, Helena masih belum merasa lega. Tak sabar dirinya menunggu jam kantor berakhir. Dia rela berdiri tak jauh dari gedung GP Enterprise, agar tak terlambat menghadap pria nomor satu di perusahaan penerbitan tersebut. 

Beberapa saat berlalu. Waktu yang Helena tunggu akhirnya tiba. Dia segera merapikan diri, meskipun tak mengubah penampilan jadi lebih baik. Ya, Helena terlihat nyaman dalam balutan skinny jeans dan T-shirt longgar, dengan rambut digulung tak rapi. Seperti itulah dirinya.

Helena berjalan agak tegang menuju ruangan pemimpin redaksi. Saat itu, suasana di sana terbilang sepi karena sebagian besar karyawan sudah pulang. Wanita dengan tinggi 167 cm tersebut menggenggam erat tali ransel kecil, yang dicangklong di pundak sebelah kanan. Dia menarik napas dalam-dalam, sebelum mengetuk pintu. 

“Masuk!”  

Setelah mendengar suara Justin, Helena memberanikan diri memutar gagang pintu, lalu membuka perlahan. “Tuan Cuthbert,” sapanya agak ragu.

“Masuklah, Nona Roberts.” Justin menoleh sekilas, sebelum kembali pada laptop di hadapannya. Dia baru menutup alat elektronik itu, setelah Helena berdiri di depan meja kerjanya. 

Justin menatap wanita dengan penampilan kurang menarik itu beberapa saat, sebelum mempersilakan duduk. 

“Terima kasih, Tuan Cuthbert,” ucap Helena agak gugup. Dia meletakkan ransel kecilnya di pangkuan. 

“Baiklah. Apa yang ingin kau sampaikan?” tanya Justin penuh wibawa. 

“Um … tentang yang kemarin kita bahas. Masalah penolakan naskah cerita yang kuajukan,” jawab Helena. Dia berusaha keras terlihat biasa di hadapan Justin.

“Iya. Lalu?”

Helena terdiam sejenak, menatap heran pria berkemeja putih dengan lengan yang dilipat hingga tiga per empat. “Apanya yang ‘lalu’? 

“Apa lagi yang kau inginkan?” tanya Justin serius. 

“Kejelasan … maksudku … um ….” Helena tak tahu harus berkata apa. Dia agak kebingungan. “Begini, Tuan. Tiga cerita yang kuajukan sebelumnya, diterima baik oleh Tuan Flint McKenzie. Tak ada masalah sama sekali. Baik dari segi alur maupun penulisan.”

“Kau tahu siapa yang sekarang duduk di kursi pemimpin redaksi?” Pertanyaan yang diajukan Justin, mulai terdengar mengintimidasi. 

Helena langsung mengangguk, meskipun rona tegang masih terlihat jelas dari wajahnya. Sesekali, wanita berusia 24 tahun tersebut membetulkan letak kacamata yang dikenakan. 

“Aku rasa itu sudah jadi jawaban untukmu, Nona Roberts,” ucap Justin tenang. “Satu yang pasti, aku dan Tuan Flint McKenzie memiliki selera serta pandangan berbeda dalam menilai satu cerita utuh. Kau harus menerima kenyataan bahwa saat ini akulah yang menentukan, apakah ceritamu layak dicetak atau tidak.” 

“Keputusanmu membuatku sangat tertekan. Anda mesti tahu, aku bekerja keras saat Nona Sawyer mengatakan cerita yang kuajukan harus direvisi. Banyak sekali. Hampir keseluruhannya sudah kurevisi. Namun, apa yang terjadi? Anda tetap menolak naskahku.”

“Kau sudah tahu jawabannya.”

“Anda mengatakan cerita yang kutulis cukup menarik,” bantah Helena, yang mulai terpancing.

“Cukup bukan berarti benar-benar menarik, Nona Roberts. Itu yang perlu digarisbawahi,” tegas Justin. 

Helena mengembuskan napas pelan. Dia harus berusaha mengendalikan diri, jika tak ingin makin dipersulit sang pimpinan redaksi. 

“Aku sudah berusaha memberikan jawaban sehalus mungkin agar kau tidak merasa makin terpuruk. Namun, jika itu tidak membuatmu mengerti, biar kuperjelas lagi,” ucap Justin lagi, seraya beranjak dari belakang meja kerja. 

“Sebenarnya, ide ceritamu sangat bagus. Namun, kebanyakan pembaca zaman sekarang tidak menyukai sesuatu yang terlalu berat. Mereka butuh hiburan. Sesuatu yang menjadikan membaca bisa jadi alternatif pengalihan rasa lelah. Itu artinya, kau harus menyajikan konten yang menyenangkan.”

“Jadi, ceritaku dianggap tidak menyenangkan?” Helena langsung berdiri, saat Justin berada di sebelahnya.

“Apa kau tidak tahu bagaimana caranya bersenang-senang?” 

“Apa maksud Anda?”

Bab terkait

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Hanya Ucapan Terima Kasih

    Justin tersenyum simpul. “Mungkin kau membutuhkan sedikit penyegaran,” ujarnya tenang.“Penyegaran?” ulang Helena tak mengerti.Justin meraih kunci motor dari meja. “Aku bersedia memberikan bimbingan gratis untukmu. Kita bisa membahas alur seperti apa yang sebaiknya kau pakai. Itu juga jika kau mau.”“Lalu, bagaimana dengan Nona Sawyer?” tanya Helena ragu.“Terserah. Aku memberikan penawaran ini karena kau meminta kompensasi atas waktu yang terbuang percuma. Akan kuberikan kau arahan. Seperti apa cara mengeksekusinya, di situlah letak kecerdasanmu sebagai penulis.” Helena tak segera menanggapi. Wanita muda bermata biru itu tampak bimbang. Bagaimana tidak? Ini merupakan penawaran menarik dan mungkin tak didapat semua penulis, yang berada dalam naungan GP Enterprise. “A-ba-baiklah. Aku menerima tawaran Anda, Tuan Cuthbert,” putus Helena yakin. Setelah mendengar jawaban wanita berkacamata itu, Justin mengambil secarik kertas dari wadah khusus. Dia menuliskan sesuatu di sana, lalu memb

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28
  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Penawaran Mendebarkan

    “Ya. Terima kasih,” ulang Helena. “Apa ada yang salah?” “Tidak,” sahut Justin. “Tentu saja tidak.” Dia terlihat kurang nyaman. “Baiklah. Kalau begitu, aku pulang dulu,” pamit Helena, seraya berdiri. Begitu juga dengan Justin. Dia ikut berdiri, lalu melangkah gagah ke dekat lift. Menyusul Helena, yang lebih dulu ke sana. “Kau tinggal di mana?” tanya Justin, dengan tatapan tertuju ke pintu lift. “East London,” jawab Helena, Dia menoleh sekilas, lalu membetulkan letak kacamatanya. “Oh. Jauh juga.” “Begitulah. Setengah jam dengan tube." Tube merupakan istilah yang biasa digunakan, untuk menyebut kereta bawah tanah. Justin mengangguk samar. Dia hanya berdiri tanpa melakukan apa pun. Pria tampan itu tampak bimbang. “Kenapa liftnya tidak terbuka juga?” gumam Helena, yang mulai tak nyaman setelah menunggu beberapa saat. Mendengar ucapan wanita muda itu, Justin langsung tersadar. Dia menyentuh pangkal hidung menggunakan ujung ibu jari, kemudian mengeluarkan kartu akses dan mene

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28
  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Mengejutkan

    Detik berlalu. Tempat tidur di kamar Justin terasa begitu nyaman. Sprei yang melapisinya pun sangat lembut. Begitu juga dengan selimut yang menutupi sebagian tubuh polos Helena. Lelah menyergap wanita muda 24 tahun tersebut. Helena terlelap, setelah melayani hasrat biologis sang pemilik apartemen mewah itu. “Hey. Selamat pagi,” sapa Justin, yang sudah duduk di tepian tempat tidur. Dia menghadapkan tubuh sepenuhnya, seraya membelai pipi Helena yang masih terpejam. Helena yang terlelap karena kelelahan, perlahan membuka mata. Samar, dirinya menatap pria tampan itu. “Tu-tuan.” Wanita berambut pirang tersebut langsung bangkit, lalu duduk sambil memegangi selimut yang menutupi tubuh sebatas dada. “Apa kau sudah lapar?” tanya Justin, tak mengalihkan pandangan dari wanita yang sudah melayaninya hampir semalam suntuk. Helena tampak kebingungan. Ini merupakan pengalaman pertama bagi wanita muda itu. “A-aku ….” “Berpakaianlah. Setelah itu, kita sarapan bersama.” Justin beranjak dari duduk

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28
  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Billionaire's Row

    “I-istri?” ulang Helena tak percaya. “Jadi, Anda sudah menikah?” Justin mengangguk. Ekspresinya teramat tenang, seakan tak ada rasa bersalah setelah mengkhianati pasangan.Raut tenang Justin justru berbanding terbalik dengan Helena. Rasa bersalah menyeruak hebat, menghadirkan penyesalan mendalam atas apa yang telah dilakukan semalam dengan pria tampan tersebut. “Kenapa Anda bisa berbuat seperti itu?” Helena kembali melayangkan sorot tak percaya.“Kenapa? Tak perlu ada alasan. Satu yang pasti karena aku menginginkannya.” Jawaban yang diberikan Justin terdengar sangat menakutkan. Jelas sudah dia tak merasa bersalah. “Tapi, Anda sud —”Justin langsung mengangkat tangan sebatas dada, sebagai tanda agar Helena diam. “Kau tidak perlu berkomentar, Nona Roberts. Aku akan meloloskan naskah terakhirmu. Hanya itu perjanjian kita. Jadi, kau tak kuizinkan melakukan protes atau banyak bertanya tentang hal lain.”“Anda … Anda sangat menakutkan, Tuan Cuthbert.”Justin menatap Helena cukup tajam, s

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Tamu di Pagi Hari

    “Kami masih nyaman berdua saja. Begitu kan, Sayang?” Justin menoleh pada sang istri, yang langsung membalas dengan senyuman manis.“Oh, tidak,” bantah Eleanor. “Kalian sudah menikah selama satu setengah tahun. Kami pikir itu cukup, untuk menghabiskan momen manis berdua saja. Lagi pula, kehadiran anak tak akan membuat keromantisan jadi berkurang. Lihatlah aku dan Hudson. Hingga usia sekarang, kami tetap romantis seperti baru pertama menikah.”Justin hanya menanggapi dengan senyum kecil, sedangkan Agatha memijat pelipis. “Silakan lanjutkan. Aku ke belakang sebentar,” pamit Justin, seraya beranjak dari duduk. Dia berlalu dari sana."Apa Justin tidak menyukai perbincangan tadi?” tanya Eleanor, setelah sang menantu tak terlihat. “Tidak juga. Dia kembali merokok akhir-akhir ini,” jawab Agatha disertai senyum lembut. Seperti biasa, dia berusaha menutupi buruknya hubungan dengan sang suami. Sementara itu, Justin justru memilih menyendiri di balkon rumah sambil merokok dan termenung, memiki

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Terdesak

    “Denganku?” Helena menatap tajam.Justin tersenyum kalem.“Ini gila. Apa lagi yang akan Anda tawarkan sekarang?” “Apa pun yang kau mau. Tas, sepatu, baju bermerk? Kemewahan?” Justin menaikkan sebelah alis.Helena menggeleng kencang. “Anda pikir, aku membutuhkan semua itu?” Dia tak terima karena ucapan Justin dinilai telah merendahkan harga diri serta martabatnya sebagai wanita. “Aku sadar telah melakukan kesalahan, dengan melayani keinginanmu kemarin malam! Namun, kutegaskan hal seperti itu tidak akan pernah terulang lagi!”Namun, Justin tak mengindahkan penolakan keras Helena. Dia hanya tersenyum kecil, sembari menyentuh pangkal hidung dengan ujung ibu jari. “Kau yakin, Nona Roberts?” tanyanya begitu tenang.“Aku yakin Anda bisa membedakan mana candaan, mana pula yang serius.”“Hm.” Justin menggumam pelan, tanpa mengalihkan perhatian dari Helena yang berpenampilan acak-acakan. Entah apa yang membuatnya memilih wanita berambut pirang itu.“Sebaiknya, Anda pergi dari sini,” usir Helen

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Menu Pengganti

    “Apa yang Anda inginkan sebenarnya?” tanya Helena serius.“Aku menawarkan banyak hal padamu,” jawab Justin tenang.“Aku tidak mengerti kegilaan macam apa ini."“Jika kau menganggapnya suatu kegilaan, aku justru mengatakan sebagai kesempatan emas karena penawaran menarik ini tak kuberikan pada siapa pun,” balas Justin, tetap terdengar tenang.“Ah! Apa yang bisa kupercaya, dari pria yang berselingkuh?” cibir Helena. “Astaga. Kau juga menikmatinya,” balas Justin.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16
  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Bercinta Lagi

    Helena terdiam, menunggu apa yang akan Justin lakukan. Dia tak tahu apakah pria itu dalam keadaan sama seperti dirinya atau tidak, berhubung kedua matanya ditutup kain.Embusan napas pelan meluncur dari bibir Helena, saat merasakan sentuhan di telapak kaki. Dia bergerak karena geli. Namun, tak lama kemudian Helena kembali diam, meresapi rabaan lembut di betis yang terangkat lurus dan disandarkan ke pundak Justin.“Ah ….”Desahan pelan terdengar, saat Justin menciumi betis jenjang Helena. Padahal, dia sudah tak tahan untuk segera memulai penyatuan. Namun, Justin seperti ingin bermain-main terlebih dulu.“Kakimu sangat indah, Helena. Aku menyukainya,” sanjung Justin, seraya meraba lembut betis mulus wanita muda itu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-16

Bab terbaru

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Love and Death

    Justin tersenyum sinis. "Justru sebaliknya, Agatha," bantah pria tampan itu yakin. "Seharusnya, aku mengambil keputusan ini sejak dulu. Bertahan dalam pernikahan bodoh, hanya membuatku jadi badut memalukan.""Kau sudah tahu perasaanku yang sebenarnya. Kenapa masih menganggap ini sebagai suatu kebodohan?" protes Agatha tak terima.Justin menggeleng pelan."Sudahlah. Satu yang pasti, aku akan mengurus proses perceraian kita. Dengan atau tanpa restu orang tua, sebaiknya kita menyudahi ini secara baik-baik," putus Justin, dengan nada bicara mulai tenang."Kau benar-benar keterlaluan!" sentak Agatha. Ucapan Justin membuat amarah dalam dirinya kian menjadi. "Kau pikir, aku akan membiarkanmu dengan pelacur itu?""Tutup mulutmu! Kau yang pelacur!" sergah Helena tak terima. Dia mendekat, lalu mendorong Agatha hingga mundur beberapa langkah. "Jika kau mencintai Justin, seharusnya tunjukkan seberapa besar rasa cintamu. Namun, kau justru bersikap jual mahal dan berhar

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Terlambat

    Agatha yang sudah memiliki akses masuk ke unit tempat tinggal Justin, langsung memasuki lift dan menuju lantai teratas. Selama menunggu tiba di sana, wanita cantik berambut pendek tersebut terus mengepalkan tangan, demi menahan gejolak amarah dalam dada. Pikirannya tak keruan. Terlebih, setelah melihat rekaman video yang Grayson tunjukkan.Beberapa saat kemudian, pintu lift terbuka. Meskipun agak ragu, Agatha memaksakan diri melangkah keluar. Dia mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan yang terasa sepi.Agatha melangkah perlahan menyusuri koridor menuju kamar Justin. Dalam setiap ayunan kaki jenjangnya, wanita itu merasa tengah mendekati kematian mengerikan. Entah apa yang akan ditemui di ruangan pribadi sang suami.Setelah tiba di depan kamar, Agatha tertegun beberapa saat. Dia memutar handle pint

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Mencari Fakta

    “Wanita lain?” cibir Agatha. “Aku membebaskannya dengan wanita manapun,selama tidak —”“Membebaskan?” Grayson menautkan alis, lalu berdecak pelan. “Agatha, Agatha. Kau ini bodoh atau apa?” ledeknya, seakan membalas telak cibiran sang mantan kekasih.Grayson makin mendekat. “Kau tahu siapa Justin? Dia adalah seorang cassanova. Bagaimana bisa kau membebaskan pria semacam itu untuk menjalani hidup semaunya, sedangkan kalian sudah terikat pernikahan? Astaga, Kekonyolan macam apa ini?”Grayson kembali berdecak pelan, diiringi gelengan tak mengerti. “Kau mencampakkanku hanya untuk menjalani hidup dalam kegilaan?” ujarnya heran. “Kau pikir bisa menaklukan Justin dengan cara seperti itu? Salah besar.”“Apa maksudmu?” tanya Agatha tak mengerti.“Justin membawa wanita lain ke apartemennya. Bukan cuma satu kali,” jawab Gr

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Terungkap

    Helena menatap aneh, lalu menggeleng kencang sebagai tanda penolakan. “Kenapa? Kau menjadi kekasih gelap kakak-ku. Apa susahnya menjadi kekasihku juga. Lagi pula, itu akan jauh lebih aman bagimu.”“Lupakan, Tuan Grayson. Aku tidak tertarik sama sekali,” tolak Helena cukup tegas. “Sebaiknya, biarkan aku pergi.” Helena memaksa membuka pintu. Dengan setengah berlari, dia meninggalkan ruangan Grayson. Melihat itu, Grayson langsung menyusul. Langkahnya yang jauh lebih lebar dibanding Helena, membuat pria itu diuntungkan. Dia bisa mengejar dengan mudah. “Tunggu, Nona Roberts,” cegah Grayson, seraya meraih tangan Helena. “Lepaskan aku! Kita baru bertemu, tapi Anda sudah berani bersikap seperti ini. Benar-benar kurang ajar!” maki Helena tak suka.“Baiklah. Baiklah.” Grayson langsung melepaskan genggamannya dari pergelangan tangan Helena. “Maafkan aku karena tidak bisa mengontrol diri,” sesalnya. “Kumohon.”“Aku tidak mengerti, apa yang Anda inginkan sebenarnya dengan mendekatiku?” “Kau s

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Rencana Jitu

    Helena tersenyum sinis. “Maaf, Tuan. Aku tidak mau bekerja sama dengan siapa pun,” tolaknya pelan, tapi cukup tegas.“Kenapa? Kau jatuh cinta pada kakakku?” “Itu bukan urusan Anda.” Helena berbalik, Dia bermaksud membuka pintu. Namun, lagi-lagi Grayson menghalanginya. Pria itu mencegah, tak membiarkan Helena keluar. “Jangan pergi dulu. Aku masih ingin bicara denganmu.”Helena menoleh, menatap malas adik Justin tersebut. “Aku menghormati Anda sebagai pemimpin redaksi yang baru, Tuan. Aku sangat berterima kasih, bila Anda menerima naskah terakhirku tanpa harus direvisi terlebih dulu. Namun, itu bukan berarti aku mau melakukan sesuatu yang lebih.”“Kau melakukan itu dengan Justin.”“Situasi kami berbeda, Anda tidak berhak ….” Helena seperti sengaja menjeda kalimatnya. Wanita muda itu tampak malas bicara lebih banyak. “Kumohon. Biarkan aku pergi.”“Kenapa? Apa karena Justin menunggumu di luar?” Grayson menatap Helena dengan sorot aneh. Adik kandung Justin tersebut mengembuskan napas ber

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Bekerja Sama

    Helena langsung salah tingkah, mendengar tawaran dari Grayson. Wanita muda bermata biru itu memaksakan tersenyum, walaupun ada rasa tak nyaman dalam hati. Dia tak menghendaki apa pun dari adik Justin tersebut. “Bagaimana?” tanya Grayson memastikan, berhubung Helena tak juga menanggapi tawarannya. Pria tampan itu tersenyum kalem. “Tenang saja, Nona Roberts. Aku pria lajang. Tak ada apa pun yang perlu kau khawatirkan,” ujarnya dengan tatapan tak dapat diartikan. “Apa maksud Anda?” Helena berpura-pura tak mengerti. Raut wajah si pemilik rambut pirang itu sudah mulai tegang. Namun, ekspresi berbeda diperlihatkan Grayson. Dia tetap tenang, dengan senyum kalem yang menghiasi paras tampannya. “Aku yakin, kau memahami maksud ucapanku tadi,” ujarnya. Helena segera berdiri. Dia tidak ingin lebih lama lagi berhadapan dengan Grayson. Wanita 24 tahun itu bergegas menuju pintu keluar. Namun, Grayson bergerak sangat cepat menghadang di depan Helena. “Perbincangan kita belum selesai, Nona Robert

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Tak Rela

    Justin menoleh sekilas, sebelum kembali mengarahkan pandangan ke depan. Dia bermaksud melanjutkan langkah, meninggalkan Agatha yang berdiri tak jauh di belakangnya. "Tunggu, Justin. Kenapa kau begitu terburu-buru?" tanya Agatha penasaran. Dia meraih lengan sang suami, menahannya agar tak kemana pun. "Aku harus pergi. Kita lanjutkan saja perbincangan ini kapan-kapan." Justin menyingkirkan tangan Agatha dari lengannya, lalu melangkah gagah kembali ke aula tempat acara berlangsung. Ternyata, acara perkenalan dan serah terima jabatan sudah selesai. Beberapa orang tampak sedang merapikan property yang telah digunakan. Justin mengedarkan pandangan. Dia menghampiri Nathalie, yang tengah sibuk dengan rekannya sesama editor. "Apa ayahku sudah pulang?" tanya Justin. "Ah, Tuan." Nathalie menoleh. "Tadi, Tuan Duncan menanyakan keberadaan Anda," jawabnya. "Kurasa, sekarang dia sudah pulang.""Bagaimana dengan Grayson?" tanya Justin lagi. "Tuan Grayson ke ruangannya bersama Nona Roberts, Kud

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Terlambat

    Justin memicingkan mata, menyikapi ucapan Agatha. Pria tampan bermata abu-abu itu tersenyum samar, sebelum berbalik meninggalkan sang istri. “Justin,” panggil Agatha, seraya bergegas menyusul sang suami. “Apa kau tidak ingin bertanya lebih jauh?” Justin tertegun, lalu menoleh. “Aku tidak tahu apa maksudmu berkata begitu. Kenapa kita harus membahas masalah ini?” “Aku hanya ingin memulai semua dari awal. Pernikahan kita yang …. Aku bersungguh-sungguh.” Agatha terlihat sangat serius, dengan apa yang dikatakannya. “Kenapa? Kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini?” Agatha tak langsung menjawab. Dia menarik tangan Justin, lalu menuntun pria itu menjauh dari aula. Setelah tiba di tempat yang lebih sepi, Agatha baru melepaskan genggaman tangannya. “Kau seperti remaja ingusan, Agatha. Haruskah kita bicara dengan cara seperti ini?” “Aku hanya ingin bicara berdua denganmu, tanpa ada suara berisik atau siapa pun yang akan mengganggu.”.“Astaga.” Justin menggeleng tak mengerti. “Kalau beg

  • Bimbingan Panas Pemred Dingin   Cemburu

    Justin langsung bereaksi, mendengar Grayson menyebutkan nama pena Helena. Walaupun dia yakin sang adik tengah memancing reaksinya, tapi tetap saja itu membuat pria tampan tersebut benar-benar tak suka. Sulung dari dua bersaudara itu menggeleng tak mengerti. Entah mengapa, dia tidak rela Helena didekati pria lain. “Seharusnya seperti itu, G. Tak ada salahnya menjalin kedekatan dan keakraban dengan karyawan serta para penulis. Namun, selalu jaga wibawamu di depan mereka. Jangan sampai hilang kontrol,” saran Duncan, seraya menepuk pelan pundak putra bungsunya. Grayson tersenyum simpul menanggapi ucapan sang ayah. Dia menoleh sekilas pada Justin dan Agatha, sebelum berlalu meninggalkan mereka. Sementara itu, Justin terus memperhatikan sang adik, dengan segala yang dilakukannya. Dia seperti hendak memastikan sang adik, yang tadi menyebutkan nama Shining Breeze. Ah, sial! Justin tak bisa fokus menyimak perbincangan dengan sang ayah, saat melihat Grayson membuktikan ucapannya. Justin ing

DMCA.com Protection Status